Disusun oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, serta taufik dan
hidayahnya sehingga makalah yang berjudul “Konsep Dasar dan Asuhan
Keperawatan pada Sistem Pencernaan” ini bisa terselesaikan dengan lancar. Tidak lupa
shalawat serta salam kita ucapkan kepada Baginda besar Nabi Muhammad SAW yang
telah mengubah era dari zaman kegelapan ke jalan yang terang benderang ini dan yang
selalu kita nantikan syafa`atnya di yaumul akhir nanti.
Makalah ini disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah KMB I. Tidak lupa
saya ucapkan terimakasih kepada Kusniawati, S.Kp, M.Kes, selaku dosen mata kuliah
yang telah membimbing.
Semoga makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan pembaca dan
kami selaku penyusun makalah ini menyadari bahwa masih banyak kekurangan, maka
dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
menyempurnakan makalah selanjutnya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.3 Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................85
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................87
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
6. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien Hepatitis?
7. Apa itu Ileus Obstruksi?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan Pasien Ileus Obstruksi?
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
a. Fungsi Mulut
Ingestion, makanan yang berupa padatan atau cairan dimasukkan ke
dalam tubuh, ke dalam saluran pencernaan melalui pintu pertama
dan utama yaitu mulut atau oral cavity (Mc Graw Hill, 2004).
Taste, sebagai perasa makanan yang berada pada papila lidah.
Mastication, pergerakan dari rahang bawah (mandibula) yang
dibantu oleh otot mastikasi menyebabkan gigi dapat menghancurkan
6
makanan menjadi bagian yang lebih kecil. Lidah dan pipi (cheeks)
membantu dalam menempatkan makanan diantara mulut.
Digestion, enzim amilase yang ada di dalam ludah memulai
pencernaan karbohidrat (starch).
Swallowing, lidah dapat membantu membentuk makanan menjadi
bolus dan mendorongnya bolus menuju faring.
Communication, bibir, pipi, gigi, dan lidah merupakan salah satu
organ yang membantu dalam berkomunikasi atau berbicara.
Protection, Mucin dan air yang berada di dalam ludah memberikan
lubrikasi, dan ensim lysozyme dalam membunuh mikroorganisme
yang tidak baik bagi tubuh
b. Bagian-bagian Mulut
a) Bibir dan Pipi
Bibir atau labia, merupakan strukutur yang banyak terbentuk dari
muskular oleh orbiculari oris. Lapisan terluar bibir ditutupi oleh
kulit. Sedangkan pipi terbentuk di dinding bagian lateral di oral
cavity. Bagian dari pipi adalah termasuk otot buccinator, yang
meratakan pipi terhadap gigi, dan buccal fat pad yang berada
mengelilingi sisi wajah (Mc Graw Hill, 2004). bagian bibir dan pipi
sangatlah penting dalam proses mastikasi dan berbicara atau
berkomunikasi. Bagian ini dapat membantu menggerakkan makanan
di dalam mulut dan menahannya di dalam mulut selama makanan
dihancurkan menjadi bagian-bagian kecil.
b) Palate and Palatine Tonsils
Palate atau langit-langit mulut memiliki dua bagian yang terdiri
dari bagian anterior yang bertulang (hard palate) dan bagian
posterior yang tak bertulang (soft palate), yang terdiri dari otot dan
jaringan (connective tissue). Fungsi dari langit-langit mulut (palate)
sangatlah penting dalam proses menelan dan mencegah makanan
masuk ke dalam nasal cavity. Sedangkan palatin tonsil terletak di
dinding lateral dari fauces (Mc Graw Hill, 2004).
c) Lidah
7
Lidah terletah ditenga mulut yang dipenuhi dengan otot skeletal
yang ditutupi dengan mukosa membran. Lidah berfungsi
menggerakkan makanan di dalam mulut, membantu dalam
mendorong makanan ke dalam esofagus (menelan), sebagai peran
utama artikulasi dalam berbicara dan berkomunikasi, sebagai perasa.
Dalam proses menggerakkan makanan di dalam mulut, lidah bekerja
bersama dengan bibir dan gusi, sehingga mampu menahan makanan
di dalam mulut selama pengunyahan atau mastikasi.
d) Gigi
Secara normal, orang dewasa memiliki jumlah total gigi adalah
32 gigi secara kelesuruhan. Tiap gigi memiliki crown (di atas gusi),
neck dan root (di bawah gusi). Dibagi menjadi dua bagian, yaitu
bagaian rahang atas (maxillary) dan bagian rahang bawah
(mandibular). Selain pembagian gigi yaitu terdiri dari bagian atas
sebelah kanan dan kiri dan bagian bawah sebelah atas dan bawah.
Tiap empat kuadran memiliki gigi seri, gigi taring, premolars,
molars, dan wisdom teeth. Fungsinya hampir sama dengan lidah,
berperan dalam proses mastikasi dan berbicara.
e) Kelenjar Saliva
8
submandibular (memprodukasi saliva yang kental (sulit untuk
mengalir) dan berada di dekat mulut (floor)), [3] Kelenjar sublingual
(berukuran paling kecil, mensekresi mukus dan berada di bawah
mulut).
Fungsi kelenjar saliva adalah membersihkan gigi dan
menghancurkan bahan kimia yang terkandung dalam makanan
sehinggan dapat dirasakan. Kelenjar saliva ini memiliki enzim yang
membantu dalam mencerna makanan dan mukus. Selain itu, kelenjar
saliva juga membantu dalam melubrikasi faring untuk membantu
dalam menelan makanan.
2.1.2 Faring
a. Fungsi Faring
Swallowing, fase involutari dari menelan menggerakkan bolus dari
mulut ke esofagus. Makanan dicegah agar tidak masuk ke dalam
nasal cavity oleh soft palate dan mencegah masuk ke dalam sistem
pernafasan bagian bawah (Mc Graw Hill, 2004).
Breathing, udara masuk melalui hidung atau mulut melewati faring
menuju ke saluran pernafasan bawah.
Protection, mukus menyediakan lubrikasi.
b. Bagian-bagian Faring
Faring terdiri dari tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Secara normal, makanan dapat masuk melalui orofaring
dan laringofaring. Nasofaring berfungsi sebagai saluran dalam masuknya
udara selama bernafas dan berhubungan dengan fungsi pendengaran.
Orofaring berada dibagain posterior mulut, sebagai saluran masuknya
mulut dan menuju ke lambung dan juga berfungsi sebagai saluran udara
untuk pernafasan. Laringofaring berada di bawah orofaring, memanjang
dari epiglotis ke bagian bawah kartilago kortikoid dari laring dan
memiliki fungsi yang sama dengan orofaring.
2.1.3 Esofagus
a. Fungsi Esofagus
9
Propulsion, kontraksi peristaltik menggerakkan bolus dari faring
menuju abdomen. Bagian bawah sfingter esofagus membatasi
refluks dari isi abdomen kembali ke esofagus (Mc Graw Hill, 2004).
Protection, kelenjar yang berada di dalam mukus membantu dalam
lubrikasi dan melindungi esofagus inerior dari asam (stomach acid).
b. Bagian-bagian Esofagus
Esofagus merupakan bagian sistem pencernaan yang memanjang
dari faring hingga lambung. Panjangnya sekitar 25 cm dan berada di
mediastinum, anyerior hingga vertebrae, posterior hingga trakea.
Esofagus melewati esophageal hiatus dari diafragma dan berkahir di
lambung. Fungsi dari esofagus adalah membawa makanan dari faring
menuju ke lambung.
Mekanisme dari menelan antara lain : [1] makanan tercampur
dengan saliva dan didorong masuk ke dalam faring, [2] refleks involunter
menggerakkan makanan masuk ke dalam esofagus, dan [3] gerakan
peristaltik mentransport makanan ke dalam lambung.
10
2.1.4 Abdomen
a. Fungsi Lambung
Storage, Rugae dapat membantu abdomen untuk meluaskan area
perut dan menahan (menyimpan) makanan hingga dapat dicerna.
Digestion, terjadinya proses pencernaan dimana pencernaan protein
dimulai sebagai hasil dari proses asam hidroklorik dan pepsin.
Faktor intrinsik mencegah pecahnya vitamin B12 oleh asam
lambung. Proses pencernaan terdiri dari fisik dan kimia (protein).
Absorption, kecuali untuk beberapa produk (air, alkohol, aspirin)
penyerapan kecil berada di dalam lambung.
Mixing and propulsion, terjadi gerakan peristaltik dan membentuk
cairan putih seperti susu yang disebut dengan chyme.
11
Protection, mukus memberikan lubrikasi dan mencegah pencernaan
dari dinding lambung. Asam lambung dapat membunuh kebanyakan
mikroorganisme.
b. Bagian-bagian Lambung
12
b) Fundus, berada di atas sebelah kiri dari cardia. Berbentuk seperti
kubah.
c) Tubuh, berada di bawah fundus, yang merupakan bagian utama dari
lambung.
d) Pylorus, bagian lambung yang berbentuk corong, menghubungkan
lambung dengan duodenum. Bagian yang semakin lebar dari corong,
dinamakan pyloric antrum yang menghubungkan tubuh (bagian
lambung “body”) dengan lambung. Kemudian bagian akhir yang
paling dangkal dinamakan pyloric canal, yang menghubungkan ke
duodenum. Sedangkan otot halus yaitu phyloric sphincter yang
berada di ujung saluran dan berfungsi mengkontrol pengosongan
lambung.
2.1.5 Usus Kecil
a. Fungsi Usus Kecil
Neutralization, ion bikarbonat dari pankreas dan bili-bili dari hati
menormalkan asam lambung dari membentuk pH sesuai dengan
keadaan pankratik dan enzim usus.
Digestion, enzim yang berada di pankreasdan berada di sepanjang
usus kecil menyempurnakan pecahnya molekul makanan.
Absorption, kebanyakan nutrisi diserap baik secara aktif maupun
pasif, penyerapan paling banyak dilakukan pada air.
Mixing and propulsion, kontraksi segmental mencampur chyme dan
gerakan peristaltik menggerakan makanan yang sudah dicerna ke
dalam usus besar.
Excretion, bili-bili usus dari hati mengandung bilirubin, kolestrol,
lemak, dan hormon yang dapat larut dalam lemak.
Protection, mukus membantu dalam lubrikasi, mencegah pencernaan
dari dinding usus, dan melindungi usus kecil dari asam lambung.
Peyer patches melindungi dari serangan mikroorganisme.
b. Bagian-bagian Usus Kecil
a) Duodenum
13
Merupakan bagian usus kecil yang paling pendek dan awal
bagian usus kecil, dimulai di bagian pyloric sphincter. Berbentuk
huruf “C”. Sebagian besar duodenum berbentuk retro peritoneal.
Duodenum juga merupakan tempat dimana empedu dan cairan
pankreas memasuki saluran usus. Berfungsi sebagai tempat
pecernaan kimia dari makanan.
b) Jejunum
Merupakan bagian usus kecil yang berada diantara bagian akhir
distal dari duodenum dan bagian proksimal dari ileum. Jejunum
memiliki bagian dalam yang bernama membran mukosa yang telah
ditutupi oleh vili. Dimana vili tersebut dapat meningkatkan area
permukaan dari jaringan yang dapat mengabsorbsi nutrisi dari usus.
Berfungsi sebagai absorbsi dari makanan yang sudah dicerna.
c) Ileum
Memiliki fungsi dalam penyerapan vitamin B12 dan garam
empedu. Memiliki dinding yang terdiri dari vili di seluruh
permukaannya. Sel yang berada di ileum mengandung enzim protease
dan karbohidrat yang berguna dan tahap akhir dari pencernaan
protein dan karbohidrat. Bagian ileum secara terus menerus
mengabsorbsi garam empedu, dan juga menyerap vitamin yang larut
dalam lemak yaitu vitamin A, D, E, dan K. Jika terjadi absorbsi pada
vitamin yang larut dalam air, maka dibutuhkan asam empedu untuk
melakukan proses absorbsi. Berfungsi sebagai absorbsi dari makanan
yang sudah dicerna.
d) Liver
14
Merupakan organ yang paling besar diantara semua organ,
berkisar sekitar 1,36 kg atau 3 ponds yang berada di bawah sebelah
kanan bagian abdomen di bawah diafragma. Memiliki dua bagian
utama yaitu lobus sebelah kanan dan kiri serta lobus minor yaitu
caudate dan quadrate.
e) Kandung Kemih
Merupakan organ yang memiliki panjang sekitar 8 cm dan lebar 4
cm. Empedu disekresikan oleh hati dan mengalir ke kandung kemih
sekitar 40-70 ml emoedu dapat disimpan. Sementara empedu berada
di kandung kemih, air dan elektrolit diabsorbsi dan garam empedu
serta pigmen menjadi 5-10 kali lebih terkontrasi dibandingkan saat
diskresi oleh hati.
f) Pankreas
Merupakan organ yang kompleks baik dari jaringan endokrin
(hormon sekresi) ataupun eksokrin (fungsi pencernaan) yang
memiliki beberapa fungsi. Sebagian besar pencernaan di dalam tubuh
dilaksanakan oleh enzim pankreatik.
2.1.6 Usus Besar
a. Fungsi Usus Besar
15
oleh tubuh. Kemudian mengabsorbsi nutri tambahan dalam jumlah
yang kecil, seperti vitamin K dan B yang dibuat oleh bakteri di
daluran pencernaan.
Storage, sebagian bagian distal dari usus menahan feses hingga feses
dikeluarkan. Mengumpulkan, mengkonsentrasi dan membuang sisa-
sisa makanan.
Mixing and propulsion, pergerakan massa mendorong feses menuju
ke anus dan terjadinya defekasi dari feses
Protection, mukus dan ion bikarbonat melindungi untu melawan
asama yang diroduksi oleh bakteria
b. Bagian-bagian Usus Besar
a) Cecum
Merupakan bagian pertama dari usus besar, berbentuk seperti sac.
Panjangnya sekitar 6 cm (2.4 inchi), dapat terhubung dari ileum dan
meneruskan absorbsi dari air dan garam.
b) Kolon
Makanan yang masuk ke dalam kolon, makanan akan masuk ke
dalam kolon asending pada bagian sisi kanan dari abdomen. Pada
permukaan inferior dari hati, kolon memanjang dan berliku dan
membentuk hepatic flexure dan diteruskan menjadi kolon
transversal. Kemudian memasuki kolon desending yang berada
dibagian pelvis yang kemudian akan memasuki bagian kolon
sigmoid. Kolon sigmoid yang berbentuk “S” yang berada mulai dari
pelvis dan berakhir di rektum.
c) Rektum
Sisa-sisa makanan meninggalkan kolon sigmoid yang kemudian
memasuki bagian rektum yang berad di pevis, berada di dekat tulang
sakral vetrebrata. Di dalam rektum terdapat katu rektal yang dapat
membantu memisahkan feses dari gas untuk mencegah melintasnya
bersamaan antara feses dan gas.
d) Anal Kanal
16
Pada tahap akhir, sisa-sisa makanan mencapai bagian akhir dari
usus besar, yang disebut dengan anal kanal. Berada di perineum,
yang berada di luar kavitas abdominopelvis. Memiliki panjang 3,8-5
cm yang terbuka secara esksterior yang berada di anus. Anal kanal
memiliki dua sfingter yaitu sfingter internal, yang terdiri dari otot
halus dan berkontraksi secara involunter. Kemudian terdapat sfingter
eksternal yang terdiri dari otot skeletal yang berada dalam kontrol
volunter.
17
c. Propulsion (Mendorong)
Adalah pergerakan makanan dari akhir saluran pencernaan ke
yang lain. Jumlah waktu yang dibutuhkan dalam proses pencernaan
sekitar 24-36 jam.
d. Mixing
Terdapat kontraksi yang disebut dengan kontraksi segmental,
dimana kontraksi bercampur dan muncul ke dalam usus kecil.
e. Sekresi
Setelah makanan masuk ke dalam saluran cerna, sekresi bertujuan
untuk lubrikasi, mencairkan, dan mencerna makanan. Mukus disekresi di
sepanjang saluran cerna, sehingga melubrikasi makanan dan sepanjang
saluran. Enzim disekresi oleh mulut, lambung, usus, dan pankreas untuk
memecah molekul makanan yang besar menjadi molekul yang lebih kecil
yang dapat diabsorbsi di dinding usus.
f. Digestion
Pemecahan dari molekul organik yang besar menjadi beberapa
komponen: karbohidrat menjadi monosakarida; protein menjadi asam
amino; dan trigiserida menjadi asam lemak dan gliserol. Pencernaan
terjadi dari mekanisme pencernaan yang terdiri dari mastikasi dan
pencampuran makanan, dan pencernaan kimia yang dilakukan dengan
adanya enzim yang disekresi di saluran cerna. Mineral dan air tidak
dipecah sebelum diabsorbsi. Vitamin juga diabsorbsi tanpa dicerna dan
akan hilang fungsinya jika ikut dicerna. Pencernaan fisik (memecah
potongan besar menjadi potongan kecil), sedangkan pencernaan kimia
(memecah molekul yang besar [protein, lemak, starches] menjadi
molekul kecil [asam amino, asam lemak, gula]).
g. Absorption
Pergerkana molekul keluar dari saluran cerna dan masuk ke
dalam sirkulasi atau sistem limfatik. Mekanisme absorbsi muncul
tergantung dengan tipe molekul yang masuk ke dalam saluran cerna.
Molekul keluar melewati saluran cerna dengan proses seprti difusi,
transport aktif, dan kontransport.
18
h. Elimination
Proses dimana produk sisa dari pencernaan dibuang dari dalam
tubuh. Selama proses ini, banyak terjadi pada usus besar dan
mengabsorbsi air dan garam dan mengganti material di dalam saluran
pencernaan menjadi semisolid. Produk semisolid ini dinamakan feses,
yang kemudian dibuang dari saluran cerna oleh proses yang disebut
defikasi.
19
seperti glukosa, asam amino masuk ke sistem portal hepatik dan
ditransport ke hati.
A. PENGKAJIAN
Tgl/Jam Masuk RS : 19 desember 2019/Jam 21.30 Wib
Tgl/Jam Pengkajian : 20 desember 2019/Jam 09.00 Wib
Metode Pengkajian : Wawancara dan Observasi
Diagnosa Medis : Gastroenteritis akut (GEA)
No Registrasi : 1037xxx
I. Biodata
1. Identitas Klien
Nama klien : Tn. M
Jenis kelmain : Laki-laki
Alamat : Stangkle 5/16 Kemirimuka, Ungaran
Umur : 23 Tahun
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. D
Umur : 32 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Griya Pesona Alam Banaran
Hubungan dengan klien : Teman
II. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Pasien mengatakan diare
2. Riwayat penyakit sekarang
20
Pasien datang ke IGD RSUD Ungaran dengan keluhan diare, BAB nya 5-6
x/hari warna kuning kehijauan bercampur lendir. Perutnya sakit sesudah
BAB.
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan belum pernah mengalami diare dan belum pernah dirawat
di rumah sakit.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan bahwa didalam keluarganya tidak ada yang memiliki
riwayat penyakit keturunan.
Genogram :
Keterangan :
: Meninggal :Laki-laki : perempuan
21
Jenis pemeriksaan Hasil Rentang normal Satuan Ket
Hb 13,7 L : 13-18/ g / dl Normal
P : 11-16.5
- C(Clinical) : klien tampak lemah dan terbaring dikasur, conjugtiva tidak
anemis.
- D (Diet) : Pasien makan 3xsehari dengan makanan bubur nasi, sayur,
lauk, buah. Makanan tidak dihabiskan ¾ porsi
b. Pengkajian pola nutrisi
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 3x1 hari 3x1 hari
Jenis Nasi, lauk, sayur Bubur nasi, lauk, sayur
Porsi Habis ¾ porsi
Keluhan Tidak ada Tidak ada
3. Pola Eliminasi
a. BAB
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 2x/hari 5x/hari
Konsistensi Lunak Cair
Kuning kehijauan
Warna Coklat
bercampur lendir
Penggunaan
Tidak ada Tidak ada
pencahar (laktasif)
Sakit perut sesudah
Keluhan Tidak ada
BAB
b. BAK
Sebelum sakit Saat sakit
Frekuensi 6x /hari 5x / hari
Jumlah urine Lebih kurang 800 Lebih kurang 600
cc/hari cc/hari
Warna Kuning jernih Kuning jernih
Pancaran Normal Normal
Keluhan Tidak ada Tidak ada
22
cc/hari b. Feses : 900 cc
b. Makanan : 150 cc c. Muntah : - Output : 2.355 cc
c. Cairan IV : 1500 d. IWL selama 24
cc/hari jam : 15 x 57
kg = 855 cc
Total : 2.450 cc Total : 2. 355 cc Balance : 95 cc
23
Paliatif/provoktaif : Nyeri saat sebelum dan sesudah BAB
Quality : Seperti diremas
Region : Di perut
Severity : Skala 6
Time : Terus menerus
7. Pola Persepsi Konsep Diri
a. Gambaran diri/ citra tubuh : klien tidak mengalami gangguan citra tubuh.
b. Ideal diri : klien mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan klien tidak
mengeluh terhadap masalah yang di alaminya.
c. Harga diri : klien tidak mengalami harga diri rendah
d. Peran diri : tidak ada masalah
e. Identitas diri : tidak ada masalah.
24
o Frekuensi : 20 x/menit
o Irama : Teratur
4) Suhu : 38,5 oC
2. Kepala
a. Bentuk kepala : Mesosefal
b. Kulit kepala : Bersih
c. Rambut :Warna hitam, lurus dan tidak mudah dicabut
3. Muka
a. Mata
1) Palpebra : Tidak ada oedema
2) Konjungtiva : Tidak anemis
3) Sklera : Warna putih, tidak ikterik
4) Pupil : Isokor
5) Diameter pupil kiri/kanan : 2mm
6) Reflek terhadap cahaya : Reflek normal
7) Pengguanaan alat bantu penglihatan : Tidak menggunakan alat
bantu penglihatan
b. Hidung
Bentuk hidung simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping
tambahan
c. Mulut
Gigi lengkap, bibir kering, stomatitis tidak ada.
d. Telinga
Fungsi pendengaran normal, bentuk simetris, bersih, tidak ada serumen,
tidak ada nyeri telinga
4. Leher
a. Kelenjar tiroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
b. Kelenjar limfe : Tidak ada pembesaran limfe, tidak teraba benjolan
c. JVP : Tidak teraba
5. Dada ( Thorax)
a. Paru-paru
25
o Inspeksi : Simetris, pengembangan dada
kanan dan kiri sama
o Palpasi : Vokal premitus kanan kiri sama
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi : Suara vesiculer
b. Jantung
o Inspeksi : Ictus cordic tidak tampak
o Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
o Perkusi : Redup
o Auskultasi : BJ I BJ II Lup Dup
6. Abdomen
o Inspeksi : Warna kulit sama, tidak ada jejas, simetris
o Auskultasi : Peristaltik meningkat 40x/menit
o Perkusi : Hypertimpani, perut kembung
o Palpasi : Turgor kulit tidak langsung kembali dalam 1 detik
7. Genetalia
Jenis kelamin laki-laki, tidak ada odema, tidak ada kelainan, dan tidak
menggunakan selang kateter
8. Rektum
Tidak ada hemoroid/wasir atau masalah yang lain
9. Ektremitas
a. Atas
Kanan Kiri
Kekuatan otot Aktif Aktif
Rentang gerak Aktif Aktif
Akral Hangat Hangat
Edema Tidak ada Tidak ada
CRT < 2 detik < 2 detik
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. Bawah
Kanan Kiri
Kekuatan otot Aktif Aktif
Rentang gerak Aktif Aktif
26
Akral Hangat Hangat
Edema Tidak ada Tidak ada
CRT < 2 detik < 2 detik
Keluhan Tidak ada Tidak ada
V. Pemeriksaan Penunjang
Rabu, 20 desember 2019
Jenis pemeriksaan Hasil Rentang normal Satuan Ket
Darah
Hb 13,7 L : 13-18 g / dl Normal
P : 11-16.5
Lekosid 8.1 4,0-11,0 Ribu Normal
Eosinofil 0 1-3 %
Basofil 0 0-1 % Normal
Staff 0 2-6 % -
Segmen 86 50-70 % Abnormal
Limfosit 14 20-40 % Abnormal
Monosit 0 2-8 % -
Trombosit 227 150-450 Ribu Normal
Golongan darah O A, AB, O, B - -
Hematokrit 40 40-50 Ribu Normal
27
mengatasi
masalah
fungsi
pencernaan
atau diare.
Oral : 3x1 Analgesik Meredakan
Paracetamol atau rasa sakit
antipiretik dan demam
Parenteral : 1 gr/12jam Antibiotik Mengobati
Cefoperazon golongan infeksi
sefalosporin serius akibat
bakteri
Parenteral : 40 mg / 24 Penghambat Mengurangi
Omeprazole jam pompa produksi
proton asam
lambung.
28
VIII. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
29
dehidrasi
30
dan perutnya kembung
4. Menganjurkan klien banyak minum air putih
Respon : klien tampak mengikuti apa yang
dianjurkan perawat
5. Mengajarkan mengenali tanda kekurangan cairan
Respon : klien tampak kooperatif dan
mengatakan paham
6. Berolaborasi pemberian terapi :
Infus RL 30 tpm
Respon : klien tampak kooperatif
31
P: Intervensi dihentikan
32
yang lebih kecil, maka selanjutnya makanan akan diteruskan ke faring
dengan bantuan lidah.
2. Faring
Faring adalah rongga dibelakang tenggorokan yang berfungsi
dalam sistem pencernaan dan pernafasan. Dalam sistem pencernaan,
faring berfungsi sebagai penghubung antara mulut dan esofagus.
3. Esofagus
Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus yang
terbentang antara faring dan lambung. Pada saat menelan, makanan
akan dipicu oleh gelombang peristaltik yang akan mendorong bolus
menelusuri esofagus dan masuk ke lambung.
4. Lambung
Lambung adalah organ yang terletak antara esofagus dan usus
halus. Di dalam lambung makanan yang masuk akan disimpan lalu
disalurkan ke usus halus. Sebelum makanan masuk ke usus halus,
makanan terlebih dahulu akan dihaluskan dan dicampurkan kembali
sehingga menjadi campuran cairan kental yang biasa disebut dengan
kimus. Lambung menyalurkan kimus ke usus halus sesuai dengan
kapasitas usus halus dalam mencerna dan menyerap makanan dan
biasanya satu porsi makanan menghabiskan waktu dalam hitungan
menit.
5. Usus halus
Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan
penyerapan berlangsung.
6. Usus besar
Usus besar adalah organ pengering dan penyimpan makanan.
Kolon mengekstrasi H2O dan garam dari isi lumennya untuk
membentuk masa padat yang disebut feses. Fungsi utama usus besar
adalah untuk menyimpan feses sebelum defekasi. Kolon terdiri dari 7
bagian, yaitu sekum, kolon asendens, kolon transversal, kolon
desendens, kolon sigmoid, rektum dan anus.
33
Usus besar adalah sebuah saluran otot yang dilapisi oleh mukosa.
Serat otot yang dilapisi oleh membrane mukosa. Serat otot berbentuk
sikular dan longitudinal yang memungkinkan usus membesar dan
berkontraksi melebar dan memanjang. Otot longitudinal lebih pendek
dibandingkan kolon, oleh karena itu usus besar membentuk kantung
atau yang biasa disebut dengan haustra. Kolon juga memberi fungsi
perlindungan karena mensekresikan lendir.
Lendir ini berperan untuk melindungi usus besar dari trauma
akibat pembentukan asam di dalam feses dan berperan sebagai pengikat
yang akan menyatukan materi fekal. Lendir ini juga akan melindungi
usus besar dari aktifitas bakteri.
Di dalam usus besar terdapat 3 tipe pergerakan yaitu gerakan
haustral churning, peristalsis kolon, peristalsis masa. Gerakan haustral
churning akan menggerakan makanan ke belakang dan ke depan yang
berperan untuk menyatukan materi feses, membantu penyerapan air dan
untuk menggerakan isi usus kedepan. Gerakan peristalsis kolon adalah
gerakan yang menyerupai gelombang yang akan mendorong isi usus
kedepan. Gerakan ini sangat lambat dan diduga sangat sedikit
menggerakan materi feses tersebut disepanjang usus besar. Yang ketiga
adalah gerakan peristalsis massa. Gerakan ini melibatkan suatu gerakan
kontraksi yang sangat kuat sehingga menggerakkan sebagian besar
kolon. Biasanya gerakan ini terjadi setelah makan, distimulasi oleh
keberadaan makanan di dalam lambung dan usus halus. Gerakan
peristalsis massa hanya terjadi beberapa kali dalam sehari pada orang
dewasa.
34
7. Rektum dan Anus
Rektum pada orang dewasa biasanya memiliki panjang 10 – 15
cm sedangkan saluran anus memiliki panjang 2,5 – 3 cm. Di dalam
rektum terdapat lipatan-lipatan yang dapat meluas secara vertical.
Setiap lipatan vertikal berisi sebuah vena dan arteri. Diyakini bahwa
lipatan ini membantu menahan feses di dalam rektum. Jika vena
mengalami distensi seperti yang dapat terjadi jika terdapat tekanan
berulang.
Saluran anus diikat oleh otot sfingter internal dan eksternal.
Sfingter internal berada dibawah kontrol involunter dan dipersarafi oleh
sistem saraf otonom, sedangkan sfingter eksternal berada di bawah
kontrol volunter dan dipersarafi ooleh sistem saraf somatik.
35
2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Fekal
Pada defekasi bertahap dalam kehidupan yang berbeda. Keadaan diet,
asupan dan haluran cairan, aktivitas, faktor psikologis, gaya hidup,
pengobatan dan prosedur medis, serta penyakit juga mempengaruhi
defekasi.
1. Perkembangan
Bayi yang baru lahir, batita, anak – anak,dan lansia adalah
kelompok yang anggotanya memiliki kesamaan dalam pola eliminasi.
a. Bayi yang baru lahir
Mekonium, adalah materi feses pertama yang dikeluarkan oleh
bayi baru lahir, normalnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah
lahir. Bayi sering mengeluarkan feses, sering kali setiap sesudah
makan. Karena usus belum matur, air tidak diserap dengan baik
dan feses menjadi lunak, cair, dan sering dikeluarkan. Apabila
usus telah matur, flora bakteri meningkat. Setelah makanan padat
diperkenalkan, feses menjadi lebih keras dan frekuensi defekasi
berkurang.
b. Batita
Sedikit kontrol defekasi telah mulai dimiliki pada usia 1 ½
sampai 2 tahun. Pada saat ini anak – anak telah belajar berjalan
36
dan sistem saraf dan sistem otot telah terbentuk cukup baik untuk
memungkinkan kontrol defekasi. Keinginan untuk mengontrol
defekasi di siang hari dan untuk menggunakan toilet secara
umum dimulai pada saat anak menyadari ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh popok yang kotor dan sensasi yang
menunjukkan kebutuhan untuk defekasi. Kontrol di siang hari
umumnya diperoleh pada usia 2 ½ tahun., setelah sebuah proses
pelatihan eliminasi.
c. Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja memiliki kebiasaan defekasi
yang sama dengan kebiasaan mereka saat dewasa. Pola defekasi
beragam dalam hal frekuensi, kuantitas, dan konsistensi.
Beberapa anak usia sekolah dapat menunda defekasi karena
aktivitas seperti bermain.
d. Lansia
Konstipasi adalah masalah umumpada populasi lansia. Ini,
sebagian, akibat pengurangan tingkat aktivitas, ketidakcukupan
jumlah asupan cairan dan serat, serta kelemahan otot. Banyak
lansia percaya bahwa “keteraturan” berarti melakukan defekasi
setiap hari. Mereka yang tidak memenuhi kriteria ini sering kali
mencari obat yang dijual bebas untuk meredakan kondisi yang
mereka yakini sebagai konstipasi. Lansia harus dijelaskan bahwa
pola normal eliminasi fekal sangat beragam.
Bagi beberapa orang dapat setiap dua hari sekali bagi orang
lain, dua kali dalam satu hari. Kecukupan serat dalam diet,
kecukupan latihan, dan asupan cairan 6 sampai 8 gelas sehari
merupakan upaya pencegahan yang essensial terhadap konstipasi.
Berespons terhadap refleks gastrokolik (peningkatan peristalsis
kolon setelah makanan memasuki lambung) juga merupakan
pertimbangan yang sangat penting. Individu paruh baya harus
diperingatkan bahwa penggunaan laksatif secara konsisten akan
37
menghambat refleks defekasi alamiah dan diduga menyebabakan
konstipasi dan bukan menyembuhkannya.
2. Diet
Bagian massa (selulosa, serat) yang besar di dalam diet
dibutuhkan untuk memberikan volume fekal. Diet lunak dan diet rendah
serat berkurang memiliki massa dan oleh karena itu kurang
menghasilkan sisa dalam produk buangan untuk menstimulasi refleks
defekasi. Makanan tertentu sulit atau tidak mungkin untuk dicerna oleh
beberapa orang. Ketidakmampuan ini menyebabkan masalah
pencernaan dan dalam beberapa keadaan dapat menghasilkan feses
yang encer.
3. Cairan
Bahkan jika asupan cairan atau haluaran (misalnya urine atau
muntah) cairan berlebihan karena alasan tertentu, tubuh terus akan
menyerap kembali cairan dari kime saat bergerak di sepanjang kolon.
Kime jadi lebih lebih kering dibandingkan normal, menghasilkan feses
yang keras. Selain itu pengurangan asupan cairan memperlambat
perjalanan kime disepanjang usus, makin meningkatkan penyerapan
kembali cairan dari kime.
4. Aktivitas
Aktivitas menstimulasi peristalsis, sehingga memfasilitasi
pergerakan kime disepanjang kolon. Otot abdomen dan panggul yang
lemah sering kali tidak efektif dalam meningkatkan tekanan intra
abdomen selama defekasi atau dalam mengontrol defekasi.
5. Faktor psikologis
Beberapa orang yang merasa cemas atau marah mengalami
peningkatan aktivitas peristaltik dan selanjutnya mual dan diare.
Sebaliknya, beberapa orang yang mengalami depresi dapat mengalami
perlambatan motilitas usus, yang menyebabkan konstipasi. Bagaimana
seseorang berespons terhadap keadaan emosional ini adalah hasil dari
perbedaaan individu dalam respons sistem saraf enterik terhadap vagal
dari otak.
38
6. Kebiasaan defekasi
Pelatihan defekasi sejak dini dapat membentuk kebiasaan
defekasi pada waktu yang teratur. Banyak orang yang melakukan
defekasi setelah sarapan, saat refleks gastrokolik menyebabkan
gelombang peristaltik massa di usus besar.
7. Obat-obatan
Beberapa orang memiliki efek samping yang dapat mengganggu
eliminasi normal. Beberapa obat menyebabkan diare: obat lain seperti
obat penenang tertentu dalam dosis besar dan pemberian morfin dan
kodein secara berulang, menyebabkan konstipasi karena obat tersebut
menurunkan aktivitas gastrointestinal melalui kerjanya pada sistem
saraf pusat.
8. Proses diagnostik
Sebelum prosedur diagnostik tertentu seperti visualisasi kolon,
klien dilarang sssssmengomsumsi makanan atau minuman. Bilas enema
dapat dilakukan pada klien sebelum pemeriksaan. Dalam kondisi ini,
defekasi normal biasanya tidak akan terjadi sampai klien mengomsumsi
makanan kembali.
9. Anastesia dan pembedahan
Anestesi umum menyebabkan pergerakan kolon normal berhenti
atau melambat dengan menghambat stimulasi saraf parasimpatis ke otot
kolon. Klien yang mendapatkan anastesia regional atau spinal
kemungkinan lebih jarang mengalami masalah ini. Pembedahan yang
melibatkan penanganan usus secara langsung dapat menyebabkan
penghentian pergerakan usus secara sementara. Kondisi ini disebut
ileus.
10. Kondisi patologis
Cedera medula spinalis dan cedera kepala dapat menurunkan
stimulasi sensorik untuk defekasi. Hambatan mobilitas dapat membatasi
kemampuan klien untuk merespons terhadap desakan defekasi dan klien
39
dapat mengalami konstipasi, atau seorang klien dapat mengalami
inkontinensia fekal karena buruknya fungsi sfingter anal.
11. Nyeri
Klien yang tidak mengalami ketidaknyamanan saat defekasi
sering menekan keinginan akibat defekasinya untuk menghindari nyeri.
Akibatnya klien tersebut dapat mengalami konstipasi. Klien yang
meminum analgesik narkotik untuk mengatasi nyeri dapat juga
mengalami konstipasi sebagai efek samping obat tersebut.
2.4.4 Masalah-masalah Yang Terjadi Pada Eliminasi Fekal
Berikut ini adalah masalah umum yang terkait dengan eliminasi fekal, yaitu:
1. Konstipasi
Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kurang dari tiga
kali per minggu. Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering, keras
atau tanpa pengeluaran feses. Konstipasi terjadi jika pergerakan feses di
usus besar berjalan lambat, sehingga memungkinkan bertambahnya
waktu reabsorpsi cairan di usu besar. Konstipasi mengakibatkan sulitnya
pengeluaran feses dan bertambahnya upaya atau penekanan otot-otot
volunter defekasi.
Namun, sangat penting untuk mendefinisikan konstipasi terkait
dengan pola eliminasi regular sesorang. Beberapa orang secara normal
melakukan defekasi hanya beberapa kali seminggu; sementara orang lain
melakukan defekasi lebih dari satu kali sehari. Pengkajian cermat
mengenai kebiasaan seseorang dibutuhkan sebelum diagnosa konstipasi
dibuat.
40
Penggunaan laksatif
Penurunan nafsu makan
Sakit kepala
2. Impaksi Fekal
Impaksi fekal adalah suatu massa atau pengumpulan fese yang
keras didalam lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan
akumulasi materi fekal yang berkepanjangan. Pada impaksi berat, feses
terakumulasi dan meluas sampai ke kolon sigmoid dan sekitarnya.
Impaksi fekal dapat dikenali dengan keluarnya rembesan cairan fekal
(diare) dan tidak ad feses normal. Cairan feses merembes sampai keluar
dari massa yang terimpaksi. Impaksi dapat juga dikaji dengan
pemeriksaan rektum menggunakan jari tangan, yang sering kali dapat
mempalpasi massa yang mengeras.
41
Seiring dengan pembesaran cairan feses dan konstipasi, gejala
meliputi keinginan yang sering namun bukan keinginan yang produktif
untuk melakukan defeksi dan sering mengalami nyeri rektal. Muncul
perasaan umum menalami suatu penyakit; klien anoreksik, abdomen
menjadi terdistensi, dan dapt terjadi mual dan muntah.
Penyebab impaksi fekal biasanya adalah kebiasaan defekasi yang
bukruk dan konstipasi. Penggunaan barium dalam pemeriksaan radiologi
pada saluran pencernaanatas dan bawah juga menjasi sebuat faktor
penyebab. Oleh karena itu, setelah pemeriksaan ini, laksatif atau enema
biasanya digunakan untuk memastikan pengeluaran barium.
Pemeriksaan impaksi menggunakan jari di rektum harus
dilakukan secara lembut dan hati-hati. Walaupun pemeriksaan digital
(jari tangan) berada dalam ruang lingkup praktik keperawatan, beberapa
kebijakan lembaga memerlukan impaksi fekal secara digital.
Walaupun impaksi fekal secara umum dapat dicegah, kadng kala
dibutuhkan terapi untuk feses yang mengalami impaksi. Jika dicurigai
adanya impaksi fekal, klien sering kali diberikan suatu minyak sebagai
enema retensi, lalu diberikan enema pembersih pada 2 sampai 4 jam
kemudian, dan enema pembersih tambahan setiap hari, supositoria, atau
pelunak feses setiap hari. Jika upaya ini gagal, sering kali dibutuhkan
pengeluaran feses secara manual.
3. Diare
Diare menunjuk pada pengeluaran feses encer dan peningkatan
frekuensi defekasi. Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan
konstipasi dan terjadi akibat cepatnya pergerakan isi fekal di usus besar.
Cepatnya pergerakan kime mengurangi waktu usus besar untuk
menyerap kembali air dan elektrolit. Beberapa orang mengeluarkan feses
dengan frekuensi sering, tetapi diare tidak terjadi kecuali feses relatif
tidak terbentuk dan mengandung cairan yang berlebihan.
42
kekhawatiran dan rasa malu. Sering kali kram spasmodik dikaitkan
dengan diare. Bising usus meningkat. Dengan diare persisten, biasanya
terjadi iritasi di dareah anus yang meluas ke perineum dan bokong.
Keletihan, kelemahan, lelah dan emasiasi (kurus dan lemah) merupakan
akibar dari diare yang berkepanjangan.
Apabila penyebab diare adalah karena adanya iritan di saluran
usus, diare diduga sebagai suatu mekanisme pembilasan pelindung.
Namun, diare dapat mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit berat
di dalam tubuh, yang dapat terjadi dalam periode waktu singkat yang
menakutkan, terutama pada bayi, anak kecil, dan lansia.
Penyebab utama diare dan respon fisiologi tubuh:
Stress psikologis (mis., ansietas) Meningkatkan motilitas usus dan sekresi lendir
Obat-obatan
Inflamasi dan infeksi mukosa akibat pertumbuhan
Antibiotik
mikroorganisme usus yang berlebihan
Zat Besi Iritasi mukosa usus
Katartik Iritasi mukosa usus
Alergi terhadap makanan, cairan,
Pencernaan makann atau cairan yang tidak komplet
obat-obatan
Intoleransi terhadap makanan
Peningkatan motilitas usus dan sekresi lendir
atau cairan
Penurunan cairan absorpsi
Penyakit kolon (mis., Sindrom
Inflamasi mukosa sering kali menyebakan pembentukan
malabsorpsi penyakit Crohn)
tukak
4. Inkontinensia Alvi
43
Inkontinensia alvi (bowel), atau disebut juga inkontinensia fekal,
adalah hilangnya kemampuan volunter untuk mengontrol pengeluaran
fekal dan gas dari spingter anal. Inkontinensia dapat terjadi pada waktu-
waktu tertentu, seperti setelah makan, atau dapat terjadi secara tidak
teratur. Dua tipe inkontinensia alvi digambarkan: parsial dan mayor.
Inkontinensia parsial adalah ketidakmampuan untuk mengontrol flatus
atau mencegah pengotoran minor. Inkontinensia mayor adalah
ketidakmampuan untuk mengontrol feses pada konsistensi normal.
Inkontinensia fekal secara umum dihubungkan dengan gangguan
fungsi sfingter anal atau suplai sarafnya, seperti beberapa penyakit
neuromuskular, trauma medula spinalis, dan tumor pada otot sfingter
anal eksternal.
Inkontinensia fekal adalah masalah yang membuat distres
emosional yang pada akhirnya dapat menyebabkan isolasi sosial.
Penderita dapat menarik diri ke dalam rumahnya, atau jika di rumah
sakit, mereka tetap berada di dalam kamar mereka meminimalkan rasa
malu akibat pengotoran oleh fekal. Beberapa prosedur bedah digunakan
untuk penatalaksanaan inkontinensia fekal. Penatalaksanaan ini meliputi
perbaikan sfingter dan disversi fekal atau kolostomi.
5. Flatulens
Terdapat tiga sumber utama flatus:
a. Kerja bakteria dalam kime di usus besar.
b. Udara yang tertelan
c. Gas yang berdifusi di antara aliran darah dan usus.
44
Apabila gas dikeluarkan dengan meningkatkan aktivitas kolon
sebelum gas tersebut dapat diabsobsi, gas dapat dikeluarkan melalui
anus. Apabila gas yang berlebihan tidak dapat dikeluarkan melalui anus,
mungkin perlu memasukkan slang rektal untuk mengeluarkannya.
45
Hepatitis kronis terjadi perlahan, sehingga tanda dan gejala di atas dapat
terlalu samar untuk diperhatikan.
46
daerah dengan sanitasi yang buruk dan sebagai akibat dari konsumsi air
yang terkontaminasi oleh feses.
47
terjadinya pembesaran atau kerusakan organ hati, adanya cairan
didalam perut, tumor hati, kelainan kandung empedu, dan terkadang
pankreas.
Tes fungsi hati, dengan menggunakan sampel darah yang menentukan
efisiensi kerja hati. Tingginya kadar enzim hati dapat menandakan hati
yang sedang stres, rusak, atau tidak berfungsi dengan baik.
Biopsi hati, yang merupakan suatu prosedur invasif untuk mengambil
sampel jaringan hati dengan menggunakan jarum melalui kulit dan
tidak memerlukan operasi. Biopsi biasanya dilakukan dengan dibantu
oleh USG (ultrasound) untuk memandu pengambilan sampel untuk
biopsi. Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat menentukan infeksi atau
peradangan terjadi pada hati.
2.5.5 Pengobatan berdasarkan Tipe dan Kondisi Hepatitis
a. Hepatitis A
Tipe ini biasanya tidak membutuhkan pengobatan, karena
umumnya dapat sembuh dengan sendirinya dan hanya berlangsung
sesaat. Istirahat dianjurkan jika gejala menyebabkan ketidaknyaman.
Jika mengalami muntah atau diare, maka diperlukan hidrasi dan nutrisi
yang memadai. Vaksin hepatitis A tersedia sebagai pencegahan.
Biasanya vaksin diberikan pada bayi berusia antara 12-18 bulan. Vaksin
ini juga tersedia bagi orang dewasa dan dapat dikombinasikan dengan
vaksin hepatitis B.
b. Hepatitis B
Hepatitis B yang akut tidak memerlukan pengobatan yang
spesifik. Namun pasien hepatitis B kronis akan mendapatkan obat
antivirus. Pengobatan ini dapat berlangsung dalam hitungan bulan
bahkan tahun, dan membutuhkan evaluasi medis secara teratur,
termasuk untuk respons virus terhadap pengobatan. Vaksin Hepatitis B
dapat mencegah terjadinya penyakit ini.
c. Hepatitis C
Antivirus akan diberikan baik untuk hepatitis C akut maupun
kronis. Pasien hepatitis C kronis biasanya mendapatkan kombinasi dari
48
terapi antivirus. Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk menentukan
pengobatan yang terbaik untuk tipe ini. Orang yang menderita sirosis
karena hepatitis C mungkin dapat menjalani transplantasi hati. Untuk
sekarang ini, belum tersedia vaksin untuk Hepatitis C.
d. Hepatitis D
Belum ada antivirus yang tersedia untuk mengobati hepatitis D.
Hepatitis D dapat dicegah dengan pemberian vaksin hepatitis B. Sebab,
hepatitis D baru dapat terjadi jika muncul infeksi hepatitis B.
e. Hepatitis E
Sampai dengan saat ini, belum ada pengobatan khusus untuk tipe
ini. Karena biasanya infeksi ini terjadi secara akut, maka hepatitis E
akan sembuh dengan sendirinya. Pasien hepatitis tipe ini disarankan
untuk beristirahat dan minum dengan cukup, mengonsumsi cukup
nutrisi, serta menghindari alkohol. Wanita hamil dengan hepatitis E
memerlukan pengawasan dan penanganan yang ketat
f. Hepatitis Autoimun
Kortikosteroid seperti prednisone atau budesonide sangat penting
dalam penanganan awal autoimun hepatitis. Pengobatan ini efektif
untuk sekitar 80 persen penderita. Azothioprine, obat yang menekan
sistem imun sering dimasukkan ke dalam pengobatan dan dapat
digunakan dengan atau tanpa steroid. Alternatif pengobatan lainnya
selain azothioprine adalah dengan mycophenolate, tacrolimus,
cyclosporine.
2.5.6 Fungsi Hati yang Penting untuk Metabolisme
Hati terletak di bagian kanan atas perut. Hati melakukan banyak fungsi
penting yang memengaruhi metabolisme di seluruh tubuh, termasuk:
Produksi empedu, yang penting untuk pencernaan
Menyaring racun dari tubuh
Ekskresi bilirubin (produk dari sel darah merah yang rusak), kolesterol,
hormon, dan obat-obatan
Pemecahan karbohidrat, lemak, dan protein
49
Aktivasi enzim, yang merupakan protein khusus yang penting untuk
fungsi tubuh
Penyimpanan glikogen (sejenis gula), mineral, dan vitamin (A, D, E,
dan K)
Sintesis protein darah, seperti albumin
Sintesis faktor pembekuan
2.5.7 Cara Mencegah Hepatitis
1. Kebersihan
Menjaga kebersihan yang baik adalah salah satu cara utama untuk
menghindari tertular hepatitis A dan E. Jika Anda bepergian ke negara
berkembang, Anda harus menghindari air lokal, es, kerang dan tiram
mentah atau setengah matang, buah mentah dan sayuran.
Hepatitis B, C, dan D yang tertular melalui darah yang
terkontaminasi dapat dicegah dengan:
Tidak berbagi jarum narkoba
Tidak berbagi alat cukur
Tidak menggunakan sikat gigi orang lain
Tidak menyentuh darah yang tumpah
2. Vaksin
Penggunaan vaksin merupakan kunci penting untuk mencegah
hepatitis. Vaksinasi tersedia untuk mencegah perkembangan hepatitis A
dan B. Para ahli saat ini sedang mengembangkan vaksin terhadap
hepatitis C. Vaksinasi untuk hepatitis E ada di Tiongkok.
2.5.8 Komplikasi Hepatitis
50
Penyakit hepatitis B kronis atau C biasanya dapat menyebabkan masalah
kesehatan yang lebih serius. Karena virus memengaruhi hati, pengidap
hepatitis B atau C kronis berisiko untuk:
1) Penyakit hati kronis
2) Sirosis
3) Kanker hati
Ketika hati berhenti berfungsi secara normal, gagal hati bisa terjadi.
Komplikasi kegagalan hati termasuk:
1) Gangguan pendarahan
2) Penumpukan cairan di perut, yang dikenal sebagai ascites
3) Peningkatan tekanan darah di vena porta yang masuk ke hati Anda,
yang dikenal sebagai portal
4) Hipertensi
5) Gagal ginjal
6) Ensefalopati hati, yang dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan
ingatan, dan berkurangnya kemampuan mental karena penumpukan
racun, seperti amonia, yang memengaruhi fungsi otak
7) Kanker hati, yang merupakan bentuk kanker hati
8) Kematian
I. Identitas Klien
Nama : Tn. CR
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
51
Alamat : Bontang
Pekerjaan : Tukang Bangunan
Suku : Makassar
Pendidikan : SD
Tanggal Masuk : 17 – 5 – 2004
Tanggal Pengkajian : 18 – 5 – 2004
Sumber Informasi : Klien dan Keluarga
a. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas
b. Riwayat Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas dialami sejak 1 bulan yang lalu dan dirasakan
memberat 1 minggu terakhir. Nyeri terus-menerus seperti tertusuk – tusuk
tembus ke belakang. Mual (+). Klien cepat merasa kenyang.
Ket :
- Pada Generasi I , kakek dan nenek klien sudah meninggal, penyebab kematian
tidak diketahui
52
- Pada Generasi II, kedua orangtua klien juga sudah meninggal, penyebab
kematian tidak diketahui
- Klien berada pada Generasi III, anak terakhir dari 9 bersaudara. Kakak klien
yang ke-1 s.d. ke-7 sudah meninggal (penyebab tidak diketahui). Tidak ada yang
menderita penyakit yang sama dengan klien. Klien sudah berkeluarga dan
mempunyai anak 4 orang. Klien tinggal bersama istri dank e-4 orang anaknya
1. Aktivitas-Istirahat
Klien bekerja sebagai tukang bangunan dan waktunya dihabiskan hanya
untuk menyelesaikan pekerjaannya sedangkan untuk istirahat kurang.
Semenjak sakit, klien tidak dapat lagi melakukan pekerjaannya. Waktu tidur
pada malam hari mulai jam 21.30 WITA sampai jam 05.00 WITA tapi
semenjak sakit klien sering terbangun karena nyeri perutnya
Pemeriksaan Fisik : Tonus otot kuat. Berorientasi terhadap waktu, tempat
dan orang. ROM penuh. Tidak ada dispnea. Rentang perhatian baik dan
k,lien masih dapat melakukan ADLnya sendiri, misalnya b.a.b,b.a.k, dan
makan
2. Sirkulasi
Klien tidak ada riwayat hipertensi dan tidak ada masalah dengan
jantungnya. Klien tidak batuk. Tidak ada udema pada kaki
Pemeriksaan Fisik : TD = 110/80 mmHg, Nadi = 80 x/m, P= 24 x/m,
tidak ada udema , tidak ada napas pendek, tidak ada distensi vena jugularis.
Capillary refilling kurang dari 2 detik, Konjungtiva merah muda. Sklera
ikterik. Ekstremitas hangat bila disentuh
3. Eliminasi
Selama di RS klien tidak mengalami perubahan / masalah dalam b.a.b
dan b.a.k
Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan abdomen teraba pembesaran
hepar dan nyeri tekan pada hipokondria kanan, peristaltic usus (+) 20-22
/menit dengan durasi < 1 detik, ginjal dan kandung kemih tidak teraba
4. Reaksi Emosional
Klien merasa cemas dengan kondisinya saat ini, karena baru kali ini klien
menderita penyakit seperti ini. Tapi klien percaya pada semua tindakan
medis dan menyerahkan semuanya pada Tuhan. Dalam menghadapi
masalah, klien berusaha mencari penyelesaiannya dengan dibantu oleh
keluarga. Dan untuk biaya pengobatan klien tidak terlalu memikirkan,
karena ditanggung oleh pemerintah (JPS)
5. Makanan – Cairan
Klien biasa mengkonsumsi makanan nasi, sayur dan lauk pauk dengan
frekuensi 3 x sehari. Klien sering mengkonsumsi makanan yang pedas dan
53
kecut. Sejak di RS klien mengatakan nafsu makannya menurun. Klien hanya
bisa menghabiskan 2 sendok dari 1 porsi makanan yang disajikan. Klien
merasa mual dan nyeri ulu hati tidak ada
Pemeriksaan Fisik: TB = 155 cm BB = 48 kg
Perawakan kecil. Turgor kulit baik. Dasar kuku tampak ikterus. Rongga
mulut : bibir, lidah, tonsil, faring dan kelenjar saliva dalam batas normal.
Klien mengeluh terasa pahit pada tenggorokannya pada saat menelan
6. Higiene
Klien dapat melakukan ADLnya sehari – hari tapi tidak maksimal dan
untuk perawatan diri klien dibantu keluarga (lap basah 2 x sehari)
Pemeriksaan Fisik : Badan tidak berbau, kulit bersih, rambut dan kuku
tidak ada masalah / bersih
7. Neurologis
Klien saat ini tidak merasa pusing / sakit kepala hanya kadang – kadang
apabila baru bangun tidur. Sakit kepala (-), kesemutan (-). Tidak ada
gangguan dalam penglihatan dan pendengaran
Pemeriksaan Fisik : Sadar, pupil isokor. Bereaksi terhadap cahaya.
Genggaman tangan sama kuat. Berbicara jelas dan berorientasi terhadap
waktu, tempat dan orang.
8. Nyeri
Saat pengkajian klien merasa nyeri pada daerah perut kanan atas. Klien
selalu mencari posisi yang nyaman yaitu posisi klien menekan daerah yang
nyeri, sehingga nyerinya berkurang. Klien mengatakan nyerinya timbul
terus-menerus
Pemeriksaan Fisik : Ekspresi wajah meringis saat nyeri, kulit lembab,
terdapat pembesaran hepar, nyeri tekan (+)
9. Interaksi Sosial
Klien sudah menikah dan untuk membiayai hidup keluarganya, klien
bekerja sebagai tukang bangunan. Hubungan dengan istri dan anak –
anaknya baik dan yang menjadi pengambil keputusan adalah klien sendiri
dan dibantu anak-anaknya. Klien aktif dalam kegiatan yang ada di
lingkungan tempat tinggalnya
10. Keamanan
Klien tidak mempunyai alergi makanan dan obat-obatan serta riwayat
penyakit menular seksual (-). Klien tidak pernah mengalami kecelakaan
11. Penyuluhan dan Pembelajaran
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Makasssar. Pendidikan terakhir
SD. Klien kurang mendengar informasi mengenai penyebab penyakitnya dan
selama di RS sering bertanya-tanya seputar kondisinya sekarang. Klien
tampak gelisah dan ekspresi wajah tampak cemas. Klien menyerahkan
semua perawatan dan pengobatan pada dokter dan perawat. Harapan klien
54
untuk cepat sembuh dan berkumpul kembali bersama keluarga dan
beraktifitas seperti semula
12. Ventilasi
Klien tidak mengalami gangguan pada saluran pernapasan. Sesak napas
(-). Dispnea (-)
Pemeriksaan Fisik : Pernapasan 24 x/m. Irama dan frekuensi teratur
VI. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium:
Protein total : 6,62 gr/100 ml (6,6 – 8,7)
Albumin : 3,51 gr/100 ml (3,8 – 4,4)
BIlirubin total : 5,44 mg/100 ml ( 0,00 – 1,00)
Bilirubin direk : 4,16 mg/100 ml (0,00-0,30)
SGOT : 221 U/L (0-38)
SGPT : 107 U/L (0-41)
Alkali Phospahate : 777 U/L ( 0-270)
Ureum : 32,7 mg/100 ml (10-50)
Kreatinin : 0,76 mg/100 ml (0,0 – 1,1)
Asam Urat : 14,5 mg/100 ml (3,4 – 7,0)
Glukosa sewaktu : 65 mg/100 ml (140)
HbsAg : (+) / positif
VII. Pengobatan
B Comp 3x1
Vit C 3x1
Novalgin 1 amp/ drips/ 8 jam
KLASIFIKASI DATA
- Klien mengatakan nyeri pada perut - Nyeri tekan pada perut kanan atas
kanan atas - Porsi makan tidak dihabiskan
- Klien mengatakan nyerinya terus- - Klien gelisah
menerus - Mual (+)
- Klien mengatakan nafsu makan - Peristaltik usus (+)
berkurang - Klien selalu menekan daerah
- Klien mengatakan setiap kali makan perutnya yang nyeri
merasa mual - Sklera ikterus (+)
- Klien mengatakan tidak terlalu - Ekspresi wajah meringis (+)
mengerti tentang kondisi - Terdapat penbesaran hepar
penyakitnya - Klien sering bertanya-tanya tentang
kondisi penyakitnya
55
TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/m
P : 24 x/m
S : 36ºC
ANALISA DATA
proses transduksi,
transmisi,
modulasi, persepsi
2 nyeri Perubahan
Nutrisi
kurang dari
DS: Nyeri (akut) kebutuhan
- klien tubuh b.d.
mengatakan mual,
nafsu makan
56
berkurang Hepatitis muntah
- klien
mengatakan
setiap kali Invasi virus
makan merasa
mual
DO: Kerusakan sel
- porsi makan parenkim hati
tidak dihabiskan terutama reticulum
- mual (+) endoplasma
- peristaltik usus
(+)
Sekresi empedu
terganggu
3 Gangguan
metabolisme GI
Kurang
Anoreksia, mual, pengetahuan
vomitus tentang
DS : kondisi,
- klien megatakan prognosis
tidak terlalu Gangguan nutrisi dan
mengerti tentang kebutuhan
kondisi Perubahan status pengobatan
penyakitnya kesehatan b.d. tidak
DO : mengenal
- klien sering sumber
bertanya- tanya Kurang informasi informasi
tentang kondisi
penyakitnya
- klien gelisah Kesalahan
interpretasi
Kurang
pengetahuan
57
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
58
- tidak terjadi nutrisi bagi klien dan mual muntah
penurunan BB keluarga terutama saat klien - meningkatkan
yang sakit pengetahuan klien dan
berlebihan 4. Beri umpan balik positif saat keluarga tentang nutrisi
klien mau berusaha sehingga motivasi untuk
menghabiskan makanannya makan meningkat
- motivasi dan
5. Penatalaksanaan pemberian meningkatkan semangat
multivitamin makan klien
59
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Jam 13.00
Selasa, 1 11.00 1. Mengkaji karakteristik
18 Mei nyeri dan S: klien
2004 ketidaknyamanan mengatakan
Hasil : masih nyeri pada
- Nyeri pada perut kanan atas, perut kanan
tembus ke belakang dan atasnya
berlangsung secara terus-
menerus O:
- Nyeri pada skala 6 (sedang) - ekspresi wajah
2. Mengobservasi Tanda- meringis
Tanda Vital - nyeri tekan pada
Hasil : perut kanan atas
TD = 110/80 mmHg - klien gelisah
N = 80 x/m
P = 24 x/m A: masalah
S = 36 0 C belum teratasi
3. Mengajarkan teknik
relaksasi dengan P: Lanjutkan
mengusap daerah sekitar intervensi 1,2,3,
nyeri dan 4
Hasil :
12.00 Klien belum bisa
bertoleransi dengan nyeri
4. Penatalaksanaan dalam
pemberian analgetik
Hasil :
Pemberian obat Novalgin 1
2 amp / drips
1. Meng
kaji pola makan klien S: Klien
mengatakan
60
Hasil : masih merasa
- klien makan tiga kali /hari mual
- jenis makanan : bubur dan
lauk (TKTP) O:
2. Memberi makan dalam - porsi tidak
porsi kecil dan dengan dihabiskan
frekuensi sering dan - klien makan 3
sesuai selera sendok
Hasil : - mual (+)
- klien hanya makan / - infuse terpasang
menghabiskan 3 sendok RL
- tiap kali makan klien - minum 250 cc/hr
mengeluh terasa pahit pada
tenggorokan pada saat A: Masalah
menelan belum teratasi
3. Menjelaskan manfaat
makanan / nutrisi bagi klien P: Lanjutkan
dan keluarga intervensi 1,2,4,5
Hasil: dan 6
Klien mengerti tentang
manfaat makanan terutama
TKTP
4. Memberi umpan balik
positif saat klien mau
menghabiskan makanannya
Hasil :
Klien ada kemauan untuk
menghabiskan makanannya
12.05 tapi klien takut karena kalau
berusaha makan banyak
akan mual dan bahkan
muntah
5. Penatalaksanaan
pemberian multivitamin dan
cairan per IV
Hasil :
- klien minum Vit C + B Comp
3 = 1:1
- Infus terpasang dangan RL
- Klien minum 250 cc / hari
6. Menimbang berat badan
klien
61
Hasil :
Berat badan klien = 48 kg S: klien
mengatakan
sudah mulai
1. Mengkaji tingkat mengerti tentang
pemahaman proses penyakit, proses
harapan dan proses penyakitnya tapi
pengobatan belum puas
Hasil :
Pemahaman klien tentang O: klien masih
proses penyakit dan sering bertanya –
pengobatan masih kurang tanya tentang
3. Memb penyakitnya
erikan informasi khusus
tentang pencegahan dan A: Masalah
penularan penyakit, teratasi sebagian
contoh : untuk
pencegahan, spt : klien P: Lanjutkan
disuruh istirahat yang intervensi 2 dan
cukup sedangkan untuk 4
penularan, spt : melalui
keringat
Hasil :
Klien mengerti dan paham
tapi masih sering bertanya
4. Menjelaskan pentingnya
istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktifitas
Hasil :
Rabu, 1 09.00 Klien mengerti dan akan
19 Mei beristirahat semaksimal
2004 mungkin
5. Menganjurkan perlunya
menghindari makanan/
minuman beralkohol
yang dapat memperberat
penyakitnya
Hasil :
Klien menyadari / tobat dan Jam 13.00
tidak akan mengkonsumsi
minuman/ makanan S: klien
62
beralkohol seumur hidup mengatakan
masih nyeri pada
perut kanan
1. Mengkaji karakteristik nyeri atasnya
dan ketidaknyamanan
Hasil : O:
- Klien mengatakan nyeri - sifat nyeri hilang –
masih ada tapi sifatnya hilang- timbul (timbulnya
timbul serangan nyeri tiap
- serangan nyeri sejak pukul 10 menit)
12.00 08.00-1400 muncul 6 kali - ekspresi wajah
2. Mengobservasi Tanda- meringis
Tanda Vital A: masalah
Hasil : belum teratasi
TD = 110/70 mmHg
N = 80 x/m P: Lanjutkan
2 P = 24 x/m intervensi 1,2,3,
S = 36 0 C dan 4
3. Mengajarkan teknik
relaksasi dengan mengusap
daerah sekitar nyeri
Hasil :
Klien belum bisa
bertoleransi dengan nyeri
4. Penatalaksanaan dalam
pemberian analgetik
Hasil :
Pemberian obat Novalgin 1 S: Klien
amp / drips mengatakan
masih merasa
1. Mengkaji pola makan mual
klien sekarang
Hasil : O:
- klien makan tiga kali /hari - porsi tidak
- jenis makanan : bubur dan dihabiskan
lauk (TKTP) - klien makan 3
2. Memberi makan dalam sendok
porsi kecil dan dengan - mual (+)
frekuensi sering dan sesuai - infuse terpasang
selera RL
Hasil : - minum 250 cc/hr
- klien hanya makan /
63
menghabiskan 3 sendok
12.05 - tiap kali makan klien A: Masalah
mengeluh terasa pahit pada belum teratasi
tenggorokan pada saat
menelan
P: Lanjutkan
4. Memberi umpan balik intervensi 1,2,4,5
positif saat klien mau dan 6
menghabiskan makanannya
Hasil :
Klien ada kemauan untuk
menghabiskan makanannya
tapi klien takut karena kalau
berusaha makan banyak
akan mual dan bahkan
3 muntah
6. Penatalaksanaan pemberian
multivitamin dan cairan per IV
Hasil :
- klien minum Vit C + B Comp
= 1:1
- Infus terpasang dangan RL
- Klien minum 250 cc / hari
7. Menimbang berat badan klien
Hasil :
Berat badan klien sama
se[perti kemarin = 48 kg
64
4. Menganjurkan perlunya
menghindari makanan/ A: Masalah
minuman beralkohol yang teratasi
dapat memperberat
penyakitnya P: -
Hasil :
Klien menyadari / tobat dan
tidak akan mengkonsumsi
minuman/ makanan
beralkohol seumur hidup
1. Mengkaji karakteristik
nyeri dan
ketidaknyamanan Jam 13.00
Hasil :
- Klien mengatakan nyeri S: Klien
12.00 masih ada tapi sifatnya hilang- mengatakan
timbul masih nyeri pada
- serangan nyeri sejak pukul perut kanan
08.00-1400 muncul 4 kali atasnya
5. Mengobservasi Tanda-
Tanda Vital O:
2 Hasil : - Klien tampak
TD = 120/70 mmHg sudah disa
N = 82 x/m beradaptasi dengan
P = 24 x/m nyerinya
S = 36,2 0 C - Ekspresi wajah
3. Mengajarkan teknik tampak ceria
relaksasi dengan mengusap
daerah sekitar nyeri A: masalah
Hasil : teratasi sebagian
Klien sudah dapat
bertoleransi dengan nyerinya P: Lanjutkan
4. Penatalaksanaan dalam intervensi 1,2,3,
pemberian analgetik dan 4
Hasil :
Pemberian obat Novalgin 1
amp / drips
65
Hasil :
- klien makan tiga kali /hari
- jenis makanan : bubur dan
lauk (TKTP) S: Klien
2. Memberi makan dalam mengatakan
12.05 porsi kecil dan dengan masih merasa
frekuensi sering dan sesuai mual
selera
Hasil : O:
- klien menghabiskan porsi - porsi tidak
makan 6 sendok dihabiskan
- klien masih mengeluh terasa - klien makan 6
pahit pada tenggorokan pada sendok
saat menelan - mual (+)
- infuse terpasang
5. Memberi umpan balik RL
positif saat klien mau - minum 1000
menghabiskan makanannya cc/hr
Hasil :
Klien ada kemauan untuk A: Masalah
menghabiskan makanannya belum teratasi
tapi klien takut karena kalau
berusaha makan banyak P: Lanjutkan
akan mual dan bahkan intervensi 1,2,4,5
muntah dan 6
6. Penatalaksanaan pemberian
multivitamin dan cairan per
IV
Hasil :
- klien minum Vit C + B Comp
= 1:1
- Infus terpasang dangan RL
- Klien minum 1000 cc / hari
7. Menimbang berat badan
klien
Hasil :
Berat badan klien sama
seperti kemarin = 48 kg
Evaluasi
66
1. Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan
dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi.
2. Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam
nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya).
3. Tidak terjadi peningkatan suhu. 4.Tidak terjadi keletihan.
4. Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus.
5. Pola nafas adekuat.
6. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
67
2.7 GANGGUAN PENCERNAAN AKIBAT OBSTRUKSI (ILEUS
OBSTUKTIF)
2.7.1 Anatomi
68
Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal.
Panjang usus halus sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi
sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi menjadi duodenum,
ligamentum treitz yaitu suatu pita muskulo fibrosa yang berperan sebagai
tercerna kedalam usus besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup
illeus sekal juga mencegah terjadinya refluk dari usus besar ke dalam
usus halus.
sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus sekal yaitu pada apeks
sekum.
Dinding usus halus terdiri dari empat lapisan dasar yang paling
69
menyerupai kipas yang menggantung jejenum dan ileum dari dinding
menggantung dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan
visera abdomen.
dari serabut serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam
dengan panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang
70
setiap villus. Valvula coni ventes vili dan mikrovilli sama-sama
2.7.2 Fisiologi
dimulai!dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, HCL, Pepsin, mucus
lemak dan protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan
limfe untuk digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air,
usus halus namun terdapat tempat tempat absorbsi khusus bagi zat-zat
gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino dan lemak hampir selesai pada
71
duodenum dengan bantuan garam-garam empedu. Sebagian besar
vitamin yang larut dalam air diabsorbsi dalam usus halus bagian atas.
ileum terminalis dan masuk kembali ke hati. Siklus ini disebut sebagai
2.7.3 Definisi
d. Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan
oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli
cairan dan gas di lumen usus.
2.7.4 Etiologi
a. Adhesi (perlekatan usus halus) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan
oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang
72
sekitar 5% dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam
hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat menimbulkan ileus
obstruktif di dalam masa anak-anak.
g. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong
empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau
usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus,
umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang
menyebabkan obstruksi.
73
i. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
2.7.5 Insiden
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa
ileus obstruksi. Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000
menderita ileus obstruksi setiap tahunnya.Di Indonesia tercatat ada 7.059
kasus ileus paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan
7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia.
2.7.6 Jenis-jenis Obstruksi
Terdapat 2 jenis obstruksi :
a. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau
trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi
tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
b. Obstruksi mekanik
74
mengganggu suplai darah, kematian jaringan dan menyebabkan
gangren dinding usus.
2.7.7 Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus
adalah sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan
oleh penyebab mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada
obstruksi paralitik peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada
obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke
dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum
mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus
adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini menjadi tempat
perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70%
dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian
proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra
lumen.
Hal ini dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas
kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit diperitoneal. Dengan
peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi cairan
diusus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan
sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian
proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi
abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah
ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus. Pada
usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler
dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan
adanya perforais akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam
sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis. Masalah lain yang timbul
dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan peningkatan
sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif yang
75
akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi
kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat
menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang
berlebih berdampak pada penurunanan curah jantung sehingga darah
yang dipompakan tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh tubuh
sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal.
Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme
anaerob yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis
metabolic. Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan merangsang
pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus prksimal dan pelepasan
aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian distal sehingga
terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal
untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis
metabolic. (Price &Wilson, 2007)
76
2.7.8 Manifestasi Klinik
a. Mekanik sederhana
Usus Halus Atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas,
distensi, muntah, peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b. Mekanik sederhana
Usus Halus Bawah
77
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,
bising usus meningkat, nyeri tekan abdomen.
c. Mekanik sederhana
Kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang
muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan
bising usus, nyeri tekan abdomen.
d. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn.
Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
e. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus
menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
(Price &Wilson, 2007)
Gejala ileus obstruktif tersebut bervariasi tergantung kepada
(Winslet,2002;Sabiston,1995).
1. Lokasi obstruksi
2. Lamanya obstruksi
3. Penyebabnya
4. Ada atau tidaknya iskemia usus
2.7.9 Pemeriksaan Penunjang
Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatan sigmoid yang tertutup.
Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis
dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh
lipatan usus.
Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis
metabolic.
78
2.7.10 Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda
- tanda vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus
obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit
sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat.
Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda
vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena,
diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi
gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik
untuk mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi
kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan
hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau
pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya
berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka
tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka
reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada umumnya dikenal 4
macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi ileus:
1. Koreksi sederhana (simple correction).
79
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk
membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
2. Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari
tempat obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat
anastomosis ujung-ujung usus untuk mempertahankan
kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi
ileus, kadang- kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus
dan anastomosis.
2.7.11 Komplikasi
80
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit pada usus.
Golongan darah O A
81
29 Mei 2003 klien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi seperti
diiris-iris dan ditusuk-tusuk, nyeri terasa sampai ke samping kiri/ kanan
perut nyeri lebih terasa apabila klien melakukan pernafasan perut. Nyeri
ilang apabila klien tenang dan tidak merasa tegang pada daerah perut.
Intensitas nyeri ± 3 – 5 menit.
b. Riwayat penyakit dahulu.
Klien pernah menderita penyakit yang sama dengan riwayat
operasi 2 kali yaitu pada tahun 2001 di RSUD Ulin, 2002 di RS Islam
dan yang terakhir di RSUD Ulin, tidak ada riwayat hypertensi, penyakit
menular ataupun keganasan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada diantara anggota keluarga yang mengalami sakit
seperti klien, tidak ada diantara keluarga yang mempunyai riwayat
hypertensi, penyakit menular atau keganasan.
C. Diagnostik Test
1) Pemeriksaan sinar X: akan menunjukkan kuantitas abnormal dari gas
dan cairan dalam usus.
2) Pemeriksaan simtologi
3) Hb dan PCV: meningkat akibat dehidrasi
4) Leukosit: normal atau sedikit meningkat
5) Ureum dan eletrolit: ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah
6) Rontgen toraks: diafragma meninggi akibat distensi abdomen
7) Rontgen abdomen dalam posisi telentang: mencari penyebab (batu
empedu, volvulus, hernia).
8) Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat obstruktif.
D. Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi
1. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering.
Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia
dan massa abdomen. Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus
(Gambar 2.4) yang bisa bekorelasi dengan mulainya nyeri kolik
yang disertai mual dan muntah. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995; Sabara, 2007)
2. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi
peritoneum apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defance
musculair’ involunter atau rebound dan pembengkakan atau massa
yang abnormal (Sabiston, 1995; Sabara, 2007).
3. Auskultasi
82
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran
episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush’)
diantara masa tenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan
penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik
(sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan
adalah pemeriksaan rektum dan pelvis. Ia bisa membangkitkan
penemuan massa atau tumor serta tidak adanya feses di dalam kubah
rektum menggambarkan ileus obstruktif usushalus. Jika darah
makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di dalam rektum, maka
sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
intrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum
menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
83
5. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L,
Cl: 94-111 mmol/L).
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital: N, TD, 2. Perubahan yang drastis pada tanda-
P, S tanda vital merupakan indikasi
kekurangan cairan.
3. Observasi tingkat kesadaran dan 3. kekurangan cairan dan elektrolit
tanda-tanda syok dapat mempengaruhi tingkat
kesadaran dan mengakibatkan syok.
4. Observasi bising usus pasien tiap 1- 4. Menilai fungsi usus
2 jam
5. Monitor intake dan output secara 5. Menilai keseimbangan cairan
ketat
6. Pantau hasil laboratorium serum 6. Menilai keseimbangan cairan dan
elektrolit, hematokrit elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien dan 7. Meningkatkan pengetahuan pasien
keluarga tentang tindakan yang dan keluarga serta kerjasama antara
dilakukan: pemasangan NGT dan perawat-pasien-keluarga.
puasa.
8. Kolaborasi dengan medik untuk 8. Memenuhi kebutuhan cairan dan
pemberian terapi intravena elektrolit pasien.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
2. Berat badan stabil.
3. Pasien tidak mengalami mual muntah.
Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual 1. Mempengaruhi pilihan
yang mempengaruhi intervensi.
kemampuan untuk mencerna
makanan, mis: status puasa,
mual, ileus paralitik setelah
84
Intervensi Rasional
selang dilepas. 2. Menentukan kembalinya
2. Auskultasi bising usus; peristaltik ( biasanya dalam 2-4
palpasi abdomen; catat pasase hari ).
flatus. 3. Meningkatkan kerjasama
3. Identifikasi kesukaan / pasien dengan aturan diet.
ketidaksukaan diet dari pasien. Protein/vitamin C adalah
Anjurkan pilihan makanan kontributor utuma untuk
tinggi protein dan vitamin C. pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4. Sindrom malabsorbsi dapat
terjadi setelah pembedahan usus
4. Observasi terhadap terjadinya halus, memerlukan evaluasi
diare; makanan bau busuk dan lanjut dan perubahan diet, mis:
berminyak. diet rendah serat.
5. Mencegah muntah.
Menetralkan atau menurunkan
5. Kolaborasi dalam pemberian pembentukan asam untuk
obat-obatan sesuai indikasi: mencegah erosi mukosa dan
Antimetik, mis: proklorperazin kemungkinan ulserasi.
(Compazine). Antasida dan
inhibitor histamin, mis:
simetidin (tagamet).
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas
akibat adanya distensi abdomen
dapat mempengaruhi
peningkatan hasil TTV.
85
Intervensi Rasional
3. Kaji bising usus pasien 3. Berkurangnya/hilangnya
bising usus menyebabkan terjadi
distensi abdomen sehingga
mempengaruhi pola nafas.
4. Tinggikan kepala tempat tidur 4. Mengurangi penekanan pada
40-60 derajat paru akibat distensi abdomen.
5. Observasi adanya tanda-tanda 5. Perubahan pola nafas akibat
hipoksia jaringan perifer: adanya distensi abdomen dapat
cianosis menyebabkan oksigenasi perifer
terganggu yang dimanifestasikan
dengan adanya cianosis.
6. Mendeteksi adanya asidosis
6. Monitor hasil AGD respiratorik.
7. Meningkatkan pengetahuan
7. Berikan penjelasan kepada dan kerjasama dengan keluarga
keluarga pasien tentang pasien.
penyebab terjadinya distensi
abdomen yang dialami oleh
pasien 8. Memenuhi kebutuhan
8. Laksanakan program medic oksigenasi pasien
pemberian terapi oksigen
86
Intervensi Rasional
terapi pencahar (Laxatif) menyebabkan akumulasi gas di
dalam lumen usus sehingga
terjadi distensi abdomen.
5. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga serta untuk
meningkatkan kerjasana antara
perawat-pasien dan keluarga.
6. Membantu dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P tiap 1. Nyeri hebat yang dirasakan pasien
shif akibat adanya distensi abdomen
dapat menyebabkan peningkatan
hasih TTV.
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik 2. Mengetahui kekuatan nyeri yang
dan skala nyeri yang dirasakan dirasakan pasien dan menentukan
pesien sehubungan dengan adanya tindakan selanjutnya guna mengatasi
distensi abdomen nyeri.
3. Berikan posisi yang nyaman: posisi 3. Posisi yang nyaman dapat
semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik 4. Relaksasi dapat mengurangi rasa
relaksasi tarik nafas dalam saat nyeri
merasa nyeri
5. Anjurkan pasien untuk 5. Mengurangi nyeri yang dirasakan
menggunakan tehnik pengalihan saat pasien.
merasa nyeri hebat.
6. Kolaborasi dengan medic untuk 6. Analgetik dapat mengurangi rasa
terapi analgetik nyeri
87
f. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan:
Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi Rasional
1. Observasi adanya 1. Rasa cemas yang dirasakan
peningkatan kecemasan: wajah pasien dapat terlihat dalam
tegang, gelisah ekspresi wajah dan tingkah
laku.
2. Kaji adanya rasa cemas yang 2. Mengetahui tingkat
dirasakan pasien kecemasan pasien.
3. Berikan penjelasan kepada 3. Dengan mengetahui tindakan
pasien dan keluarga tentang yang akan dilakukan akan
tindakan yang akan dilakukan mengurangi tingkat kecemasan
sehubungan dengan keadaan pasien dan meningkatkan
penyakit pasien kerjasama
4. Berikan kesempatan pada 4. Dengan mengungkapkan
pasien untuk mengungkapkan kecemasan akan mengurangi
rasa takut atau kecemasan yang rasa takut/cemas pasien
dirasakan
5. Pertahankan lingkungan yang 5. Lingkungan yang tenang dan
tenang dan tanpa stres. nyaman dapat mengurangi
stress pasien berhadapan
dengan penyakitnya
6. Dorong dukungan keluarga 6. Support system dapat
dan orang terdekat untuk mengurani rasa cemas dan
memberikan support kepada menguatkan pasien dalam
pasien memerima keadaan sakitnya.
IV. Evaluasi
Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan
1. Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang
2. Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit
3. Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan
ketetapan jumlah dan konsistensi
4. Mendapat nutrisi yang optimal
5. Tidak adanya depresi pernafasan
6. Tidur/istirahat tidak ada gangguan
7. Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal
88
8. Menunjukkan rileks dan tidak cemas
9. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya
89
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menjalankan fungsi sistem pencernaan maka membutuhkan organ yang
mampu melaksanakan fungsinya, sehingga untuk menjalankan fungsi tersebut
terdapat beberapa organ pencernaan antara lain, mulut, faring, esofagus,
lambung, usus kecil, dan usus besar. Kemudian untuk mendukung fungsi
tersebut juga terdapat organ tambahan yaitu kelenjar saliva, gigi, hati (liver),
kandung kemih (gall baldder), pankreas, dan mesenteries. Fungsi utama dari
sistem pencernaan adalah mecerna makanan baik secara fisik ataupun kimia,
dengan proses Ingestion (Ingesti), Mastication (Mengunyah), Propulsion
(Mendorong), Mixing, Sekresi, Digestion, Absorption, Elimination.
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau feses. Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau
pengeluaran sisa metabolisme berupa feses yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus.
Hepatitis adalah peradangan pada hati atau liver. Hepatitis bisa
disebabkan oleh infeksi virus, bisa juga disebabkan oleh kondisi atau penyakit
lain, seperti kebiasaan mengonsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu,
atau penyakit autoimun. Jika disebabkan oleh infeksi virus, hepatitis bisa
menular.
Obstruksi Ilius adalah gangguan aliran isi usus yang bisa disebabkan
oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas
di lumen usus. Obstruksi ilius terbagi menjadi dua:
7. Obstruksi Paralitik: Peristaltik usus dihambat sebagian akibat
pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom
pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah tidak terganggu dan
kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
8. Obstruksi Mekanik: Obstruksi mekanik digolongkan sebagai
obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung
tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena lengkung tertutup tidak dapat
didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan
90
penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi) sehingga
menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik
yang berkepanjangan. usus.
3.2 Kritik dan Saran
Kami sebagai penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan
didalamnya. Untuk itu, penyusun mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
penyusun mohon maaf yang sebesar-besarnya.
91
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 7 Volume 2. Jakarta:
EGC.
M. Wilkinson, Judith dan R.A, Nancy. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi
9. Jakarta: EGC
Rahayu Rejeki handayani, bahar asril. Buku ajar ilmu penyakit Dalam. Jakarta :
Departemen Pendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jilid III edisi IV ; 2007. 1405-1410
92
https://doktersehat.com/apa-itu-penyakit-hepatitis-dan-macamnya/
https://www.sehatq.com/penyakit/hepatitis
93