Strategi yang saya jelaskan disini hanya meliputi 3 (tiga) aspek saja, meliputi :
Dana dan waktu juga menjadi pertimbangan sih. Dari kegiatan yang sudah-sudah, tidak
semuanya juga bisa saya ikuti. Yang terpenting kita selalu aktif mencari kesempatan
dan selalu berusaha untuk mengikutinya. Tidak boleh pasif apalagi ketika kita
dihadapkan dengan peluang untuk mengikuti kegiatan namun kita melewatkannya
begitu saja. Sayang sekali kalau seperti itu kan...
Dalam mengembangkan diri, kita juga perlu menanamkan dalam diri kita seperti yang
saya fahami dari penuturan Buya Hamka: Jangan merasa ilmumu sudah tinggi, karena
begitu kamu merasa ilmumu sudah cukup atau sudah tinggi kamu akan berhenti.
Sementara ilmu itu berkembang dunia ini berubah. Sementara yang kamu tahu hanya
sebatas kemampuanmu sebatas pengalamanmu yang pasti tidak sempurna, maka
jangan pernah kamu merasa ilmumu sudah cukup tinggi.
Apa yang disampaikan Buya Hamka, jika kita sudah bisa meresapi dan
menjalankannya, maka pribadi kita akan menjadi sosok yang haus akan ilmu. Tanpa
ada dituntut oleh apapun atau siapapun, guru secara langsung akan selalu
mengembangkan dirinya. Karena selalu merasa bahwa dirinya kurang.
Selanjutnya kita juga perlu meluaskan pergaulan kita. Tidak cukup hanya mengikuti
KKG atau MGMP saja. Ikuti juga kelompok kajian-kajian, diskusi terbatas, simposium,
bedah buku dan sebagainya. Tidak harus kegiatan yang bersifat offline, kita juga bisa
mengikuti forum-forum atau grup-grup online yang banyak sekali membahas tentang
bidang-bidang kita.
Setelah pergaulan kita luas, kita juga perlu luwes. Maksudnya bisa bergaul dengan
siapa saja, tidak perlu merasa paling unggul, jangan terlalu memilih-milih. Sehingga
pengetahuan dan pemahaman kita bisa menjadi lebih luas, artinya semesta pemikiran
kita bisa menjadi lebih besar.
Jika wadah kita besar, ketika ada perbedaan apapun tetap bisa masuk dalam semesta
pemikiran kita dan tidak mudah kaget dengan perbedaan. Tidak mudah terpengaruh dan tidak
mudah tertipu. Tapi semua bisa masuk, karena kita menjadi tau bahwa setiap pikiran ada sisi
benarnya masing-masing, setiap gagasan ada sisi pas-nya masing-masing asal dalam konteks
yang tepat.
Kita juga perlu senantiasa melakukan refleksi terhadap program pembelajaran. Tidak harus
berbentuk PTK sebenarnya, bakunya sih memang PTK. Apapun bentuknya, kita perlu
melakukan relfeksi atas apa yang sudah kita laksanakan. Sehingga kita bisa mengetahui
kekurangan-kekurangan kita dan bisa kita perbaiki pada masa yang akan datang.
Udah, yang penting saya menulis. Itu saja dulu. Karena bagi saya, ketika sudah menemukan
keasikan dalam suatu hal, kita akan menikmatinya dan menganggapnya sebagai kegiatan yang
menyenangkan. Jadi tidak terbebani sama sekali.
Belajar konsisten atau istiqomah, saya masih berusaha di situ. Karena menulis membutuhkan
konsistensi. Tidak hanya menulis sih, semua hal kalau kita konsisten itu lebih baik meskipun
sedikit. Untuk melatih konsistensi dalam hal menulis saya menulis blog ini
(https://www.ebadrus.com/) yang isinya lebih ke pendidikan. Tapi saya masih belum bisa
konsisten sih T.T ini tertinggal 3x posting. Saya perlu memperbaiki ritme dan manajemen
waktunya lagi. Sebaiknya saya mencari cara agar bagaimanapun kondisinya posting tetap
harus jalan.
Meskipun saya menyebutkan yang penting nulis, bukan berarti aturan tentang penulisan itu
tidak penting. Memang yang terpenting menumbuhkan dulu minat untuk menulis, selanjutnya
disertai dengan penambahan wawasan tentang menulis.
Cara saya untuk menambah wawasan tentang menulis saya mengikuti pelatihan-pelatihan
tentang penulisan. Ini juga termasuk pengembangan diri. Biasanya saya ikut pelatihan yang
diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru Indonesia).
Banyak sekali pelatihannya untuk pengembangan diri guru. Termasuk pelatihan tentang
penulisan buku hingga penerbitannya. Dari kegiatan IGI tersebut saya menjadi lebih tau dan
mengenal banyak teman-teman guru yang punya semangat luar biasa dalam mengembangkan
profesionalitasnya. Sehingga semangatnya pun juga bisa menular kepada saya.
Hal ini sesuai dengan pelatihan yang baru saja saya jalani di Yamaha, yaitu tentang kaizen
(baca: kaizeng) yang artinya perubahan berkesinambungan ke yang lebih baik.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menemukan permasalah nyata yang ada di
sekitar kita. Karena karya inovatif itu berangkat dari pemecahan masalah yang ada atau
perbaikan dari cara yang sebelumnya. Diharapkan karya inovatif kita bisa memberikan manfaat
yang lebih daripada yang sebelumnya atau bisa memecahkan masalah yang ada.
HOME PENDIDIKAN STRATEGI MENGEMBANGKAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN DI ABAD 21
Dana dan waktu juga menjadi pertimbangan sih. Dari kegiatan yang sudah-sudah, tidak
semuanya juga bisa saya ikuti. Yang terpenting kita selalu aktif mencari kesempatan
dan selalu berusaha untuk mengikutinya. Tidak boleh pasif apalagi ketika kita
dihadapkan dengan peluang untuk mengikuti kegiatan namun kita melewatkannya
begitu saja. Sayang sekali kalau seperti itu kan...
Dalam mengembangkan diri, kita juga perlu menanamkan dalam diri kita seperti yang
saya fahami dari penuturan Buya Hamka: Jangan merasa ilmumu sudah tinggi, karena
begitu kamu merasa ilmumu sudah cukup atau sudah tinggi kamu akan berhenti.
Sementara ilmu itu berkembang dunia ini berubah. Sementara yang kamu tahu hanya
sebatas kemampuanmu sebatas pengalamanmu yang pasti tidak sempurna, maka
jangan pernah kamu merasa ilmumu sudah cukup tinggi.
Apa yang disampaikan Buya Hamka, jika kita sudah bisa meresapi dan
menjalankannya, maka pribadi kita akan menjadi sosok yang haus akan ilmu. Tanpa
ada dituntut oleh apapun atau siapapun, guru secara langsung akan selalu
mengembangkan dirinya. Karena selalu merasa bahwa dirinya kurang.
Selanjutnya kita juga perlu meluaskan pergaulan kita. Tidak cukup hanya mengikuti
KKG atau MGMP saja. Ikuti juga kelompok kajian-kajian, diskusi terbatas, simposium,
bedah buku dan sebagainya. Tidak harus kegiatan yang bersifat offline, kita juga bisa
mengikuti forum-forum atau grup-grup online yang banyak sekali membahas tentang
bidang-bidang kita.
Setelah pergaulan kita luas, kita juga perlu luwes. Maksudnya bisa bergaul dengan
siapa saja, tidak perlu merasa paling unggul, jangan terlalu memilih-milih. Sehingga
pengetahuan dan pemahaman kita bisa menjadi lebih luas, artinya semesta pemikiran
kita bisa menjadi lebih besar.
Jika wadah kita besar, ketika ada perbedaan apapun tetap bisa masuk dalam semesta
pemikiran kita dan tidak mudah kaget dengan perbedaan. Tidak mudah terpengaruh
dan tidak mudah tertipu. Tapi semua bisa masuk, karena kita menjadi tau bahwa setiap
pikiran ada sisi benarnya masing-masing, setiap gagasan ada sisi pas-nya masing-
masing asal dalam konteks yang tepat.
Kita juga perlu senantiasa melakukan refleksi terhadap program pembelajaran. Tidak
harus berbentuk PTK sebenarnya, bakunya sih memang PTK. Apapun bentuknya, kita
perlu melakukan relfeksi atas apa yang sudah kita laksanakan. Sehingga kita bisa
mengetahui kekurangan-kekurangan kita dan bisa kita perbaiki pada masa yang akan
datang.
Belajar konsisten atau istiqomah, saya masih berusaha di situ. Karena menulis
membutuhkan konsistensi. Tidak hanya menulis sih, semua hal kalau kita konsisten itu
lebih baik meskipun sedikit. Untuk melatih konsistensi dalam hal menulis saya menulis
blog ini (https://www.ebadrus.com/) yang isinya lebih ke pendidikan. Tapi saya masih
belum bisa konsisten sih T.T ini tertinggal 3x posting. Saya perlu memperbaiki ritme dan
manajemen waktunya lagi. Sebaiknya saya mencari cara agar bagaimanapun
kondisinya posting tetap harus jalan.
Meskipun saya menyebutkan yang penting nulis, bukan berarti aturan tentang penulisan
itu tidak penting. Memang yang terpenting menumbuhkan dulu minat untuk menulis,
selanjutnya disertai dengan penambahan wawasan tentang menulis.
Cara saya untuk menambah wawasan tentang menulis saya mengikuti pelatihan-
pelatihan tentang penulisan. Ini juga termasuk pengembangan diri. Biasanya saya ikut
pelatihan yang diselenggarakan oleh IGI (Ikatan Guru Indonesia).
Banyak sekali pelatihannya untuk pengembangan diri guru. Termasuk pelatihan tentang
penulisan buku hingga penerbitannya. Dari kegiatan IGI tersebut saya menjadi lebih tau
dan mengenal banyak teman-teman guru yang punya semangat luar biasa dalam
mengembangkan profesionalitasnya. Sehingga semangatnya pun juga bisa menular
kepada saya.
Hal ini sesuai dengan pelatihan yang baru saja saya jalani di Yamaha, yaitu tentang
kaizen (baca: kaizeng) yang artinya perubahan berkesinambungan ke yang lebih baik.
sumber : https://www.opex-academy-for-certification.ca/certifications/lean-and-kaizen.html
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menemukan permasalah nyata yang
ada di sekitar kita. Karena karya inovatif itu berangkat dari pemecahan masalah yang
ada atau perbaikan dari cara yang sebelumnya. Diharapkan karya inovatif kita bisa
memberikan manfaat yang lebih daripada yang sebelumnya atau bisa memecahkan
masalah yang ada.
Setelah mengetahui permasalahan nyata yang ada di sekitar kita, langkah selanjutnya
kita perlu mencari penyebab utama. Caranya bisa dengan menggunakan prinsip "5
Whys".
Kenapa kok ada "5 Why"? Karena biasanya kita bisa mengetahui penyebab utama dari
suatu permasalah ketika kita bertanya "kenapa?" sebanyak 5 kali.
Tidak semua 5 kali sih, tapi jangan mencari penyebab utamanya hanya dengan
bertanya "kenapa?" satu kali saja. Hanya saja biasanya ketika kita gunakan 5 why
sudah ditemukan penyebab utamanya. Kadang juga 3 kali sudah ketemu. Kadang juga
lebih.
Contoh penerapan "5 Whys" misal masalahnya adalah siswa malas ikut pelajaran.
Nah, seperti itulah contoh penerapan "5 Whys" meskipun ternyata yang saya contohkan
lebih dari 5. hehehe kalau contoh di industri seperti gambar di bawah ini.