Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai permasalahan saat ini terus membayangi perjalanan bangsa Indonesia

yang membuat frustasi seluruh anak bangsa. Mulai sulitnya memberantas korupsi

yang telah berurat nadi dalam kehidupan bangsa, tingkat kemiskinan yang terus

menerus meningkat, sampai ancaman disintegrasi bangsa yang sepenuhnya belum

hilang. Sebab selama satu dekade sejak era reformasi digulirkan sudah banyak

upaya dilakukan untuk menghancurkan berbagai penyakit bangsa tersebut, tapi

kenyataannya masalah-masalah bukannya berkurang bahkan semakin bertambah,

baik kualitas maupun kuantitasnya. Permasalahan-permasalahan yang harus

dihadapi secara serius oleh bangsa ini, salah satunya melalui media pendidikan.

Pembahasan mengenai rasa nasionalisme sangat erat kaitannya dengan masalah

integrasi bangsa yang terus membayangi negara kesatuan ini. Sebagai tantangan

nyata, maka salah satu tugas pendidikan sejarah untuk ikut membangun kembali

rasa nasionalisme dengan berbagai varian-varian di dalamnya yang disesuaikan

dengan kebutuhan dan tantangan jaman. Melalui rasa nasionalisme maka akan

terbangun kesadaran akan pentingnya persatuan sebagai salah satu wujud dari

keinginan untuk bersatu dan mencapai kejayaan bersama.

Selama ini pembahasan mengenai upaya-upaya membangun nasionalisme sebagian

besar menggunakan sejarah nasional sebagai instrument pembelajarannya. Melalui

pembelajaran sejarah dengan muatan yang sentralistik maka proses-proses natural

seperti kesadaran akan keberagaman, multikultur, serta kemajuan bersama

terpinggirkan. Dalam satu dekade ini mulailah tumbuh perspektif baru dalam

1
membangun rasa nasionalisme yaitu dengan pendekatan pembelajaran sejarah lokal.

Berdasarkan prinsip-prinsip kurikulum pendidikan maka posisi pendidikan sejarah

lokal memegang posisi utama karena ia berkenaan dengan lingkungan terdekat dan

budaya peserta didik. Materi sejarah lokal menjadi dasar bagi pengembangan jati diri

pribadi, budaya dan sosial peserta didik sehingga materi sejarah lokal akan memberikan

kontribusi utamanya dalam pendidikan sejarah.

Rambu-rambu dalam mengembangkan materi sejarah lokal adalah sejarah tetapi dalam

perspektif pendidikan. Hal itu dilakukan agar penafsiran materi sejarah lokal tidak

menimbulkan konflik dengan kepentingan sejarah nasional, sehingga alih-alih

membangun rasa persatuan, kebangsaan dan solidaritas antar etnis, pengembangan

sejarah lokal secara tidak langsung malah ikut mendorong proses disintegrasi bangsa.

Khusus di jenjang pendidikan menengah, pengembangan materi sejarah lokal dalam

kurikulum pendidikan sejarah, selain harus membangun berbagai nilai di atas,

pengembangan materi sejarah lokal juga harus memberikan peluang seluas-luasnya

agar peserta didik mengembangkan wawasan, pemahaman dan keterampilan sejarah.

Posisi materi sejarah lokal di jenjang SMA yaitu peristiwa sejarah lokal tidak lagi sebagai

sumber semata tetapi juga menjadi objek studi sejarah peserta didik.

Tasikmalaya merupakan salah satu daerah yang cukup rawan konflik. Hal tersebut

terbukti dengan banyaknya peristiwa konflik yang terjadi baik pada masa penjajahan

maupun beberapa dasa warsa terakhir. Peristiwa Kerusuhan Tasikmalaya tahun 1996

merupakan bentuk konflik yang bermuatan SARA sehingga sangat penting bagi semua

pihak membangun kesadaran bersama tentang pentingnya toleransi dan rasa

kebersamaan. Upaya membangun kesadaran itulah yang juga merupakan salah satu

tugas pendidikan sejarah saat ini. Melalui pengembangan materi sejarah lokal, peserta

2
didik dapat memahami perubahan-perubahan yang terjadi di Tasikmalaya sehingga

terbentuk struktur masyarakat yang beragama seperti saat ini.

Sebagai salah satu upaya tersebut maka proses pembelajaran akan berusaha

mengembangkan materi-materi sejarah lokal yang dapat digunakan dalam proses

pembelajaran sejarah di sekolah. Melalui pembelajaran ini diharapkan materi-materi

sejarah lokal dapat digali sehingga guru dapat mengembangkan dan

mengintegrasikannya dalam proses pembelajaran sejarah.

Berdasarkan pemaparan di atas maka, MGMP Sejarah SMAN 1 Singaparna merasa perlu

melakukan penggalian yang lebih mendalam tentang sumber-sumber sejarah baik itu

tentang tokoh-tokoh, maupun situs-situs sejarah yang ada di Tasikmalaya sesuai

dengan materi yang ada di tiap jenjang kelas. Kegiatan penelitian tersebut dilaksanakan

oleh siswa dibawah bimbingan guru mata pelajaran dengan dibiayai oleh Komite

Sekolah.

MGMP Sejarah terus berupaya melakukan inovasi pembelajaran di kelas, khususnya

mengenai kajian materi dan metode pembelajaran berkaitan dengan pelaksanaan

kurikulum 2013. Merubah kebiasaan mengajar dari yang bersifat teacher centre

(pembelajaran berpusat pada guru) menjadi student centre (pembelajaran berpusat

pada siswa) bukanlah sesuatu yang mudah, tetapi hal tersebut terus dilakukan dengan

menggunakan beberapa model pembelajaran. Hal ini dilakukan agar tujuan

pembelajaran yang diharapkan tercapai.

B. Tujuan

Merujuk dari pendapat Kartodirdjo (1988:137) bahwa dalam rangka pembangunan

bangsa, pengajaran sejarah tidak semata-mata berfungsi untuk memberikan

pengetahuan sejarah sebagai kumpulan informasi fakta sejarah tetapi juga bertujuan

3
menyadarkan anak didik atau membangkitkan kesadaran sejarahnya. Karena, seperti

yang tertuang dalam Peraturam Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 64

Tahun 2013 Tentang Standar Isi, pengetahuan masa lampau tersebut mengandung

nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap,

watak dan kepribadian peserta didik.

Untuk itu nilai-nilai sejarah harus dapat tercermin dalam pola prilaku nyata peserta

didik. Dengan melihat pola prilaku yang tampak, dapat mengetahui kondisi kejiwaan

berada pada tingkat penghayatan pada makna dan hakekat sejarah pada masa kini dan

masa mendatang. Dengan demikian baru dapat diketahui pembelajaran sejarah telah

berfungsi dalam proses pembentukan sikap.

Terkait dengan itu, Widja (1989 :67), mengungkapkan bahwa bertolak dari pikiran tiga

dimensi sejarah maka proses pendidikan, khususnya pengajaran sejarah, ibarat

mengajak peserta didik menengok ke belakang dengan tujuan melihat ke depan. Makna

yang tertuang dari pendapat ahli tersebut adalah dengan mempelajari nilai-nilai

kehidupan masyarakat di masa lampau, diharapkan peserta didik mencari atau

mengadakan seleksi terhadap nilai-nilai itu, mana yang relevan atau dapat

dikembangkan dalam menghadapi tantangan zaman yang kompleks di masa kini

maupun yang akan datang. Proses mencari atau proses seleksi jelas menekankan pada

pendekatan proses, serta menuntut untuk lebih diciptakan aktivitas fisik-mental dan

kreativitas siswa dalam belajar sejarah. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan

oleh Kartodirdjo (1992 :211) bahwa hendaknya pengajaran sejarah memberi pengertian

yang mendalam serta suatu keterampilan.

Untuk dapat meningkatkan pengertian serta keterampilan dalam pembelajaran sejarah,

bisa merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh Soejatmoko (1994 :101), berikut

4
ini. Pengajaran sejarah hendaknya diselenggarakan sebagai suatu avonturir bersama

dari pengajar maupun yang diajar. Dalam konsepsi maka bukan hafalan fakta melainkan

riset bersama antara guru dan (peserta didik, penulis) menjadi metode utama. Dengan

jalan ini peserta didik langsung dihadapkan dengan tantangan intelektual yang memang

merupakan ciri khas dari pada sejarah sebagai ilmu. Demikian pula ia dilibatkan

langsung dalam suatu engagement baru dengan arti sejarah untuk hari kini. Dia menjadi

peserta pelaku dalam usaha penemuan diri bangsa kita sendiri.

Berdasarkan pada apa yang dikemukakan di atas, maka usaha untuk menciptakan

aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam pembelajaran sejarah bisa ditempuh,

merujuk dari pendapatnya Mustopo, dkk (1983), dengan melibatkan secara langsung

dalam proses mencari, menelusuri, mengamati, menyeleksi serta mengkaji nilai-nilai

kehidupan masa lalu dari jejak-jejak kesejarahan yang ada, kemudian menyusunnya

dalam bentuk laporan ceritera sebagai suatu cara untuk dapat memahami dan

menghayati sebenar-benarnya apa yang ingin dimengerti ( emfuhlend einleber dalam

bahasa Jerman).

Memang harus diakui bahwa untuk menciptakan proses pembelajaran yang demikian,

terdapat berbagai masalah yang dirasa merupakan kendala. Seperti diketahui dalam

pembelajaran sejarah segala sesuatunya digariskan dalam kurikulum, antara lain yang

berkaitan dengan tujuan umum, bahan, waktu dan cara-cara yang dapat ditempuh

untuk mencapai tujuan.

Ruang lingkup bahan yang dijabarkan dalam standar kompetensi (SK) dan Kompetensi

Dasar (KD), biasanya cukup luas atau bisa dikatakan bahwa bahan cukup padat. Dengan

demikian guru dibebani tugas untuk menyelesaikan bahan (materi) kurikulum atas dasar

kontrol dari pimpinan sekolah. Tuntutan ini erat terkait dengan sistem evaluasi yang

5
mesti dilaksanakan. Oleh karena itu, maka sesuai dengan apa yang digariskan dalam

kurikulum maka kegiatan pembelajaran di dalam sejarah, umumnya merupakan

kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Interaksi diciptakan antara guru-peserta didik

serta teks yang kadang-kadang dibantu dengan media buatan yang disediakan oleh

guru untuk mengkongkritkan hal-hal yang bersifat abstrak.

Tuntutan seperti itu, harus dimaknai dalam kerangka melaksanakan proses

pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, melalui pendekatan kontekstual. Untuk

mengarah ke proses pembelajaran yang terpusat pada peserta didik di dalam kelas

untuk mengkaji jejak-jejak kesejarahan bisa ditempuh dengan mengkaji kepustakaan

dibantu dengan alat-alat visual maupun audio visual, yang antara lain berupa model,

maket, sketsa, photo, film, kaset dan lain-lain, yang merupakan bagian dari kelengkapan

laboratorium sejarah yang dilengkapi dengan kepustakaan yang menunjang, sehingga

sebelum peserta didik mendapat kesempatan memperoleh pengalaman secara langsung

di lapangan, sudah mendapat mengalaman buatan dengan belajar dalam laboratorium

sejarah. Dimana peserta didik dapat belajar secara aktif mengamati, meneliti, dibantu

dengan sumber kepustakaan yang ada dalam mengkaji suatu permasalahan kemudian

membuat laporan. Supaya peserta didik dapat belajar melalui pengalaman buatan harus

ditunjang dengan sarana (fasilitas) yang memadai. Sekolah harus memiliki sarana

sebagai sumber belajar berupa laboratorium sejarah, yang memiliki perpustakaan yang

memadai. Di sinilah biasanya timbul masalah, karena pada umumnya satuan pendidikan

di Indonesia memiliki sarana media serta perpustakaan yang terbatas.

Untuk terciptanya pembelajaran yang kontekstual bagi peserta didik, maka kendala

(masalah) tersebut harus mendapat penyelesaian atau dilengkapi. Pembelajaran dengan

model kontekstual akan sangat bermanfaat bagi peserta didik dalam kehidupannya.

6
Mengingat, sebagaimana tertuang dalam sebuah buku yang diterbitkan oleh Kementrian

Pendidikan Nasional (2010:83), bahwa pembelajaran kontekstual ( Contextual Teaching

and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi

yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan

mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif,

yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiri),

masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian

sebenarnya (authentic assessment).

Pendekatan pembelajaran kontekstual, yang berpusat pada peserta didik, memang

menuntut kecuali pembelajaran di dalam kelas, perlu juga diciptakan kegiatan

pembelajaran di luar kelas. Dengan kegiatan di luar kelas peserta didik secara langsung

dapat melihat kehidupan masyarakat atau jejak-jejak kesejarahan yang ada di

lingkungan peserta didik, dimana jejak-jejak kesejarahan itu pada dasarnya dapat

menciptakan kehidupan masyarakat pada zamannya. Peserta didik melihat secara

langsung, aktif mencari/meneliti aspek kehidupan masyarakat pembuatnya

(pendukungnya) di masa lalu serta nilai-nilai yang tercermin di dalamnya dapat dicari

informasinya dari sumber-sumber yang berasal dari masyarakat setempat, kemudian

menuliskannya dalam bentuk laporan.

Dengan kegiatan ini peserta didik dapat membandingkan informasi yang telah diperoleh

melalui belajar (tatap muka) di kelas dengan apa yang diperoleh di lapangan. Sehingga

melalui hasil belajar itu dapat meningkatkan pemahaman peserta didik. Kegiatan belajar

di luar kelas merupakan pelaksanaan dari pendekatan inkuiri, yang dapat meningkatkan

keterlibatan fisik dan mental secara optimal, serta dapat memberikan variasi model

7
pembelajaran yang dapat menghilangkan kesan bahwa pelajaran sejarah semata-mata

merupakan pelajaran hafalan. Disamping itu, dengan model pembelajaran ini peserta

didik didorong untuk mengembangkan sikap kritis, kreatif, tanggap terhadap berbagai

permasalahan, serta peka dalam menghadapi gejala perubahan zaman.

Hamalik (2010:117), mengatakan pengajaran berdasarkan inkuiri adalah suatu strategi

yang berpusat pada siswa di mana kelompok siswa inquiry ke dalam suatu isu atau

mencari jawaban-jawaban terhadap isi pertanyaan melalui suatu prosedur yang

digariskan secara jelas dan struktural kelompok. Dalam pengertian yang lain, seperti

dikemukakan oleh Sudjana (2005:79), pendekatan “ inquiry” merupakan pendekatan

mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir ilmiah.

Pendekatan ini menempatkan siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan

kekreatifan dalam memecahkan masalah. Siswa betul-betul ditempatkan sebagai subjek

yang belajar. Peranan guru dalam pendekatan “ inquiry” adalah pembimbing belajar dan

fasilitator belajar.

Untuk menciptakan kegiatan yang demikian memang menuntut waktu yang lebih

banyak dan biaya yang tidak sedikit, baik bagi guru maupun peserta didik. Namun di

sinilah dituntut kreativitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

Guru harus menyiapkan perencanaan pembelajaran yang lebih mantap. Meneliti SK dan

KD yang proses pembelajarannya bisa dilanjutkan dengan model inkuiri lapangan untuk

mencapai tujuan. Mengidentifikasi pokok-pokok permasalahan dan menetapkan

langkah-langkah kegiatan yang akan dilakukan oleh peserta didik, dengan sudah

mempertimbangkan alokasi waktu yang disediakan dalam kurikulum.

Penerapan proses pembelajaran dengan model seperti itu, berangkat dari landasan

berfikir bahwa pendidikan sejarah pada dasarnya tidak untuk masa sekarang saja, tetapi

8
juga untuk masa mendatang. Mengingat sejarah merupakan mata pelajaran yang pada

dasarnya bertujuan untuk membangun karakter bangsa.

Pendidikan sejarah, pada hakekatnya pembudayaan pada peserta didik tentang

perspektif sejarah yang memberi kemampuan untuk melihat bahwa segala sesuatu

adalah produk dari perkembangan masa lampau. Apabila hendak dilakukan proyeksi ke

masa depan berdasarkan pengalaman masyarakat di masa lampau maupun kini, maka

menurut Kartodirdjo (1987), harus dilakukan melalui pendekatan diakronis melengkapi

pendekatan sinkronis untuk digunakan dalam mempelajari sejarah.

Kehidupan tokoh atau para pahlawan dapat diungkapkan untuk diteladani generasi

penerus dalam hal sikapnya terhadap bangsa dan tanah air, pengabdian tanpa pamrih,

tanggung jawab sosial, mengekang kepentingan pribadi, mendahulukan kepentingan

umum, dan menekankan jerih payah dalam meraih cita-cita. Keteladanan yang

terungkap itu merupakan motivasi bagi generasi penerus untuk mengembangkan

kemampuan serta aktivitas dalam menghadapi kehidupan yang makin kompleks serta

perubahan yang pesat di masa mendatang.

Keteladanan serta kemampuan dalam mengembangkan aktivitas dalam pengabdian

kepada masyarakat, bangsa dan tanah air, serta terbentuknya sikap tanggap terhadap

permasalahan hidup yang kompleks dan perubahan yang pesat akibat kemajuan ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam era globalisasi, sangat dituntut atau diperlukan dalam

pembinaan karakter bangsa.

Sejarah pada dasarnya merupakan sumber inspirasi dan aspirasi untuk generasi baru

(muda) dalam berbagai bidang kehidupan. Dengan menggali nilai-nilai yang tercermin

pada peristiwa di masa lampau, maka nilai-nilai itu bisa dijadikan sumber inspirasi dan

9
aspirasi generasi muda dalam mengembangkan sikap untuk membangun bangsa dan

negara.

Untuk mencapai sasaran tersebut, kiranya pendekatan pembelajaran yang terpusat pada

siswa, pendekatan kontekstual dan pendekatan inkuiri, perlu dikembangkan dalam

pembelajaran sejarah, karena seperti sudah dijelaskan di atas, pendekatan ini mampu

meningkatkan usaha penangkapan makna masa lampau oleh peserta didik. Melalui

aktivitas fisik-mental yang lebih meningkat (termasuk kegiatan di luar kelas), peserta

didik lebih terdorong dalam keterampilan berpikir melalui proses inkuiri dan dalam

sentuhan pada makna/nilai pengalaman masa lampau sebagai unsur utama dan

pembelajaran sejarah.

Dalam pelaksanaan pendekatan kontesktual atau inkuiri dalam pembelajaran sejarah,

hendaknya tidak semata-mata menekankan aktifnya peserta didik dalam pembelajaran,

tetapi lebih dari itu perlu diperhatikan maknanya yang lebih luas, sebagaimana

diungkapkan oleh Widja (1991:34-35), berikut ini.

i. mengembangkan sikap kritis analitik dalam menerima uraian guru atau


dalam mengamati gejala/peristiwa sejarah;
ii. membiasakan murid berpikir konsep (merumuskan pandangan konseptual),
bukan sekedar mengulangi apa yang dia dibaca atau dengar dari guru;
iii. mendorong siswa membaca/menemukan sendiri informasi tangan pertama,
bukan sekedar yang disampaikan/diberitahukan orang lain/guru, yang
memungkinkan mereka lebih mampu berpikir orisinil dalam menghadapi
gejala/peristiwa sejarah;
iv. membiasakan murid membuat karangan singkat yang bersifat analitik
projektif yang berkaitan dengan usaha meningkatkan kemampuan mereka
dalam melihat tiga dimensi sejarah (masa lampau, masa kini dan masa yang
akan datang);
v. membiasakan murid bersifat mandiri dalam mengajukan pendapat, meskipun
mereka dianjurkan pula untuk bekerja secara kelompok;
vi. membiasakan siswa berpikir multidimensional (terutama dalam arti tidak
bersifat deterministic) dalam membahas suatu masalah;
vii. membiasakan siswa bersifat terbuka atau demokratis, dalam arti selalu
bersedia menerima pendapat pihak lain, kalau pendapat pihak lain tersebut
memang lebih kuat argumentasinya dari pendapatnya sendiri.

10
Sesuai dengan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mengembangkan materi pembelajaran sejarah lokal di SMA Negeri 1

Singaparna Kabupaten Tasikmalaya yang mampu menumbuhkan rasa

solidaritas, toleransi dan nasionalisme peserta didik.

b. Mengkaji implementasi pembelajaran sejarah lokal dilaksanakan di SMA

Negeri 1 Singaparna Kabupaten Tasikmalaya

C. Sasaran

Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Guru dan siswa memahami tentang sejarah lokal khususnya sejarah perjuangan

tokoh-tokoh Tasikmalaya

b. Guru mampu melaksanakan tujuan pembelajaran yang diharapkan dalam kurikulum

2013

D. Hasil Yang Diharapkan

Sesudah mendapat pengertian dan penghayatan yang sebenar-benarnya diharapkan

peserta didik mampu mengembangkan nilai-nilai itu supaya relevan untuk menghadapi

permasalahan hidup di masa kini dan di masa datang. Mereka diharapkan tanggap atau

peka dalam melihat serta menghadapi problema sesuai dengan kondisi zaman yang

pada dasarnya selalu berubah. Peserta didik ditantang untuk tidak sekedar mewarisi

nilai-nilai dari masa lampau tetapi dituntut untuk kreatif, kritis dan dapat

mengembangkannya, sehingga dapat berfungsi dalam kehidupannya.

Untuk membantu meningkatkan pemahaman dan penghayatan yang sebenar-benarnya

terhadap nilai-nilai kesejarahan serta gairah belajar, peserta didik dapat melakukan

kegiatan langsung di lapangan yaitu di lingkungannya sendiri, untuk mengkaji jejak-

11
jejak kesejarahan dalam rangka mengumpulkan fakta sejarah. Dengan menempuh

kegiatan ini, peserta didik dalam proses pembelajaran tidak hanya menerima informasi

guru serta inkuiri kepustakaan, tetapi dapat memperoleh pengalaman secara langsung

dalam menelusuri jejak-jejak kesejarahan yang ada di lingkungannya. Termasuk di sini

dapat melihat, mengamati, mengkaji serta memperoleh informasi secara langsung dari

tokoh masyarakat di sekitar tempat itu yang mengetahui tentang peristiwa yang ada

kaitannya dengan jejak kesejarahan yang ada. Kegiatan ini bisa dikembangkan dalam

kaitannya dengan sejarah lokal, dimana setelah peserta didik mengumpulkan fakta-fakta

lalu mengkaji dan menyeleksi kemudian menyusunnya dalam bentuk uraian ceritera,

sehingga dengan cara itu siswa dapat mendapatkan keterampilan menyusun

sejarah.Melalui penelitian tentang sejarah lokal Tasikmalaya diharapkan materi sejarah

lokal mampu menjadi dasar bagi pengembangan jati diri pribadi, budaya dan sosial serta

mampu membangun kesadaran bersama tentang pentingnya toleransi dan rasa

kebersamaan sehingga materi sejarah lokal akan memberikan kontribusi utamanya

dalam pendidikan sejarah.

E. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

b. Bagi Siswa, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan dalam

mengimplementasikan pembelajaran sejarah lokal dalam proses

pembelajaran sejarah.

c. Bagi guru, temuan-temuan dalam penelitian ini dapat dijadikan bahan untuk

lebih meningkatkan kualitas pengembangan Kurikulum 2013, khususnya

12
dalam kurikulum pendidikan sejarah, sehingga dapat memberikan kontribusi

terhadap tujuan lembaga maupun tujuan nasional pendidikan.

d. Bagi Pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya, hasil

penelitian ini dapat dijadikan masukan dalam meningkatkan proses

pembangunan masyarakat kabupaten Tasikmalaya, khususnya di bidang

pendidikan.

13
BAB II

DESKRIPSI PELAKSANAAN KEGIATAN PENELITIAN

A. Jenis-jenis Kegiatan yang akan dilaksanakan:

a. Kelas X

Melakukan penelitian tentang sejarah Tasikmalaya pada masa Pra Islam

dengan mengunjungi situs Geger Hanjuang di Leuwisari

b. Kelas XI

Melakukan penelitian tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia

dengan mengunjungi tempat pahlawan KHZ. Mustopha di Sukamanah

Singaparna

c. Kelas XII

Melakukan penelitian tentang tokoh-tokoh Tasikmalaya dengan meneliti

nama-nama tokoh yang dijadikan nama jalan di kota Tasikmalaya

B. Tempat Kegiatan

a. Leuwisari Kabupaten Tasikmalaya

b. Sukamanah Kabupaten Tasikmalaya

c. Kota Tasikmalaya

C. Jadwal Kegiatan

No Hari/Tanggal Tempat Materi Kegiatan Narasumber


Penelitian
1.
2.
3.

D. Alasan Dilaksanakannya Kegiatan

14
MGMP merasa perlu melaksanakan kegiatan penelitian tersebut dikarenakan sumber

belajar mengenai sejarah lokal masih kurang dan pendidikan sejarah lokal

memegang posisi utama karena ia berkenaan dengan lingkungan terdekat dan

budaya peserta didik, sehingga materi sejarah lokal menjadi dasar bagi

pengembangan jati diri pribadi, budaya dan sosial peserta didik sehingga materi

sejarah lokal akan memberikan kontribusi utamanya dalam pendidikan sejarah

E. Unsur-unsur Yang Terlibat

Unsur yang terlibat dalam penelitian adalah:

a. Peserta didik

b. Guru Sejarah

c. Narasumber

F. Strategi dan Metode Pelaksanaan Program Kegiatan

a. Strategi dan metode Pelaksanaan Program

Mengunjungi situs/tempat penelitian dengan melakukan kajian dan

wawancara dengan narasumber dilanjutkan dengan melakukan studi Pustaka

b. Frekuensi Kegiatan

Penelitian dilakukan dalam satu hari kegiatan

c. Penelitian diwakili oleh 2 orang siswa dari tiap-tiap kelas setiap tingkatan

(2x11 kelas)= 22 orang siswa dan seorang guru

d. Sumber Dana

Penelitian dibiayai dari Komite Sekolah tahun ajaran 2014/2015

e. Dokumentasi

Foto-foto kegiatan

15
Makalah

G. Hasil Kegiatan

Siswa membuat makalah dari hasil penelitian dan studi pustaka sebagai pelengkap.

H. Manfaat program

Kegiatan penelitian yang dilakukan langsung ke tempat bersejarah dapat lebih

difahami dan peserta didik dapat menganalisis data-data yang ditemukan, sehingga

diharapkan mampu membangkitkan rasa kebanggaan terhadap perjuangan yang

telah dilakukan oleh pendahulu dan tokoh-tokoh daerah, karena sejarah lokal

disampaikan dalam perspektif pendidikan sehingga akan tumbuh rasa nasionalisme

dan toleransi dalam menghargai setiap perbedaan yang ada.

I. Kendala dan Upaya Pemecahan Masalah

Terbatasnya waktu yang tersedia dan anggaran yang ada menyebabkan tidak semua

peserta didik punya kesempatan untuk ikut dalam kegiatan penelitian tersebut,

sehingga perlu pendalaman di sekolah dengan cara diadakan kegiatan diskusi kelas.

Hal tersebut diharapkan peserta didik yang terlibat langsung dalam penelitian

mampu mentransfer pengetahuan yang telah peserta didik kuasai.

BAB III

16
RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Rencana Kegiatan

N Bentuk Kegiatan Hasil yang diharapkan


O
1. Peserta didik dengan dibimbing oleh Setelah melakukan penelitian dan

guru melakukan penelitian dengan diskusi, peserta didik akan lebih

melakukan penelaahan dan wawancara memahami sejarah daerah dan


2.
dengan petugas mengambil nilai-nilai yang terkandung di

dalamnya sehingga akan tumbuh rasa


3.
Peserta didik dengan dibimbing guru solidaritas sebagai putra daerah dan

melakukan diskusi di kelas tentang mempunyai toleransi yang tinggi

hasil penelitian terhadap perbedaan sehingga akan

tumbuh rasa nasionalisme yang kuat.

Peserta didik membuat makalah

B. Rencana Anggaran Biaya

NO URAIAN BIAYA JUMLAH


1. Transport Sewa Mobil 6 buah @ Rp.300.000,- Rp. 1.800.000,-
2. Konsumsi @ snack 69 orang @ Rp. 5.000,- Rp. 345.000,-
@ makan 6 9 orang @ Rp. 15.000,- Rp. 1.035.000,-
(3 x 11 kelas x 2 orang siswa) + 3
orang guru = 69 0rang

Jumlah Rp. 3.180.000,-

BAB IV
PENUTUP

17
Selama ini pembelajaran sejarah mengenai upaya-upaya membangun nasionalisme

sebagian besar menggunakan sejarah nasional sebagai instrument pembelajarannya.

Melalui pembelajaran sejarah dengan muatan yang sentralistik maka proses-proses

natural seperti kesadaran akan keberagaman, multikultur, serta kemajuan bersama

terpinggirkan. Sehingga pembelajaran sejarah terjebak kedalam kegiatan yang hanya

berbicara nama, angka tahun atau hafalan belaka. Nilai-nilai kepahlawanan dan

keteladanan tidak tergali, yang berdampak kepada mata pelajaran sejarah sebagai hal

yang membosankan dan kurang menarik.

MGMP merasa perlu melaksanakan kegiatan penelitian sejarah dikarenakan sumber

belajar mengenai sejarah lokal masih kurang dan pendidikan sejarah lokal memegang

posisi utama karena ia berkenaan dengan lingkungan terdekat dan budaya peserta

didik, sehingga materi sejarah lokal menjadi dasar bagi pengembangan jati diri pribadi,

budaya dan sosial peserta didik sehingga materi sejarah lokal akan memberikan

kontribusi utamanya dalam pendidikan sejarah

Penelitian dibagi dalam 3 materi bahasan sesuai dengan tingkatan kelas, yaitu:

a. Kelas X

Melakukan penelitian tentang sejarah Tasikmalaya pada masa Pra Islam

dengan mengunjungi situs Geger Hanjuang di Leuwisari

b. Kelas XI

Melakukan penelitian tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia

dengan mengunjungi tempat pahlawan KHZ. Mustopha di Sukamanah

Singaparna

b. Kelas XII

18
Melakukan penelitian tentang tokoh-tokoh Tasikmalaya dengan meneliti

nama-nama tokoh yang dijadikan nama jalan di kota Tasikmalaya

Pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan pada minggu ketiga bulan Mei tahun 2015

dengan menggunakan Dana Komite Sekolah tahun Pelajaran 2014/2015

DAFTAR PUSTAKA

19
Hamalik, O. (2010). Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kartodirdjo, S. (1992). Pendekatan Ilmu Sosial di dalam Metodologi Sejarah . Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Kartodirdjo, S. (1988). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900: dari Imporium sampai
Imperium, Jilid I. Jakarta: Gramedia
Kartodirdjo, S. (1987). Dari Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis: Kumpulan Karangan
dipersembahkan kepada Prof.Dr. Sartono Kartodidjo . Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Kementrian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa, Pedoman Sekolah. Jakarta: Kemdiknas
Mustopo, Habib. (1983). Ilmu Budaya Dasar (Kumpulan essay-Manusia Budaya) . Surabaya:
Usaha Nasional
Peraturan Mentri Pendidikan Nasional. (2013). Stnadar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah. Jakarta: Depdiknas
Soejatmoko. (1994). Menjelajah Cakrawala-Kumpulan Karya Visioner Soejatmoko . Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama Indonesai dan Yayasan Soedjatmoko
Sudjana, N. (2005). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Widja, G,I. (1989). Dasar-Dasar Pengembangan Strategi serta Metode Pengajaran Sejarah .
Jakarta: Depdikbud
Widja, G,I. (1991). Pendidikan Sejarah dan Masa Depan, Orasi Pengukuhan Guru Tetap dalam
Ilmu Pendidikan Sejarah pada FKIP UNUD. Singaraja: FKIP UNUD

20
21
22
23

Anda mungkin juga menyukai