Anda di halaman 1dari 42

PANGAN DAN PERBAIKAN GIZI

BAB VII
PANGAN DAN PERBAIKAN GIZI

A. PENDAHULUAN

Pembangunan di bidang pangan dan gizi sangat erat kaitannya


dengan usaha peningkatan produksi pangan, pengembangan sistem
perdagangan dan usaha pembangunan kesehatan masyarakat. Dalam
hubungan dengan usaha peningkatan produksi pangan, Garis-garis
Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1988 menetapkan bahwa
peningkatan produksi pangan, baik beras maupun bukan beras perlu
terus dilanjutkan untuk memantapkan swasembada pangan. Di
samping itu sekaligus juga ditujukan untuk memperbaiki mutu gizi
antara lain melalui penganekaragaman jenis bahan makanan serta
peningkatan penyediaan protein nabati dan hewani dengan tetap
memperhatikan pola konsumsi masyarakat setempat.

Peningkatan produksi perikanan, guna memenuhi kebutuhan


pangan dan gizi terus dilanjutkan dan ditingkatkan melalui usaha budi
daya di daerah pantai, daerah tambak dan air tawar, usaha
penangkapan di daerah pantai dan lepas pantai serta usaha

VII/3
pendayagunaan Zona Ekonomi Eksklusif. Peningkatan produksi
peternakan terutama untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi
terus dilanjutkan melalui usaha pembinaan daerah-daerah produksi
peternakan yang ada serta pengembangan daerah-daerah produksi
baru.

Sesuai dengan arah dan sasaran dalam GBHN tersebut, usaha


pemantapan swasembada pangan dilaksanakan melalui peningkatan
dan perluasan usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi,
yang didukung oleh kebijaksanaan harga dan peningkatan penyediaan
teknologi, pengembangan sarana dan prasarana, koperasi dan
kelembagaan petani.

Dalam tahun 1992/93 melalui berbagai kebijaksanaan dan


langkah-langkah, swasembada beras dapat dipertahankan. Bahkan
penyediaan pangan lainnya yang berasal dari palawija, hortikultura,
peternakan dan perikanan juga berhasil ditingkatkan. Meningkatnya
pengadaan pangan, yang didukung oleh peningkatan efisiensi sistem
penyaluran pangan memberikan sumbangan yang sangat berarti
untuk perbaikan kualitas gizi dan peningkatan produktivitas
masyarakat.

B. PENGADAAN DAN PENYALURAN PANGAN

1. Kebijaksanaan dan Langkah-langkah

Dalam tahun 1992/93 kebijaksanaan dan langkah-langkah


pengadaan dan penyaluran pangan merupakan kelanjutan dari
kebijaksanaan dan langkah-langkah yang diterapkan pada tahun-tahun
sebelumnya. Kebijaksanaan pokok di bidang pangan adalah
memantapkan swasembada pangan, meningkatkan penganekaragaman
penyediaan bahan makanan dan konsumsi pangan, menerapkan harga
pangan yang mendorong peningkatan produksi dan terjangkau oleh
daya beli masyarakat, serta menyalurkan pangan ke seluruh lapisan
masyarakat. Kebijaksanaan tersebut diikuti oleh langkah-langkah
antara lain, penetapan harga dasar gabah dan harga tertinggi beras,

VII/4
pengadaan sarana penyangga pangan dan peningkatan penyediaan dan
penyaluran bahan pangan.

a. Harga Dasar

Dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan yang dinamis,


pemerintah menerapkan kebijaksanaan harga dasar gabah di tingkat
petani dan kebijaksanaan harga batas tertinggi beras di tingkat
konsumen. Penetapan harga dasar gabah dimaksudkan untuk
meningkatkan pendapatan para petani, sehingga mereka terdorong
untuk meningkatkan produksi. Setiap tahun harga dasar gabah
ditinjau kembali dan disesuaikan agar keseimbangan nilai tukar
terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan petani dapat terjaga, di
samping agar para petani selalu terdorong untuk meningkatkan
produksi pangan.

Penetapan harga dasar gabah diklasifikasikan menurut


kelompok kualitas, yaitu Gabah Kering Panen (GKP), Gabah Kering
Desa (GKD), Gabah Kering Lumbung (GKL), dan Gabah Kering
Giling (GKG). Penetapan ini berlaku sejak Pebruari 1986 sampai
dengan Desember 1988. Sejak tahun 1989 terjadi penyesuaian
kelompok kuaiitas, sehingga menjadi kelompok Gabah Kering Panen
(GKP), Gabah Kering Simpan (GKS) dan Gabah Kering Giling
(GKG).

Selama empat tahun Repelita V harga dasar gabah, yang


meliputi harga dasar GKP, GKS . dan GKG mengalami peningkatan
sekitar 12 % per tahun. Dalam tahun 1992/93 harga dasar gabah
tersebut meningkat sekitar 11,9% bila dibanding dengan harga dasar
tahun sebelumnya. Harga dasar untuk GKP, GKS dan GKG
masing-masing meningkat dari Rp 210,- Rp 250,- dan Rp 295,- per
kg pada tahun 1991/92, menjadi Rp 235,- Rp 280,- dan Rp 330,- per
kg (Tabel VII-1). Sumbangan terbesar dari peningkatan harga dasar
gabah tersebut adalah meningkatnya produksi dan pendapatan para
petani.

VII/5
TABEL VII – 1
HARGA DASAR GABAH DI TINGKAT KUD
1988/89 – 1992/93
(Rp/Kg)

Akhir Repelita V
No.
Jenis Harga Dasar Repelita IV 1)

(1988/89) 1989/90 1990/91 1991/92 1992193

Gabah Kering Panen 135,0 175,0 190,0 210,0 235,0

Gabah Kering Desa 160,0


2)
Gabah Kering Simpan 175,0 210,0 230,0 250,0 280,0

Gabah Kering Giling 210,0 250,0 270,0 295,0 330,0

1) Berlaku mulai 1 Pebruari s/d 31 Desember tahun 1988


2) Gabah Kering Lumbung

VII/6
Mekanisme pelaksanaan ketetapan harga dasar gabah
diterapkan melalui kegiatan pengadaan dan pembelian dalam negeri.
Harga dasar gabah yang telah disesuaikan diumumkan setiap bulan
Oktober, yaitu sebelum musim tanam. Harga dasar tersebut mulai
diterapkan menjelang musim panen raya tiba, yaitu sekitar bulan
Januari-Pebruari tahun berikutnya. Hal ini mengingat harga gabah di
pasar dalam musim panen raya cenderung menurun tajam. Apabila
harga gabah di pasar tampak menurun dan mulai mendekati harga dasar,
Koperasi Unit Desa (KUD) akan.melakukan pembelian gabah pada
tingkat harga dasar di daerah-daerah produksi padi. Selanjutnya
KUD akan menjual hasil pembeliannya dari para petani kepada
Depot Logistik (Dolog), yang merupakan cabang Badan Urusan
Logistik (BULOG) setempat. Sebaliknya bila harga di pasar umum
lebih tinggi dari harga dasar, petani tetap bebas untuk menjual
gabahnya di pasaran umum.

Jumlah pembelian gabah dan beras dalam negeri yang


dilaksanakan oleh BULOG selama empat tahun Repelita V
mengalami peningkatan sebesar 12,2% per tahun (Tabel VII-2).
Dalam tahun 1992/93 jumlah pembelian gabah dan beras tersebut
menunjukkan peningkatan yang cukup berarti bila dibanding dengan
jumlah pembelian dalam tahun sebelumnya, yaitu meningkat dari
1.740,2 ribu ton setara beras pada tahun 1991/92, menjadi 2.370,3
ribu ton setara beras dalam tahun 1992/93, atau meningkat sebesar
36,2%. Laju peningkatan pembelian gabah dan beras dalam tahun
1992/93 cukup tinggi bila dibanding dengan rata-rata laju
peningkatan pembelian selama empat tahun Repelita V. Kenaikan yang
cukup besar ini merupakan usaha pemerintah yang konsisten
untuk menjamin terjadinya peningkatan pendapatan petani.

Selanjutnya bila dilihat dari daerah pembelian gabah, dalam


tahun 1992 Propinsi Jawa Timur merupakan daerah pembelian
terbesar, yaitu mencapai hampir 34 % dari total pembelian gabah dan
beras seluruh Indonesia (Tabel VII-2). Pembelian gabah di propinsi
Jawa Barat dan Jawa Tengah, masing-masing mencapai 17,7 % dan
14,9%. Di luar Pulau Jawa, terutama di propinsi Sulawesi Selatan,

VII/7
TABEL VII - 2
1)
HASIL PEMBELIAN GABAH DAN BERAS DALAM NEGERI
MENURUT DAERAH TINGKAT I,
1988189 - 1992/93
(ton setara beras)

Akhir Repelita V
No. Daerah Tk I/Prop Repelita IV 2)
(1988/89) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93

1. DKI Jakarta 27.538 63.823 13.076 2.773 12.962


2. Jawa Barat 343.369 392.695 170.745 286.525 420.250
3. Jawa Tengeh 318.368 325.354 202.592 295.596 352.099
4 . DI Yogyekarta 23.055 30.673 27.876 22.857 33.704
5. Jawa Timur 617.305 762.217 464.255 608.836 805.483
6. DI Aceh 14.362 23.605 22.991 39.586 49.803
7. Sumatera Berat 2.116 7.868 8.651 7.077 5.840
8. Sumatera Utara 2.917 3.227 459 11.126 16.367
9. Riau 62 115 541 188 487
10. Jambi 369 3.098 3.676 9.332 14.227
11. Sumatera Selatan 37.784 29.795 29.637 45.467 84.369
12. Bengkulu 199 4.750 5.108 5.936 12.675
13. Lampung 31.829 53.546 15.661 62.267 61.781
14. Kalimantan Tengah 572 1.902 0 0 847
15. Kalimantan Selatan 3.923 15.292 4.492 7.784 23.204
. 16. Kalimantan Barat 175 2.420 7 36 162
17. Kalimantan Timur 494 278 231 0 1.008
18. Sulawesi Utara 1.592 971 50 2.019 1.434
19. Sulawesi Tangah 11.426 10.766 15.284 17.665 31.540
20. Sulawesi Tenggara 4.594 7.974 8.550 12.024 19.241
21. Sulawesi Selatan 248.096 300.096 257.477 212.854 316.194
22. Bali 22.295 35.195 13.965 15.178 17.496
23. N T B 79.510 91.457 62.371 66.946 75.468
24. N T T 5.118 9.460 4.766 4.899 10.901
25. Irian Jaya 3.448 1.628 0 2.022 1.454
26. Timor Timur 465 926 713 931 1.183
27. Maluku 27 196 290 314 I50

Jumlah 1.801.008 2.179.327 1.333.464 1.740.238 2.370.329

1) Angka tahunan
2) Angka sementara

VII/8
propinsi Sumatera Selatan, dan propinsi Lampung, pembelian gabah
masing-masing mencapai 13,3 % , 3,6 % dan 2,6 % dari total
pembelian seluruh Indonesia. Keadaan ini menggambarkan keberha-
silan usaha-usaha peningkatan produksi beras di luar Pulau Jawa dan
berkurangnya ketergantungan pengadaan pangan dari Pulau Jawa.

Selain harga dasar gabah, sejak tahun 1979 penetapan harga


dasar diterapkan pula untuk kacang tanah, kacang hijau dan kedele.
Kebijaksanaan harga tersebut kemudian dievaluasi kembali dan
masing-masing berakhir pada tahun 1982 untuk kacang tanah, tahun
1990 untuk kacang hijau dan tahun 1991 untuk kedele. Hal ini
mengingat perkembangan tingkat harga pangan tersebut di pasaran
dalam negeri relatif cukup tinggi untuk mendorong peningkatan
produksi dan pendapatan petani.

b. Harga Batas Tertinggi

Untuk menjaga agar harga beras di pasaran tetap terjangkau


oleh daya beli masyarakat, pemerintah menerapkan harga batas
tertinggi. Secara berkala penetapan harga batas tertinggi ditinjau
kembali, agar sesuai dengan perkembangan harga dasar gabah dan
perkembangan harga kebutuhan bahan pokok lainnya. Tingkat harga
tertinggi ditentukan dengan memperhatikan kepentingan konsumen,
memperhitungkan tingkat margin pemasaran yang diperlukan untuk
menjamin efisiensi kinerja pasar.

Selanjutnya penentuan harga batas tertinggi beras dibedakan


menurut tiga kategori daerah produksi, yaitu daerah surplus, daerah
swasembada dan daerah defisit. Daerah surplus meliputi seluruh Jawa,
Sulawesi Selatan, Bali dan Nusa Tenggara Barat. Daerah
swasembada meliputi seluruh Sumatera, kecuali Riau, Kalimantan
Selatan dan Sulawesi Tengah. Sedangkan daerah lainnya tergolong
daerah defisit. Perbedaan harga batas tertinggi tersebut dimaksudkan
untuk mendorong para pedagang melakukan kegiatan perdagangan
beras antar daerah dan antar pulau.
Selama empat tahun Repelita V harga batas tertinggi beras
untuk daerah surplus, swasembada dan defisit masing-masing
menunjukkan peningkatan sekitar 6,1 % , 5,3 % dan 3,6 % per tahun.
Dalam tahun 1992/93 harga batas tertinggi untuk ketiga daerah
tersebut masing-masing meningkat sebesar 10,7 % , 1 0 , 4 % dan
10,1 % bila dibanding dengan harga batas tertinggi tahun
sebelumnya, atau masing-masing meningkat dari Rp 605,- Rp 616,-
dan Rp 627 ,- per kg pada tahun 1991/92, menjadi Rp 670,- Rp 680,-
dan Rp 690,- per kg pada tahun 1992/93 (Tabel VII-3).

Mekanisme untuk menjaga agar harga beras di pasaran tidak


melebihi harga batas tertinggi, adalah dengan cara menyalurkan
beras ke pasaran umum (operasi pasar), dimana tingkat harga beras
sedang meningkat mendekati harga batas tertinggi yang ditetapkan.
Penyaluran beras juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
golongan anggaran, yang terdiri dari para Pegawai Negeri, anggota
Angkatan Bersenjata dan para karyawan Perusahaan Negara.

Bila ditinjau secara keseluruhan selama empat tahun terakhir


ini, jumlah penyaluran beras menunjukkan penurunan sebesar 0,7%
per tahun (Tabel VII-4). Dalam tahun 1992/93 jumlah penyaluran
beras turun sekitar 19,4% bila dibanding dengan jumlah penyaluran
beras tahun sebelumnya, yaitu turun dari 2.173 ribu ton pada tahun
1991/92, menjadi 1.751 ribu ton pada tahun 1992/93. Dalam tahun
yang sama, khususnya penyaluran beras ke pasaran umum
mengalami penurunan sebesar 77, 1 %, yaitu turun dari 472 ribu ton
pada tahun 1991/92 menjadi 108 ribu ton pada tahun 1992/93.
Menurunnya jumlah penyaluran beras tersebut terutama disebabkan
oleh meningkatnya stok beras di masyarakat sebagai akibat
meningkatnya produksi beras dalam negeri. Stok beras di masyarakat
yang cukup besar menyebabkan harga beras di pasar. cukup stabil,
sehingga jumlah penyaluran beras ke pasar umum tidak terlalu.
besar.

VII/10
TABEL VII - 3

HARGA BATAS TERTINGGI BERAS,


1988/89 - 1992/93
(R p/Kg)

Akhir Repelrta V
No. Daerah Repelita IV 1)
(1988/89) 1989/9 1990/9 1991/9 1992/93

1 . Surplus 530,0 563,0 577,5 605,0 670,0

2. Swasembada 555,0 575,0 594,0 616,0 680,0

3 . Defisit 600,0 600,0 621,5 627,0 690,0

1) Angka sementara

TABEL VII - 4
1)
JUMLAH PENYALURAN BERAS,
1988/89 -1992/93
(ribu ton)
Repelita V
Akhir
No. Sesaran Penyaluran 2)
Repelita IV
(1988/89) 1989/90 1990/9l 199(192 1992/93

1. Golongan Anggaran 1.510 1.536 1.589 1.618 1.579

2 . PN / PNP 108 153 94 83 64

3 . Pasaran Umum 144 57 188 472 108

Jumlah 1.762 1.746 1.871 2.173 1.751

1) Angka tahunan
2) Angka sementare

VII/11
c. Sarana Penyangga

Dalam rangka menjaga stabilitas dan mengendalikan harga


beras, pemerintah harus memiliki stok beras yang cukup sebagai
sarana penyangga. Pengadaan stok beras yang cukup juga sangat
diperlukan untuk mengatasi kekurangan pangan yang sewaktu-waktu
mungkin terjadi di masyarakat. Dalam usaha menghimpun sarana
penyangga pangan tersebut, disediakan gudang pangan dengan
kapasitas dan mutu yang terus ditingkatkan dan disempurnakan.

(1) Pengadaan Sarana Penyangga

Sarana penyangga diusahakan melalui kegiatan pengadaan


gabah dan beras di dalam negeri berdasarkan kebijaksanaan harga
yang berlaku. Sarana penyangga ini sangat dibutuhkan untuk
menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan dalam negeri, di samping
berfungsi juga untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan harga
dasar. Apabila kebutuhan sarana penyangga tidak dapat dipenuhi dari
dalam negeri, kekurangannya dipenuhi melalui impor, baik yang
bersumber dari bantuan pangan, pengembalian pinjaman, maupun
pembelian komersial.

Pada tahun 1992 produksi beras meningkat sebesar 6,9 % bila


dibanding dengan produksi tahun sebelumnya, yaitu meningkat dari
29.048 ribu ton pada tahun 1991, menjadi 31.050 ribu ton pada
tahun 1992. Produksi beras yang sangat meningkat ini mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap. usaha-usaha pengadaan dalam
negeri. Dalam tahun 1992/93 pengadaan beras mencapai 2,.370,3
ribu ton (Tabel VII-2). Manfaat terbesar dari jumlah pembelian beras
yang cukup tinggi ini adalah terjaminnya kebutuhan untuk
penyaluran dan penyediaan pangan. Keadaan ini merupakan salah
satu prasyarat tercapainya stabilisasi ekonomi dan meningkatnya
pendapatan petani.

VII/12
(2) Pembangunan Gudang Pangan

Dalam rangka mendukung kebijaksanaan harga dan memenuhi


kebutuhan sarana penyangga yang cukup, kapasitas gudang pangan dan
mutu penyimpanan yang baik makin ditingkatkan. Dalam hubungan
ini sejumlah prasarana pergudangan telah dibangun, terutama di
beberapa daerah pusat produksi, pusat konsumsi dan transito di
pelabuhan-pelabuhan.

Selama empat tahun Repelita V jumlah gudang gabah/beras di


Indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,8% per tahun, sehingga
kapasitas gudang meningkat sebesar 1,3% per tahun (Tabel VII-5).
Pada tahun 1992/93 jumlah gudang dan kapasitasnya di seluruh
Indonesia sama dengan jumlah gudang pada tahun sebelumnya, yaitu
sebanyak 1.547 unit dengan kapasitas 3.516 ribu ton. Pembangunan
gudang selain disesuaikan dengan pertumbuhan kebutuhan sarana
penyangga, juga dimaksudkan untuk menjamin pemerataan
penyaluran beras ke berbagai daerah dan lapisan masyarakat.
Keadaan ini dapat digambarkan pada pangsa jumlah gudang dan
kapasitasnya di luar Jakarta. Dalam tahun 1992/93 jumlah gudang di
luar Jakarta, meningkat sebesar 93,3 % dari total jumlah gudang.
Kapasitasnya juga meningkat sebesar 89,5 % dari total kapasitas.

d. Impor Gandum dan Penyaluran Tepung Terigu

Untuk mendukung upaya penganekaragaman pola konsumsi


pangan, dan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada
beras, selama empat tahun terakhir ini penyediaan tepung terigu
sebagai sumber karbohidrat di luar beras terus dilakukan. Penyediaan
tepung terigu dipenuhi melalui impor gandum.

Sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun 1992/93, penjaluran


gandum meningkat sebesar 11,7% per tahun (T'abel VII-6). Dalam tahun
1992/93 penyaluran gandum meningkat sebesar 12,8% bila dibanding
dengan penyaluran tahun sebelumnya, yaitu meningkat dari 2.282
ribu ton pada tahun 1991/92, menjadi 2.573 ribu ton pada tahun
1992/93.

VII/13
TABEL VH - 5
1)
JUMLAH GUDANG GABAH BERAS DI JAKARTA DAN DI DAERAH-DAERAH,
1988/89 - 1992/93

Akhir Repelita V
No. Daerah Satuan Repelita IV 2)
(1988/89) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93

1. DKl Jakarta

Gudang (unit) 135,0 135,0 135,0 104,0 104,0

Kapasitas (ribu ton) 472,5 472,5 472,5 371,0 371,0

2. Daerah-daerah Lain

Gudang (unit) 1.311,0 1.311,0 1.311,0 1.443,0 1.443,0

Kapasitas (ribu ton) 2.876,5 2.876,5 2.876,5 3.145,0 3.145,0

Jumlah

Gudang (unit) 1.446,0 1.446,0 1.446,0 1.547,0 1.547,0

Kapasitas (ribu ton) 3.349,0 3.349,0 3.349,0 3.516,0 3.516,0

1) Angka kumulatif sejak tahun 1974175


2) Apgka sementara

VII/14
Selama empat tahun terakhir impor gandum juga
mengalami peningkatan, yaitu meningkat sebesar 11,3 % per tahun
(Tabel VII-6). Pada tahun 1992/93 impor gandum meningkat
menjadi 2.377 ribu ton dari 2.318 ribu ton pada tahun 1991/92 atau
meningkat sekitar 2, 6 %

e. Pengadaan dan Penyaluran Gula Pasir

Dengan makin meningkatnya kebutuhan gula pasir di dalam


negeri, penyediaan gula pasir terus ditingkatkan melalui peningkatan
produktivitas dan perluasan areal penanaman tebu, terutama
perluasan di lahan kering. Pada tahun 1992 produksi gula/tebu bila
dibanding dengan produksi tahun sebelumnya mengalami kenaikan
sebesar 4,2%, yaitu meningkat dari 2.253 ribu ton pada tahun 1991,
menjadi 2.348 ribu ton pada tahun 1992. Upaya peningkatan
produktivitas gula/tebu dilaksanakan, antara lain melalui peningkatan
mutu usaha intensifikasi tebu rakyat.

Pada tahun 1992/93 hasil pengadaan gula pasir dalam negeri


mencapai 2.200 ribu ton. Walaupun produksi gula dalam negeri
meningkat, dalam tahun yang sama impor gula masih dilakukan,
yaitu sekitar 309 ribu ton. Hal ini disebabkan sangat meningkatnya
permintaan gula dalam negeri. Tetapi dengan lebih meningkatnya
produksi dalam negeri, impor gula dalam tahun 1992/93 adalah lebih
rendah bila dibanding dengan jumlah impor tahun 1991/92, yaitu
sebesar 356 ribu ton. Sementara itu penyaluran gula pasir juga terus
meningkat, yaitu dari 23.790 ribu ton pada tahun 1991/92, menjadi
23.129 ribu ton pada tahun 1992/93.

2. Hasil-hasil yang Telah Dicapai

Sumbangan terbesar dari penerapan kebijaksanaan pengadaan


dan penyaluran pangan adalah terjaminnya stabilisasi harga pangan,
meningkatnya pendapatan petani dan kualitas gizi masyarakat.

VII/15
TABEL VII – 6
1)
IMPOR DAN DAN PENYALURAN GANDUM
1988/89 - 1992/93
(ribu ton)
Akhir Repelita V
No. Uraian Repelita IV 2) 3)

(1988/89) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93

1. Stok awal 310 238 349 254 290


2. Impor 1.607 1.773 1.692 2.318 2.377

Jumlah tersedia 1.917 2.011 2.041 2.572 2.667


3. Penyaluran 1.679 1.661 1.787 2.282 2.573

4. Stok akhir 238 350 254 290 94

1) Angka tahunan
2) Angka diperbaiki
3) Angka sementara
Perkembangan harga rata-rata gabah di pedesaan dalam tahun
1988/89 sampai dengan tahun 1992/93 umumnya menunjukkan
kecenderungan yang meningkat dan berada di atas harga dasar yang
ditetapkan (Tabel VII-7). Pada tahun 1992/93 walaupun harga
rata-rata gabah di pedesaan menunjukkan perkembangan yang
berfluktuasi, perkembangan harga rata-rata gabah tersebut tetap di
atas harga dasar. Tingkat harga rata-rata gabah di pedesaan, yang
berada di atas harga dasar menunjukkan bahwa gabah yang
dihasilkan dan dijual oleh para petani telah .memperoleh harga yang
wajar. Keadaan ini telah mendorong para petani untuk meningkatkan
produksi beras.

Tabel VII-8 menyajikan perkembangan harga rata-rata gabah


di daerah pedesaan selama empat tahun terakhir, baik di musim
panen maupun di musim paceklik. Dari tabel ini tampak bahwa
selama kurun waktu tersebut, perbedaan harga rata-rata antar musim
di pedesaan cenderung mengalami penurunan, yaitu sekitar 22,8%
per tahun. Bahkan pada tahun 1992/93 perbedaan harga rata-rata
antar musim di pedesaan menunjukkan penurunan yang lebih tajam
lagi, yaitu turun sekitar 115,5 % bila dibanding dengan perbedaan
harga rata-rata pada tahun 1991/92. Perkembangan harga rata-rata
gabah tersebut mempunyai pengaruh terhadap harga rata-rata beras
untuk daerah perkotaan. Sejak tahun 1988/89 sampai dengan tahun
1992/93 perbedaan harga rata-rata antar musim di beberapa kota
penting menunjukkan penurunan sebesar 21,3 % per tahun (Tabel
VII-10). Dalam tahun 1992/93 perbedaan harga rata-rata tersebut
menurun sekitar 88,4 % bila dibandingkan dengan harga rata-rata
tahun 1991/92.

Perkembangan harga tersebut menggambarkan bahwa kebijak-


sanaan pengadaan dan penyaluran pangan yang ditempuh selama
empat tahun Repelita V telah mampu mengendalikan harga di musim
panen dan di musim paceklik, sehingga gejolak perbedaannya
berhasil dibatasi pada tingkat yang wajar. Hal ini dapat dilihat juga
dari perkembangan harga rata-rata gabah dimusim panen di pedesaan
TABEL VII - 7
1)
PERKEMBANGAN HARGA RATA-RATA GABAH
DI PEDESAAN 1NDONESIA,
1988/89 - 1 9 9 2 / 9 3
(Rp/Kg)

Akhir Ropelita' V
Bulan Rapelita IV 2)

(1988/89) 1989190 - t990/91 1991Y92 1992/93

April 210,11 258,20 336,18 332,00 379,00


208,81 258,00 299,00 300,55 394,00
Mei
339,00
Juni 211,09 268,00 275,00 296,11
349,40
Ju1i 228,73 265,50 282,00 301,65
330,00
Agustus 246,27 263,00 304,50 343,80
273,40 378,18 353,00
September 266,30 301•,00

Oktober 290,11 315,00 319,67 351,56 353,00


Nopember 282,53 293,75 326,00 363,76 330,00

276,04 345,00
Desember 307,67 • 361,33 357,11
299,00 401,95 345,00
Januari 284,70 337,00

Pebruari 254,39 313,57 329,40 404,44 363,00


365,00 357,68
Maret 252,22 278,33 333,00

1) Gabah Kering Giling. Namun sejak bulan Maret 1986 pencatatan dilakukan
dalam bentuk Gabah Kering Panen lalu dikonversikan menjadi Gabah Kering
Giling dengan menggunakan koefisien berupa persentase harga dasar Gabah
Kering Giling terhadap realisasi harga rata-rata dari Gabah Kering Panen
selama musim panen (April, Mei, Juni) dalam tahun yang bersangkutan.
2) Angka sementara

VII/18
TABEL VII - 8
1)
PERBEDAAN ANTARA HARGA RATA-RATA GABAH DI MUSIM PANEN
DENGAN MUSIM PACEKLIK DI DAERAH PEDESAAN,
1988/89 - 1992/93
(Rp/kg)
Akhir Repelita V
No. Uraien Repelita 1V 2)
(1988/89) 1989190 1990/91 1991/92 1992/93

1. Harga rata-rata
musim penen (Mei,
Juni, Juli)
216,21 263,83 285,41 299,44 366,50

2. Harge rata-rata
musim paceklik
(Desember, Januari,
Februari)
271,71 306,75 342,57 387,83 354,00

3. Perbedaan dalam
persen terhadap
harga musim paceklik
20,43% 13,99% 16,69% 22,79% -3,53%

1) Dalam bentuk Gabah Kering Giling. Namun sejak bulan Maret tahun 1986
pencatatan dilakukan dalam bentuk Gabah Kering Panen lalu dikonversi-
kan menjadi Gabah Kering Giling dengan menggunakan koefisien berupa
persentase harga dasar Gabah Kering Giling terhadap realisasi harga
rata-rata dari Gabah Kering Panen selama musim panen (April, Mei,
Juni) dalam tahun yang bersangkutan
2) Angka sementara

VII/19
TABEL VII - 9
1)
HARGA RATA-RATA TERTIMBANG BERAS BULANAN
DI BEBERAPA KOTA PENTING,
1968 - 1992/93
(Rp/Kg)

Tahun/ Sema Yogya- Sura- Palem- Banjar- Ujung


Bulan Jakarta Bandung rang karta baya bang Medan masin Pandang
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

Akhir
Repelita IV
(1988/89)

April 496,86 435,35 385,39 377,56 402,47 435,00 450,00 512,41 411,25
Mei 445,44 423,35 380,77 375,75 394,38 425,00 454,00 525,19 400,00
Juni 444,38 430,34 408,92 376,41 425,52 426,67 467,50 498,41 400,00
Juli 529,50 460,38 442,26 399,09 440,02 436,67 486,25 468,75 406,25
Agustus 512,71 527,38 468,62 417,09 455,20 450,00 522,00 468,75 410,00
September 499,80 522,14 475,62 426,07 464,31 457,92 540,00 468,75 414,43
Oktober 505,48 518,51 479,47 447,37 470,13 482,50 547,00 468,75 426,93
Nopember 522,50 521,36 479,40 449,52 484,93 485,00 550,00 467,00 431,24
Desember 522,50 516,64 470,04 435,39 470,00 485,06 550,00 460,00 433,15
Januari 522,50 521,56 459,29 426,40 467,87 485,00 552,00 461,50 433,77
Pebruari 523,69 523,34 453,85 426,14 465,75 478,75 555,00 465,00 431,15
Maret 500,14 510,89 429,49 401,85 458,09 461,25 550,00 482,50 431,15

VII/20
(Lanjutan Tabel VII-9)

Tahun/ Sema- Yogya- Sura Palem Banjar- Ujung


Bulan rang karta baya bang Medan. masin Pandang
Jakarta Bandung
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

1989/90

April 492,22 496,06 421,55 380,90 465,20 458,33 550,00 500,00 429,93
Mei 494,78 491,93 420,93 384,16 462,81 458,33 538,50 500,00 431,04
Juni 492,22 491,82 420,00 399,44 445,62 493,75 533,75 476,56 431,04
Juli 492,22 492,99 421,01 402,53 455,57 500,00 546,25 468,75 431,04
Agustus 492,22 491,41 421,35 408,80 455,57 500,00 550,00 443,75 431,04
September 495,39 496,19 437,65 450,52 459,43 500,00 540,00 431,25 431,87
Oktober 519,96 513,84 448,25 453,09 485,06 500,00 .548,00 435,00 441,69
Nopember 521,76 502,40 448,25 459,66 487,48 500,00 550,00 460,90 446,62
Desember 517,89 501,35 448,25 456,09 482,51 500,00 546,25 500,00 451,38
Januari 550,34 523,53 457,24 461,07 500,08 500,00 539,00 500,00 457,89
Pebruari 563,00 523,53 480,71 465,17 520,73 493,75 535,00 500,00 459,43
Maret 535,31 508,46 451,59 412,40 486,49 475,00 506,25 496,10 465,00

VII/21
VII/22
VII/23
(Lanjutan Tabel VII-9)
Tahun/ Sema- Yogya- Sura- Palem- Banjar- Ujung
Bulan Jakarta Bandung rang karta baya bang Medan masin Pandang
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)

2)
1992/93

April 602,15 610,00 530,62 599,82 539,89 610,00 595,70 584,71 552,50.
Mei 602,15 610,00 576,74 602,46 539,89 610,00 602,06 590,00 540,00
Juni 620,43 622,69 588,92 612,85 607,72 614,00 625,03 590,00 540,00
Juli 625,00 622,69 583,03 615,04 608,16 620,00 626,02 590,00 540,00
Agustus 625,00 622,69 588,21 615,09 611,61 625,00 621,03 587,50 549,00
September 625,00 612,57 591,65 617,30 611,61 625,00 619,24 585,00 550,00
Oktober 625,00 605,06 580,35 617,80 611,61 621,25 601,03 585,00 550,00
Nopember 625,00 605,06 598,85 620,42 611,61 615,00 616,03 585,00 550,00
Desember 625,00 605,06 614,30 626,64 611,61 610,00 621,03 585,00 550,00
Januari 625,00 605,06 610,85 625,93 611,61 610,00 616,29 596,88 550,00
Pebruari 625,00 605,06 591,58 603,95 610,95 610,00 600,00 603,75 550,00
Maret 592,55 589,01 531,76 590,77 608,95 606,00 578,00 623,00 548,40

1) Beras Jenis Medium


2) Angka Sementara

VII/24
(Tabel VII-8). Harga rata-rata tersebut umumnya lebih tinggi bila
dibanding dengan harga dasar yang ditetapkan (Tabel VII-1).
Demikian pula perkembangan harga rata-rata beras di musim
paceklik di perkotaan (Tabel VII-10), umumnya lebih rendah bila
dibanding dengan harga batas tertingi yang ditetapkan (Tabel VII-3).

Perkembangan harga rata-rata beras jenis medium di beberapa


kota penting selama empat tahun Repelita V dapat dilihat dalam
Tabel VII-9. Dari tabel tersebut tampak bahwa secara umum
kota-kota yang mengalami tingkat harga yang relatif tinggi, terutama
menjelang dan selama musim paceklik adalah Jakarta, Bandung dan
Medan. Sementara itu rata-rata perbedaan harga beras antara
kota-kota penting tersebut pada tahun 1992/93 lebih kecil bila
dibandingkan dengan perbedaan harga beras antara kota-kota penting
tersebut pada tahun sebelumnya (Tabel VII-1 1).

Kebijaksanaan dan langkah-langkah di bidang pangan selama


empat tahun Repelita V telah memberikan dampak yang sangat
positif terhadap pembangunan nasional. Dampak tersebut antara lain
tercapainya pemantapan swasembada pangan dan kestabilan harga
pangan yang dinamis. Selain itu meningkatnya penyediaan berbagai
bahan pangan dalam negeri, baik beras maupun bukan beras, dapat
mendorong penganekaragaman konsumsi bahan pangan. Keadaan ini
mempunyai dampak yang sangat berarti terhadap usaha perbaikan
kualitas gizi masyarakat dan pengembangan sumber daya manusia.
Dalam tahun 1991/92 pola konsumsi masyarakat Indonesia
diperkirakan mencapai rata-rata 2.752 kalori/hari per jiwa, konsumsi
protein hewani sekitar 7,28 gram/hari per jiwa, di samping protein
,nabati sekitar 53,97 gram/hari per jiwa.

C. PERBAIKAN GIZI

Kebijaksanaan di bidang usaha perbaikan gizi terutama


ditujukan untuk menurunkan angka penyakit gangguan gizi seperti

VII/25
TABEL VII - 10
PERBEDAAN HARGA RATA-RATA BERAS DI MUSIM PANEN
DAN MUSIM PACEKLIK DI BEBERAPA KOTA PENTING,
1988/89 - 1992/93
(Rp/kg)

Akhir Repelita V
No. Uraian Repelita IV 1)
(1988/89) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93

1. Harga rata-rata
musim. panen (Mei,
Juni, Juli)
435,97 465,80 522,94 547,65 606,78

2. Harga rata-rata
musim paceklik
(Desember, Januati,
Februari)
481,31 497,56 547,20 590,73 612,35

3. Perbedaan dalam
Persen terhadap
harga musim panen 10,40% 6,82% 4,64% 7,87% 0,92%

VII/26
TABEL VII – 11
PERBANDINGAN ANTARA HARGA BERAS TERTINGGI DAN TERENDAH
DENGAN HARGA RATA-RATA DI BEBERAPA KOTA PENTING,
1988/89 – 1992/93
(Rp/Kg)

1) Angka sementara

VII/27
Kurang Energi Protein (KEP), kebutaan akibat kekurangan Vitamin
A, anemia karena kekurangan zat besi dan gondok endemik atau
gangguan akibat kekurangan Iodium. Penurunan angka penyakit gizi
amat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan dan
produktivitas masyarakat.

Sasaran peningkatan usaha perbaikan gizi terutama ditujukan


pada gologan rawan yaitu bayi, anak balita, ibu hamil dan yang
menyusui, masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di desa
maupun di kota serta golongan lanjut usia.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam perbaikan gizi masyarakat


pada Repelita V masih dititikberatkan pada Usaha Perbaikan Gizi
Keluarga (UPGK); penanggulangan kekurangan Vitamin A;
penanggulangan gangguan akibat kekurangan Iodium (GAKI) dan
anemia gizi; Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); Usaha
Perbaikan Gizi Institusi (UPGI); penelitian, ketenagaan dan
kelembagaan gizi.

1. Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)

Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) merupakan kegiatan


lintas sektor yang didukung oleh peran serta aktif masyarakat dengan
tujuan mendorong masyarakat mencukupi kebutuhan gizinya melalui
penganekaragaman pangan sesuai kemampuan dan potensi lahan di
daerah.

Tujuan dari UPGK secara umum adalah meningkatkan


kemampuan keluarga dalam rangka memecahkan masalah gizi yang
ada di keluarga itu sendiri maupun di sekitar keluarga antara lain
melalui Posyandu. Kegiatan UPGK terdiri dari: penyuluhan gizi
masyarakat, pelayanan gizi di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu),
dan pemanfaatan tanaman pekarangan.

Sebagai kegiatan lintas sektoral, UPGK terus dilaksanakan sesuai


dengan program tiap-tiap sektor yaitu kesehatan, pertanian,

VII/28
pendidikan, pemerintah daerah, agama dan keluarga berencana.
Untuk memantapkan koordinasi kegiatan UPGK di propinsi dan
kabupaten dibentuk tim koordinasi Badan Perbaikan Gizi Daerah
(BPGD).

Pada tahun 1991 dikembangkan uji coba mengenai strategi


Komunikasi, Informasi dan Edukasi-UPGK (KIE-UPGK) yang
spesifik daerah di Propinsi Timor Timur. Dalam tahun 1992/93 hasil
uji coba ini dipakai sebagai dasar untuk membuat buku pedoman
KIE-UPGK, video dan slide penyuluhan bagi Petugas Lapangan
Keluarga Berencana (PLKB). Selain itu untuk mendukung
KIE-UPGK selama tahun 1992/93 dilatih pengawas PLKB sebanyak
1.477 orang dan PLKB sebanyak 2.461 orang. Di samping itu
dilakukan pelatihan para pemuka agama di tingkat kecamatan dan
desa serta disusun buku pedoman UPGK. Kegiatan diversifikasi
pangan dan gizi ditingkatkan melalui pemanfaatan lahan pekarangan
oleh kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah dan
tergolong rawan gizi. Prioritas kegiatan diarahkan terutama untuk
meningkatkan konsumsi sayuran dan buah-buahan sekaligus
menambah pendapatan petani. Pada tahun 1992/93 telah dilakukan
kegiatan di 23 propinsi dan 125 kecamatan dengan menyebarkan
paket bantuan kepada 34 ribu kepala keluarga.

Pada tahun 1991 /92, kegiatan UPGK telah dilaksanakan di


seluruh propinsi dan kabupaten dan mencakup 60.798 desa binaan
dan 1.969 desa baru. Sedangkan pada tahun 1992/93 jumlahnya
meningkat menjadi 61.766 desa binaan dan jumlah desa binaan
baru menurun menjadi 744 desa. Penurunan ini disebabkan karena
pilihan desa binaan diutamakan untuk desa-desa terpencil yang sulit
dijangkau, sehingga jumlah desa dibatasi (Tabel VII - 12).

Salah satu indikator keberhasilan UPGK adalah peningkatan


pemanfaatan posyandu oleh masyarakat. Berdasarkan analisa
SUSENAS 1992, pemanfaatan Posyandu yang dinyatakan dengan

VII/29
TABEL VII - 12
1)
KEGIATAN USAHA PERBAIKAN GIZI KELUARGA,
1988189 - 1997/93

Akhir Repelita V
No. Uraian Repelita IV
(1988/89) 1989/90 1990/91 1991/92 1992/93

1. Propinsi 27 27 27 27 27

2. Kabupaten 298 298 298 301 301

3. Kecamatan 3.523 3.567 3.567 3.567 3.680

4. Desa 56.057 56.288 58.829 60.798 61.766


2)
5. Anak Balita yang tercakup 19.940.000 20.398.120 20.699.120 ,23,807.000 2A,123.600

1) Angka kumulatif sejak Repelita


2) Angka diperbaiki

VII/30
"pernah ke Posyandu" adalah sebesar 66,7 % dari para ibu yang
mempunyai :anak balita. Sedangkan.dari laporan pencatatan Posyandu
1992 diperoleh data bahwa cakupan rata-rata balita yang ditimbang
di Posyandu sebesar 47,3 % dari jumlah balita yang menjadi peserta
anggata :posyandu. Dengan semakin baiknya pelayanan UPGK maka
jumlah anak balita yang terlayani oleh kegiatan;gizi juga meningkat.

Analisa prevalensi kurang energi dan proten (KEP) dari survai


nasional Vitamin A tahun 1978 dan SUSENAS tahun .1992,
menunjukkan terjadinya perubahan prevalensi KEP. Pada tahun 1978
besaran prevalensi KEP adalah 18,9% dan menurun pada tahun 1992
menjadi sebesar 11,8 %, yang berarti penurunan sebesar 37,6 %.

a. Penyuluhan Gixi Masyarakat

Kegiatan :penyuluhan Gizi masyarakat bertujuan untuk


merubah :pengertian, sikap dan perilaku dari setiap individu
masyarakat terhadap kegunaan dan manfaat dari berbagai jenis
makanan yang ada.untuk suatu kehidupan yang sehat.

Kegiatan penyuluhan gizi di masyarakat dilakukan secara


terpadu terutama oleh para petugas kesehatan, pertanian, agama,
pendidikan, -penerangan dan industri kecil dengan didukung oleh
lembaga swadaya masyarakat.

Untuk menunjang dan meningkatkan mutu pelayanan penyu-


luhan, gizi masyarakat maka pada tahun 1992/93 telah dilaksanakan
pengadaan buku-buku penyuluhan, pelatihan KIE bagi petugas gizi di
27 propinsi dan penyusunan modul penyuluhan, di samping
penyebaran informasi media. elektronika melalui radio dan televisi.
Dalam rangka Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dalam tahun
1992/93 pada sebagian Posyandu di Indonesia telah digalakkan
pemanfaatan pekarangan sebagai sumber bahan makanan seperti
sayur-sayurann dan buah-buahan.

VII/31
Bimbingan dan penyuluhan serta bantuan terbatas untuk
pembudidayaan tanaman pekarangan sebagai percontohan maupun
penyebaran sedang dilaksanakan di ke 27 propinsi. Sebagian hasil
produksi pekarangan dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan
pemberian makanan tambahan di Posyandu. Pada tahun 1992/93
telah dilaksanakan pentaloka menu gizi spesifik daerah di Lampung
dengan peserta sebanyak 45 orang dan pelatihan teknologi tepat guna
pengolahan pangan di 4 propinsi dengan peserta sebanyak 140
orang.

Salah satu usaha untuk meningkatkan dan merangsang


tumbuhnya peran serta masyarakat yang menuju kepada kemandirian
UPGK dilakukan pemilihan desa terbaik dan bantuan bagi desa
terbaik. Pemilihan desa terbaik dilaksanakan melalui musyawarah
forum lintas sektor terutama dengan sektor yang terkait erat dalam
kegiatan UPGK. Kriteria dan instrumen penilaian disesuaikan dengan
kondisi daerah masing-masing. Bantuan bagi desa terbaik diberikan
bagi desa pemenang UPGK yang berprestasi agar dapat lebih
meningkatkan kegiatan dan memanfaatkan hasilnya guna
meningkatkan gizi keluarga. Bantuan diarahkan untuk peningkatan
program dan sasaran kegiatan UPGK, menunjang kelangsungan
hidup dan pengembangan anak termasuk kesehatan ibu dan anak.
Pada tahun 1992/93 dana bantuan desa disediakan sebanyak 84 paket
untuk 27 propinsi.

Program Peningkatan Penggunaan Air Susu Ibu (PP-ASI)


diselenggarakan dengan tujuan melestarinya kebiasaan menyusui bayi
secara penuh selama 4 bulan pertama setelah kelahiran dan
meningkatkan kesempatan ibu-ibu untuk menyusui melalui
penyempurnaan undang-undang atau peraturan dan pengawasan
pelaksanaan serta pengadaan tempat bagi ibu-ibu yang menyusui bayinya.
Di samping itu juga untuk meningkatkan upaya pengendalian
pemasaran dan penggunaan susu formula. Strategi pelaksanaan
kegiatan PP-ASI meliputi seluruh aparat pemerintah dan swasta,
organisasi masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pada
tahun 1992/93 telah diadakan kegiatan berupa

VII/32
pengadaan bahan penyuluhan PP-ASI sebanyak 3 macam terdiri dari
buku pedoman pemberian ASI, buku juklak Permenkesri No. 240/85
dan buku pedoman ASI untuk petugas kesehatan; pelatihan PP-ASI
di 3 propinsi sebanyak 105 petugas gizi; dan pengiriman materi
penyuluhan PP-ASI ke seluruh daerah di 27 propinsi. Di tingkat
propinsi telah dibentuk Pokja PP-ASI dan telah berkembang pula
kelompok pendukung ASI di tingkat desa yang merupakan faktor
penentu pencapaian target 100% penggunaan ASI pada tahun 2000.
Dalam rangka penggalakan ASI juga telah dilakukan lomba rumah
sakit sayang bayi yang diperluas jangkauannya sampai Puskesmas
Perawatan.

b. Pelayanan Gizi di Posyandu

Pelayanan gizi di Posyandu ditujukan untuk menanggulangi


masalah KEP, kekurangan Vitamin A dan Anemia Gizi serta GAKI.
Kegiatannya berupa pemantauan pertumbuhan balita dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), penyuluhan gizi,
pemberian paket pertolongan pertama. Paket pertolongan gizi berisi
antara lain pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi bagi anak
balita, pemberian tablet besi untuk ibu hamil dan pemberian oralit bagi
penderita diare serta pemberian k a ps ul I odi um . D a l a m
pelaksanaannya, kegiatan gizi di Posyandu diintegrasikan dengan
kegiatari pelayanan kesehatan dasar lainnya yaitu kegiatan Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA), keluarga berencana (KB), imunisasi dan
penanggulangan penyakit diare.

Pelaksana kegiatan gizi di Posyandu adalah para kader yang


telah dilatih dengan bimbingan teknis dari petugas kesehatan dan
petugas sektor lain yang berkaitan yaitu Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL), Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB),
dan penyuluh agama. Pada tahun 1991/92 jumlah Posyandu
bertambah dengan 3.598 buah sehingga jumlah Posyandu binaan
menjadi 238.078 buah. Pada tahun 1992/93 jumlah Posyandu baru
yang dikelola bertambah lagi dengan 3.158 buah sehingga jumlah
Posyandu binaan menjadi 241.236 buah. Jumlah kader di Posyandu

VII/33
rata-rata sebanyak 5 orang dan kepada mereka diberikan pelatihan
ulangan setiap dua tahun.

Pelatihan kader dianggap penting dalam rangka memper-


siapkan kader agar mau dan mampu berperan serta dalam melaksana-
kan kegiatan UPGK/Posyandu di desanya. Mengingat keterbatasan
kemampuan petugas/pelatih dalam melakukan proses pelatihan dan
kurangnya pembinaan dan bimbingan petugas setelah kader
memperoleh pelatihan, maka pada tahun 1992/93 dikembangkan
sistem pelatihan yang baru dengan menggunakan metoda yang
menarik untuk menggugah kader agar berperan lebih aktif. Sistem
pelatihan yang dilakukan lebih banyak menekankan latihan praktis
daripada teori sehingga kader dapat mudah mencerna latihan
tersebut. Pada tahun 1992/93 pelatihan kader dilaksanakan di
4 propinsi, yaitu Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur yang didahului oleh pelatihan bagi pelatih
mulai tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan secara lintas sektor.

c. Peningkatan Pemanfaatan Tanaman Pekarangan

Peningkatan pemanfaatan tanaman pekarangan merupakan


salah satu kegiatan penting untuk mendukung kegiatan gizi di
Posyandu. Tujuan kegiatan ini adalah membantu menambah
penyediaan pangan terutama sayuran, buah-buahan dan ternak kecil
terutama untuk keluarga petani tidak mampu, sekaligus untuk
meningkatkan pendapatannya. Oleh karena sasarannya adalah
keluarga petani miskin, maka program ini merupakan bagian dari
upaya penanggulangan kemiskinan.

Kegiatan ini merupakan kegiatan lintas sektor, dengan


bimbingan teknis terutama dari para Penyuluh Pertanian Lapangan
(PPL), kelompok wanita tani, anggota PKK yang telah dilatih dan
kader kesehatan.

Kegiatannya berupa pengadaan bibit buah-buahan dan sayuran


serta ternak yang sesuai dengan kondisi lahan yang tersedia. Pada

VII/34
tahun 1991/92 kegiatan ini telah dilaksanakan di 17 propinsi
mencakup 90 kecamatan. Sedangkan pada tahun 1992/93 telah di -
laksanakan di 23 propinsi dimana setiap propinsi mencakup 2 kabu -
paten, 2 kecamatan, dan 2 - 4 desa.

2 . Penanggulangan Kekurangan Vitamin A

Penanggulangan kekurangan Vitamin A dilaksanakan melalui


kegiatan distribusi kapsul Vitamin A dosis tinggi pada anak balita
dan peningkatan konsumsi makanan kaya akan Vitamin A.
Tujuannya adalah untuk menanggulangi kebutaan akibat kekurangan
Vitamin A dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit
infeksi. Pelaksanaan distribusi Vitamin A dosis tinggi dilakukan di
Posyandu yang telah tersebar di seluruh desa. Waktu pelaksanaan
distribusinya telah diatur melalui SK Menteri Kesehatan yaitu pada
setiap bulan Pebruari dan bulan Agustus. Pada tahun 1991/92 jumlah
anak balita yang mendapatkan kapsul Vitamin A mencapai 7,2 juta
orang, dan pada tahun 1992/93 sebanyak 7,6 juta orang (Tabel
VII-13). •Untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan penanggulangan
kekurangan Vitamin A telah pula dilakukan kegiatan SOMAVITA
(Social Marketing Vitamin A), yaitu upaya pemasyarakatan
informasi yang berkaitan dengan kekurangan Vitamin A secara
intensif kepada masyarakat. Dewasa ini sedang dijajaki kemungkinan
fortifikasi Vitamin A pada tepung terigu.

Untuk mengukur dampak dari program penanggulangan


kekurangan Vitamin A pada tahun 1992 telah dilaksanakan survai
nasional Vitamin A. Hasilnya menunjukkan bahwa prevalensi
kekurangan Vitamin A di Indonesia tinggal sebesar 0,35 % . Hal ini
menunjukkan penurunan sebanyak 73 % jika dibandingkan dengan
keadaan tahun 1978 yaitu sebesar 1,3 % . Dengan menggunakan
kriteria WHO, dapat dikatakan bahwa kekurangan Vitamin A tidak
lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat. Keadaan ini harus
tetap dipelihara di tahun-tahun berikutnya. Temuan lain dari survai
tersebut adalah masih rendahnya kadar serum Vitamin A dalam

VII/35
darah (lebih kecil dari 10 mg/dl) di Propinsi Timor Timur, NTT,
Maluku dan Irian Jaya. Dengan melihat kenyataan ini, ditambah
dengan rendahnya konsumsi makanan sumber Vitamin A maka upaya
penanggulangan kekurangan Vitamin A terutama di daerah-daerah
tersebut di masa datang perlu terus ditingkatkan.

3. Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan


Iodium (GAKI) dan Anemia Gizi

Masalah GAKI merupakan masalah yang cukup serius


mengingat besar dan luasnya masalah, serta akibat buruk yang
ditimbulkannya. Penyakit gondok tersebar diseluruh propinsi kecuali
DKI Jakarta, dengan prevalensi gondok total (TGR = Total Goitre
Rate) pada tahun 1990 sebesar 27,7%. Akibat buruk yang dapat
ditimbulkan oleh penyakit ini antara lain berupa gangguan
pertumbuhan fisik, terhambatnya perkembangan mental dan
rendahnya produktivitas kerja.

Kegiatan penanggulangan GAKI antara lain dilaksanakan


melalui pemberian Iodium dengan suntikan/kapsul Iodium, iodisasi
garam, iodisasi air minum dan penyuluhan untuk meningkatkan
konsumsi bahan makanan yang kaya akan Iodium.

Dalam.tahun 1991/92 jumlah penduduk yang disuntik lipiodol


sebanyak 2,2 juta orang. Mulai. tahun 1992/93 penyuntikan lipiodol
diganti dengan pemberian kapsul Iodium. Dengan cara ini maka
jumlah penduduk yang tercakup dengan pemberian kapsul Iodium
adalah sebanyak 7,6 juta orang, atau meningkat lebih dari 3 kali lipat
dari cakupan selama tahun 1991/92.

Peningkatan konsumsi garam beriodium terus dilaksanakan


walaupun hasilnya belum menggembirakan. Ini disebabkan oleh
masih banyaknya garam yang tidak beriodium beredar di
daerah-daerah gondok endemik. Di samping itu banyak beredar
garam beriodium dengan kadar yang tidak sesuai dengan standar.

VII/36
TABEL VII – 13
PELAKSANAAN PENCEGAHAN GONDOK ENDEMIK DAN ANEMIA GIZI,
1988189 - 1992/93

Akhir Repelita V
No. Uraian Satuan Repelita IV 1) 1)
(1988/89) 1989/90 1990/91 1991/9 1992/93
2

1. Pencegahan Gondok
Endemik
2)
- Penyuntikan Lipiodol penduduk 1.000.000 671.604 2.177.340 2245.803 -

- Kapsul Iodium penduduk - - - - 7.600.000

-
- Pemantauan Medis propinsi 4 4 5 5 5
desa 12 12 15 15 15

2. Pencegahan Anemia
Gizi

3. Distribusi Tablet Besi ibu hamil 1.397.300 2.003.22 2.110.500 2.500.000 1.428.500
Melalui UPGK 9

4. Distribusi Kapsul anak balita 8.000.000 6.703.33 10.597.800 7.208.945 7.668.000


Vitamin A 0

1) Angka diperbaiki.
2) Mulai tahun 1992/93 penyuntikan Lipiodol diganti dengan pemberian kapsul Iodium.
Selain itu harga garam beriodium yang relatif lebih mahal dari garam
biasa ikut mempengaruhi konsumsi garam beriodium terutama oleh
masyarakat yang berpengasilan rendah.

Penanggulangan anemia gizi pada ibu hamil dilaksanakan


dengan cara pemberian tablet besi dan penyuluhan gizi untuk
meningkatkan konsumsi pangan yang kaya zat besi. Kegiatan ini
dilaksanakan di sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit,
Puskesmas dan Puskesmas Pembantu serta Posyandu.

Pada tahun 1991/92 jumlah ibu hamil yang mendapatkan tablet


besi melalui kegiatan UPGK adalah sebanyak 2,5 .juta orang,
sedangkan pada tahun 1992/93 jumlahnya 1,4 juta orang. Cakupan
distribusi tablet besi yang menurun ini, menurut studi antara lain
disebabkan karena ibu hamil kurang menyukai tablet besi, baunya
kurang enak, bentuknya kurang menarik dan menimbulkan efek mual
dan pusing. Oleh sebab itu saat ini sedang dicoba tablet besi yang baru,
dengan rasa dan bau yang lebih enak dan efek samping lebih
kecil, sehingga diharapkan cakupan pemberiannya akan meningkat.

Kegiatan penyuluhan sedang dikembangkan berupa kegiatan


pemasaran sosial makanan sumber zat besi di 2 propinsi yaitu di
Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.

4. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)

Sistem Kewaspadaan Pangan. dan Gizi (SKPG) adalah


rangkaian kegiatan pemantauan secara cermat dan berkesinambungan
terhadap keadaan pangan dan berbagai hal yang berkaitan dan
berpengaruh terhadap status gizi penduduk guna pengambilan
keputusan dan tindakan. SKPG dirintis sejak Repelita III dan dalam
Repelita V diarahkan kepada dua hal yaitu: (1) mengembangkan
Sistem Isyarat Dini dan Intervensi (SIDI), khususnya di daerah
rawan pangan dan penduduknya berpenghasilan rendah, (2)
mengembangkan si,stem informasi gizi yang berguna untuk

VII/38
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian program pangan dan gizi.

Pada tahun 1991/92 kegiatan SIDI telah dilaksanakan di


7 propinsi meliputi 66 kabupaten dan 318 kecamatan. Sedangkan
pada tahun 1992/93 lokasi kegiatannya diperluas menjadi 16 pro-
pinsi, 112 kabupaten dan 1.077 kecamatan. Perkembangan terakhir
dari kegiatan SIDI, disesuaikan dengan kebutuhan Pemerintah
Daerah dalam bentuk Pemantauan Wilayah Setempat Pangan dan
Gizi (PWS-PG). Hasil analisis SIDI - akan berguna untuk dasar
penentuan prioritas kegiatan penanggulangan baik berupa bantuan
pangan, bantuan obat-obatan, padat karya dan sebagainya yang akan
dilaksanakan oleh sektor-sektor terkait.

Kegiatan dalam sistem informasi gizi berupa


Pemantauan Status Gizi (PSG) dan Jaringan Informasi Pangan dan
Gizi, (JIPG). Kegiatan PSG dilaksanakan dalam dua bentuk yaitu
PSG tingkat kecamatan dan PSG yang diintegrasikan kedalam
kegiatan SUSENAS. Hasil PSG yang diintegrasikan dengan
SUSENAS akan memberikan gambaran tentang status gizi anak
balita tingkat Na-sional dan tingka t pr opi ns i s e rt a fa kt or -
f a kt or yang mempengaruhinya. Sedangkan PSG tingkat
kecamatan akan memberikan gambaran keadaan status gizi untuk
tingkat desa, tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Pada tahun
1992/93 PSG tingkat kecamatan telah dilaksanakan di 6 propinsi,
77 kabupaten, 977 kecamatan dan 7.835 Posyandu. Sedangkan
kegiatan PSG yang diintegrasikan ke dalam Puskesmas telah
dilaksanakan pada tahun 1986, 1987, 1989 dan tahun 1992.

Kegiatan JIPG baru dikembangkan di tingkat pusat. Hasilnya


berupa penerbitan publikasi tentang hasil penelitian pangan dan gizi,
informasi program pangan dan gizi dan masalah aktual lainnya di
bidang pangan dan gizi.

VII/39
5. Upaya Perbaikan Gizi Institusi (UPGI)

Tujuan dari UPGI adalah untuk mengarahkan dan mendorong


institusi untuk menerapkan norma-norma gizi dalam rangka
meningkatkan status gizi warga institusi baik milik pemerintah
maupun swasta. Kegiatannya berupa pelatihan, bimbingan teknis,
penyediaan buku pedoman, penyuluhan konsultasi gizi dan dietetik
dan pelayanan intervensi gizi. Sasaran UPGI antara lain institusi
kesehatan, sosial, sekolah, tenaga kerja, rumah tahanan, lembaga
pemasyarakatan dan pengelola jasa boga. Sampai dengan tahun
1992/93 telah dibina sekitar 10% dari jumlah institusi yang ada.

Kegiatan UPGI di sekolah-sekolah pada tahun 1991/92


mencakup sebanyak 114 Sekolah Dasar, sedangkan pada tahun
1992/93 cakupannya meningkat menjadi 124 Sekolah Dasar di
Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, NTT, Timtim, Maluku
dan Irian Jaya. Pemilihan lokasi didasarkan atas kondisi sebagian
besar murid sekolah tersebut yang berasal dari keluarga yang kurang
mampu dan tingkat absensi murid yang tinggi. Kegiatannya berupa
pemberian makanan tambahan dengan frekuensi 4-6 seminggu selama
satu tahun pelayanan. Pemberian makanan tambahan disediakan
dengan persyaratan: (a) memenuhi kandungan 200-300 kalori dan 3-5
gram protein, (b) menggunakan bahan makanan setempat yang
diperkaya dengan sumber protein nabati dan hewani, (c) diper-
siapkan, dimasak, disajikan dengan cara yang memenuhi kebersihan
oleh PKK atau persatuan orang tua murid (POM) setempat dan (d)
bentuk hidangan disesuaikan dengan kebiasaan selera daerah.

Di samping pemberian makanan tambahan, upaya perbaikan


gizi di sekolah dilakukan melalui penyuluhan gizi pada anak didik,
guru-guru dan orang tua murid.

6. Penelitian, Ketenagaan dan Kelembagaan Gizi

Penelitian gizi terutama diarahkan untuk mendukung dan


memperkuat pengelolaan program gizi. Pada tahun 1992/93 telah

VII/40
dilaksanakan berbagai penelitian, survai maupun studi antara lain:

 Evaluasi masalah Xerophthalmia skala nasional untuk


dasar penyusunan program PJPT II;
 Penelitian kebiasaan makan para manajer dan karyawan
perusahaan dalam kaitannya dengan penyakit degeneratif,
akibat gizi salah/gizi lebih;
 Aspek pelayanan gizi dan kaitannya dengan mobilitas
penduduk tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah di
daerah perkotaan;
 Pengaruh pemberian suplementasi asam amino bercabang
terhadap prestasi olahragawan;
 Penelitian kadar mineral pangan yang berkaitan dengan
gizi;
 Studi transisi pola perilaku konsumsi makanan masya-
rakat berpenghasilan rendah pada wilayah perkembangan
industri;
 Studi validasi data konsumsi pangan SUSENAS;
 Uji coba penyuluhan gizi untuk penanggulangan keadaan
gizi buruk melalui peningkatan kemampuan tenaga gizi
Puskesmas.

Untuk mendukung pelaksanaan program perbaikan gizi, maka


pendidikan tenaga gizi terus dikembangkan. Pada tahun 1991/92
jumlah Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG) adalah sebanyak 11
buah dan Akademi Gizi (AKZI) sebanyak 13 buah. Untuk memenuhi
kebutuhan sumber daya manusia yang lebih baik maka pada tahun
1992/93 jumlah AKZI ditingkatkan menjadi 16 buah tetapi jumlah
SPAG berkurang menjadi 9 buah. Jumlah peserta didik pada tahun
1991/92 pada SPAG sebanyak 552 orang, dan pada AKZI 1.699
orang, sedangkan pada tahun 1992/93 jumlah peserta didik SPAG
sebanyak 280 orang dan AKZI 1.975 orang. Peningkatan institusi
pendidikan SPAG menjadi AKZI dilaksanakan dalam rangka
mengantisipasi perkembangan kegiatan program gizi yang semakin
meningkat dan meluas sehingga perlu tersedia tenaga gizi yang lebih

VII/41
profesional. Pendidikan gizi lainnya berupa program D.IV
dilaksanakan oleh Universitas Indonesia. Selain itu terdapat pula
program S1 maupun S2, antara lain dilaksanakan oleh berbagai
Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Fakultas Pertanian jurusan
GMSK (Gizi Masyarakat dan Sumber daya Keluarga) di IPB Bogor.

VII/42

Anda mungkin juga menyukai