2365 - PKL Bab 1 Dan 2
2365 - PKL Bab 1 Dan 2
Disusunoleh :
KELOMPOK 2
RAHMAT BIMA SAKTI ARIYANTO
3. Mengetahui masalah kesehatan pada daerah rawa gambut dan aliran sungai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambut adalah bahan berwarna hitam kecoklatan yang terbentuk dalam kondisi
asam, dan kondisi anaerobik lahan basah. Gambut terdiri dari bahan organik yang
sebagian terurai secara bebas dengan komposisi lebih dari 50% karbon. Gambut terdiri
dari lumut Sphagnum, batang, dan akar rumput-rumputan sisa-sisa hewan, sisa-sisa
tanaman, buah, dan serbuk sari. Tidak seperti ekosistem lainnya, tanaman/hewan yang
mati di lahan gambut tetap berada dalam lahan gambut tanpa mengalami pembusukan
sampai ratusan bahkan ribuan tahun. Ini terjadi karena kondisi air yang selalu
menggenang, dimana terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan terhambatnya
mikroorganisme untuk melakukan pembusukan tanaman/hewan yang sudah mati secara
cepat. Hal tersebut menyebabkan materi organik di lahan gambut mudah di identifikasi.
Pembentukan gambut merupakan proses yang sangat lambat dan hal ini memerlukan
waktu sekitar 10 tahun untuk membentuk 1 cm gambut (Dion dan Nautiyal, 2008).
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi
terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut
merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses
deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada
umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986 dalam Agus dan Subiksa,
2008).
Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara
perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan
melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi
antara lapisan gambut dengan lapisan di bawahnya berupa tanah mineral. Tanaman
berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara
membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh (Agus dan
Subiksa, 2008).
2.1.2 Klasifikasi Gambut
ambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi
terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan
rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut
merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses
deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang pada
umumnya merupakan proses pedogenik (Hardjowigeno, 1986 dalam Agus dan Subiksa,
2008). Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara
perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati dan
melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan transisi
antara lapisan gambut dengan lapisan di bawahnya berupa tanah mineral. Tanaman
berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau dangkal ini dan secara
membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut menjadi penuh (Agus dan
Subiksa, 2008).
4
Semua sebaran endapan gambut berada pada kelompok sedimen alluvium rawa
zaman kuarter Holosen. Lokasi gambut umumnya berada dekat pantai hingga puluhan
kilometer ke pedalaman. Ketebalan maksimum gambut yang pernah diketahui mencapai
15 m di Riau (Tjahjono, 2007). Endapan gambut terdapat di atas permukaan bumi,
sehingga endapan gambut dapat dikenal dan dibedakan secara megaskopis di lapangan.
Salah satu cara mengenal endapan gambut secara megaskopis adalah berdasarkan ciri
sifat fisiknya yang sangat lunak menyerupai tanah, lumpur atau humus yang berasal dari
gabungan bagian tumbuhan yang sudah membusuk seperti daun, batang, ranting dan
akar. Tingkat pembusukan tumbuhan umumnya ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan biotik maupun abiotik. Faktor biotik seperti mikroba tanah yang bersifat
aerob maupun anaerob yang berguna untuk mendekomposisi bahan-bahan organik
(lignin, selulosa, kitin, asam humik dan lain-lain) menjadi mineral tanah (Yuleli, 2009).
Sifat Fisik
Endapan gambut umumnya berwarna coklat muda hingga coklat tua sampai
gelap kehitaman, sangat lunak, mudah ditusuk, mengotori tangan, bila diperas
mengeluarkan cairan gelap dan meninggalkan ampas sisa tumbuhan yang didapat dari
permukaan bumi hingga beberapa meter tebalnya. Endapan gambut di permukaan dapat
ditumbuhi berbagai spesies tumbuhan mulai dari spesies lumut, semak hingga
pepohonan besar. Gambut yang berwarna lebih gelap biasanya menunjukkan tingkat
pembusukan lebih cepat. Secara makroskopis gambut tropis umumnya terdiri atas sisa-
sisa akar, batang dan daun dalam jumlah yang berlimpah, sebaliknya gambut lumut
didominasi oleh sisa tumbuhan lumut seperti
Sifat Kimia
5
humat sekitar 10 hingga 20 persen dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin,
selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya (Agus
dan Subiksa, 2008).
berikut:
Secara umum keasaman tanah gambut berkisar antara 3-5 dan semakin tebal bahan
organik maka keasaman gambut meningkat. Gambut pantai memiliki keasaman lebih
rendah dari gambut pedalaman. Kondisi tanah gambut yang sangat asam menyebabkan
kahat hara N, P, K, Ca, Mg, B, dan Mo (Yuleli, 2009).
Keasaman tanah gambut disebabkan oleh kandungan asam amino organik yang
terdapat pada koloid gambut. Dekomposisi bahan organik pada kondisi anaerob
menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat yang mengakibatkan
keasaman gambut meningkat. Selain itu terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat
dapat meracuni tanaman pertanian. Jika tanah lapisan bawah mengandung pirit,
pembuatan parit drainase dengan kedalaman mencapai lapisan pirit akan menyebabkan
pirit teroksidasi dan menyebabkan meningkatnya keasaman gambut (Sabiham, 1993
dalam Yuleli, 2009).
6
Sifat Biologis
Gambut dapat memelihara daur hidrologi karena sifat hidrofilik yang kuat
kearah horizontal namun lemah ke arah vertikal. Akibatnya lapisan atas gambut sering
mengalami kekeringan meskipun lahan bawahnya basah sehingga menyulitkan pasokan
air untuk perakaran tumbuhan pada musim kemarau, karena sifat gambut yang kering
tidak kembali bila kekeringan dalam kondisi yang ekstrim (Yuleli, 2009).
Menurut Hartati et al. (2011) tanah gambut memiliki tingkat kemasaman yang
rendah. Gambut dangkal dengan kedalaman < 150 cm memiliki tingkat kemasaman
antar pH 4,0-5,1 sedangkan pada gambut dalam tingkat kemasamanya antara pH
3,1-3,9 (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian,
2008). Tingkat kemasaman tanah gambut di Indonesia berkisar antar pH < 4.
Menurut Syahruddin dan Nuraini (1997) tingkat kemasaman ini memiliki hubungan
erat dengan kandungan asam organik. Bahan organik yang telah terdekomposisi
mempunyai gugus reaktif karboksil dan fenol yang bersifat sabagai asam lemah
yang menimbulkan sifat asam pada tanah gambut. Tingkat kemasaman tanah
gambut cenderung turun pada tingkat kedalam gambut yang dangkal (Suhardjo dan
Widjaja, 1976).
7
Dampak Pembakaran Lahan Gambut Saharjo (1999) menyatakan bahwa baik di
areal HTI, hutan alam dan perladangan berpindah dapat dikatakan bahwa 99% penyebab
kebakaran hutan di Indonesia adalah berasal dari ulah manusia, baik itu sengaja dibakar
atau karena api lompat yang terjadi akibat kelalaian pada saat penyiapan lahan.
Pembakaran selain dianggap mudah dan murah juga menghasilkan bahan mineral yang
siap diserap oleh tumbuhan. Monde (2008) menyatakan banyaknya jumlah bahan bakar
yang dibakar di atas lahan akhirnya akan menyebabkan asap tebal dan kerusakan
lingkungan yang luas. Kebakaran hutan atau lahan gambut secara nyata menyebabkan
terjadinya degradasi atau rusak antara lain :
8
6) Gambut menyimpan cadangan karbon, apabila terjadi kebakaran maka akan
terjadi emisi gas karbondioksida dalam jumlah besar. Sebagai salah satu gas
rumah kaca, karbondioksida merupakan pemicu terjadinya pemanasan global.
B. Ganguan terhadap kesehatan manusia
9
2.2 Daerah Aliran Sungai
10
dataran rendah yang sebagian besar merupakan kawasan gambut yang masih tersisa
yang di prediksikan menyimpan cadangan karbon yang besar. Wilayah DAS Kahayan
ini juga merupakan wilayah strategis nasional yang di tetapkan oleh pemerintah.
Kecamatan Pahandut adalah salah satu diantara 5 (lima) Kecamatan yang ada di
Kota Palangka Raya dengan luas wilayah 117,25 Km2 dengan topografi terdiri dari
tanah datar, berawa-rawa dan dilintasi oleh sungai Kahayan. Secara administrasi sebelah
Utara berbatasan dengan Kecamatan Kahayan Tengah, sebelah Timur berbatasan
dengan Kecamatan Sebangau, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sebangau,
sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Jekan Raya.
DAS atau daerah aliran sungai sangat berpengaruh dalam penyebaran penyakit
karena termasuk kedalam ekosistem. Penyakit yang paling sering diderita masyarakat
yang tinggal di daerah pinggiran sungai adalah influenza, lalu disusul dengan muntaber
dan diare, penyakit kulit dan juga ISPA atau infeksi saluran pernapasan atas.
Hutan dan lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem lahan basah
Keberadaan ekosistem hutan dan lahan gambut saat ini semakin terus terancam, karena
status eksistensinyamendapat tekanan sangat berat oleh berbagai aktivitas dan kegiatan
manusia yang tidak ramah lingkungan. Ribuan penduduk dilaporkan menderita penyakit
infeksi saluran pernafasan, sakit mata dan batuk sebagai akibat dari asap kebakaran.
Kebakaran gambut juga menyebabkan rusaknya kualitas air, sehingga air menjadi
kurang layak untuk diminum. Masalah kesehatan yang sering dijumpai yaitu urgensi
penyediaan akses sanitasi yang layak bagi masyarakat di Indonesia, khususnya
masyarakat pedesaan kian mendesak. Faktor penyebab penularan penyakit seperti diare,
kolera, disentri, hepatitis A, tifus, polio, serta terhambatnya pertumbuhan pada balita
merupakan akibat dari sanitasi yang tidak layak. Berdasarkan profil kesehatan masih
terdapat keluarga di daerah sekitar sungai yang menggunakan penampungan akhir
kotoran/tinja di sungai.kabupaten Barito Kuala telah ikut serta dalam program
Penyediaan Minum dan Sanitasi berbasis Masyarakat (STBM) dalam meningkatkan
akses masyarakat sekitar terhadap sanitasi dengan STBM (Profil Kesehatan Kabupaten
Batola, 2011). Secara umum diketahui bahwa masih banyak masyarakat di Kalimantan
11
Selatan yang belum menerapkan pola perilaku hidup bersih dan sehat baik yang
bermukim di komplek perumahan maupun yang di pinggiran sungai. Berdasarkan hasil
survey pada bulan maret 2011 yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan, dihasilkan bahwa masyarakat kota Banjarmasin hanya 18,75%
yang mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat. Terutama untuk masyarakat yang
tinggal di daerah pinggiran sungai masih lekat dan menggantungkan kehidupan sehari-
harinya dengan air sungai. Meskipun di saat yang sama diketahui bahwa kualitas air
sungai dapat dikatakan buruk (Prosiding PHBS ). Lingkungan yang diharapkan pada
proses pembangunan kesehatan, tentu saja lingkungan yang kondusif yakni lingkungan
yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai,
perumahan dan pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan
kesehatan, serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dalam
memelihara nilai-nilai budaya bangsa
12
BAB 3
HASIL
13
4 dari 7 rumah yang kami amati menggunakan lantai kayu yang dilapisi
dengan karpet plastik sedangkan 1 rumah menggunakan lantai keramik.
3.2. PHBS
PHBS
Pada pengamatan yang kami lakukan didapatkan 7 sampel rumah penduduk
yang dinilai berdasarkan 10 indikator PHBS, sebagai berikut :
A. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
Dari semua rumah yang kami amati tidak ada anak-anak yang kami temui.
B. ASI eksklusif
Dari semua rumah yang kami amati tidak ada bayi atau anak-anak yang
kami temui.
C. Menimbang bayi secara berkala
Dari semua rumah yang kami amati tidak ada bayi yang kami temui.
D. Cuci tangan bersih
Rata-rata tiap rumah yang kami amati terdapat dapur dan air kran, yang
dimana warga biasanya mencuci tangan di air kran yang berasal dari air
sumur.
E. Air bersih
Semua rumah yang kami amati menggunakan mesin air sumur untuk
kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mencuci, dan kakus. Untuk air minum
menggunakan air galon isi ulang.
F. Jamban yang sehat
Semua rumah yang diamati menggunakan WC jongkok di dalam kamar
mandi dan membersihkannya menggunakan air dari mesin air sumur.
G. Jentik nyamuk
Semua rumah yang diamati tidak terdapat jentik nyamuk. Namun pada saat
malam hari terdapat nyamuk, sehingga kebanyakan warga mengatasinya ada
yang menggunakan obat nyamuk dan kelambu. Akan tetapi, sekitar 2 rumah
yang tidak diamati terdapat genangan air di wadah cat dan di dalam sepatu
boots yang dimana terdapat jentik nyamuk.
H. Konsumsi buah dan sayur
14
Semua rumah yang diamati warga sering mengkonsumsi buah dan sayur
dalam seminggu.
I. Aktivitas fisik
Dari 2 hingga 7 rumah yang diamati memiliki pekerjaan seperti berjualan
sate keliling dan berjualan di pasar. Namun warga lainnya juga biasanya
jalan kaki ke pasar untuk belanja kebutuhan sehari-harinya.
J. Merokok
Dari 4 hingga 7 rumah yang diamati terdapat perokok, yang dimana
kebanyakan merokok di dalam rumah.
15
BAB 4
PEMBAHASAN
16
4.2. PHBS
PHBS atau Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas kesadaran, sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan
kesehatan di masyarakat. Terdapat 10 indikator PHBS di masyarakat yaitu :
1. Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan
2. ASI eksklusif
3. Menimbang bayi secara berkala
4. Cuci tangan bersih
5. Air bersih
6. Jamban sehat
7. Jentik nyamuk
8. Konsumsi buah dan sayur
9. Aktivitas fisik
10. Merokok
Menurut pengamatan yang kami lakukan keseluruh rumah tidak terdapat bayi
maupun anak-anak, kebanyakan orang tua dan dewasa. pada keseluruh rumah yang
diamati sudah menggunakan mesin air sumur untuk mandi, air galon isi ulang untuk
minum dan makan, dan menggunakan WC jongkok di dalam rumah. Namun pada
malam hari terdapat banyak nyamuk dikarenakan di bawah tiap rumah warga
terdapat rawa yang menyebabkan munculnya nyamuk, apalagi sewaktu air rawa naik.
Warga masih sadar akan kesehatan mengkonsumsi buah dan sayur. Namun
disayangkan sebagian masih ada yang merokok di dalam rumah.
17
BAB 5
Dari keriteria rumah sehat yang sudah di jelaskan dapat disimpulkan bahwa sudah
banyak rumah yang memenuhi kriteri rumah sehat hanya saja penduduk masih
membuah sampah sembarang contoh nya dibawah rumah mereka. Sedangkan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS)nya sudah baik dimana mereka sudah memiliki wc
sendiri, memakai air pompa untuk mandi dan minum tetapi salah satu yang di
sayangkan adalah bawah di tempat mereka masih banyak nyamuk alangkah baiknya
sepering diberi edukasi pentingnya memakai obat nyamuk abate dan menguras
tampungan air mereka .
Saran:
- memberikan abate kepada warga yang rumahnya diamati sebagai ucapan terimakasih
telah mengizinkan untuk diwawancara
18
Sumber :
1. Noor, M., 2010. Lahan Gambut. Pengembangan, Konservasi, dan Perubahan Iklim.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
19