Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN

AGAMA KRISTEN PROTESTAN

DOSEN PENGAMPU
Dr.Chandra Manik

BK REGULER E

DISUSUN OLEH :

Kezia Siregar 1191151021


Vony Situmorang 1193351056
Gracelita Saragih 1193351055
Gabriel Hutagalung 1193151046

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


BIMBINGAN DAN KONSELING
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Kami mengucapkan syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik
maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai
tugas rutin dari mata kuliah Agama Kristen Protestan dengan judul “Fungsi Agama dalam
kehidupan” . Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima
kasih.

Medan, September 2020


BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
         Manusia merupakan makhluk hidup yang sangat istimewa, Karena manusia berbeda
dengan makhluk yang lainnya. Manusia diberi akal dan pikiran untuk bertindak sesuai
dengan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku sesuai dengan kehendaknya, Lingkungan dan
ajaran agama yang dianutnya. Nilai-nilai dan norma-norma yang memberikan arah dan
makna bagi manusia dalam bertindak ialah agama.
        Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat Adikordrati
(Supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup kehidupan yang luas.
Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai orang per orang maupun dalam
hubungannya dengan kehidupan bermasyarakat. Selain itu agama juga memberi dampak bagi
kehidupan sehari-hari.
        

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dibawah ini adalah sebagai berikut:

1. Peran agama bagi manusia


2. Ajaran agama sebagai jalan keselamatan
3. Fungsi sosial agama
4. Tujuan agama

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini untuk mengetahui peran agama bagi manusia,
ajaran agama sebagai jalan keselamatan, fungsi sosial agama dan tujuan agama.
BAB II PEMBAHASAN

A. Peran Agama Bagi Manusia

Peranan agama bisa dilihat dari beberapa aspek:


1.    Aspek keagamaan (religius): agama menyadarkan manusia tentang siapa
penciptanya.
2.    Secara asal usul (antropologis): agama memberitahukan kepada manusia tentang
siapa, dari mana, dan mau kemana manusia.
3.    Dari segi kemasyarakatan (sosiologis): sarana keagamaan sebagai lambang
masyarakat yang keadaannya bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh
seluruh masyarakat. Fungsi: untuk memperkuat rasa solidaritas.
4.    Secara kejiwaan (psikologis): agama bisa menenteramkan, menenangkan dan
membahagiakan kehidupan jiwa seseorang.
5.    Dan secara moral (Ethics): menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk
serta mendorong manusia berprilaku baik.

Ada beberapa alasan tentang mengapa agama sangat penting dalam kehidupan manusia,
antara lain adalah:
•    Karena agama merupakan petunjuk kebenaran.
•    Karena agama merupakan sumber moral.
•    Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia.
•    Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.

B. Ajaran Agama Sebagai Jalan Keselamatan

Keselamatan dalam Kekristenan, adalah penyelamatan jiwa dari dosa dan


kematian. Keselamatan dapat juga disebut "pembebasan" ataupun "keamanan" dari kodrat
berdosa, dan merupakan janji akan kehidupan kekal melalui roh. Keselamatan adalah
kebebasan dari hasrat duniawi dan godaan yang mengarahkan manusia keluar dari
penerangan dan persekutan penuh dengan Allah.

Ragam pandangan mengenai keselamatan merupakan salah satu garis patahan utama


yang membagi-bagi berbagai denominasi Kristen, menjadi satu titik ketidaksepakatan di
antara kalangan Ortodoks Timur, Katolik Roma, dan Protestan, serta di dalam kalangan
Protestan sendiri, terutama dalam perdebatan Calvinis–Arminian. Garis pemisah ini
mencakup definisi-definisi yang saling bertentangan mengenai kerusakan
moral, predestinasi, pendamaian, dan—yang paling tegas—pembenaran atau justifikasi.

Dalam agama, keselamatan adalah diselamatkannya jiwa seseorang dari dosa dan


konsekuensi-konsekuensinya. Hal ini juga dapat disebut "pembebasan" atau "penebusan" dari
dosa dan akibat-akibatnya. Keselamatan dipandang disebabkan oleh rahmat dari Tuhan,
oleh kehendak bebas serta usaha-usaha pribadi melalui doa  dan asketisme, ataupun oleh
gabungan dari keduanya. Agama-agama sering kali menekankan perlunya usaha-usaha
pribadi—misalnya pertobatan dan asketisme—serta tindakan ilahi (yaitu rahmat atau kasih
karunia).

C. Fungsi Sosial Agama

Sebagaimana institusi sosial lainnya, agama juga memiliki fungsi yang sangat urgen bagi
masyarakat. Fungsi ini sangat berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan manusia untuk
mempertahankan kelangsungan hidup dan pemeliharaannya. Secara sosiologis, pengaruh
agama bisa dilihat dari dua sisi, yaitu pengaruh yang bersifat positif atau pengaruh yang
menyatukan (integrative factor) dan pengaruh yang bersifat negatif atau pengaruh yang
bersifat destruktif dan memecah-belah (desintegrative factor).

Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi pada dua hal yaitu agama sebagai
faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi masyarakat.
1. Fungsi Integratif Agama
Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat berarti peran agama dalam
menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara anggota-anggota beberapa masyarakat
maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini
dikarenakan nilai-nilai yang mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama
oleh kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam
masyarakat. Hal ini semakin diperkuat dengan adanya konsep sakral yang melingkupi nilai-
nilai keagamaan sehingga hal tersebut tidak mudah untuk dirubah dan memiliki otoritas yang
kuat di masyarakat.
Dengan mendasarkan pada perspektif fungsionalis, Thomas F. O’Dea mengungkapkan bahwa
agama memiliki fungsi dalam menyediakan dua hal. Pertama, suatu cakrawala pandangan
tentang dunia luar yang tidak terjangkau oleh manusia (beyond). Kedua, sarana ritual yang
memungkinkan hubungan manusia dengan hal diluar jangkauannya, yang memberikan
jaminan dan keselamatan bagi manusia. Lebih jauh, dengan mendasarkan pada dua hal diatas,
ia mengungkapkan enam fungsi agama sebagai berikut:
a. Agama mendasarkan perhatiannya pada sesuatu yang berada di luar jangkauan manusia
yang melibatkan takdir dan kesejahteraan, agama menyediakan sarana emosional penting
yang membantu manusia dalam menghadapi ketidakpastian.
b. Agama menawarkan suatu hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara
peribadatan, karenanya agama memberikan dasar emosional bagi rasa aman baru dan
identitas yang lebih kuat ditengah kondisi ketidakpastian dan ketidakmungkinan yang
dihadapi manusia.
c. Agama mensucikan norma-norma dan nilai-nilai masyarakat yang telah terbentuk,
mempertahankan dominasi tujuan kelompok diatas kepentingan individu dan disiplin
kelompok diatas dorongan hati individu. Denagn demikian agama berfungsi untuk membantu
pengendalian sosial, melegitimasi alokasi pola-pola masyarakat sehingga membantu
ketertiban dan stabilitas.
d. Agama juga melakukan fungsi yang bertentangan dengan fungsi sebaliknya, yaitu
memberikan standar nilai dalam arti dimana norma-norma yang sudah terlembaga bisa dikaji
kembali secara kritis sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama agama yang
menitikberatkan pada transendensi Tuhan dan pada masyarakat yang mapan.
e. Agama melakukan fungsi-fungsi identitas yang penting. Melalui peranserta manusia dalam
ritual agama dan do’a, mereka juga melakukan unsur-unsur signifikan yang ada dalam
identitasnya. Dalam periode perubahan dan mobilitas sosial yang berlangsung cepat,
sumbangan agama terhadap identitas menjadi semakin tinggi. Salah satu contoh tentang hal
ini dikemukakan oleh Will Herberg melalui studinya tentang sosiologi agama Amerika di
tahun 1950-an, dimana salah satu cara penting dimana orang Amerika membentuk
identitasnya adalah dengan menjadi salah satu anggota dari “tiga agama demokrasi”, yaitu:
Protestan, katholik, dan Yahudi.
f. Agama juga berperan dalam memacu pertumbuhan dan kedewasaan individu, serta
perjalanan hidup melalui tingkat usia yang ditentukan oleh masyarakat.
Dari keenam fungsi yang dijalankan oleh agama diatas, nampak bahwa agama memiliki
peran yang urgen tidak hanya bagi individu tetapi sekaligus bagi masyarakat. Bagi individu,
agamaberperan dalam mengidentifikasikan individu dengan kelompok, menghibur ketika
dilanda kecewa, memperkuat moral, dan menyediakan unsur-unsur identitas. Sedangkan bagi
kehidupan bermasyarakat, agama berfungsi menguatkan kesatuan dan stabilitas masyarakat
dengan mendukung pengendalian sosial, menopang nilai-nilai dan tujuan yang mapan, dan
menyediakan sarana untuk mengatasi kesalahan dan keterasingan.

2. Fungsi Disintegratif Agama


Meskipun agama memiliki peranan sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat,
dan memelihara eksistensi suatu masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat
memainkan peranan sebagai kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan
menghancurkan eksistensi suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu
kuatnya agama dalam mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali
mengabaikan bahkan menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain. Pada bagian ini,
pembicaraan tentang fungsi disintegratif agama akan lebih memfokuskan perhatian pada
beberapa bentuk konflik sosial yang bersumber dari agama.
Hendropuspito setidaknya mencatat empat bentuk konflik sosial yang bersumber pada
agama, yaitu:
a. Perbedaan doktrin dan sikap mentalDalam konteks ini, konflik sebagai fakta sosial
melibatkan minimal dua kelompok agama yang berbeda, bukan hanya sebatas konstruksi
khayal semata melainkan sebagai sebuah fakta sejarah yang seringkali masih terjadi
hingga saat ini. Konflik yang muncul lebih banyak disebabkan oleh adanya perbedaan
doktrin yang kemudian diikuti oleh sikap mental yang memandang bahwa hanya agama
yang dianutnyalah yang memiliki kebenaran (claim of truth) sedangkan yang lain sesat,
atau setidaknya kurang sempurna.
Klaim kebenaran inilah yang menjadi sumber munculnya konflik sosial yang
berlatarbelakang agama, terlebih pada umumnya klaim kebenaran diikuti oleh munculnya
sikap kesombongan religius, prasangka, fanatisme, dan intoleransi. Sikap-sikap tersebut
sedikit banyak telah menutup sisi rasional yang sebenarnya bisa dikembangkan untuk
membangun saling pengertian antar pemeluk agama. Seringkali sisi non-rasional dan
supra-rasional, yang memegang peranan penting dalam agama, dijadikan sebagai senjata
untuk menolak argumentasi rasional yang ada. Kenyataan inilah yang turut memberikan
kontribusi akan eksistensi sikap-sikap tersebut.
b. Perbedaan suku dan ras pemeluk agama
Meskipun tidak sedikit bukti yang menunjukkan bahwa agama memiliki peran dalam
mempersatukan orang-orang yang memiliki perbedaan suku dan ras, namun kita juga
tidak bisa membantah bahwa seringkali perbedaan suku dan ras menimbulkan konflik
sosial. Apabila perbedaan suku dan ras saja telah cukup untuk memunculkan konflik
sosial, maka masuknya unsur perbedaan agama tentunya akan semakin mempertegas
konflik tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari fakta sejarah bahwa bangsa kulit putih yang
notabene beragama Kristen merasa menjadi bangsa pilihan yang ditugaskan untuk
mempersatukan kerajaan Allah di dunia dengan menaklukkan bangsa lain yang non-
Kristen.
c. Perbedaan tingkat kebudayaan
Sebagai bagian dari kebudayaan, agama merupakan faktor penting bagi pembudayaan
manusia khususnya, dan alam semesta pada umumnya. Peter Berger menjelaskan
fenomena ini dengan menegaskan bahwa agama merupakan usaha manusiawi dengan
mana suatu jagad raya ditegakkan. Dengan kata lain, agama adalah upaya menciptakan
alam semesta dengan cara yang suci. Dengan kerangka pemikiran bahwa agama
memainkan peran dominan dalam menciptakan masyarakat budaya dan melestarikan
alam semesta maka munculnya ketegangan yang disebabkan karena perbedaan tingkat
kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari peran agama dalam menyediakan nilai-nilai yang
disatu sisi mendorong pertumbuhan pemikiran bagi perkembangan budaya dan disisi lain
justru menghambat dan mengekang pemikiran tersebut.
Dengan demikian, bagaimana pemeluk suatu agama dalam memahami serta menafsirkan
ajaran-ajaran agamanya akan sangat menentukan kemajuan atau kemunduran masyarakat
pemeluknya dalam menghadapi fenomena kehidupan sosial yang berubah dengan sangat
cepat. Salah satu kajian fenomenal terhadap fenomena ini adalah apa yang diungkapkan
secara panjang lebar oleh Max Weber tentang pengaruh protestantisme dalam mendorong
munculnya kapitalisme.
d. Masalah mayoritas dan minoritas kelompok agama
Dalam suatu masyarakat yang plural, masalah mayoritas dan minoritas seringkali menjadi
faktor penyebab munculnya konflik sosial. Setidaknya ada tiga hal yang perlu
diperhatikan dalam melihat fenomena konflik mayoritas-minoritas, yaitu: (1) agama
diubah menjadi suatu ideologi; (2) prasangka mayoritas terhadap minoritas atau
sebaliknya; (3) mitos dari mayoritas.
Sebagaimana yang biasa terjadi bahwa suatu kelompok agama yang mayoritas seringkali
mengembangkan suatu bentuk ideologi yang bercampur dengan mitos yang penuh emosi
sehingga sulit untuk dibedakan mana kepentingan politik dan mana kepentingan agama,
telah menimbulkan suatu keyakinan bahwa kelompok mayoritas inilah yang memiliki
wewenang untuk menjalankan segala aspek kehidupan di masyarakat. Kondisi seperti
inilah yang pada akhirnya seringkali memunculkan prasangka dan tindakan sewenang-
wenang terhadap kelompok minoritas yang akan bermuara pada timbulnya konflik sosial.
Dari keempat bentuk konflik sosial yang bermuara pada permasalahan keagamaan diatas,
kita bisa melihat bahwa betapa besar potensi konflik yang terkandung pada masalah-
masalah keagamaan. Oleh karena itu, sudah selayaknya perhatian terhadap potensi
konflik dari agama memperoleh perhatian serius, termasuk dari kalangan peneliti sosial
keagamaan dalam memberikan gambaran yang lebih detail dan komprehensif tentang
fenomena keagamaan dengan memilih perspektif sosiologis yang paling sesuai dengan
permasalahan keagamaan yang dihadapi. Ketepatan memilih perspektif tentu saja akan
mampu menghadirkan gambaran riil dari permasalahan yang ada sehingga harapan untuk
memunculkan berbagai soslusi alternative bagi pemecahan masalah tersebut bisa lebih
optimal.
Fungsi ganda agama sebagaimana yang tergambar diatas setidaknya telah menunjukkan
kepada kita bahwa fenomena keagamaan yang terjadi di masyarakat merupakan sebuah
fenomena yang begitu dinamis, tidak hanya mencakup wilayah teologis, akan tetapi selalu
melibatkan faktor-faktor lain seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Oleh karena itu,
disiplin ilmu sosiologi memiliki peluang yang cukup besar untuk menjadi perspektif
utama dalam melihat fenomena keberagamaan secara ilmiah. Mengingat begitu
pentingnya posisi disiplin ilmu sosiologi untuk mengungkapkan berbagai fenomena
keagamaan secara akademik, maka pemahaman yang komprehensif tentang berbagai
perspektif sosiologis yang ada menjadi suatu kebutuhan agar kita tidak terjebak hanya
pada perspektif-perspektif umum yang ada.

D. Tujuan Agama

Agama mempunyai tujuan untuk menjadi tatanan kehidupan (aturan) yang berasal dari
Tuhan dimana hal tersebut nantinya mampu membimbing manusia menjadi seseorang yang
berakal dan berusaha mencari kebahagiaan hidup baik itu di dunia ataupun di akhirat sebagai
bekal dalam kehidupan di tahap yang selanjutnya di alam fana.

Selain itu, agama juga bertujuan memberikan pengajaran kepada para penganutnya agar
dapat mengatur hidupnya sedemikian rupa guna memperoleh kebahagiaan untuk dirinya
sendiri ataupun untuk masyarakat sekitar. Lebih lanjut lagi, agama dapat menjadi sebuah
pembuka jalan untuk bertemu dengan Sang Pencipta Mansuia yaitu Tuhan Yang Maha Esa
ketika manusia mati kelak.
BAB III PENUTUP

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau sering disingkat dengan KBBI, agama
merupakan suatu sistem yang mampu mengatur tata keimanan dan kepercayaan serta ibadah
pada Tuhan Yang Maha Kuasa disertai dengan tata kaidah yang berkaitan langsung dengan
ciri pergaulan manusia dengan manusia lainnya ataupun manusia dengan lingkungan
sekitarnya.

  Fungsi Agama bagi manusia


Peranan agama bisa dilihat dari beberapa aspek:
1.    Aspek keagamaan (religius): agama menyadarkan manusia tentang siapa penciptanya.
2.    Secara asal usul (antropologis): agama memberitahukan kepada manusia tentang siapa,
dari mana, dan mau kemana manusia.
3.    Dari segi kemasyarakatan (sosiologis): sarana keagamaan sebagai lambang masyarakat
yang keadaannya bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh seluruh
masyarakat. Fungsi: untuk memperkuat rasa solidaritas.
4.    Secara kejiwaan (psikologis): agama bisa menenteramkan, menenangkan dan
membahagiakan kehidupan jiwa seseorang.
5.    Dan secara moral (Ethics): menunjukkan tata nilai dan norma yang baik dan buruk serta
mendorong manusia berprilaku baik.

Keselamatan dalam Kekristenan, adalah penyelamatan jiwa dari dosa dan


kematian. Keselamatan dapat juga disebut "pembebasan" ataupun "keamanan" dari kodrat
berdosa, dan merupakan janji akan kehidupan kekal melalui roh. Keselamatan adalah
kebebasan dari hasrat duniawi dan godaan yang mengarahkan manusia keluar dari
penerangan dan persekutan penuh dengan Allah.

Anda mungkin juga menyukai