Anda di halaman 1dari 5

NAMA : CLARA CINDY CLAUDIA SITORUS

NIM : 1193351047

KELAS : BK REG D

MIND MAPING/REVIEW MATERI KELOMPOK SATU

Konseling Behavioral

Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat ini. Konseling
behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik, yang menekankan
perhatiannya pada perilaku yang tampak. Behaviorisme adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh
John B. Watson pada tahun 1913 dan digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Behaviorisme lahir
sebagai reaksi atas psikoanalisis yang berbicara tentang alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme
ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Terapi perilaku ini lebih mengkonsentrasikan pada modifikasi tindakan, dan berfokus pada perilaku saat
ini daripada masa lampau. Belakangan kaum behavioris lebih dikenal dengan teori belajar, karena
menurut mereka, seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku
organisme sebagai pengaruh lingkungan ( Rakhmat, 1994:21).Behaviorisme memandang bahwa ketika
dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak memiliki bakat apa-apa. Manusia akan berkembang
berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan di sekitarnya. Tingkah laku ., pada individu
dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.Istilah behavioral conseling pertama
sekali dikemukakan oleh Krumboltz.Ciri-ciri utama behavioral conseling ini adalah

Tujuan Konseling

Tujuan konseling behavioral adalah membantu klien untuk mendapatkan tingkah laku baru. Dasar
alasannya adalah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkah laku
maladaptive (salah usai). Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia bisa unlearned (dihapus dari
ingatan)Konseling behavioral pada hakikatnya terdiri atas proses penghapusan hasil belajar yang tidak
adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar yang didalamnya respon-respon yang layak
yang belum dipelajari. (Corey, 2010 : 199)Dari tujuan diatas dapat dibagi menjadi beberapa sub tujuan
yang lebih konkrit yaitu:

* Membantu klien untuk menjadi asertif dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan hasrat-hasrat
ke dalam situasi yang membangkitkan tingkah laku asertif (mempunyai ketegasan dalam bertingkah
laku).
* Membantu klien menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang menghambat dirinya dari
keterlibatan peristiwa-peristiwa sosial.

* Membantu untuk menyelesaikan konflik batin yang menghambat klien dari pembuatan pemutusan
yang penting bagi hidupnya.

Adapun tujuan khusus dari konseling behavioral adalah membantu klien menolong diri sendiri,
mengembalikan klien ke dalam masyarakat, meningkatkan keterampilan sosial, memperbaiki tingkah
laku yang menyimpang, membantu klien mengembangkan sistem self management dan self control.
(Sutarno, 2003 : 8) Sehingga tujuan dari konseling behavioral adalah membentuk perilaku baru yang
adaptif melalui proses belajar dan lingkungan.Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh
kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar
melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku. Adapun karakteristik konseling behavioral menurut Corey
(1997) dan George dan Cristiani (1990) adalah :

* berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik

* Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling

* Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien

* Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.

Teknik Konseling Behavioral

Teknik-teknik konseling yang bisa dan biasa digunakan dalam Konseling behavioral adalah :

*Latihan Asertif (Assertive training)

Latihan asertif merupakan latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang
menimbulkan kecemasan. Klien yang menunjukkan rasa cemas, diberi tahu bahwa dirinya mempunyai
hak untuk mempertahankan diri.Ia silatih untuk memelihara harga dirinya dengan berulang kali diberi
latihan mempertahankan diri. Lathian seperti ini memungkinkan klien dapat mengendalikan
lingkungannya. Apabila rangsangan dari lingkungan tersebut terlalu kuat sehingga berat untuk
mengendalikannya dapat dilakukan dengan desensitisasi.Menurut Corey, (2011:213) latihan asertif akan
membantu bagi orang-orang yang (1) tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan
tersinggung, (2) menunjukkan kesopanan berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk
mendahuluinya (3) memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak” (4) mengalami kesulitan untuk
mengungkapkan afeksi dan respons-repons positif lainnya (5) merasa tidak punya hak untuk memiliki
perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur
permainan peran. Suatu masalah yang khas yang bisa dikemukakan sebagai contoh adalah kesulitan
klien dalam menghadapi atasannya di kantor. Terapi kelompok latihan asertif pada dasarnya merupakan
penerapan latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam
mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi
interpersonal.Fokusnya adalah memprakterkan melalui permainan peran, kecakapan-kecakapan bergaul
yang baru diperoleh sehinggal individu-individu diharapkan mampu mengatasi ketakmemadainya dan
belajar bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran mereka secara lebih luas dan
terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka.
(Corey, 2010: 215)Sehingga dapat disimpulkan untuk latihan asertif ini lebih membentuk tingkah laku
baru dalam menghadapi hubungan dengan orang lain dan menghapus tingkah laku yang lama yang
memuat klien merasa cemas.

Contohnya, seorang siswa yang takut kalau dimarahi gurunya, pertama-tama klien memainkan peran
sebagai gurunya dan konselor sebagai siswanya, lalu konselor meniru cara siswa dalam berpikir dan cara
menghadapi gurunya. Lalu antara keduanya saling bertukar peran, konselor sebagai gurunya dengan
arahan klien untuk menunjukkan peran guru secara realistis, sambil konselor melatih dan mengarahkan
klien dalam menghadapi gurunya. Maka secara perlahan akan terbentuk tingkah laku baru pada diri
klien.

*Desensitisasi sistematis

Desensititasi berarti menenangkan ketegangan klien dengan jalan mengajri/melatih klien untuk
santai/rileks. Desensititasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokuskan
bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untu uk
Latihan rileks ini bisa dilakukan dalam lima atau enam sesi. Apabila klien telah mampu melakukan rileks,
klien dibantu untuk menyusun urutan stimulus yang mencemaskan.Dalam hal ini, klien diminta secara
bertahap membayangkan stimulus mulai dari yang paling kurang menemaskan hingga yang paling
mencemaskan; klien dilatih untuk tetap rileks disaat mengahadapi stimulus yang mencemaskan itu.
Demikian seterusnya hingga ia dapat membayangkan stimulus itu tanpa adanya kecemasan lagi. Jadi,
dengan teknik ini dimaksudkan agar klien dapat mengganti perasaan cemas terhadap stimulus tertentu
dengan perasaan rileks terhadap stimulus tertentu.Menurut Gerald Corey dalam bukunya Konseling dan
Psikoterapi hlm 210 bahwa Desentisisasi sistematik adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-
fobia, tetapi keliru apabila menganggap teknik ini hanya bisa diterapkan pada penanganan ketakutan-
ketakutan. Desentisisasi sistematik bisa diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil
kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan-ketakutan yang
digeneralisasi. Sehingga dapat disimpulkan teknik desentisisasi sistemik ini lebih membantu klien dalam
terapi penyembuhan kecemasan dalam diri klien yang lebih disebabkan oleh fobia-fobia maupun
ketakutan klien dengan mengajak klien untuk rileks membayangkan hal-hal yang membuat takut dari hal
yang paling mengerikan sampai hal yang kurang mengerikan.
Contohnya, klien fobia dengan balon, selalu ketakutan kalau melihat balon, lalu klien diajak rileks
membayangkan bentuk balon, kecemasan ditingkatkan yaitu dengan klien diajak melihat balon dari
kejauhan, ditingkatkan lagi dengan mengajak klien memegang balon disini kecemasan klien meningkat
tajam sampai akhirnya klien diajak untuk meletuskan balon disini tingkat kecemasan klien sampai pada
puncaknya dengan memberikan klien stimulus yang berupa motivasi, musik atau air minum.

* Pengkondisian Aversi

Teknik ini digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk, dimaksudkan untuk meningkatkan
kepekaan klien agar mengganti respons pada stimulus yang disenangi dengan kebalikan respons
terhadap stimulus tersebut, dibarengi stimulus yang merugikan atau tidak mengenakan dirinya.Hal ini
dilakukan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga perilaku
yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya. Stimulus yang tidak menyenangkan
disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki
dengan stimulus yang tidak menyenangkan.

Contoh, untuk menyembuhkan pria homoseks. Kepada pria homoseks diperlihatkan foto pria telanjang
sambil mengalitkan setrum listrik pada kakinya yang tidak beralas.Dalam terapi ini, setiap kali kepada
klien diperlihatkan stimulus yang disenangi (foto pria telanjang) diikuti dengan rasa sakit akibat di
setrum listrik.Begitu terus setiap melihat foto pria telanjang selalu dibarengi rasa sakit dan lama
kelamaan tidak tertarik lagi pada pria.

*Teknik- teknik pengkondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-
gangguan behavioral spesifik, melibatkan pengasosian tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat
kemunculan.Stimulus-situmulus aversi biasanya berupa hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian
ramua yang membuat mual.Kendali aversi bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau
penggunaan berbagai bentuk hukuman.

Contoh pelaksanaan penarikan pemerkuat positif adalah mengabaikan ledakan kemarahan anak guna
menghapus kebiasaan mengungkapkan ledakan kemarahan pada si anak.Jika perkuatan ditarik, tingkah
laku yang tidak diharapkan cenderung berkurang frekuensinya.Contoh penggunaan hukuman sebagai
cara pengendalian adalah pemberian kejutan listrik kepada anak autistik ketika tingkah laku spesifik
yang tidak diinginkan muncul. Butir yang penting adalah bahwa prosedur-prosedur aversif ialah
menyajikan cara-cara menahan respons-respons maladaptif dalam suatu periode sehingga terdapat
kesempatan untuk memperoleh tingkah laku alternatif yang adaptif dan yang akan terbukti memperkuat
dirinya (Corey, 2010:216-217) Sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi aversif ini lebih membentuk
tingkah laku baru yang lebih spesifik yang adaptif dari yang semula maladaptif, atau tingkah laku yang
sesuai aturan.
* Pembentukan Tingkah laku Model

Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah
laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku
model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan
dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh
ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

Anda mungkin juga menyukai