Perencanaan pembangunan daerah mempunyai ruang lingkup dan bentuk tersendiri sesuai dengan
tujuan, arah dan sifat pembahasan serta kegunaannya dalam pelaksanaan pembangunan. Secara
umum ada empat ruang lingkup dan bentuk perencanaan pembangunan yang satu sama lainnya
saling berkaitan. Pertama, adalah Perencanaan Makro yang analisisnya bersifat menyeluruh
(agregatif) meliputi kesemua aspek dan sektor pembangunan. Kedua, adalah Perencanaan Sektoral
yang mencakup hanya satu bidang atau sektor tertentu saja seperti pertanian, pendidikan,
kesehatan, perindustrian, dan perdagangan dan lain-lainnya. Ketiga, adalah Perencanaan Wilayah
(Regional) yang mencakup hanya untuk wilayah administratif tertentu saja, seperti provinsi,
kabupaten dan kota. Keempat, adalah Perencanaan Proyek (kegiatan) yang mencakup perencanaan
untuk membangun suatu proyek atau kegiatan tertentu saja seperti pembangunan sekolah, jalan,
PLTA dan lain-lainnya. Bab 4 ini membahas secara rinci keempat bentuk dan ruang lingkup
perencanaan pembangunan daerah tersebut berikut contoh-contoh pelaksanaannya yang umumnya
dilakukan dalam praktik. Analisis dimulai dengan pembahasan terhadap Perencanaan Makro baik
dilanjutkan dengan Perencanaan Sektoral untuk masing-masing bidang dan sektor pembangunan.
Kemudian pembahasan dilanjutkan pula dengan Perencanaan Wilayah (regional) untuk daerah
tertentu yang dilanjutkan dengan analisis tentang Perencanaan Proyek atau Kegiatan Pembangunan
yang kemudian tertentu. Keempat bentuk perencanaan pembangunan ini umumnya terdapat dan
menjadi komponen dalam setiap dokumen perencanaan pembangunan
A. Perencanaan Makro
Perencanaan makro menyangkut dengan ruang lingkup dan ben daerah. perencanaan yang
berkaitan dengan kegiatan pembangunan secara keseluruhan. Bentuk dan ruang lingkup
perencanaan ini menjadi penting karena kinerja pembangunan yang baik adalah berdampak
secara menyeluruh dan tidak untuk sektor dan bagian tertentu saja. Di samping itu, para
pimpina daerah sebenarnya lebih berkepentingan dengan dampak yang menyeluruh
tersebut dibandingkan dengan menurut sektor atau program, dalam rangka memenuhi
harapan publik akan perbaikan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dalam pola
penulisan RPJM, aspek ini lazim disebut sebagai Kerangka Ekonomi Makro yang berisikan
strategi, kebijakan serta sasaran dan target pembangunan secara menyeluruh baik untuk
tingkat nasional maupun daerah. Aspek-aspek utama yang dibahas dalam Perencanaan
Makro ini paling kurang meliputi hal-hal berikut ini: pertumbuhan ekonomi daerah,
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat, pengentasan kemiskinan dan pemerataan
pembangunan, keuangan dan sumber pembiayaan pembangunan serta kebutuhan investasi
dan strategi dan kebijakan pembangunan secara menyeluruh. Dalam hal ini, perencana
dapat menambah pembahasan dengan aspek makro lainnya sesuai dengan visi dan misi
pembangunan daerah yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh kepala daerah terpilih.
B. Perencanaan Sektoral
Perencanaan sektoral adalah perencanaan yang ruang lingkupnya hanya untuk satu bidang
atau sektor pembangunan tertentu saja, misalnya pertanian, pendidikan, kesehatan, dan
lain-lainnya. Perencanaan yang demikian dapat muncul sebagai bagian dari sebuah dokumen
perencanaan pembangunan daerah tertentu seperti RPJMD atau disusun khusus untuk satu
dinas instansi atau SKPD tersendiri yang lazim dikenal dengan nama Rencana Strategis
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD) yang disusun untuk periode 5 tahun.
Sedangkan pada tingkat nasional, perencanaan sektoral ini muncul dalam bentuk Renstra
Kementerian dan Lembaga (Renstra KL). Karena perencanaan sektoral ini diperuntukkan
khusus untuk dinas atau SKPD tertentu, maka penyusunannya harus mengacu pada Tugas
Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) institusi bersangkutan. Karena itu, tentunya isi dari
perencanaan sektoral tersebut akan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan kegiatan
dinas dan instansi yang menyusunnya. Namun demikian, arah umumnya harus sesuai dan
mendukung visi dan misi dari kepala daerah terpilih yang tercantum dalam RPJMD daerah
bersangkutan. Keselarasan ini perlu dijaga agar terwujud perencanaan yang saling
mendukung antara satu sektor dengan sektor lainnya dalam suatu daerah dan sesuai dengan
aspirasi masyarakat pada daerah bersangkutan. Komponen perencanaan sektoral ini pada
dasarnya adalah sangat mirip dengan perencanaan makro yang dibahas terdahulu. Analisis
dimulai dengan kondisi umum yang berkaitan dengan Tupoksi SKPD bersangkutan. Misalnya
kalau kita menyusun Renstra untuk sektor pertanian, maka kondisi umum yang perlu
dibahas adalah menyangkut dengan pertanian yang terdapat pada daerah bersangkutan.
Tujuannya adalah agar perencanaan yang disusun didasarkan pada kondisi riil yang terdapat
pada daerah bersangkutan, termasuk potensi yang dimiliki. Analisis ini sangat penting
artinya untuk dapat menjaga agar perencanaan yang akan disusun menjadi lebih bersifat
realistis dan tidak muluk-muluk sesuai dengan kondisi sebenarnya yang terdapat pada
daerah tersebut. Analisis tentang sumber pembiayaan pembangunan tidak perlu
dicantumkan dalam perencanaan sektoral. Alasannya adalah karena sumber pembiayaan
pembangunan bukan berasal dari penerimaan sektor yang bersangkutan, tetapi adalah dari
sumber penerimaan daerah secara keseluruhan. Demikian pula halnya dengan analisis
tentang aspek-aspek hukum. pemerintahan, sosial, dan politik yang tidak tergantung pada
kebijakan sektoral. Karena perencanaan menyangkut dengan masa datang, maka langkah
berikutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan perkiraan (proyeksi) untuk periode 5
tahun mendatang untuk beberapa unsur dan variabel penting yang berkaitan dengan bidang
atau sektor bersangkutan. Proyeksi yang perlu dilakukan paling kurang menyangkut dengan
perkembangan kegiatan produksi dari bidang atau sektor bersangkutan serta penyediaan
lapang kerja yang dapat dihasilkan. Sejalan dengan hal ini perlu pula dilakukan perkiraan
terhadap jumlah dan kualitas prasarana dan sarana yang sudah dapat disediakan untuk
mendukung kegiatan produksi dari bidang dan sektor bersangkutan. Perkiraan dan proyeksi
ini selanjutnya akan dijadikan dasa untuk menentukan sasaran pembangunan sektoral
secara menyeluruh. Perencanaan sektoral juga mempunyai visi dan misi sendiri sesuai
dengan aspirasi dan harapan dari SKPD bersangkutan. Namun demikian, sebagaimana sudah
disinggung terdahulu, bahwa visi misi ini harus sejalan dan tidak bertentangan dengan visi
dan misi kepala daerah sebagaimana tercantum dalam RPJMD daerah bersangkutan. Visi
dan misi SKPD tersebut selanjutnya akan dijadikan sebagai dasar utama perumusan strategi,
kebijakan, program dan kegiatan yang akan direncanakan dalam Renstra bersangkutan.
Langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah menyusun strategi dan kebijakan dari SKPD
tersebut untuk 5 tahun mendatang dengan memperhatikan kondisi umum serta visi dan misi
dari SKPD bersangkutan. Penyusunan strategi dan kebijakan ini biasanya dilakukan dengan
menggunakan teknik Analisis SWOT yang didasarkan pada kekuatan (Strength), kelemahan
(Weaknesses), peluang (Opportunities), dan ancaman (Treath) yang terdapat pada daerah
bersangkutan. Ini berarti bahwa teknik SWOT diperlukan agar perumusan strategi dan
kebijakan tersebut sesuai dengan kondisi dan potensi yang dimiliki oleh daerah
bersangkutan. Cara lain yang juga dapat dilakukan dalam menyusun strategi dan kebijakan
adalah dengan jalan menurunkan secara langsung dari visi dan misi yang telah ditetapkan
semula, Keuntungan cara ini adalah bahwa strategi dan kebijakan akan berkaitan langsung
dengan visi dan misi pada perencana bersangkutan. Akan tetapi, karena visi dan misi berasal
dari aspirasi keopala SKPD dengan berpedoman pada RPJMD, maka besar kemungkinan pula
strategi dan kebijakan tersebut tidak sesuai dengan kondisi dan potensi daerah yang
bersangkutan. Bila hal ini terjadi maka besar kemungkinan strategi yang dirumuskan
tersebut menjadi tidak sesuai dan sulit dilaksanakan dalam masyarakat. Ujung akhir dari
sebuah perencanaan sektoral adalah penyusunan program dan kegiatan yang akan dilakukan
oleh SKPD bersangkutan. Program dan kegiatan ini tentunya harus bersifat operasional
sesuai dengan kewenangan dan kemampuan SKPD bersangkutan. Di samping itu, masing-
masing program dan kegiatan tersebut juga harus dilengkapi dengan indikator kinerja dan
tolok ukur (target) yang jelas dan konkret sesuai dengan data yang tersedia. Sedangkan
indikator dan target kinerja yang ditetapkan tersebut sebaiknya mencakup unsur masukan
(input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impacts). Dengan
cara demikian, evaluasi terhadap keberhasilan pelaksanaan dari Renstra tersebut akan lebih
mudah dapat dilakukan secara lebih konkret dan terukur.
Berlainan dengan kelayakan finansial yang menekankan analisis tingkat penerimaan bersih
hasil kegiatan proyek, kelayakan ekonomi lebih menekankan manfaat proyek terhadap
kegiatan ekonomi masyarakat. Manfaat ekonomi tersebut dapat dalam bentuk peningkatan
penyediaan lapangan kerja pada pengaruhnya dalam mendorong kegiatan ekonomi daerah.
Untuk mengetahui tingkat kelayakannya, unsur peningkatan kegiatan ekonomi tersebut
harus dihitung untuk masyarakat, peningkatan penerimaan pemerintah atau dalam bentuk
uang. Penilaian kelayakan proyek yang berorientasi bisnis akan lebih mudah dihitung
dibandingkan proyek yang berorientasi pada pembangunan Alasannya adalah karena proyek
yang berorientasi bisnis mempunyai benefit yang jelas dalam bentuk penghasilan dari
proyek bersangkutan. Di samping itu, data yang diperlukan untuk penilaian kelayakan
finansial ini lebih mudah diperoleh dibandingkan dengan data yang diperlukan untuk
mengukur kelayakan ekonomi. Karena itu, banyak buku-buku evaluasi proyek ini diarahkan
untuk membantu analisis untuk menilai kelayakan proyek pembangunan atau proyek yang
bersifat "non fisik". Misalnya untuk proyek-proyek pembangunan jalan raya, penilaian
benefit menjadi sulit karena masyarakat pengguna jalan tidak melakukan pembayaran bila
menggunakan jalan tersebut seperti halnya dengan "jalan tol". Akibatnya, perhitungan
manfaat proyek sulit dilakukan karena tidak ada data penerimaan dari proyek. Karena itu,
Adler (1971) dalam bukunya menggunakan data pengurangan biaya operasional perusahaan
angkutan sebagai indikator untuk perhitungan manfaat proyek akibat pembangunan jalan
raya. Sedangkan Gitingger (1972) menggunakan peningkatan hasil produksi padi dalam
masyarakat sebagai indikator untuk menghitung besarnya manfaat (benefit) dari
pembangunan sebuah proyek irigasi. - Dalam praktiknya, teknik analisis biaya dan manfaat
tersebut di atas biasanya digunakan untuk perencanaan proyek-proyek dengan nilai besar,
karena biaya untuk pelaksanaan studinya juga cukup besar. Karena itu, untuk proyek dengan
biaya kecil, penilaian dan perencanaannya biasanya hanya dilakukan dengan menggunakan
teknik Kerangka Logis (Log-Frame). Menggunakan teknik ini, penilaian kelayakan proyek
dilakukan berdasarkan Indikator Kinerja, dengan menggunakan lima indikator yaitu:
masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak
(impacts). Biasanya analisis dilakukan dalam bentuk matriks yang kolomnya disusun
berdasarkan kelima indikator penilaian tersebut. Dalam praktik perencanaan pembangunan
proyek, langkah dan kegiatan yang akan dilakukan biasanya mempedomani apa yang dikenal
sebagai "siklus proyek" yang menggambarkan lingkup kegiatan perencanaan proyek. Secara
umum siklus proyek tersebut meliputi kagiatan beberapa tahap berikut ini:
1. Tahap Indentifikasi, yang merupakan identifikasi kebutuhan pembangunan proyek sesuai
dengan kebutuhan daerah atau rencana yang ditetapkan semula seperti RPJMD;
2. Tahap Persiapan Proyek, yang berisikan penelitian terhadap faktor-faktor yang
menentukan kerberhasilan dan kegagalan pelaksanaan proyek bersangkutan;
3. Tahap Pelaksanaan, yang meliputi berbagai kegiatan yang menyangkut dengan konstruksi
pembangunan atau pengadaan fisik proyek bersangkutan;
4. Tahap Evaluasi, yang melaksanakan kegiatan evaluasi kinerja proyek terhadap
pembangunan daerah dengan menggunakan data-data hasil pelaksanaan operasional
proyek.