Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

METODOLOGI PENELITIAN KUANTITATIF

Pemilihan Masalah Penelitian

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Metodologi Penelitian Kuantitatif

Dosen Pengampu :

Dr. Parno, M.Si

Dra. Endang Purwaningsih, M. Si

Oleh :

Astrida Khoirunnisa 200321859504

Nafilah Husnaul Azizah 200321866039

Yolanda Dwi Vivian K 200321759508

Kelas : Offering-B S2 Pendidikan Fisika / 2020

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah penelitian merupakan suatu pondasi dalam melakukan suatu penelitian.
Singkatnya, masalah penelitian adalah adanya kesenjangan antara harapan dengan
kenyataan, teori dengan praktek yang seharusnya terjadi. Masalah penelitian bukan
merupakan suatu rumusan tujuan. Ketika ditanya apa masalah dalam penelitianmu?
Beberapa menjawab: “Ingin mengetahui...” dan itu adalah rumusan tujuan bukan suatu
masalah penelitian. Tiap kerja peneliti harus mempunyai masalah penelitian untuk
dipecahkan. Perumusan masalah penilitian merupakan kerja yang bukan mudah, padahal
masalah selalu ada disekeliling kita. Dalam proses perumusan masalah penelitian harus
diawali dengan melakukan identifikasi masalah itu sendiri dan sesuai dengan topik yang
diangkat. Proses identifikasi masalah adalah apabila peneliti mengetahui dan menyadari
bahwa telah atau akan terjadi situasi yang tidak diinginkan.
Kedudukan masalah dalam alur prosedur penelitian sangatlah penting, bahkan
lebih penting dari solusi atau jawaban yang akan diperoleh atau dicari, karena masalah
yang dipilih dapat menentukan perumusan masalah, tujuan, hipotesis, kajian pustaka yang
akan digunakan bahkan juga untuk menentukan metodologi yang tepat untuk
memecahkannya. Namun sebagai seorang pendidik ataupun ilmuan, pemilihan masalah
dalam penelitian sangat diperlukan agar penelitian yang akan dilakukan bisa lebih terarah.
Pemilihan masalah penelitian dapat dilakukan dengan proses mengidentifikasinya.
Meemilih masalah penelitian bukanlah suatu hal yang mudah. Oleh karena itu untuk
menentukan masalah penelitian, perlu mengetahui dulu apa masalahnya. Sebagian besar
pemecahan masalah tergantung pada pengetahuan peneliti tentang masalah tersebut.
Sebagian lain ditentukan oleh pengetahuan peneliti tentang sifat dan hakekat masalah
tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka kami membuat makalah dengan judul
“Pemilihan masalah dalam penelitian”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan yakni bagaimana cara
memilih masalah dalam penelitian?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini yakni untuk menjelaskan cara memilih
masalah dalam penelitian
BAB II
PEMBAHASAN

A. Mengidentifikasi Masalah Penelitian


Seorang peneliti akan memulai sebuah penelitian dengan mengidentifikasi masalah
yang akan diteliti. Mereka akan menuliskan latar belakang masalah di awal pembahasan
sebuah penelitian. Biasanya masalah akan dijabarkan sehingga memberikan pemahaman
kepada pembaca, mengapa masalah tersebut layak diteliti dan hasil penelitiannya layak
dibaca oleh banyak pihak. Creswell (2012) menyatakan bahwa masalah dalam penelitian
yaitu isu-isu tentang pendidikan, hal-hal yang memicu kontroversi dan hal-hal yang perlu
untuk ditemukan solusinya. Sedangkan Kerlinger (2002) menyatakan bahwa sebuah
kalimat tanya atau pernyataan yang menanyakan tentang hubungan antara dua variabel
atau lebih. Jawaban dari pertanyaan akan dijabarkan dalam sebuah penelitian yang sedang
dikaji. Sedangkan variabel didefinisikan sebagai pembeda antara sesuatu dengan yang
lain.
Dalam sebuah penelitian baik penelitian kuantitatif maupun kualitatif selalu
berangkat dari masalah. Namun terdapat perbedaan mendasar antara masalah dalam
penelitian kuantitatif dan masalah dalam peneltitian kualitatif. Seperti yang dikatakan
oleh Sugiyono (2014:205) dalam peneltian kuantitatif, masalah yang akan dipecahkan
melalui penelitian harus jelas, spesifik dan dianggap tidak berubah. Sedangkan di dalam
penelitian kualitatif, masalah yang dibawa oleh peneliti masih remang-remang, bahkan
gelap, kompleks dan dinamis. Oleh karena itu, masalah dalam penelitian kualitatif masih
bersifat sementara dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada dilapangan.
Proses mencari masalah untuk bahan penelitian adalah langkah pertama yang harus
dilakukan oleh seorang peneliti. Lebih lagi, seorang mahasiswa pascasarjana yang
membuat disertasi atau tesis. Permasalahan yang dikaji haruslah berkualitas. Oleh karena
itu, mahasiswa diharuskan terus menambah literatur yang mereka kaji. Karena semakin
banyak literatur yang mereka baca maka pemikiran dan kemampuan akan terus
meningkat.
Salah satu alasan mengapa seorang mahasiswa tidak tepat waktu saat studinya
karena mereka menyia-nyiakan waktu yang dimiliki untuk tidak membuat sebuah
penelitian. Disarankan untuk mereka yang sedang studi diperguruan tinggi untuk sesegera
mungkin mencari dan mengkaji penelitian yang akan diteliti.
Menurut Notohadiprawiro (2006), identifikasi masalah merupakan upaya untuk
mengelompokkan, mengurutkan sekaligus memetakkan masalah-masalah tersebut secara
sistematis berdasarkan keahlian bidan peneliti. Layak tidaknya suatu masalah yang diteliti
tergantung ketajaman dan kemandirian (kepekaan, kesiapan dan ketekunan) peneliti yang
bersangkutan. Identifikasi masalah perlu memperhatikan apakah masalah atau fokus yang
dipilih cukup: (1) esensial atau menduduki urutan paling penting diantara masalah-
masalah yang ada, (2) urgent atau mendesak untuk dipecahkan, (3) bermanfaat bila
dipecahkan.
1. Membaca Literatur Penelitian
Beberapa peneliti pemula memilih masalah untuk dipelajari hanya karena itu
menarik bagi mereka dan mereka ingin belajar lebih banyak tentang itu. Mereka
mungkin menganggap alasan-alasan ini sebagai pembenaran yang cukup untuk
melakukan penelitian. Namun, ada kriteria lain untuk mempertimbangkan
kemungkinan kontribusi penelitian yang diusulkan untuk pengetahuan penelitian.
Pengetahuan penelitian tidak sama dengan pengetahuan pribadi. Keduanya memiliki
standar yang berbeda. Pengetahuan peneliti diwakili didalam jurnal, buku, dan
publikasi lainnya yang bereputasi baik oleh para peneliti professor. Seorang peniliti
diharuskan terus mengembangkan penelitian yang dikaji. Karena seiring berjalannya
waktu pengetahuan dan teknologi akan semakin berkembang pesat.
Pada proses mengidentifikasi masalah seorang peneliti diharuskan untuk
melakukan kajian literatur tentang topik atau materi kajian penelitian yang dipilih.
Dalam prosesnya, seorang peneliti harus bertanya dan menjawab pertanyaan seperti,
sudahkah penelitian tentang masalah ini dilakukan sebelumnya? jika demikian, apa
yang telah dipelajari? Apakah metode yang saya gunakan lebih buruk dari pada,
sebaik, atau lebih baik dari metode yang digunakan sebelumnya? apakah masalah
dalam penelitian saya sudah signifikan? Atau ada permasalahan menarik lain yang
harus dikaji?
Dalam membaca literatur, perlu diingat bahwa peneliti biasanya menyebutkan
masalah yang perlu diselidiki diakhir laporan mereka. Sebagai contoh perhatikan
pernyataan dibawah ini dalam artikel penelitian yang diterbitkan:
• Dari sebuah penelitian untuk menentukan apakah tujuan motivasi (tujuan belajar
yang direferensikan sendiri versus tujuan kinerja yang melibatkan perbandingan
dengan orang lain) mempengaruhi partisipasi dan kinerja siswa sekolah dasar
yang rendah pengarsipan selama pemecahan masalah kolaboratif dengan mitra
berprestasi.

“penelitian ini berlangsung di lingkungan eksperimental di luar ruang kelas reguler


siswa selama periode waktu yang singkat. Para siswa mengerjakan tugas-tugas
matematika seperti sekolah dengan para mitra yang mereka kenal; Namun, mereka
melakukan ini di hadapan orang asing (penelitian) dan kamera video. Meskipun hasil
pengamatan ini sugestif, peneliti harus berhati-hati dalam menggeneralisasi temuan
kami di kelas. Penelitian lanjutan diperlukan untuk menetapkan apakah tujuan
pencapaian saja akan cukup kuat untuk memediasi pembelajaran dari teman sebaya
selama periode waktu yang panjang dalam studi kelas naturalistik”.

2. Melakukan Riset Berbasis Teori


Pendekatan yang mungkin menghasilkan studi penelitian yang luar biasa
adalah merumuskan masalah penelitian yang akan menguji teori yang anda atau orang
lain kembangkan. Suatu pendekatan yang cenderung menghasilkan studi penelitian
yang luar biasa adalah merumuskan masalah penelitian yang akan menguji teori yang
Anda atau orang lain kembangkan. Seperti yang kami jelaskan di Bab 1, teori adalah
penjelasan tentang peristiwa yang diamati dalam hal konstruksi dan hukum yang
menentukan bagaimana konstruksi terkait satu sama lain. Ketika konstruk dianggap
sebagai karakteristik yang dapat bervariasi dalam kuantitas, itu disebut variabel.
Penelitian berbasis teori biasanya terdiri dari pengujian hipotesis (spekulasi tentang
hubungan antara dua variabel atau lebih) yang dialihkan dari sebuah teori. Sebuah
hipotesis untuk prediksi yang dapat diuji tentang fenomena yang dapat diamati yang
didasarkan pada teori yang membangun dan hubungan mereka yang diduga.
▪ Keuntungan Penelitian Berbasis Teori
Penelitian berbasis teori tentang fenomena pendidikan memiliki beberapa
keuntungan, terlepas dari apakah itu melibatkan penggunaan metode kuantitatif atau
kualitatif. Pertama, penelitian berbasis teori biasanya menghasilkan temuan penting.
Tanpa teori sebagai titik awal atau akhir, banyak penelitian membahas pertanyaan-
pertanyaan sepele atau tidak memberikan kontribusi apa pun pada akumulasi lambat
pengetahuan yang dibutuhkan untuk kemajuan pendidikan sains. Kedua, teori dapat
memberikan dasar rasional untuk menjelaskan atau menafsirkan hasil penelitian.
Penelitian tanpa landasan teoritik sering menghasilkan hasil yang peneliti tidak bisa
jelaskan. Studi semacam itu masih dapat membantu dalam pengembangan teori, tetapi
dampaknya pada pemahaman kita tentang fenomena yang sedang dipelajari jauh lebih
jelas dan langsung daripada penelitian yang didasarkan pada teori yang ada atau yang
menemukan teori

3. Meniru dan Memperluas Penelitian Sebelumnya


Strategi lain untuk mengidentifikasi masalah penelitian adalah mereplikasi dan
memperluas studi masalah yang diselidiki oleh peneliti lain. Dalam ilmu fisika, studi
penting selalu direplikasi sebelum temuan mereka diterima oleh masyarakat ilmiah.
Perlunya replikasi bahkan lebih penting dalam pendidikan dan disiplin ilmu sosial
lainnya karena studi sering memiliki kelemahan dalam metodologi atau generalisasi
yang sangat terbatas. Oleh karena itu, Anda mungkin dapat memberikan kontribusi
yang berharga dengan mengulang, dan meningkatkan, studi penelitian yang dilakukan
peneliti lain. Yang dimaksud mereplikasi disini bukan menjiplak karya atau hasil
penelitian orang. Akan tetapi, penelitian yang mereplikasi penelitian orang lain itu
sebagai berikut:
a. Untuk memeriksa temuan – temuan yang baru
b. Untuk memeriksa validitas temuan penelitian diberbagai populasi
c. Untuk memeriksa tren atau berubah seiring berjalannya waktu
d. Untuk memeriksa temuan penting menggunakan metode yang berbeda
e. Untuk mengembangkan intervensi yang lebih efektif dan efisien

4. Bekerja dengan Tim Proyek


Beberapa profesor dan direktur penelitian menerima dukungan keuangan
untuk melakukan penelitian pendidikan dalam bentuk kontrak dan hibah dari lembaga
federal dan yayasan swasta. Proyek mereka mungkin cukup besar untuk
membutuhkan tim peneliti, dalam hal ini mungkin ada peluang bagi mahasiswa
pascasarjana untuk menjadi anggota tim. Sebagai aturan, direktur proyek memberikan
arahan secara keseluruhan, tetapi mahasiswa pascasarjana dapat melakukan studi yang
termasuk dalam lingkup penyelidikan proyek.
Bekerja pada proyek-proyek tim memiliki kelebihan dan kekurangan.
Mungkin keuntungan yang paling penting adalah bahwa dukungan keuangan biasanya
tersedia untuk mengerjakan proyek. Dukungan ini mungkin hanya mencakup
pembayaran untuk administrasi ujian atau menyediakan bahan-bahan yang diperlukan
atau bantuan administrasi. Namun, itu mungkin melibatkan menerima beasiswa atau
bantuan penelitian yang cukup untuk memenuhi pengeluaran utama Anda saat Anda
menyelesaikan pekerjaan pascasarjana Anda. Sebuah proyek tim juga menawarkan
Anda kesempatan untuk berpartisipasi dalam studi yang lebih besar, lebih canggih
daripada yang akan terjadi jika Anda bekerja secara mandiri. Anda juga memiliki
kesempatan untuk belajar sesuatu tentang dinamika penelitian tim. Pengalaman ini
akan membantu Anda jika Anda memiliki kesempatan berikutnya untuk
mengarahkan, atau menjadi anggota tim, pada proyek penelitian lainnya. Anda juga
dapat belajar banyak dari anggota tim peneliti yang lain karena setiap anggota tim
membawa latar belakang pelatihan dan pengalaman yang berbeda untuk proyek
tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan apa yang telah dibahas dapat disimpulkan bahwa dalam melakukan suatu
penelitian ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Pertama kita harus mengetahui masalah
yang ingin diteliti. Sesuatu disebut sebagai masalah jika itu nyata, dapat dirasakan dan
membutuhkan pemecahan masalah. Jika tidak membutuhkan solusi, maka itu tidak bisa
menjadi masalah. Masalah akan muncul jika tidak adanya kesesuaian antara kenyataan dan
harapan dan yang tersedia dan yang diperlukan. Adapun langkah untuk mengidentifikasi
masalah penelitian antara lain:

a. Membaca literaratur penelitian


b. Melakukan riset berbasis teori
c. Meniru atau memperluas penelitian sebelumnya
d. Bekerja dengan Tim Proyek
DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J.W. 2012. Educational research: planning, conducting, and evaluating quantitative
and qualitative research, (4th edition). Boston: Pearson Education, Inc.

Kerlinger, Fred N. 2002. Foundation of Behavioral Research.3th Ed. New Jersey: Holt,
Rinehart and Winston Publishing Co.

Notohadiprawiro, T. 2006. Metode Penelitian dan Penulisan Ilmiah. Yogyakarta: Universitas


Gajah Mada

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Volume 6 No. 1 Juni 2020 Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (JPFT)

Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing


Berbantuan Media PheT Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Berpikir Kritis Fisika Peserta Didik SMA
Kurnia Agustina*, Hairunisyah Sahidu, I Wayan Gunada
Program Studi Pendidikan Fisika, Universitas Mataram
*Email: kurniaagustina907@gmail.com

Received: 12 Desember 2019; Accepted: 21 Februari 2020; Published: 13 Maret 2020


DOI: http://dx.doi.org/10.29303/jpft.v6i1.1514

Abstract - This study aimed to determine the effect of PhET media guided inquiry learning model toward
the problem solving and critical thinking skills of high school students. This type of research was quasi-
experimental research design with pretest-posttest control group design. The population was all
students of class X IPA of SMAN 1 Jereweh in the 2018/2019 academic year. The samples were taken
using purposive sampling technique and obtained class X IPA 1 as an experimental class and class X
IPA 2 as a control class. The independent variable of guided inquiry learning model assisted by PhET
media that was imposed on the experimental class, while the ability to solve problems and critical
thinking as the dependent variable. The data were taken using essay tests to measure students' problem
solving and critical thinking skills. The research hypothesis was tested using the Manova test with a
significant level of 5% aided by IBM SPSS 23 and the results of the hypothesis test showed a significant
0.028 so Ha was accepted because sig. <0.05.Based on these results it can be concluded that there was
an effect of the treatment of guided inquiry model assisted by PhET media on the
students'physicsproblem solving and critical thinking skills at senior high school.

Keywords: guided inquiry model; PhET media; problem solving ability; critical thinking
PENDAHULUAN
Abad ke-21 merupakan era digital dituntut untuk memberikan respon yang kuat
yang ditandai dengan pesatnya atas teknologi ini. Karena secara tidak
perkembangan teknologi dan informasi. langsung profesi guru abad ke-21 guru
Perkembangan teknologi dan informasi ini memfokuskan dalam bidang yang luas. Di
mempengaruhi segala aspek kehidupan, tak mana pendidik memfokuskan pada
terkecuali bidang pendidikan. Dunia penggunaan teknologi dalam proses
pendidikan membutuhkan informasi atau pembelajaran.
wawasan pengetahuan yang bertujuan untuk Pada pembelajarn fisika, proses
mendapatkan pengetahuan yang lebih luas penemuan konsep yang melibatkan
baik di bidang sains, sosial, komputer keterampilan mendasar melalui percobaan
maupun bidang lainnya. ilmiah dapat dilaksanakan dan ditingkatkan
Pembelajaran di abad ke-21 ini melalui kegiatan praktikum. Kegiatan
memiliki perbedaan dengan pembelajaran di praktikum tidak hanya melalui laboratorium
masa yang lalu. Untuk menyesuaikan diri sebenarnya tetapi dapat juga melalui
dengan era globalisasi yang ditandai laboratorium virtual sehingga akan
perkembangan di bidang teknologi tersebut, memudahkan peserta didik dalam
guru hendaklah mendukung pendidikan meningkatkan kemampuan pemecahan
yang berbasis teknologi untuk memperluas masalah dan berpikir kritis. Kegiatan
kekuatan pendidikan dan mengembangkan laboratorium merupakan hal yang penting
potensi guru, peserta didik dan sekolah. dilaksanakan dalam pembelajaran fisika,
Dalam mewujudkan hal tersebut guru karena melalui kegiatan laboratorium aspek

17
Volume 6 No. 1 Juni 2020 Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (JPFT)

produk, proses dan sikap peserta didik dapat karakteristik pembelajaran sains yang
lebih dikembangkan. Peserta didik akan menekankan pada proses penemuan
lebih tertarik apabila media yang (inquiry) sebuah konsep sehingga muncul
disampaikan bisa interaktif dengan mereka. sikap ilmiah dan peserta didik dapat
Mendesain suatu pembelajaran yang memecahkan masalah yang dihadapi dengan
berbasis virtual harus disiapkan secara baik. Peserta didik pada umumnya memiliki
matang, yang mengundang keterlibatan rasa ingin tahu ketika menemukan hal-hal
peserta didik secara aktif dan konstruktif baru. Rasa ingin tahu tersebut dapat
dalam proses belajar terhadap media. dimanfaatkan untuk pengetahuan dalam diri
Berdasarkan informasi yang diperoleh peserta didik. Menurut Bulan et al. (2015)
peneliti melalui wawancara dengan guru menyatakan bahwa dalam pembelajaran
fisika SMA Negeri 1 Jereweh didapatkan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan
bahwa hasil belajar peserta didik kelas X kemampuan inkuiri peserta didik dan
masih belum optimal. Masih banyak peseta membuat peserta didik memiliki
didik yang belum mencapai Kriteria kemampuan inkuiri.
Ketuntasan Minimum (KKM) yang Pembelajaran inkuiri terbimbing
ditetapkan sekolah yaitu 70. Hal tersebut merupakan pembelajaran yang berbasis
dapat dilihat dari nilai rata-rata ulangan mata konstruktivistik yang dilakukan guru dengan
pelajaran fisika kelas X SMA Negeri 1 membimbing peserta didik, memberi
Jereweh Tahun Pelajaran 2018/2019 di mana pertanyaan, dan membuat rancangan
masing-masing kelas tersebut memperoleh eksperimen agar peserta didik dapat
nilai untuk mata pelajaran Fisika jauh di menyusun konsep sendiri melalui
bawah nilai KKM kelas yaitu 61. pengamatan terhadap percobaan yang
Selanjutnya peneliti melakukan diperoleh melalui langkah-langkah ilmiah
observasi di SMAN 1 Jereweh, yaitu merumuskan masalah, melakukan
menunjukkan proses pembelajaran fisika eksperimen, mengevaluasi hipotesis, dan
masih berpusat pada guru (teacher-center). membuat kesimpulan (Pahriah, 2016).
Penggunaan media pembelajaran yang dapat Dalam proses pembelajaran, guru dituntut
memudahkan guru dan peserta didik masih mampu menciptakan situasi pembelajaran
kurang dimanfaatkan, terlebih pasca gempa yang menyenangkan, mampu mendorong
yang melanda Kecamatan Jereweh, motivasi dan minat belajar peserta didik,
Kabupaten Sumbawa Barat, di mana sehingga dari tuntutan tersebut maka peneliti
penggunaan media pembelajaran pada mata menggabungkan model inkuiri terbimbing
pelajaran fisika mengalami kendala, dan berbantuan media PhET.
beberapa alat laboratorium mengalami Media PhET merupakan simulasi yang
kerusakan. Dalam hal ini proses dapat mendukung pendekatan interaktif dan
pembelajaran peserta didik hanya mencatat, konstruktivis, memberikan umpan balik,
mendengarkan penjelasan dari guru dan dan menyampaikan pesan-pesan atau
mengerjakan soal, mengakibatkan peserta informasi dalam pembelajaran fisika, serta
didik menjadi pasif sehingga mempengaruhi menyediakan tempat kerja kreatif.
rendahnya kemampuan pemecahan masalah Kelebihan dari simulasi PhET yaitu
dan berpikir kritis. menekankan hubungan antara fenomena
Salah satu model pembelajaran yang kehidupan nyata dengan ilmu yang
dapat diterapkan adalah model pembelajaran mendasari (Jauhari, 2016).
inkuiri terbimbing. Sesuai dengan

18
Volume 6 No. 1 Juni 2020 Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (JPFT)

Pemanfaatan komputer sebagai sebuah menunjukkan adanya proses untuk melatih


sarana pengembangan pendidikan saat ini kemampuan berpikir kritis peserta didik.
sudah menjadi suatu kebutuhan utama. Berdasarkan uraian di atas, maka
Komputer dalam proses pembelajaran fisika peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dapat digunakan sebagai alat bantu yang berjudul “Pengaruh Model
percobaan, simulasi, dan demonstrasi, Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
sehingga dalam penelitian ini digunakan Berbantuan Media PhET Terhadap
simulasi PhET. Media PhET ini dapat Kemampuan Pemecahan Masalah dan
digunakan untuk memecahkan Berpikir Kritis Fisika Peserta Didik SMA”.
permasalahan fisika dan simulasi Peneliti sangat mengharapkan dengan
eksperimen (Saputra et al, 2017). diterapkannya inkuiri terbimbing
Media PhET juga dapat membantu berbantuan media PhET ini dapat
memahami materi sehingga peserta didik berpengaruh positif terhadap peningkatan
mampu memecahkan permasalahan dalam kemampuan pemecahan masalah dan
pembelajaran fisika karena permasalahan berpikir kritis fisika peserta didik SMA.
fisika tidak dapat diselesaikan tanpa
mengetahui penyebabnya terlebih dahulu. METODE PENELITIAN
Kemampuan pemecahan masalah Penelitian ini termasuk penelitian
merupakan kemampuan menggunakan suatu kuasi eksperimen dengan desain pretest-
metode untuk menyelelesaikan masalah posttest control group design.
dalam pembelajaran fisika (Sambada, 2012).
Menurut, Selcuk et al. (2008) yang Tabel 1. Desain Penelitian dengan
menyatakan bahwa problem solving sangat Pretest-Posttest Control Group Design
berpengaruh terhadap peningkatan prestasi Tes Tes
Kelas Perlakuan
Awal Akhir
fisika dan kemampuan pemecahan masalah.
Eksperimen O1 X1 O2
Selain itu, peserta didik dapat
Kontrol O3 X2 O4
mengembangkan kemampuan berpikir kritis
(Setyosari, 2015)
untuk menyelesaikan permasalahan yang
Populasi penelitian ini adalah seluruh
ada. Berpikir kritis merupakan salah satu
peserta didik kelas X IPA SMAN 1 Jereweh
kemampuan berpikir tingkat tinggi, dimana
dengan teknik pengambilan sampel
peserta didik bukan mencari jawaban semata
menggunakan purposive sampling, sehingga
tetapi mempertanyakan jawaban, fakta atau
diperoleh X IPA 1 yang berjumlah 25
informasi yang ada. Lebih lanjut, Ennis
peserta didik sebagai kelas eksperimen dan
(2011) menyatakan “critical thinking is
X IPA 2 yang berjumlah 25 peserta didik
reasonable and reflective thinking focused
sebagai kelas kontrol.
on deciding what to believe or do”.
Variabel dalam penelitian ini terdiri
Maksudnya berpikir kritis adalah sebuah
dari variabel bebas yaitu model
proses yang dalam mengungkapkan tujuan
pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan
yang dilengkapi alasan yang tegas tentang
media PhET, variabel terikat yaitu berupa
suatu kepercayaan dan kegiatan yang
kemampuan pemecahan masalah dan
dilakukan. Hal ini sesuai dengan hasil
berpikir kritis. Instrumen yang digunakan
penelitian dari Handriani et al. (2015)
adalah tes kemampuan pemecahan masalah
menyatakan rangkaian pembelajaran yang
dan berpikir kritis. Teknik pengumpulan
diterapkan di kelas eksperimen
data berupa tes tertulis berbentuk soal essay

19
Volume 6 No. 1 Juni 2020 Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (JPFT)

yang terdiri dari 6 item soal kemampuan inkuiri terbimbing berbantuan media PhET
pemecahan masalah dan 4 item soal terhadap kemampuan pemecahan masalah
kemampuan berpikir kritis. Indikator dan berpikir kritis fisika peserta didik SMA.
pemecahan masalah (IPM) yang digunakan Hasil penelitian yang telah dilakukan
yaitu sebagai berikut: IPM-1 memahami berdasarkan tes awal kemampuan
masalah (understanding), IPM-2 pemecahan masalah dan berpikir kritis
merencanakan pemecahan masalah peserta didik pada kelas eksperimen maupun
(planning), IPM-3 melaksanakan rencana kelas kontrol masih rendah. Rendahnya nilai
pemecahan masalah (solving), dan IPM-4 rata-rata tes awal dikarenakan peserta didik
mengecek kembali masalah (checking and belum memperoleh materi tentang getaran
evaluating). Sedangkan indikator harmonis, selain itu pengetahuan yang
kemampuan berpikir kritis (IBK) yang dimiliki peserta didik hanya sebatas pada
digunakan yaitu sebagai berikut: IBK-1 pengetahuan dasar yang mereka peroleh dari
klasifikasi dasar, IBK-2 keputusan dasar, sekolah menengah pertama, referensi lain,
IBK-3 inferensi, dan IBK-4 Penjelasan lebih atau pengalaman yang mereka alami di
lanjut. lingkungan sekitar.
Instrumen tes kemampuan pemecahan Posttest (tes akhir) yang diberikan
masalah dan berpikir kritis sebelum jumlah dan bobot soalnya yang sama dengan
digunakan dalam penelitian harus memenuhi tes awal. Berdasarkan hasil tes akhir
beberapa syarat yaitu uji validitas, kemampuan pemecahan masalah dan
reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya berpikir kritis kelas eksperimen memperoleh
pembeda soal. Uji analisis data yang nilai rata-rata lebih tinggi yaitu 65,64 dan
digunakan yaitu menggunakan uji Manova 66,64 dibandingkan dengan kelas kontrol
dengan taraf signifikansi 5%. yaitu 60,28 dan 60,60. Data hasil
kemampuan pemecahan masalah dan
HASIL DAN PEMBAHASAN berpikir kritis untuk kelas eksperimen dan
Penelitian ini bertujuan untuk kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 2
mengetahui pengaruh model pembelajaran berikut.

Tabel 2. Data Hasil Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis


Tes Awal dan Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol
Jumlah Nilai Nilai Rata-
Tes Kelas
Siswa (N) Max. Min. rata
Eksperimen 25 38,00 7,00 18,33
Awal
Kontrol 25 33,00 10,00 18,56
KPM
Eksperimen 25 80,00 47,00 65,64
Akhir
Kontrol 25 77,00 40,00 60,28
Eksperimen 25 63,00 13,00 38,25
Awal
Kontrol 25 53,00 13,00 31,80
KBK
Eksperimen 25 81,00 50,00 66,64
Akhir
Kontrol 25 75,00 44,00 60,60

Tabel 2, menunjukkan bahwa kelas menunjukkan bahwa adanya peningkatan


eksperimen dan kontrol memiliki pada kelas eksperimen daripada kelas
kemampuan yang sama sebelum diberikan kontrol.
perlakuan. Setelah diberikan perlakuan

20
Volume 6 No. 1 Juni 2020 Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (JPFT)

Rangkaian model pembelajaran yang tidak akan berkembang apabila tidak dilatih.
diterapkan pada kelas eksperimen dan Berdasarkan hasil tes akhir kemampuan
kontrol menunjukkan terdapat proses untuk pemecahan masalah, didapatkan persentase
melatih kemampuan pemecahan masalah indikator pemecahan masalah seperti pada
karena kemampuan pemecahan masalah gambar berikut.

100% 85% 71%85%


65% 63% 57%61%
49%
50%
0%
IPM-1 IPM-2 IPM-3 IPM-4

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Gambar 1. Perbandingan Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah tiap Indikator

Gambar 1 menunjukkan bahwa penulisan satuan di mana kelas eksperimen


terdapat empat indikator kemampuan lebih rendah daripada kelas kontrol. Hal ini
pemecahan masalah yang diukur pada kelas dikarenakan lebih banyak peserta didik di
eksperimen maupun kelas kontrol. Secara kelas eksperimen yang tergesa-gesa dalam
umum hasil tes akhir indikator kemampuan mengerjakan soal sehingga bobot untuk
pemecahan masalah lebih baik dialami pada IPM-2 dan IPM-4 kurang atau bahkan tidak
kelas eksperimen. Namun, ada dua indikator ada.
IPM-2 dan IPM-4 yaitu peserta didik Berdasarkan hasil tes akhir
menentukan persamaan yang digunakan kemampuan berpikir kritis, didapatkan
untuk menyelesaikan permasalahan yang persentase indikator berpikir kritis seperti
diberikan serta ketepatan akhir dan pada gambar berikut.

100% 84%75% 90%85%


60%53%
50% 32%29%

0%
IBK-1 IBK-2 IBK-3 IBK-4

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Gambar 2. Perbandingan Tes Akhir Kemampuan Berpikir Kritis tiap Indikator


Gambar 2 menunjukkan terdapat empat keputusan dasar dan inferensi. Indikator 2
indikator kemampuan berpikir kritis, di dan 3 termasuk kategori kurang kritis dan
mana untuk IBK-1 indikatornya adalah sangat kurang kritis, hal ini disebabkan
klasifikasi dasar, hal ini disebabkan peserta peserta didik kurang mampu memahami dan
didik mampu mengidentifikasi memberikan alasan berdasarkan sesuatu
kemungkinan jawaban berdasarkan yang dapat diamati dan diukur. Sedangkan
percobaan dengan bantuan media PhET pada untuk IBK-4 indikatornya adalah penjelasan
fase melakukan percoban untuk memperoleh lebih lanjut dengan kategori sangat kritis, hal
informasi dalam model pembelajaran inkuiri ini disebabkan mampu mengidentifikasi
terbimbing dan penerapan materi getaran asumsi-asumsi permasalahan berdasarkan
harmonis pada kehidupan sehari-hari. Pada percoabaan yang dilakukan. Dari percobaan
IBK-2 dan IBK-3, indikatornya adalah yang dilakukan tersebut peserta didik dapat

21
Volume 6 No. 1 Juni 2020 Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (JPFT)

memperkirakan jawaban dari permasalahan informasi yang ada serta peserta didik juga
tersebut. belajar menghargai pendapat orang lain yang
Gambar 2, hasil posttest (tes akhir) mengacu pada materi atau tujuan
data kemampuan berpikir kritis peserta didik pembelajaran. Hasil penelitian ini sejalan
kedua kelas menunjukkan bahwa kelas dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas Hayati et al. (2017) membuktikan bahwa
kontrol. Hal ini sesuai dengan apa yang hasil belajar fisika kelas inkuiri terbimbing
dikemukakan oleh Rahma (2012), lebih baik dengan menggunakan media
pembelajaran yang menuntut peserta didik PhET dibandingkan model pembelajaran
terlibat secara optimal dalam proses belajar konvensional. Meidawati, (2014) yang
maka dapat meningkatkan kemampuan menyimpulkan bahwa rata-rata peningkatan
berpikir kritis peserta didik. Sutama et al. kemampuan pemecahan masalah peserta
(2014) juga menyatakan bahwa lingkungan didik yang menggunakan inkuiri terbimbing
belajar yang melibatkan peserta didik aktif lebih tinggi daripada peserta didik yang
dalam penyelidikan suatu informasi dan menggunakan pembelajaran konvensional.
mengaplikasikan pengetahuan mereka dapat Selain itu, Nur’Azizah et al. (2016) juga
meningkatkan kemampuan berpikir kritis menyimpulkan bahwa model pembelajaran
peserta didik. inkuiri terbimbing dapat meningkatkan
Uji hipotesis menggunakan uji kemampuan berpikir kritis peserta didik
Manova berbantuan SPSS 23. Untuk dibandingkan dengan pembelajaran
melanjutkan ke uji manova, maka perlu konvensional. Penerapan pembelajaran
dilakukan uji prasyarat yaitu uji Box’M. Uji inkuiri terbimbing, peserta didik diberi
Box’M harus terpenuhi sehingga uji kesempatan terlebih dahulu menduga hal-hal
Manova dapat dilanjutkan. Hasil uji yang akan terjadi, membuktikan dugaan-
didapatkan nilai Box’s M sebesar 1,772 dugaan yang diajukan melalui kegiatan
dengan signifikansi 0,639. Nilai signifikan percobaan bersama kelompok, saling
yang didapatkan pada saat uji Box’M lebih mengkomunikasikan hasil percobaan yang
besar dari 0,05 maka uji manova dapat diperoleh masing-masing kelompok,
dilanjutkan. Berdasarkan uji manova memecahkan masalah dengan memutuskan
menunjukkan signifikan 0,028 sehingga Ha hasil percobaan yang relevan dengan
diterima karena sig. < 0.05. Hasil ini permasalahan yang diajukan mengakibatkan
menunjukkan bahwa adanya pengaruh kemampuan berpikir kritis peserta didik
model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkat.
berbantuan media PhET terhadap Keberhasilan dalam penelitian ini
kemampuan pemecahan masalah dan dapat dikatakan belum maksimal.
berpikir kritis. Peningkatan nilai rata-rata kemampuan
Perbedaan kemampuan pemecahan pemecahan masalah dan berpikir kritis
masalah dan berpikir kritis antara peserta belum maksimal dikarenakan beberapa
didik kelas eksperimen dan kelas kontrol faktor. Faktor pertama adalah model
disebabkan oleh diterapkannya model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan
pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan media PhET terhadap kemampuan
media PhET, pada model pembelajaran pemecahan masalah dan berpikir kritis fisika
inkuiri terbimbing peserta didik dilatih peserta didik SMA Negeri 1 Jereweh
bagaimana mengutarakan pendapat dari merupakan model baru yang diterapkan di
mempertanyakan jawaban, fakta atau sekolah, sehingga peserta didik belum

22
Volume 6 No. 1 Juni 2020 Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (JPFT)

terbiasa untuk belajar secara mandiri dan perencanaan dan persiapan yang matang
lebih aktif dalam pembelajaran. Kurangnya agar pembelajaran dapat berjalan sesuai
pengalaman peserta didik dalam tujuan yang hendak dicapai yaitu dengan
menggunakan media PhET sehingga waktu memperhatikan karakteristik materi yang
terbuang untuk menjelaskan cara akan diajarkan. Waktu yang digunakan
menggunakan. Efektifitas kerja kelompok selama pelaksanaan pembelajaran harus
masih rendah, masih ditemukan peserta digunakan secara efisien. Untuk penelitian
didik yang tidak bekerja secara optimal selanjutnya, model inkuiri terbimbing dapat
dalam melakukan virtual lab. Upaya yang diterapkan kembali saat peneliti mengajar
peneliti lakukan untuk mengatasi kendala fisika di sekolah dengan tujuan membantu
tersebut yaitu sedikit mengulang kembali peserta didik dalam memahami pelajaran
materi mengenai materi getaran harmonis fisika dan meningkatkan kemampuan
dan melaksanakan setiap fase inkuiri pemecahan masalah dan berpikir kritis yang
terbimbingdengan waktu yang lebih dimiliki.
dipersingkat.
Terdapat beberapa manfaat yang bisa REFERENSI
diperoleh ketika menerapkan model Bulan, S. N., Maharta, N., & Ertikanto, C.
pembelajaran inkuiri terbimbing ini. (2015). Pengaruh Kemampuan
Menurut Yeritia et al. (2017) menyatakan Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Fisika
Berbantuan Virtual
bahwa penerapan pembelajaran inkuiri
Laboratory. Jurnal Pembelajaran
terbimbing, peserta didik yang aktif dan Fisika, 3(3),109-122.
terlibat langsung dalam eksperimen akan
Ennis, R.H. (2011). The Nature of Critical
lebih mendalami konsep dengan membuat
Thinking: An Outline of Critical
hubungan antara bagian-bagian informasi Thinking Disposition and Abilities.
yang saling terpisah untuk menjadi University of Illinois. Online at
gambaran yang terperinci. http://faculty.education.illinois.edu/r
hennis/documents/TheNatureofCriti
PENUTUP calThinking_51711_000.pdf.
Berdasarkan hasil penelitian dan Handriani, L.S., Harjono, A., & Doyan, A.
pembahasan, maka dapat diambil (2015). Pengaruh Model
kesimpulan bahwa terdapat pengaruh model Pembelajaran Inkuiri Terstruktrur
pembelajaran inkuiri terbimbingberbantuan dengan Pendekatan Sainstifik
terhadap Kemampuan Berpikir
media PhET terhadap kemampuan
Kritis dan Hasil Belajar Fisika
pemecahan masalah dan berpikir kritis fisika Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika dan
peserta didik SMA Negeri 1 Jereweh tahun Teknologi, 1(3), 210-220.
pelajaran 2018/2019. Pengaruh yang
Hayati, S.C., Hikmawati, & Wahyudi.
dimaksud yaitu terjadi peningkatan pada (2017). Pengaruh Model
kelas eksperimen baik dari segi kemampuan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
pemecahan masalah maupun berpikir kritis. dengan Menggunakan Media
Model pembelajaran inkuiri Simulasi Terhadap Hasil Belajar
terbimbing dapat dijadikan alternatif pada Fisika Siswa Kelas X MIA SMAN 1
Lingsar Lombok Barat Tahun
pembelajaran fisika oleh guru. Model
Pelajaran 2016/2017. Jurnal
pembelajaran ini akan lebih baik lagi jika Pendidikan Fisika dan Teknologi,
diterapkan dengan bantuan media PhET. 3(1), 48-54.
Namun, dalam penerapannya diperlukan

23
Volume 6 No. 1 Juni 2020 Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (JPFT)

Jauhari, T., Hikmawati. & Wahyudi. (2016). Performance and Strategiy Use.
Pengaruh Model Pembelajaran American Journal Of Physics
Berbasis Masalah Berbantuan Media Education, 2(3), 151-165.
Phet Terhadap Hasil Belajar Fisika Setyosari, P. (2015). Metode Penelitian
Siswa Kelas X SMAN 1 Gunungsari Pendidikan dan Pengembangan.
Tahun Pelajaran 2015/2016. Jurnal Jakarta: Prenadamedia.
Pendidikan Fisika dan Teknologi,
2(1), 7-12. Sutama, I.N., Arnyana, I.B.P., & Swasta,
I.B.J. (2014). Pengaruh Model
Meidawati, Y. (2014). Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Inkuiri Terhadap
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Keterampilan Berpikir Kritis dan
Terhadap Peningkatan Kemampuan Kinerja Ilmiah Pada Pelajaran
Pemecahan Masalah Matematis Biologi Kelas XI IPA SMA Negeri 2
Siswa SMP. Pendidikan dan Amplapura. E-Journal Program
Keguruan, 1(2), 1-10. Pascasarjana Universitas
Nur’ Azizah, H., Jayadinata, A.K., & Pendidikan Ganesha Program Studi
Gusrayani, D. (2016). Pengaruh IPA, 4(1), 1-13.
Model Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing Terhadap Kemampuan Yeritia, S., Wahyudi., & Rahayu S. (2017).
Berpikir Kritis Siswa Pada Materi Pengaruh Model Pembelajaran
Energi Bunyi. Jurnal Pena Ilmiah, Inkuiri Terbimbing Terhadap
1(1), 51-60. Penguasaan Konsep dan
Pahriah. (2016). Teori Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Fisika
Aplikasinya dalam Pembelajaran. Peserta Didik Kelas X SMAN 1
Mataram: CV. Garuda Ilmu. KuripanTahun Ajaran 2017/2018.
Jurnal Pendidikan Fisika dan
Rahma, A.N. (2012). Pengembangan Teknologi, 3(1), 181-187.
Perangkat Pembelajaran Model
Inkuiri Berpendekatan SETS Materi
Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
untuk menumbuhkan Keterampilan
Berpikir Kritis dan Empati Siswa
Terhadap Lingkungan. Journal of
Education Research and Evaluation,
1(2), 133-138.
Sambada, D. (2012). Peranan Kreativitas
Siswa terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Fisika dalam
Pembelajaran Kontekstual. Jurnal
Penelitian Fisika dan Aplikasinya,
2(2), 37-47.
Saputra, T.B.R.E., Nur, M., & Purnomo, T.
(2017). Pengembangan
Pembelajaran Inkuiri Berbantuan
PhET untuk Melatihkan
Keterampilan Proses Sains Siswa.
Journal of Science Education and
Pratice, 1(1), 20-31.
Selcuk, G. S., Caliskan, S., & Erol, M.
(2008). The Effect Of Problem
Solving Instruction on Physics
Achiement, Problem Solving

24
Pembahasan Artikel Terkait
Berdasarkan artikel yang telah dicantumkan, dapat dipahami bahwa dengan adanya
penggunaan bantuan media di dalam pembelajaran berbentuk praktikum secara simulasi
atau yang sering kita kenal dengan aplikasi PhET dapat membantu peserta didik untuk
memecahkan masalah dan berpikir kritis fisika. Pada artikel tersebut novelty yang
dikembangkan adalah dengan adanya model pembelajaran yaitu dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri dengan bantuan simulasi dapat lebih menghemat waktu yang
biasannya dialokasikan untuk praktikum dan secara umum praktikum dilakukan secara
langsung dan berada di ruang lab dapat diganti dengan pembelajaran bersama dikelas,
dengan menggunakan media simulasi tersebut dan lebih menghemat pertemuan didalam
pembelajaran dan dialokasikan untuk materi yang selanjutnya.
Penelitian seperti ini di dalam dunia pendidikan khususnya ilmu fisika, bisa
dijadikan inovasi dalam pengembangan media pembelajaran, selain menggunakan PhET
mungkin kedepannya para pendidik kreatif dapat membuat media simulasi mereka sendiri.
Dengan adanya penelitian seperti ini dapat menambah wawasan penelitian di bidang
pendidikan khususnya di bidang sains, dimana dapat digunakan acuan oleh para peneliti
lain maupun guru di dalam kelas dalam pengembangan model pembelajaran yang ideal,
sehingga kedepannya pembelajaran didalam kelas tidak monoton hanya diskusi, ceramah,
dan presentasi. Penggunaan media simulasi maupun animasi lainnya dipercaya mampu
meningkatkan ketertarikan peserta didik terhadap materi yang hendak kita sampaikan,
meskipun itu mereka sebenarnya tidak memahami apa yang kita sampaikan, namun
dengan adanya media pembelajaran pembantu lainnya, setidaknya peserta didik yang
kurang bisa memahami materi memiliki ketertarikan untuk bisa belajar materi ataupun
ilmu yang kita ajarkan.

Anda mungkin juga menyukai