Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Setiap perusahaan multinasional yang melakukan kegiatan di suatu negara
harus selalu mengikuti peraturan yang ada dan telah ditetapkan oleh pasar
modal itu sendiri. Hal ini diperlukan demi terciptanya suasana kerukunan dan
kerjasama yang saling menguntungkan.
Dasar dan sumber hukum utama yang berkaitan dengan perusahaan
multinasional di Indonesia ditemukan di dua tempat, yakni Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, (selanjutnya disebut
UUPT) dan Undang-Undang Penanaman Modal Asing No. 1 Tahun 1967
(selanjutnya disebut UUPMA ) dengan segala peraturan pelaksanaannya.
Oleh karena sifat dan aktivitas perusahaan multinasional yang melintasi
batas-batas negara, maka hukum perusahaan multinasional ini juga
dipengaruhi oleh hukum internasional dan hukum perusahaan multinasional
yang berlaku dimasing-masing negara, dimana perusahaan multinasional
tersebut beroperasi. Dan berdasarkan ketentuan-ketentuan Hukum perusahaan
multinasional yang diatur berdasarkan Code of Conduct on transnational
corporation ( ECOSOC – PBB ) dan Deklarasi tata ekonomi internasional
baru (PBB) yang menyatakan bahwa pendelegasian hukum dari masyarakat
internasional kepada tiap Negara untuk memiliki wewenang mengatur
kegiatan perusahaan transnasional di wilayah yang menjadi yurisdiksinya
maka, UU PMA No. 1 Tahun 1967 dijadikan sumber hukum perusahaan
multinasional di Indonesia.
Salah satu penyebab rentannya perusahaan-perusahaan di Indonesia
terhadap gejolak perekonomian adalah lemahnya penerapan good corporate
governance. Good Corporate Governance (GCG) pada dasarnya merupakan
konsep yang menyangkut struktur perseroan, pembagian tugas, pembagian
kewenangan, pembagian beban tanggung jawab masingmasing unsur dari
struktur perseroan. Prinsip- prinsip Good Corporate Governance diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006 yaitu Transparancy

1
(Transparansi), Accountability (Akuntabilitas), Responsibility
(Pertanggungjawaban), dan Fairness (Kewajaran). Terjadinya kejahatan dan
pelanggaran perusahaan multinasional di Indonesia diasumsikan beberapa
alasan yaitu kesalahan pelaku, kelemahan aparat yang mencakup integritas
dan profesionalisme serta kelemahan peraturan.
UUPMA memberikan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang
dilakukan oleh Penanam Modal Asing yang melakukan pelanggaran kontrak.
Ketentuan sanksi lainnya terdapat pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
pasal 34 tentang Penanaman Modal terkait pelanggaran dari investor asing
yang bersangkutan dilihat/ dikaji secara kasuistis, misalnya investor asing
tersebut melanggar hal-hal yang dilarang di bidang pertambangan, maka
investor tersebut akan dikenakan sanksi berdasarkan Undang-Undang dan
peraturan perundang-undangan terkait pertambangan. Sehingga pelanggar
tersebut dapat di kenakan sanksi administrasi, pidana maupun perdata sesuai
dengan pelanggaran yang dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah terurai diatas, beberapa
masalah pokok yang akan dibahas penulis adalah:
1. Apa pengertian Good Corporate Governance
2. Apa prinsip – prinsip Good Corporate Governance
3. Bagaimana implementasi prinsip – prinsip good corporate governance
oleh perusahaan multinasional
4. Apa sajakah pelanggaran prinsip – prinsip Good Corporate
Governance oleh PT Freeport

2
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui dan memahami pengertian Good Corporate Governance
2. Mengetahui dan memahami prinsip – prinsip Good Corporate
Governance
3. Mengetahui dan memahami implementasi prinsip – prinsip good
corporate governance oleh perusahaan multinasional
4. Mengetahui pelanggaran prinsip – prinsip Good Corporate
Governance oleh PT Freeport

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Good Corporate Governance


Governance dalam konteks Good Corporate Governance (GCG) disebut
sebagai tata pamong. Sedangkan Corporate Governance (CG) atau pengelolaan
perusahaan, menurut Sutan Remi Sjahdeini adalah suatu konsep yang
menyangkut struktur perseroan, pembagian tugas, pembagian kewenangan,
pembagian beban tanggung jawab masing-masing unsur dari struktur perseroan.
Jadi, Good Corporate Governance (GCG) secara definitif merupakan sistem yang
mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah (value
added) untuk semua stakeholder, baik itu primary stakeholders (investor,
karyawan dan manajer, supplier, rekanan bisnis dan masyarakat) maupun
secondary stakeholders (pemerintah, institusi bisnis, kelompok sosial
kemasyarakatan, akademisi dan pesaing).

2.2 Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance


Secara normatif prinsip-prinsip GCG ini diatur dalam Peraturan Bank
Indonesia No. 8/14/PBI/2006 yaitu Transparancy (Transparansi), Accountability
(Akuntabilitas), Responsibility (Pertanggungjawaban), dan Fairness (Kewajaran).

2.3 Implementasi Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance oleh


Perusahaan Multinasional
a. Implementasi prinsip keadilan.
Kerangka kerja corporate governance memastikan perlakuan yang wajar
terhadap semua pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan asing.
Pemegang saham dilindungi dari penipuan, self dialing, dan insider trading yang
dilakukan oleh board of directors, manajer, dan pemegang saham utama, atau
pihak lain yang mempunyai akses informasi perusahaan.

4
b. Implementasi prinsip transparansi.
Pedoman GCG memasukkan prinsip keterbukaan yang mensyaratkan
ketepatan waktu dan akurasi informasi. Perseroan mempunyai kewajiban
mengungkapkan informasi penting dalam laporan berkala dan laporan peristiwa
penting perseroan kepada pemegang saham dan instansi pemerintah yang terkait
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku secara tepat waktu,
akurat, jelas dan secara obyektif.

c. Implementasi prinsip akuntabilitas


Implementasi prinsip akuntabilitas diwujudkan dengan adanya
keterbukaaninformasidalam bidang financial dalam hal ini ada dua pengendalian
yang dilakukan oleh direksi dan komisaris. Direksi menjalankan operasional
perusahaan, sedangkan komisaris melakukanpengawasan terhadap jalannya
perusahaan oleh Direksi.

d. Implementasi prinsip responsibilitas.


Prinsip ini berhubungan dengan tanggungjawab perusahaan sebagai
anggota masyarakat yaitu dengan cara mengakomodasi kepentingan pihak-pihak
yang berkaitandengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis
dan sebagainya.

2.4 Pelanggaran Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance Oleh PT.


Freeport McMoran Inc

PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan pertambangan yang


mayoritas sahamnya dimiliki Freeport-McMoran Copper & Gold Inc. (AS).
Perusahaan ini menghasilkan emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg.
Freeport telah melakukan eksplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing
tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan
Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

5
Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 milyar
dolar AS. Dengan harga emas mencapai nilai tertinggi dalam 25 tahun terakhir,
yaitu 540 dolar per ons. Wajar jika Mining International, sebuah majalah
perdagangan, menyebut tambang emas Freeport sebagai yang terbesar di dunia.

Saham perusahaan ini dipegang oleh: (1) Freeport-McMoran Copper &


Gold Inc. (AS) sebesar 81,28 persen; (2) Pemerintah Indonesia memegang 9,36
persen, dan PT. Indocopper Investama memegang 9,36 persen. Perusahaan
tambang ini tidak hanya menghasilkan emas, tetapi juga tembaga, emas, perak,
molybdenum dan rhenium. Selama ini hasil bahan yang di tambang tidaklah jelas,
karena hasil tambangnya dikapalkan ke luar untuk dimurnikan, sedangkan
molybdenum dan rhenium  merupakan sebuah hasil sampingan dari pemrosesan
bijih tembaga.

Freeport telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan


tentang lingkungan hidup sehingga merusak lingkungan.

2.5 Pelanggaran Prinsip – Prinsip Good Corporate Governance

a. Fakta-fakta :

1. Pekerja Freeport di Indonesia diketahui mendapatkan gaji lebih rendah


daripada perkerja Freeport di negara lain untuk level jabatan yang sama.

2. Februari, 2017. Menururt informasi yang diperoleh Otto, di Kementerian


ESDM , upah yang diperoleh pegawai Freeport hanya setara dengan UMR
atau sebesar Rp. 3,3 juta.

3. Mei, 2017. Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang ( Jatam ) , Melky


Nahar , mencatat sederet pelanggaran lingkungan dan hak asasi manusia yang
dilakukan Freeport, seperti :
- Meracuni sungai, muara dan laut di Kabupaten Mimika dengan limbah
yang mengandung merkuri dan sianida. Tercatat lima sungai yang terkena

6
dampak : Aghawagon, Otomana, Ajkwa, Minajerwi, dan Aimore karena
digunakan sebagai tempat pengendapan limbah tambang (tailing).
- Freeport juga mengerjakan perluasan tanggul di barat dan timur ke arah
selatan lantaran aliran tailing tak terkendali. Limbah ini mengancam
sungai baru, yaitu Tipuka.

4. Jatam juga menemukan dugaan penolakan pembayaran pajak air tanah yang
seharusnya disetorkan Freeport ke Pemerintah Kabupaten Mimika.

5. Mei, 2017 . BPK ( Badan Pemerika Keuangan ) , total potensi kerugian


lingkungan yang timbul mencapai Rp. 185 Triliun. Temuan ini diperoleh dari
berbagai analisis dan evaluasi data dari berbagai sumber. Berikut enam
pelanggaran lingkungan Freeport versi BPK :
1. Pelanggaran penggunaan kawasan hutan lindung seluas 4.535,93 hektare.
Freeport tidak mengantongi izin pinjam-pakai pada 2008-2015. Negara
kehilangan penerimaan negara bukan pajak dari penggunaan kawasan
hutan. Potensi kerugian negara sebesar Rp. 270 miliar.
2. BPK menemukan kelebihan pencairan jaminan reklamasi sebesar US$
1,43 juta atau Rp. 19,4 miliar berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia
pada 25 Mei 2016 yang mana dana itu seharusnya masih ditempatkan di
pemerintah. Ditemukan pula ketidaksesuaian laporan reklamasi dengan
fakta di lapangan.
3. Freeport melakukan penambangan di bawah tanah tanpa izin lingkungan.
Analisis mengenai dampak lingkungan yang dikantongi Freeport sejak
1997 tidak mencakup tambang bawah tanah.
4. Penambangan Freeport membuat kerusakan gara-gara membuang limbah
operasional di sungai, muara dan laut. Pemerintah tak mampu mencegah
kerusakan hingga produksi Freeport telah mencapai 300 ribu ton. Potensi
kerugian negara Rp 185 triliun.
5. Freeport belum menyetorkan kewajiban dana pascatambang periode 2016
ke pemerintah. Potensi kerugian negara US$ 22,29 juta atau sekitar Rp 293
miliar.

7
6. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan kurang ketat mengawasi Freeport
dalam hal dampak penurunan permukaan akibat tambang bawah tanah.
Potensi kerugian negara Rp 185,563 triliun.

5. PT. Freeport telah banyak melakukan pelanggaran lainnya, antara lain :

1. PT. Freeport telah melanggar hak-hak dari buruh Indonesia (HAM)


berdasarkan UU No. 13/2003 tentang mogok kerja sah dilakukan. Freeport
telah melanggar pasal 139 dan psal 140.

- Pasal 139: “Pelaksanaan mogok kerja bagi pekerja/buruh yang bekerja


pada perusahaan yang melayani kepentingan umum dan atau perusahaan
yang jenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia diatur
sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kepentingan umum dan atau
membahayakan keselamatan orang lain”.

- Pasal 140:
(1) “Sekurang-kurangnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sebelum mogok
kerja dilaksanakan, pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh wajib
memberitahukan secara tertulis kepada pengusaha dan instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat”.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu) sekurang-
kurangnya memuat: (i) Waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri
mogok kerja. (ii) Tempat mogok kerja. (iii) Alasan dan sebab-sebab
mengapa harus melakukan mogok kerja. (iv) Tanda tangan ketua dan
sekretaris dan/atau masing-masing ketua dan sekretaris serikat
pekerja/serikat buruh sebagai penanggung jawab mogok kerja.
(3) Dalam hal mogok kerja akan dilakukan oleh pekerja/buruh yang tidak
menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, maka pemberitahuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditandatangani oleh perwakilan

8
pekerja/buruh yang ditunjuk sebagai koordinator dan/atau penanggung
jawab mogok kerja.
(4) Dalam hal mogok kerja dilakukan tidak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), maka demi menyelamat kan alat produksi dan aset perusahaan,
pengusaha dapat mengambil tindakan sementara dengan cara: (i) Melarang
para pekerja/buruh yang mogok kerja berada dilokasi kegiatan proses
produksi, atau (ii) Bila dianggap perlu melarang pekerja/buruh yang
mogok kerja berada di lokasi perusahaan.
- Pasal 22: “Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas
memilih pekerjaan, berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial,
dan budaya yang sangat doperlukan untuk martabat dan pertumbuhan
bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama
internasional, dan sesuai dengan pengaturan sumber daya setiap negara”

2. Selain bertentangan dengan PP 76/2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi


dan Reklamasi Hutan, telah terjadi bukti paradoksal sikap Freeport.

3. Freeport melakukan pelanggaran Kontrak Karya yang telah disepakati


dengan Pemerintah Indonesia. Adapun pelanggaran-pelanggaran kontrak
karya yang telah dilakukan Freeport ialah:

- Pada Februari , 2017 , Freeport dinyatakan telah pasal 24 Kontrak Karya.


Seharusnya Freeport dikenai kewajiban melakukan divestasi saham,
namun Faktanya hal itu tidak terjadi.
- Freeport membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian meniral
(smelter) Pelanggaran berikutnya adalah tidak menaati hukum nasional
Indonesia. Dalam hal ini adalah UU no. 4 tahun 2009 tentang mineral
dan batu bara.
- Pelanggaran ketiga adalah , pada pasal 23 ayat 2 kontrak karya diatur
bahwa perusahaan dari waktu ke waktu harus menaati hukum nasional
Indonesia. Namun pada kenyataannya, Freeport pun enggan
menyesuaikan kontrak karya dengan Undang-Undang Minerba.

9
6. Dari sejak April 2017, pemerintah Indonesia dan Freeport melakukan negosiasi.
Hal ini dilatar belakangi penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun
2007 tentang pelaksanaan kegiatan tambang mineral dan batu bara. Ada empat
komponen yang dinegosiasikan, adalah stabilitas investasi jangka panjang,
kelanjutan operasi Freeport pasca 2021, pembangunan smelter dan divestasi
saham.
Berikut adalah kesepakatan antara pemerintah dan Freeport yang telah dicapai :
1. Landasan hukum yang mengatur antara Pemerintah dan Freeport akan
berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus ( IUPK ), bukan berupa Kontrak
Karya ( KK ).
2. Divestasi saham PT. Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan
Nasional Indonesia . Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu
pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari pemerintah dan PT. Freeport
Indonesia.
3. PT. Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian
atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai
pada 2022 , kecuali terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas Penerimaan Negara . Penerimaan Negara secara agregat lebih
besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang
didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk
PT. Freeport Indonesia.

7. Freeport memiliki rencana menambah investasi di Indonesia sebesar US$20


miliar yang sebagian besar
Dianggarkan untuk pengembangan tambang bawah tanah. CEO Freeport
McMoran Richard Adkerson menuturkan bahwa Freeport telah sepakat untuk
membayar royalti lebih tinggi sesuai dengan Undang-Undang Minerba dan
peraturan yang diadopsi. Freeport akan mencapai peningkatan pendapatan bersih
pemerintah.

10
b. Pembahasan
Permasalahan yang terjadi bermulai dari adanya ketidak-sesuaian gaji dan
upah para pekerja Indonesia yang bila dibandingkan dengan tenaga kerja dari
negara lain yang sama levelnya sangat berbeda jauh. Gaji pekerja Freeport hanya
sebatas upah minimum regional ( UMR ). Meski dikatakan tidak melanggar
hukum, namun gaji yang diberikan tersebut jauh dari apa yang dibayangkan.
Selain minimnya gaji atau upah yang diberikan, pekerja di perusahaan tambang
asal Amerika Serikat (AS) tersebut sangat tidak merata antara pekerja lokal asli
Papua dengan pekerja asing. Dan ironisnya, para pekerja lokal umumnya
dipekerjakan di level paling bawah, lain halnya dengan pekerja asing.

Disamping itu, adanya penemuan mengenai ketidak-sesuaian laporan


dengan fakta di lapangan yang ditemukan oleh BPK. Penghitungan kerugian atas
dampak lingkungan dari pengoperasian tambang Freeport oleh tim pengawas dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kementerian Lingkungan
Hidup dan Perhutanan selama ini tak akurat. Sehingga, tim BPK mengkaji ulang
laporan tersebut dan menemukan beberapa kejanggalan seperti adanya kelebihan
pencairan jaminan reklamasi Freeport, kerugian negara yang sebenarnya dlsb.

Freeport juga sudah terlalu sering melakukan pelanggaran kontrak. Tidak


berhenti di permasalahan-permasalahan di atas, masih banyak lagi pelanggaran
yang dilakukan oleh Freeport khususnya pelanggaran lingkungan hidup yang
membuat rakyat Papua menderita.

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pihak Freeport telah banyak
melakukan kelalaian dan melanggar prinsip-prinsip GCG. Freeport yang
memperlakukan pekerja lokal kurang layak seperti perbedaan gaji dan upah,
penempatan kedudukan di perusahaan, merupakan salah satu pelanggaran prinsip
GCG khususnya prinsip Keadilan. Selain itu, Freeport juga merusak lingkungan
Papua dan membuat rakyat Papua menderita . Freeport juga tidak membayar
tanggung jawabnya untuk membayar pajak ke pemerintah daerah setempat Hal ini

11
dapat diartikan bahwa Freeport juga melanggar prinsip Responsibility atau Prinsip
Tanggung Jawab.

Tak berhenti disitu saja, masih ada pelanggaran yang dilakukan oleh
Freeport, yaitu seringnya melanggar peraturan atau undang-undang dengan alasan
Kontrak Karya. Freeport juga bahkan berani melakukan penambangan di bawah
tanah tanpa izin lingkungan, tidak membayar pajak, juga tidak adanya
transparansi dengan pemerintah hingga ditemukan adanya kesalahan
penghitungan kerugian negara yang membuat negara rugi. Hal ini menunjukkan
bahwa Freeport juga melanggar prinsip akuntabilitas dan transparansi yang
ditunjukkan dengan tidak adanya keterbukaan dan keakuratan informasi.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

- Prinsip-prinsip GCG yang dilanggar oleh PT. Freeport McMoran Inc adalah
prinsip keadilan, responsibilitas, transparansi dan akuntabilitas.
- Pelanggaran prinsip keadilan salah satunya ditunjukkan dengan adanya
perlakuan yang tidak adil terhadap upah dan gaji karyawan lokal dengan
karyawan asing yang levelnya sama.
- Pelanggaran prinsip responsibilitas ditunjukkan dengan perusakan lingkungan
papua yang membuat rakyat papua menderita dan tidak adanya
penanggulangan atas kerusakan tersebut.
- Pelanggaran prinsip transparansi dan akuntabilitas ditunjukkan dengan tidak
adanya ketidak sesuaian informasi yang diberikan Freeport kepada negara
seperti melakukan penambangan di bawah tanah tanpa izin lingkungan,
sehingga tidak adanya kejujuran dan keterbukaan mengenai informasi akurat
jumlah pendapatan mereka yang sesungguhnya. Padahal, hal ini juga
mempengaruhi pendapatan dan kerugian yang diperoleh oleh negara.

13
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Bank Indonesia No. 8/14/PBI/2006


Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Pelaksanaan Kegiatan
Tambang Mineral dan Batu Bara.
Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2008 tentang Kewajiban Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan.
Sutan Remi Sjahdeini, 2003 , Good Corporate Governance : Antara Idealisme
dan Kenyataan, Citra Aditya Bakti: Bandung, hlm. 3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2009 Tentang Mineral dan
Batu Bara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Mogok
Kerja Sah Dilakukan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman
Modal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan
Terbatas.
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Penanaman Modal Asing No. 1
Tahun 1967.
www.hillarias.wordpress.com .
www.liputan6.com . Bisnis dan Finance- Berita Harian PT. Freeport
www.siapataumenginspirasi.blogspot.id
www.tempo.co.id . Berita Harian Freeport Indonesia.
www.artonang.blogspot.id .

14

Anda mungkin juga menyukai