Anda di halaman 1dari 17

Bab 4 Patuh dan Taat Kepada Orang tua

dan Guru
Diposkan pada 2 Juni 2016
 1. Taat dan Patuh Kepada Orang tua
Taat kepada orang tua atau disebut juga dengan birrul walidain merupakan
bagian dalam etika islam yang menunjukkan kepada tindakan berbakti
(berbuat baik ) kepada kedua orang tua. Berbakti kepada orang tua ini
hukumnya fardu ain bagi setiap muslim, meskipun kedua orang tuanya non
muslim. Setiap muslim wajib menaati semua perintahdari keduanya selama
perintah tersebut tidak bertentangan dengan perintah Allah. Birrul walidain
merupakan bentuk silaturahmi yang paling utama.
2. Hukum Taat dan patuh Kepada Orang Tua
Para ulama sepakat bahwa hukum berbakti kepada orang tua hukumnya
wajib. Allah swt berfirman :

Artinya : Sesembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan Nya


dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua ibu
bapak (QS. An- nisa’ : 36)

Dalam ayat tersebut berbuat baik kepada ibu bapak merupakan [erintah,
dan perintah disini menunjukkan kewajiban, khususnya karena terletak
setelah perintah beribadah dan mengesakan Allah , serta tidak didapati
perubahan (kalimat dalam ayat tersebut) dari perintah ini

Artinya : Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya
atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia (QS. Al – israa’)
3. Patuh terhadap orang tua
a. Hak –Hak Yang Wajib Dilaksanakan Ketika Orang Tua Masih Hidup
Diantara hak orang tua ketika masih hidup sebagai berikut :
1. Menaati mereka selama tidak mendurhakai mereka
2. Berbakti dan merendahkan diri di hadapan kedua orang tua
3. Berbicara dengan lembut dihadapan mereka
4. Memenuhi sumpah kedua orang tua
5. Membuat mereka rida dengan berbuat baik kepada orang- orang yang
dicintai mereka
6. Tidak mencelah orang tua atau tidak menyebabkan mereka dicela orang
lain
7. Mendahulukan berbakti kepada ibu kemudian ayah
b. Hak –Hak Yang Wajib Dilaksanakan Ketika Orang Tua Sudah
Meninggal
Diantara hak orang tua setelah mereka meninggal sebagai berikut :
1. Mensholati keduanya
2. Beristigfar untuk memohon ampun atas dosa kedua oang tua
3. Menunaikan janji kedua orang tua
4. Memuliakan teman kedua orang tua
5. Menyambung tali silaturahmi dengan kerabat ibu dan ayah
4. Hormat Dan Patuh Kepada Guru
Cara menghormati guru sebagai berikut :
a. Tetap rendah hati terhadap gurunya, meskipun ilmu kita lebih banyak
dari pada gurunya
b. Menaati setiap arahan dan bimbingan guru
c. Senantiasa berkhidmat untuk guru dengan mengharapkan balasan
pahala serta kemuliaan di sisi Nya
d. Memandang guru dengan perasaan penuh hormat dan takzim serta
mempercayai kesempurnaan ilmunya
Dengan menghormati guru kita akan mendapatkan keuntungan sebagai
berikut :
a. Ilmu yang kita peroleh akan Menjadi berkah dalam kehidupan kita
b. Akan lebih mudah menerima pelajaran yang disampaikan
c. Ilmu yang diperoleh dari guru akan menjadi manfaat bagi orang lain
d. Akan selalu di doakan oleh guru

Hormat dan Patuh terhadap Orang Tua dan Guru


1.     Ayat mengenai hormat dan patuh terhadap orang tua dan guru:
a.       Surah An-Nisa ayat 36:
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu
sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allahtidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membanggakan diri,
b.      Surah Al-Lukman ayat 14:
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-
bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu-
bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

2.     Hadis mengenai hormat dan patuh terhadap orang tua dan guru:
a.       HR. Ahmad, Tabrani, dam Hakim dari Ubadah bin Shamit ra.
Artinya: “Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari
kami, tidak mengasihi orang yang lebih kecil dari kami, dan tidak mengetahui hak orang alim
dari kami.”
b.      HR. Tabrani dari Abu Hurairah ra.
Artinya: “Pelajarilah oleh kalian ilmu, pelajarilah oleh kalian ilmu yang dapat menumbuhkan
ketenangan, kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian menuntut
ilmu darinya.”

c.      Contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan patuh kepada orang


tua dan guru:
 Birrul Walidain
Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata birrul dan al-Walidain. Birrul atau al-
birrul artinya kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul
walidain adalah berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.
Adapun bentuk-bentuk birrul walidain di antaranya:
1.      Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam nasihat,
dan perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat musyrik, bila kita
disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara yang halus dan kita tetap
menjalin hubungan dengan baik.
2.      Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun, baik dalam
tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia senja.
3.      Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik masalah
pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan dan saran-saran itu
sesuai dengan ajaran Islam.
4.      Mendoakan Ibu-Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat, dan kesejahteraan
hidup di dunia dan akhirat.
5.      Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
6.      Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
7.      Setelah orang tua meninggal dunia, birrul walidain masih bisa diteruskan dengan cara:
         Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya.
         Melunasi semua hutang-hutangnya.
         Melaksanakan wasiatnya.
         Meneruskan tali silaturahmi yang dibinanya sewaktu hidup.
         Memuliakan sahabat-sahabatnya.
         Mendoakannya.
Akhlak kepada Guru:
         Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk menjadi
lebih baik sebagaimana yang diridhai Allah  Swt ‘azza wa jalla. Sebagaimana wajib
hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para guru selama
perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.
         Di antara akhlaq kepada guru adalah memuliakan, tidak menghina atau mencaci-maki guru,
sebagaimana sabda Rosulullah saw :
 “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua dan
tidak menyayangi orang yang lebih muda.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
         Di antara akhlaq kepada guru yaitu diam memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan,
sebagaimana hadis Abu Sa’id Al-Khudri ra:
 “Orang-orang pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala mereka.” (HR. Al-Bukhari)
         Di
antara akhlaq kepada guru adalah bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang belum dia
mengerti dengan cara baik. Allah berfirman :
 “Bertanyalah kepada ahli dzikr (yakni para ulama) bila kamu tidak tahu.” (Qs. An-Nahl: 43
dan Al-Anbiya’: 7)
         Rosulullah Saw bersabda:
 “Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah obat dari ketidaktahuan
adalah bertanya ?” (HR. Abu Dawud)
Akhlak terhadap orang tua menurut etika:
1.      Jika ingin pergi hendaklah meminta izin kepada keduanya. Apabila tidak diizinkan kita harus
menerimanya dengan lapang dada.
2.      Berbicaralah dengan lemah lembut, bermuka manis, dan berseri-seri. Janganlah meninggikan
suara ketika berbicara kepada orang tua dan jangan pula menggunakan kata-kata yang kasar
kepada keduanya.
3.      Perhatikan nasihat-nasihat orang tua dan janganlah memotong pembicaraannya.
4.      Membantu pekerjaan orang tua dengan sekuat tenaga, terutama jika orang tua sudah berusia
lanjut.
5.      Selalu bersikap baik dan sopan santun baik dalam perbuatan maupun perkataan.
6.      Selalu menyambung silaturahim kepada keduanya meskipun kita dalam perantauan ataupun
kita sudah memiliki keluarga sendiri, selalu menepati janji kita, dan menghormati sahabat-
sahabat orang tua dengan baik.
7.      Selalu mendoakan orang tua agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah Swt.
Menurut Imam Ghazali, etika anak kepada orang tuanya:
1.      Mendengarkan pembicaraannya.
2.      Melaksanakan perintahnya.
3.      Tidak berjalan di depannya.
4.      Tidak mengeraskan suara ketika berbicara kepadanya.
5.      Menjawab panggilannya.
6.      Berkemauan keras menyenangkan hatinya.
7.      Tidak mengungkit kebaikan kita terhadap mereka.
8.      Tidak memandang dengan mata melotot.
Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’alim), di antaranya adalah sebagai berikut :
1.      Seorang murid hendaklah hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.
2.      Seorang murid hendaklah memberi salam terlebih dahulu kepada guru apabila menghadap
atau berjumpa dengan beliau.
3.      Seorang murid hendaklah memandang gurunya dengan keagungan dan meyakini bahwa
gurunya itu memiliki derajat kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan untuk
mengambil manfaat dari beliau.
4.      Seorang murid hendaklah mengetahui dan memahami hak-hak yang harus diberikan gurunya
dan tidak melupakan jasanya.
5.      Jangan banyak bicara di depan guru ataupun membicarakan hal-hal yang tidak berguna.
6.      Seorang murid hendaknya tidak banyak bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak berguna.
7.      Seorang murid hendaklah tidak menghentikan langkah guru di tengah jalan untuk hal-hal
yang tidak berguna.
8.      Seorang murid hendaklah tidak berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan oleh
guru (guru lebih mengetahui tentang apa yang dikerjakannya).
9.      Ketika guru sedang memberi penjelasan/ berbicara hendaklah murid tidak memotong
pembicaraannya. Kalau pun ingin menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya menunggu
hingga beliau selesai berbicara dan hendaknya setiap memberikan sanggahan atau tanggapan
disampaikan dengan sopan dan dalam bahasa yang baik.
10.  Murid haruslah berkata jujur apabila guru menanyakan suatu hal kepadanya.
Hikmah dan Patuh terhadap Orang Tua:
1.      Mendapat tuntutan dalam setiap langkah.
2.      Apabila orang tua ridha, maka Allah pun ridha atas amal yang kita perbuat.
3.      Dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami.
4.      Diluaskan rezeki dan panjang umur.
5.      Dimasukkan ke dalam surga oleh Allah Swt.

Hikmah Patuh dan Taat terhadap Guru:


1)      Ilmu yang dipelajari diberkati oleh Allah Swt.
2)      Membentuk pribadi yang baik.
3)      Memperoleh kebaikan dunia akhirat.
4)      Senantiasa terdorong mengamalkan sifat terpuji.
5)      Menjadi cerdas dan berakhlak mulia.
HORMAT KEPADA ORANG TUA DAN GURU
4.1 Menjelaskan isi Q.S Al-Isra / 17:23-24
Al-Qur’an Surat Al-Isra’ (17) ayat 23-24.

‫ك ْال ِك َب َر أَ َح ُد ُه َما أَ ْو ِكاَل ُه َما َفاَل َتقُ ْل لَ ُه َما أُفٍّ َواَل َت ْن َهرْ ُه َما‬ ِ ‫ك أَاَّل َتعْ ُب ُدوا إِاَّل إِيَّاهُ َو ِب ْال َوالِ َدي‬
َ ‫ْن إِحْ َسا ًنا إِمَّا َي ْبلُ َغنَّ عِ ْن َد‬ َ ‫َو َق‬
َ ‫ضى َر ُّب‬
‫َوقُ ْل لَ ُه َما َق ْواًل َك ِريمًا‬

“ Dan tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika
salah satu seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

(Qs. Al Israa’ [17]:23)

ُّ ‫اخفِضْ لَ ُه َما َج َنا َح‬


َ ‫الذ ِّل م َِن الرَّ حْ َم ِة َوقُ ْل َربِّ ارْ َحمْ ُه َما َك َما َر َّب َيانِي‬
‫صغِيرً ا‬ ْ ‫و‬.َ

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku,kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil’.”

(Qs. Al Israa’ [17]:24)

Surat Al-Isra ayat 23-24 memiliki kandungan mengenai pendidikan berkarakter.


Definisi dari karakter adalah satu kesatuan yang membedakan satu dengan yang
lain atau dengan kata lain karakter adalah kekuatan moral yang memiliki sinonim
berupa moral, budipekerti, adab, sopan santun dan akhlak. Akhlak dan adab
sumbernya adalah wahyu yakni berupa Al-Qur’an dan Sunah. Sedangkan budi
pekerti, moral, dan sopan santun sumbernya adalah filsafat. Kembali kepada
pengertian dari Surah Al-Isra ayat 23 disebutkan bahwa yang pertama Allah
memerintahkan kepada hamba-hambanya untuk menyembah Dia semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya.yang kedua, kita harus berbakti kepada orang tua. Lalu pada ayat 24
disebutkan bahwa anak hendaknya mendoakan kedua orang tuanya. Ulama
menegaskan bahwa doa kepada kedua orang tua yang dianjurkan adalah bagi yang
muslim, baik yang masih hidup atau telah meninggal. Sedangkan bila ayah atau ibu
yang tidak beragama islam telah meninggal, maka terlarang bagi anak untuk
mendoakannya. Dari penjelasan di atas sangat jelas bahwa ketika kita menghargai
dan menyayangi orang tua kita dengan baik maka akan menumbuhkan akhlak serta
moral yang baik pula bagi anak sedangkan jikalau kita acuh maka akan timbuh
akhlak dan moral yang tidak baik. Dengan kata lain, hal ini sangat berpengaruh
dalam pendidikan karakter. Antara orangtua sebagai pendidik dan anak. Segala
sesuatu yang diajarkan dengan baik pada mulanya akan menanamkan karakter
yang baik pula pada anak. Untuk itu berbakti kepada orang tua merupakan suatu
cara yang harus dilakukan.
4.2 Menjelaskan isi hadis-hadis yang terkait dengan hormat dan patuh kepad orang tua
dan guru
1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang ridho Allah terletak pada ridho orang tua.
ُ
‫ْن و َس َخط هللا‬
ِ ‫الوالِدَ ي‬
َ ‫ضى‬ َ ‫ ِر‬:‫َعنْ َع ْب ُد هللا بن َعمْ ٍرو رضي هللا عنهما قال قال رسو ُل هللا صلى هللا عليه وسلم‬
َ ‫ضى هللاُ فى ِر‬
)‫ْن ( اخرجه الترمذي وصححه ابن حبان والحاكم‬ ِ ‫الوالِ َدي‬
َ ‫ط‬ ُ ‫فى َس َخ‬
Artinya: dari Abdullah bin ‘Amrin bin Ash r.a. ia berkata, Nabi SAW telah bersabda: “
Keridhoaan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua, dan murka Allah itu terletak pada
murka orang tua”. ( H.R.A t-Tirmidzi. Hadis ini dinilai shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-
Hakim)[1][1]
 
 
 
 
1. Hadis Abu Hurairah tentang siapakah yang berhak dipergauli dengan baik.
ً
ِ ‫رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال َيا رسو َل هللا َمنْ اَ َح ّق ال ّن‬
‫اس ِبحُسْ ِن‬ ِ ‫ير َة رضي هللا عنه قال َجا َء َر ُج ٌل الى‬ َ ‫َعنْ اَ ِبي ه َُر‬
)‫ك (اخرجه البخاري‬ ُ ُ ُ ُ
َ ‫ ثم اَب ُْو‬: ‫ ثم من؟ قال‬:‫ثم امُّك قال‬: ‫ ثم من؟ قال‬:‫ ث َّم امُّك قال‬:‫ ث َّم َمنْ ؟ قال‬:‫ امُّك قال‬:‫ص َحا َبتِي؟ قال‬
َ

Artinya: dari Abu Hurairah r.a. ia berkata: “ Suatu saat ada seorang laki-laki datang
kepada Rasulullah SAW, lalu bertanya: “ Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak aku
pergauli dengan baik?” Rasulullah menjawab : “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah
menjawab: “ Ibumu!”, lalu siapa? Rasulullah menjawab: “Ibumu!”. Sekali lagi orang itu
bertanya: kemudian siapa? Rasulullah menjawab: “ Bapakmu!”(H.R.Bukhari).[1][2]
1. Hadis Abdullah bin Mas’ud tentang amal yang paling disukai Allah SWT.
ُ‫ث َّم‬:‫ ثم اي قال‬:‫صاَل ةُ على َو ْق ِت َها قال‬
َّ ‫ ال‬:‫ت ال َّن ِبيَّ صلى هللا عليه وسلم ايُّ ْال َع َم ِل اَ َحبُّ الى هللا قال‬
ُ ‫َع ْب ُد هللا بن َمسْ عُو ٍد قال َسا َ ْل‬
)‫ ال ِج َها ُد فى َس ِبي ِْل هللا ( اخرجه البخاري و مسلم‬:‫ ثم اي قال‬:‫ْن قال‬ ِ ‫ِبرُّ ْال َو ْال َدي‬

Artinya: “ dari Abdullah bin Mas’ud r.a. ia berkata: “ Saya bertanya kepada Nabi saw:
amal apakah yang paling disukai oleh Allah Ta’ala?” beliau menjawab: “ shalat pada
waktunya. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “ berbuat baik kepada
kedua orang tua. “ saya bertanya lagi: “ kemudian apa?” beliau menjawab: “
berjihad(berjuang) di jalan Allah.” (H.R. Bukhari dan Muslim).[1][3]
1. Hadis Al-Mughirah bin Su’bah tentang Allah mengharamkan durhaka kepada
ibu, menolak kewajiban, meminta yang bukan haknya.
‫ ان هللا حرم عليكم عقوق االمهات ووأد البنات ومنع وهات وكره‬: ‫عن المغيرة بن شعبة قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬
)‫لكم قيل وقال وكثرة السؤال واضاعة المال (اخرجه البخاري‬

Artinya: dari Al-Mughirah bin Syu’ban r.a. ia berkata, Nabi Saw telah bersabda: “ Sungguh
Allah ta’ala mengharamkan kalian durhaka kepada ibu, menolak kewajiban, meminta yang
bukan haknya dan mengubur hidup-hidup anak perempuan. Allah juga membenci orang
yang banyak bicara, banyak pertanyaan dan menyia-nyiakan harta.” (H.R.Bukhari).[1][4]
1. Hadis Abdullah ibnu Umar tentang dosa-dosa besar.
‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم ان من اكبر الكبا ئر ان يلعن الر جل‬: ‫عن عبد هللا بن عمر ورضى هللا عنهما قال‬
‫ يسب الرجل ابا لرجل فيسب أبا لرجل فيسب أبا ه و يسب‬:‫و كيف يلعن لر جل والديه ؟ قا ل‬.‫ قيل رسول هللا‬. ‫والديه‬
)‫( أخر جه امام بخاري‬

Artinya: “ dari Abdullah bin ‘amr bin al-ash ia berkata, Rasulullah Saw telah bersabda: “
diantara dosa-dosa besar yaitu seseorang memaki kedua orang tuanya. “ para sahabat
bertanya: “ Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang memaki kedua orang tuanya?”
Beliau menjawab: “ Ya, apabila seseorang memaki ayah orang lain, kemudian orang itu
membalas memaki ayahnya kemudian ia memaki ibu orang lain, dan orang itu memaki
ibunya. (H.R. Bukhari).[1][5]
4.3 Menunjukkan contoh perilaku yang mencerminkan hormat dan patuh kepada
orang tua dan guru
PEMBAHASAN
A.    Birrul Walidain
1. Pengertian Birrul Walidain
Istilah Birrul Walidain terdiri dari kata Birru dan al-Walidain. Birru atau al-birru artinya
kebajikan dan al-walidain artinya kedua orang tua atau ibu bapak. Jadi, Birrul
Walidainadalah berbuat kebajikan terhadap kedua orang tua.
2. Kedudukan Birrul Walidain
Birrul Walidain mempunyai kedudukan yang istimewa dalam ajaran Islam. Allah dan
Rasul-Nya menempatkan orang tua pada posisi yang sangat istimewa, sehingga
berbuat baik pada keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia, dan
sebaliknya durhaka kepada keduanya menempati posisi yang sangat hina. Karena
mengingat jasa ibu bapak yang sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan
regenerasi umat manusia.
Secara khusus Allah juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang
ibu dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik anaknya. Kemudian
bapak, sekalipun tidak ikut mengandung tapi dia berperan besar dalam mencari
nafkah, membimbing, melindungi, membesarkan dan mendidik anaknya, sehingga
mempu berdiri bahkan sampai waktu yang sangat tidak terbatas.

Berdasarkan semuanya itu, tentu sangat wajar dan logis saja, kalau si anak dituntut
untuk berbuat kebaikan kepada orang tuanya dan dilarang untuk mendurhakainya.
[1][6]

3. Bentuk-Bentuk Birrul Walidain


Adapun bentuk-bentuk Birrul Walidain di antaranya:

1. Taat dan patuh terhadap perintah kedua orang tua, taat dan patuh orang tua dalam
nasihat, dan perintahnya selama tidak menyuruh berbuat maksiat atau berbuat
musyrik, bila kita disuruhnya berbuat maksiat atau kemusyrikan, tolak dengan cara
yang halus dan kita tetap menjalin hubungan dengan baik.
2. Senantiasa berbuat baik terhadap kedua orang tua, bersikap hormat, sopan santun,
baik dalam tingkah laku maupun bertutur kata, memuliakan keduanya, terlebih di usia
senja.[1][7]
3. Mengikuti keinginan dan saran orang tua dalam berbagai aspek kehidupan, baik
masalah pendidikan, pekerjaan, jodoh, maupun masalah lainnya. Selama keinginan
dan saran-saran itu sesuai dengan ajaran Islam.
4. Membantu Ibu Bapak secara fisik dan materil. Misalnya, sebelum berkeluarga dan
mampu berdiri sendiri anak-anak membantu orang tua terutama ibu. Dan mengerjakan
pekerjaan rumah.
5. Mendoakan Ibu Bapak semoga diberi oleh Allah kemampuan, rahmat dan
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirta.
6. Menjaga kehormatan dan nama baik mereka.
7. Menjaga, merawat ketika mereka sakit, tua dan pikun.
8. Setelah orang tua meninggal dunia, Birrul Walidain masih bisa diteruskan dengan
cara antara lain:
–          Mengurus jenazahnya dengan sebaik-baiknya

–          Melunasi semua hutang-hutangnya

–          Melaksanakan wasiatnya

–          Meneruskan sillaturrahmi yang dibinanya sewaktu hidup

–          Memuliakan sahabat-sahabatnya

–          Mendoakannya.

4. Doa Anak untuk Orang Tua


Seorang anak yang ingin mendoakan kedua orang tuanya dapat mengambil contoh
dari ayat suci Alquran yaitu, doa Nabi Ibrahim as ketika mengajukan permohonan
kepada Allah Swt agar dapat lah kiranya Allah memberi ampunan pada kedua orang
tuanya dari dosa-dosa yang telah mereka perbuat.

Doa Nabi Ibrahim as dalam Q.S.Ibrahim:41

41. Ya Tuhan Kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang
mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”.
Permohonan Nabi Ibrahim dalam Q.S. Al-Israa’: 24

24. dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
1. ‘Uququl Walidain
‘Uququl Walidain artinya mendurhakai kedua orang tua. Durhaka kepada kedua
orang tua adalah dosa besar yang dibenci oleh Allah Swt, sehingga adzabnya
disegerakan oleh Allah di dunia ini. Hal ini mengingat betapa istimewanya
kedudukan kedua orang tua dalam ajaran Islam dan juga mengingat betapa
besarnya jasa kedua orang tua terhadap anaknya, jasa itu tidak bisa diganti dengan
apapun.

Adapun bentuk pendurhakaan terhadap orang tua bermacam-macam dan


bertingkat-tingkat, mulai dari mendurhaka di dalam hati, mengomel, mengatakan
“ah” ( uffin, berkata kasar, menghardik, tidak menghiraukan panggilannya, tidak
pamit, tidak patuh dan bermacam-macam tindakan lain yang mengecewakan atau
bahkan menyakitkan hati orang tua.) di dalam Q.S. A-Israa:23 di ungkapkan oleh
Allah dua contoh pendurhakaan kepada orang tua yaitu, mengucapkan kata “uffin”
dan menghardik ( lebih-lebih lagi bila kedua orang tua sudah berusia lanjut)

Akhlak Kepada Guru


 Guru adalah orang tua kedua, yaitu orang yang mendidik murid-muridnya untuk
menjadi lebih baik sebagaimana yang diridhoi Alloh ‘azza wa jalla. Sebagaimana
wajib hukumnya mematuhi kedua orang tua, maka wajib pula mematuhi perintah para
guru selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.
 Di antara akhlaq kepada guru adalah memuliakan, tidak menghina atau mencaci-maki
guru, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
 ‫ِير َنا‬
َ ‫صغ‬ َ ‫ْس ِم َّنا َمنْ لَ ْم ي َُو ِّقرْ َك ِب‬
َ ‫ير َنا َو َيرْ َح ْم‬ َ ‫لَي‬
“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan orang yang lebih tua
dan tidak menyayangi orang yang lebih muda.” ( HSR. Ahmad dan At-Tirmidzi )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah mendatangi tempat belajar dengan ikhlas dan
penuh semangat, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
 ‫ك َط ِري ًقا َي ْل َتمِسُ فِي ِه عِ ْلمًا َس َّه َل هَّللا ُ لَ ُه ِب ِه َط ِري ًقا إِلَى ْال َج َّن ِة‬
َ َ‫َمنْ َسل‬
“Barangsiapa menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu padanya, Alloh
mudahkan baginya dengannya jalan menuju syurga.” ( HR. Ahmad, Muslim, Abu
Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah )

 Di antara akhlaq kepada guru adalah datang ke tempat belajar dengan penampilan
yang rapi, sebagaimana sabda Rosululloh saw :
 ‫إِنَّ هَّللا َ َجمِي ٌل ُيحِبُّ ْال َج َما َل‬
“Sesungguhnya Alloh itu indah dan suka kepada keindahan.”( HR. Ahmad, Muslim
dan Al-Hakim )

Di antara akhlaq kepada guru yaitu diam memperhatikan ketika guru sedang
menjelaskan, sebagaimana hadits Abu Sa’id Al-Khudri ra :
َّ ‫ت ال َّناسُ َكأَنَّ َعلَى ُرءُوسِ ِه ْم‬
 ‫الطي َْر‬ َ ‫َو َس َك‬
“Orang-orang pun diam seakan-akan ada burung di atas kepala mereka.” ( HR. Al-
Bukhori )

Imam Sufyan Ats-Tsauri rohimahullohberkata : “Bila kamu melihat ada anak muda


yang bercakap-cakap padahal sang guru sedang menyampaikan ilmu, maka berputus-
asalah dari kebaikannya, karena dia sedikit rasa malunya.”( AR. Al-Baihaqi dalam Al-
Madkhol ilas-Sunan )
 Di antara akhlaq kepada guru adalah bertanya kepada guru bila ada sesuatu yang
belum dia mengerti dengan cara baik. Alloh berfirman :
ِّ ‫َفاسْ أَلُ ْوا أَهْ َل‬
 ‫الذ ْك ِر إِنْ ُك ْن ُت ْم الَ َتعْ لَم ُْو َن‬
“Bertanyalah kepada ahli dzikr ( yakni para ulama ) bila kamu tidak tahu.”( Qs. An-
Nahl : 43 dan Al-Anbiya’ : 7 )

 Rosululloh saw bersabda :


 ‫أَالَ َسأَلُ ْوا إِ ْذ لَ ْم َيعْ لَمُوا َفإِ َّن َما شِ َفا ُء ْالعِيِّ الس َُّؤا ُل‬
“Mengapa mereka tidak bertanya ketika tidak tahu ? Bukankah obat dari
ketidaktahuan adalah bertanya ?” ( HSR. Abu Dawud )


Dan menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak ada faedahnya, sekedar
mengolok-olok atau yang dilatarbelakangi oleh niat yang buruk, oleh karena itu Alloh
berfirman :
 ‫َيا أَ ُّي َها الَّ ِذي َْن آ َم ُن ْوا الَ َتسْ أَلُ ْوا َعنْ أَ ْش َيا َء إِنْ ُت ْب َد لَ ُك ْم َتس ُْؤ ُك ْم‬
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan sesuatu yang bila
dijawab niscaya akan menyusahkan kalian.” ( Qs. Al-Maidah : 101 )

 Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :


 ‫إِنَّ أَعْ َظ َم ْالمُسْ لِ ِمي َْن جُرْ مًا َمنْ َسأ َ َل َعنْ َشيْ ٍء لَ ْم ي َُحرَّ ْم َفحُرِّ َم مِنْ أَجْ ِل َمسْ أَلَ ِت ِه‬
“Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya adalah orang yang
bertanya tentang sesuatu yang tidak diharamkan, lantas menjadi diharamkan
lantaran pertanyaannya itu.” ( HR. Ahmad, Al-Bukhori dan Muslim )

 Ketika bertanya mestinya dilakukan dengan cara dan bahasa yang bagus.
Berkata Imam Maimun bin Mihron : “Pertanyaan yang bagus menunjukkan separuh
dari kefahaman.” ( AR. Al-Khothib Al-Baghdadi dalam Al-Jami’ )

Di antara akhlaq kepada guru adalah menegur guru bila melakukan kesalahan dengan
cara yang penuh hormat, sebagaimana sabda Rosululloh :
َ ‫ لِ َمنْ ؟ َقا َل هَّلِل ِ َو لِ ِك َت ِاب ِه َو ل َِرسُولِ ِه َو ألَ ِئ َّم ِة ْالمُسْ لِم‬: ‫ قُ ْل َنا‬, ‫ال ِّديْنُ ال َّنصِ ي َْح ُة‬
 ‫ِين َو َعا َّمت ِِه ْم‬
“Agama adalah nasihat.” Kami ( Shahabat ) bertanya : “Untuk siapa ?” Beliau
menjawab : “Untuk menta’ati Alloh, melaksanakan Kitab-Nya, mengikuti Rosul-Nya
untuk para pemimpin kaum muslimin dan untuk orang-orang umum.” ( HR. Ahmad,
Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi dll )

1. Akhlak terhadap orang tua menurut etika :


            Orang tua adalah oran yang telah merawat kita, menjaga, memelihara, dan
mendidik kita sejak kecil hingga kita menjadi dewasa. Mereka melakukannya secara
sunguh-sungguh dan penuh kasih sayang demi mengharapkan kehidupan kita yang
lebih baik. Bahkan orang tua dengan susah payah bekerja mencari nafkah untuk
membahagiakan kita.
Sedemikian besar peran orang tua dalam hidup kita, sehingga sudah sepantasnya
kita sebagai orang yang berpengetahuan haruslah menjaga etika kita terhadap
orang tua. Diantara bentuk-bentuk perbuatan kita yang sesuai dengan etika adalah :

1. Selalu taat kepada keduanya dan menjalankan segala perintahnya, asalkan perintah itu
tidak bertentangan dengan ajaran agama dan tidak melanggar hukum yang berlaku di
suatu tempat. Meskipun orang tua kita berbuat aniaya kepada kita, tetaplah kita tidak
boleh menyinggung perasaan mereka ataupun membalas perbuatan yang mereka
terhadap kita. Baik bagaimanapun mereka tetaplah orang tua kita yang telah merawat
kita semenjak kita kecil.
Menurut ukuran umum, orang tua tidak akan berbuat aniaya kepada anaknya
sendiri. Jikalau terjadi aniaya, biasanya disebabkan oleh perbuatan si anak yang
berbuat keterlaluan kepada orang tua.

2. Jika hendak pergi hendaklah meminta izin kepada keduanya. Apabila tidak diizinkan
kita harus menerimanya dengan lapang dada.
3. Berbicaralah dengan lemah lembut, bermuka manis, dan berseri-seri. Janganlah
meninggikan suara ketika berbicara kepada orang tua dan jangan pula menggunakan
kata-kata yang kasar kepada keduanya.
4. Perhatikan nasihat-nasihat orang tua dan janganlah memotong pembicaraannya.
5. Membantu pekerjaan orang tua dengan sekuat tenaga, terutama jika orang tua sudah
berusaha lanjut.
6. Selalu bersikap baik dan sopan santun baik dalam perbuatan maupun perkataan.
7. Selalu menyambung silaturahim kepada keduanya meskipun kita dalam perantauan
ataupun kita sudah memiliki keluarga sendiri, selalu menepati janji kita, dan
menghormati sahabat-sahabat orang tua dengan baik.
8. Selalu mendoakan orang tua agar diampuni dosa-dosanya oleh Allah swt.
Sementara itu menurut imam al-Ghazali, etika anak terhadap orang tuanya adalah
sebagai berikut:

1. Mendengarkan pembicaraannya.
2. Melaksanakan perintahnya.
3. Tidak berjalan di depannya.
4. Tidak mengeraskan suara ketika berbicara kepadanya.
5. Menjawab panggilannya.
6. Berkemauan keras menyenangkan hatinya.
7. Menundukkan badannya.
8. Tidak mengungkit kebaikan kita terhadap mereka.
9. Tidak memandang dengan mata melotot dan tidak menatap matanya.
Itulah sebagian kecil bentuk akhlak anak terhadap orang tua menurut etika

1. Akhlak Kepada Guru Menurut Etika


Murid adalah orang yang sedang belajar dan menuntut ilmu kepada seorang guru.
Demi untuk keberkahan dan kemudahan dalam meraih dan mengamalkan ilmu atau
pengetahuan yang telah diperoleh dari seorang guru, maka seorang murid haruslah
memiliki akhlak atau etika yang benar terhadap gurunya.

Beberapa contoh etika murid terhadap guru (Mu’allim), diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Seorang murid hendaklah hormat kepada guru, mengikuti pendapat dan petunjuknya.
2. Seorang murid hendaklah memberi salam terlebih dahulu kepada guru apabila
menghadap atau berjumpa dengan beliau.
3. Seorang murid hendaklah memandang gurunya dengan keagungan dan meyakini
bahwa gurunya itu memiliki derajat kesempurnaan, sebab hal itu lebih memudahkan
untuk mengambil manfaat dari beliau.
4. Seorang murid hendaklah mengetahui dan memahami hak-hak yang harus diberikan
gurunya dan tidak melupakan jasanya.
5. Seorang murid hendaklah bersikap sabar jika menghadapi seorang guru yang
memiliki perangai kasar dan keras.
6. Seorang murid hendaklah duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang,
merendahkan diri, hormat sambil mendengarkan, memperhatikan, dan menerima apa
yang disampaikan oleh gurunya.
Jangan duduk sambil menengok kanan kiri kecuali untuk suatu kepentingan.

7. Seorang murid hendaklah ketika mengadap gurunya dalam keadaan sempurna dengan
badan dan pakaian yang bersih.
8. Seorang murid hendaklah jangan banyak bicara di depan guru ataupun membicarakan
hal-hal yang tidak berguna.
9. Seorang murid hendaklah jangan bertanya dengan tujuan untuk mengujinya dan
menampakkan kepandaian kepada guru.
10. Seorang murid hendaklah jangan bersenda gurau di hadapan guru
11. Seorang murid hendaklah jangan menanyakan masalah kepada orang lain ditengah
majlis guru.
12. Seorang murid hendaknya tidak banyak bertanya, apalagi jika pertanyaan itu tidak
berguna
13. Jika guru berdiri, Seorang murid hendaklah ikut berdiri sebagai penghormatan kepada
beliau.
14. Seorang murid hendaklah tidak bertanya suatu persoalan kepada guru ketika sedang di
tengah jalan.
15. Seorang murid hendaklah tidak menghentikan langkah guru di tengah jalan untuk hal-
hal yang tidak berguna.
16. Seorang murid hendaklah tidak berburuk sangka terhadap apa yang dilakukan oleh
guru  ( guru lebih mengetahui tentang apa yang dikerjakannya).
17. Seorang murid hendaklah tidak  mendahului jalannya ketika sedang berjalan bersama.
18. Ketika guru sedang memberi penjelasan/ berbicara hendaklah murid tidak memotong
pembicaraannya. Kalaupun ingin menyanggah pendapat beliau maka sebaiknya
menunggu hingga beliau selesai berbicara dan hendaknya setiap memberikan
sanggahan atau tanggapan disampaikan dengan sopan dan dalam bahasa yang baik.
19. Apabila ingin menghadap atau bertemu untuk sesuatu hal maka sebaiknya murid
memberi konfirmasi terlebih dahulu kepada guru dengan menelphon atau mengirim
pesan, untuk memastikan kesanggupannya dan agar guru tidak merasa terganggu.
20. Murid haruslah berkata jujur apabila guru menanyakan suatu hal kepadanya.
21. Seorang murid hendaklah menyempatkan diri untuk bersilaturahim ke rumah guru di
waktu-waktu tertentu, sebagai bentuk rasa saying kita terhadap beliau.
22. Meskipun sudah tidak dibimbing lagi oleh beliau ( karena sudah lulus) murid
hendaklah tetap selalu mengingat jasanya dan tetap terus mendoakan kebaikan –
kebaikan atas mereka.
Bagaimanapun juga guru merupakan orang tua kedua kita setelah orang tua kita
yang di rumah. Mereka adalah orang tua kita saat kita berada di luar rumah. Jadi
sebagaiman kita menghormati orang tua kandung kita, maka kitapun juga harus
menghormati guru kita.

Sebagaimana disyiratkan dalam sabda Rasulullah SAW :

“Tidak termasuk umatku orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari
kami, tidak mengasihi orang yang lebih kecil dari kami dan tidak mengetahui hak
orang alim dari kami.” (HR.Ahmad, Thabrani, dan Hakim dari Ubadah bin Shamit Ra.)
“Pelajarilah oleh kalian ilmu, pelajarilah oleh kalian ilmu(yang dapat menumbuhkan)
ketenangan, kehormatan, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kalian
menuntut ilmu darinya.” (HR. Thabrani dari Abu Hurairah. Ra)

1. Kedudukan Guru
“ Bapak Guru lebih mulia dari bapak kandung “. Sebab, Ibu Bapak itu
mendewasakan dari segi jasmani yang bersifat material, sedangkan Bapak/Ibu Guru
mendewasakan dari segi rohani yang bersifat spiritual dan universal.

Para Guru, Ustadz, Ustadzah, atau Mua’lim, Mursyid, selain mengantarkan kita
menjadi orang yang beramal sholih, mereka termasuk pewaris Nabi-Nabi, justru
merekalah penyalur pusaka dalam menjalankansyari’at, akhlak, aqidah, dan mereka
pula contoh yang terdekat dengan kita. Berkaitan dengan hal tersebut, Nabi
bersabda :

Ulama adalah penerima pusaka Nabi-Nabi. (HR. al-Tirmizi dan Abu Daud).

Sehubungan dengan hadist tersebut, maka kita diperintahkan untuk menghormati


para Ulama, meski bukan Guru kita. Begitupula dengan para Da’I dan Muballigh
selaku penyalur risalah kenabian, yang kini disebut Da’wah atau Kulyah Agama.
Adapun Ulama yang sebenarnya adalah yang berilmu, dan beramal dengan ilmunya
itu, serta ilmudan amalanya tersebut sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadist.

1. Adab terhadap orangtua


Orang tua merupakan sosok yang paling dekat hubungannya dengan anaknya.
Pengorbanan orang tua sungguh tiada tara, mereka mendidik kita dan menyerahkan hidupnya
untuk keselamatan anaknya.
Islam mengajarkan agar seorang anak untuk selalu menaati orang tuanya selama tidak
bertentangan dengan agama. Dalam Al-Qur’an Allah sering mengiringkan perintah ta’at
kepada-Nya diikuti dengan berbuat baik pada orang tua, karena merekalah tangan kedua
setelah Allah. Sebagaimana Firman Allah swt. dalam surah An-Nisa’ ayat 36 sebagai berikut.

Artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu memperekutukan-Nya dengan


sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan
membanggakan diri.” (QS. An-Nisa 4:36).
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa kita diwajibkan beribadah kepada Allah swt., juga
berbuat baik kepada orang tua. Terutama seorang Ibu yang secara khusus Allah menyebutkan
betapa berat mendidik anaknya, sejak dalam kandungan, melahirkan, menyusui, serta
mendidik ke tahap selanjutnya.
Oleh karena itu, ketika Rasulullah saw. ditanya, kepada siapa lebih awal berbuat baik?
Beliau menjawab “kepada Ibumu, lalu Ibumu, dan Ibumu baru kemudian kepada bapakmu.”
Selanjutnya Allah swt. memerintahkan bersyukurlah atas ni’mat iman dan ihsan serta
bersyukurlah kepada orang tua mu atas ni’mat tarbiyyah (pendidikan).  Karena keduanya
penyebab adanya kamu dan karena pendidikan mereka yang baik sehingga menjadi kuat.
Kita harus selalu berbuat baik kepada kedua orang, sebagaimana Firman Allah dalam
surah Luqman ayat 14.

Artinya : “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang
tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan
menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.
Hanya kepada Aku kembalimu” (QS. Luqman 31:14).
Dan yang harus menjadi pertimbangan adalah pendidikan dan kasih sayang orang tua
terhadap anaknya tidaklah hanya dua tahun. Sebagaimana tuntunan Al-Qur’an, pendidikan
anak diberikan sampai sang anak dewasa, bahkan sampai sang anak berkeluarga, seorang ibu
pun sering membimbing anaknya.
Tetapi perlu diperhatikan, jika kedua orang tua membawa kita untuk kekufuran dan syirik
kepada Allah swt., maka tidak perlu untuk di ta’ati.
Akan tetapi, tetaplah bergaul dalam urusan dunia baik dengan baik dan Ihsan sekalipun
mereka musyrik. Karena kekufuran , mereka terhadap Allah, tidaklah menghilangkan
kelelahannya dalam mendidik anak-anaknya, maka wajarlah jika Allah memerintahkan kita
untuk merawat kedua orang tua kita pada masa tuanya ditunjukkan dalam firman Allah swt.
QS. Al-Isra ayat 23 berikut.
Artinya : Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah melainkan kepada-
Nya dan berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah seorang mereka atau keduanya
telah tua dalam pemeliharaanmu (berusia lanjut), maka janganlah engkau katakan kepada
keduanya “ah” dan janganlah engkau bentak keduanya, dan berkatalah kepada keduanya
perkataan yang mulia (23). Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih
sayang dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua
telah mendidik aku pada waktu kecil (24)” (QS. Al-Isra 17 : 23-24).
Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa adab kepada orang tua (yang masih
hidup) adalah sebagai berikut.
1.     Jangan berkata kasar yang dapat menyakiti perasaan kedua orang tua.
2.     Berkata baik, sopan dan santun kepada kedua orang tua
3.     Bertanggung jawab atas kehidupan dan kesejahteraannya di hari tuanya
4.     Merendahkan diri di hadapan kedua orang tua.
5.     Jangan membentak atau memarahi kedua orang tua

Maka merugilah orang yang bersama kedua orang tuanya tetapi ia tidak bisa memeliharanya
dengan baik dan berbakti kepada keduanya.
2. Adab terhadap guru/dosen
Guru/dosen merupakan ‘orang tua kedua’ kita, merekalah yang berjasa dalam mendidik
kita setelah orang tua, Ilmu yang kita peroleh saat ini tidak lepas dari peranan seorang guru,
seseorang dapat membedakan baik dan buruk karena ilmu. Islam meletakkan ilmu di atas
yang lainnya, dan Islam juga meninggikan derajat orang yang berilmu dibanding yang lain.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.  yang artinya “Umamah Al-Bahili berkata
bahwasannya Rasulullah saw. bersabda : “Kelebihan orang alim (ulama) atas ahli ibadah
seperti kelebihanku atas orang yang paling rendah di antara kamu. Kemudian Baginda
besabda lagi : Sesungguhnya para malaikat dan penduduk langit dan bumi hingga semut
dalam lubangnya serta ikan bersalawat (berdoa) untuk orang-orang yang mengejar
kebaikan kepada manusia” (HR. Imam Tirmidzi).
Selain itu biasanya Orang tidak memiliki banyak waktu untuk mengajarkan berbagai
macam ilmu kepada anaknya, maka dari itu peran guru/dosen adalah mengajarkan berbagai
macam ilmu. Setelah hormat dan ta’at kepada orang tua, setiap muslim wajib hormat dan
menghargai gurunya/dosennya, karena gurunya merupakan orang yang perannya sangat
penting dalam mendidik kita. Oleh karena itu, sudah seharusnya seorang siswa menghargai
dan menghormati gurunya Sebagaimana diperintahkan dalam sabda Nabi Muhammad saw.
berikut.
Artinya : muliakanlah orang-orang yang telah memberikan pelajaran kepadamu. (HR. Abu
Hasan).
Orang yang berilmu tidaklah pandai begitu saja tanpa proses belajar. Proses belajar bisa
dilakukan secara formal maupun non-formal. Proses belajar biasanya membutuhkan pembina
yang biasa disebut guru/dosen, yang mempunyai andil besar dalam proses belajar.
Guru/doesen akan membukakan pintu-pintu ilmu lain baginya, yang menunjukkan bila kita
salah, agar tidak tergelincir pada kekeliruan. Hendaknya orang yang sedang belajar dan
berilmu itu bersikap baik terhadap guru/dosen.
Berikut adalah beberapa adab murid kepada guru.
1. Muliakan dan menghormati guru
Memuliakan orang yang berilmu/guru/dosen termasuk perkara yang dianjurkan,
sebagaimana Rasulullah saw. berikut.
Ibnu Abbas r.a berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Bukan termasuk golongan umatku
orang yang tidak menyayangi yang muda, tidak menghormati yang tua, tidak memerintahkan
kebajikan dan tidak melarang kemungkaran” (HR. Tirmidzi).
Agar mendapat ilmu dan taufik, seorang murid hendaknya memuliakan dan menghargai
guru, serta berlaku lemah lembut dan sopan santun, jangan memotong pembicaraannya, dan
memperhatikan dengan baik. Agar kita mendapat ilmu yang bermanfaat.
2. Mendoakan untuk kebaikan bagi guru
Ibnu Umar r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda : “Jika ada orang  yang memberilmu,
maka balaslah pemberian itu, jika tidak bisa membalasnya, maka doakanlah ia, sehingga
kamu memandang telah cukup membalas kebaikan tersebut”.
Ibnu Jama’ah ra. berkata : “Hendaklah seorang penuntut ilmu mendoakan gurunyqa
sepanjang masa, memperhatikan anak-anaknya, kerabatnya, dan menunaikan haknya apabila
telah wafat”. “Dan karena ilmu yang telah diberikannya juga, hendaknya seorang murid
mendoakan gurunya, semoga ia diberikan pahala atas ilmu yang telah diberikan kepada
muridnya”.
3. Rendah hati kepada guru
Sama halnya dengan adab kepada orang tua, kita juga harus merendahkan hati kepada
guru, walaupun sang murid lebih pintar, hendaknya menghidari perdebatan dengan guru,
dalam hal ini seorang murid hendaklah bersikap rendah hati kepada gurunya, karena
sesungguhnya rendah hatinya seorang murid kepada gurunya adalah kemuliaan dan
tunduknya adalah kebangaan, sebagaimana Ibnu Jama’ah pernah mengatakan demikian.
Nabi Muhammad saw. bersabda, yang artinya : “Abu Hurairah ra. berkata : bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda :”Pelajarilah ilmu, pelajarilah ilmu ketenangan dan kesopanan, dan
rendahkanlah dirimu terhadap orang yang kamu ambil ilmunya” (HR. Tabrani). Ibnu Abbas
juga peenah menyampaikan :”Aku merendahkan diri tatkala aku menuntut ilmu, maka aku
dimuliakan tatkala aku menjadi guru”.
4. Mencontoh Akhlaknya
Guru adalah teladan bagi muridnya, oleh karenanya, hendaklah seorang murid mencontoh
akhlak dan kepribadian gurunya yang baik. Seperti mencontoh kebiasaan dan ibadahnya.
Seorang guru pasti membrikan hal-hal yang baik secara lisan atau perbuatan terhadap murid-
muridnya.
5. Menenangkan hati guru
Seorang murid hendaknya tidak membuat gusar gurunya. Imam Syafi’i dalam
pertemuannya dengan gurunya, Imam Malik, pada tahun 170 H, hampir tidak pernah
meninggalkan gurunya sampai gurunya wafat pada tahun 179 H. Imam Syafi’i tidak pernah
meninggalkannya, kecuali ketika ia pergi ke Mekah untuk menjenguk ibunya ataupun pergi
ke pusat ilmu atau faqoh. Itupun setelah diperoleh izin dan restu daru gurunya.
6.              Memperhatikan adab-adab ketika berada di depan guru
a.    Adab Duduk
Syaikh Bakr Abu Zaid Rahimahullah di dalam kitabnya Hilyah Tolibil Ilm mengatakan,
“Pakailah adab yang terbaik pada saat kau duduk bersama syaikhmu, pakailah cara yang baik
dalam bertanya dan mendengarkannya.”
Syaikh Utsaimin mengomentari perkataan ini, “Duduklah dengan duduk yang beradab,
tidak membentangkan kaki, juga tidak bersandar, apalagi saat berada di dalam majelis.”
Ibnul Jamaah mengatakan, “Seorang penuntut ilmu harus duduk rapi, tenang, tawadhu’,
mata tertuju kepada guru, tidak membetangkan kaki, tidak bersandar, tidak pula bersandar
dengan tangannya, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi  juga
tidak membelakangi gurunya”.

b.       Adab Berbicara
Berbicara dengan seseorang yang telah mengajarkan kebaikan haruslah lebih baik
dibandingkan jika berbicara kepada orang lain. Imam Abu Hanifah pun jika berada depan
Imam Malik ia layaknya seorang anak di hadapan ayahnya.
Para Sahabat Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, muridnya Rasulullah, tidak pernah kita
dapati mereka beradab buruk kepada gurunya tersebut, mereka tidak pernah memotog
ucapannya atau mengeraskan suara di hadapannya, bahkan Umar bin khattab yang terkenal
keras wataknya tak pernah menarik suaranya di depan Rasulullah, bahkan di beberapa
riwayat, Rasulullah sampai kesulitan mendengar suara  Umar jika berbicara. Di hadist Abi
Said al Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan,
 “Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami
terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara” (HR. Bukhari).
Sungguh adab tersebut tak terdapatkan di umat manapun.

c.      Adab Bertanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
 “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui” (QS. An Nahl: 43).
Bertanyalah kepada para ulama, begitulah pesan Allah di ayat ini, dengan bertanya maka
akan terobati kebodohan, hilang  kerancuan, serta mendapat keilmuan. Tidak diragukan
bahwa bertanya juga mempunyai adab di dalam Islam. Para ulama telah menjelaskan tentang
adab bertanya ini. Mereka mengajarkan bahwa pertanyaan  harus disampaikan dengan
tenang, penuh kelembutan,  jelas, singkat dan padat, juga  tidak menanyakan pertanyaan yang
sudah diketahui jawabannya.
Di dalam Al-Qur’an terdapat kisah adab yang baik seorang murid terhadap gurunya, kisah
Nabi Musa dan Khidir. Pada saat Nabi Musa ‘alihi salam meminta Khidir untuk
mengajarkannya ilmu,
ً‫صبْرا‬
َ ‫ك لَ ْن تَ ْستَ ِطي َع َم ِع َي‬َ َّ‫إِن‬
“Khidir menjawab, Sungguh, engkau(musa) tidak akan sanggup sabar bersamaku” (QS.
Al Kahfi: 67).
Nabi Musa, Kaliimullah dengan segenap ketinggian maqomnya di hadapan Allah, tidak
diizinkan untuk mengambil ilmu dari Khidir, sampai akhirnya percakapan berlangsung dan
membuahkan hasil dengan sebuah syarat dari Khidir.
َ ‫فَال تَسْأ َ ْلنِي ع َْن َش ْي ٍء َحتَّى أُحْ ِد‬
ً‫ث لَكَ ِم ْنهُ ِذ ْكرا‬
“Khidir berkata, jika engkau mengikuti maka janganlah engkau menanyakanku tentang
sesuatu apapun, sampai aku menerangkannya”  (QS. Al Kahfi:70).
Jangan bertanya sampai diizinkan, itulah syarat Khidir kepada Musa. Maka jika seorang
guru tidak mengizinkannya untuk bertanya maka jangalah bertanya, tunggulah sampai ia
mengizinkan bertanya. Kemudian, doakanlah guru setelah bertanya seperti
ucapan, Barakallahu fiik, atau Jazakallahu khoiron dan lain lain. Banyak dari kalangan salaf
berkata,
ً ‫ما صليت إال ودعيت لوالدي ولمشايخي جميعا‬
“Tidaklah aku mengerjakan sholat kecuali aku pasti mendoakan kedua orang tuaku dan
guru guruku semuanya.”

d.       Adab dalam Mendengarkan Pelajaran


Sudah kita ketahui  kisah Nabi Musa yang berjanji tak mengatakan apa-apa selama belum
diizinkan. Juga para sahabat Rasulullah yang diam pada saat Rasulullah berada di tengah
mereka.
Bahkan di riwayatkan Yahya bin Yahya Al Laitsi tak beranjak dari tempat duduknya saat
para kawannya keluar melihat rombongan gajah yang lewat di tengah pelajaran, yahya
mengetahui tujuannya duduk di sebuah majelis adalah mendengarkan apa yang dibicarakan
gurunya bukan yang lain.
Apa yang akan Yahya bin Yahya katakan jika melihat keadaan para penuntut ilmu saat ini,
jangankan segerombol gajah yang lewat, sedikit suarapun akan dikejar untuk mengetahuinya
seakan tak ada seorang guru di hadapannya, belum lagi yang sibuk berbicara dengan kawan
di sampingnya, atau sibuk dengan gadgetnya.

Ada sebuah cerita tentang Imam Syafi’i, ketika beliau berziarah ke makam Abu Hanifah,
ia datang bersama dengan salah satu murid seniornya Abu Hanifah, bernama Hasan Asy-
Syaibani. Setelah tiba di makam, Hasan Asy-Syaibani mempersilahkan Imam Syafi’i untuk
menjadi imam shalat subuh.
Pada rakaat kedua Imam Syafi’i tidak membaca qunut; padahal dalam mahzabImam
Syafi’i sendiri membaca qunut asalah sunat ab’ad, tetapi beliau meninggalkan membaca
qunut.
Setelah selesai shalat, Hasan Syaibani bertanya, “Mengapa Anda tidak membaca qunut
wahai Syafi’i? Bukankah engkau berpendapat bahwa qunut subuh sebuah amalan sunat yang
perlu dibaca?” Aku malu dengan pemilik kuburan ini” Sahut Imam Asy-Syafi’i.

Anda mungkin juga menyukai