Alergen adalah antigen yang merangsang respon igE pada individu yang secara genetik sudah
mempunyai predisposisi.
Kelainan Hipersensitivitas system imun diklasifikasikan menjadi empat kelompok
berdasarkan mekanisme yang menyebabkan inflamasi jaringan. (Nelson: 2017)
1. Hipersensitivitas tipe I
Rekasi anafilaktik, merupakan akibat dari peningkatan kepekaan, bukan
penurunan ketahanan terhadap toksin. Peristiwa peningkatan kepekaan di bagi
menjadi tiga fase: (Subowo ; 2014)
a) Fase sensitisasi
Respon igE yang dapat ditanggapi pada permukaan selaput mukosa saluran
napas.
Produksi igE tergantung pada limfosit T, dan syarat untuk prosduksi igE
yaitu IL-4 yang dihasilkan oelh limfosit T CD4+
b) Fase aktivasi
Reaksi local kulit terhadap sembarang allergen menunjukan derajat
sensitivitasnya terhadap allergen tertentu
Aktifasi mastosit/sel basophil mengikat Fc igE untuk bereaksi bila terjadi
ikatan antara igE dengan allergen spesifiknya
c) Fase efektor
Bahan farmakologik yang dilepaskan oleh mastosit/sel basophil yang
teraktivasi
1) Mediator jenis pertama yaitu histamin dan factor kemotaktik.
Aktivasinya lebih cepat
2) Mediator jenis kedua yaitu heparin, kemotripsin/tripsin dan IFA
3) Mediator jenis ketiga berasal dari pelepasan asam arakhidonik yang
bersumber dari molekul fosfolipid.
Ikatan antigen pada reseptor igE berafinitas tinggi pada permukaan sel mast
jaringan, basophil yang terdapat di sirkulasi, yang keduanya yang menyebabkan
pelepasan mediator kimia yang sudah ada sebelumnya seperti histamin, tryptase,
dan mediator yang terbentuk kemudian berupa leukotriene, prostaglandin, dan
platelet aktifating faktor. (Nelson ; 2017)
Beberapa jam setelah respon inisial, Reaksi Fase Lambat dapat terjadi akibat
keterlibatan sel inflamasi lain seperti basofi, eusinofil, monosit, limfosit dan
neutrophil. Keterlibatan sel tersebut menyebabkan gejala yang lebih persisten dan
kronik. (Nelson ; 2017)