Anda di halaman 1dari 14

MENCARI RIDHO DALAM MURKA BUNDA

Oleh : CEA

Setelah berkutik dan berjibaku berhari hari di depan meja ujian dengan hidangan
menu soal soal yang harus ku kerjakan , kini saatnya ku enyam nikmatnya liburan.
Hari Libur yang penuh rencana. Hari yang bebas dari setumpuk persoalan yang harus
kuselesaikan di lembar lembar jawaban untuk ujian akhir sekolah. Hari yang ku nanti
nantikan setelah tiga tahun menghabiskan masa remajaku disekolah menengah atas
yang membuatku tahu semakin banyak tentang arti untuk apa kita berteman, untuk apa
kita belajar dan untuk apa aku hidup.

Hari ini adalah akhir dari usahaku yang berlelah lelah selama genap dari tiga tahun
menimba ilmu di Sekolah Menengah Atas. Layaknya sekolah sekolah lain, selepas
ujian hal yang pertama muncul dibenak adalah berlepas bebas dengan melakukan
kegiatan menyegarkan penghilang penat sembari menunggu kelulusan diumumkan.
Dan disekolah, Kamipun tak mau melewatkannya begitu saja.

Gegap gempita dan sorak sorai di kelas benar benar memekakkan telinga. Belum
lagi suara gaduhnnya diiringi canda tawa diantara kami. Membuat kelas semakin
ramai mengalahkan pasar. Seramai isi kepala kami yang dipenuhi dengan rencana
rencana muluk tidak realistis untuk berlibur.

Ketua kelas menyampaikan bahwa Wali kelas kami menyarankan untuk


mengadakan kegiatan di sekolah saja . Tak perlu berlibur keluar sekolah yang tentunya
akan menyita banyak tenaga, waktu dan materi. Tentu kami tolak mentah mentah usul
itu lantaran kami yang sudah terlau bosan terus terusan berjibaku disekolah yang
selama tiga tahun ini seperti mengurung kami.

Ketua kelas sendiri mengusulkan untuk bercamping


saja dilereng gunung. Ada yang bilang terlalu ribet dan kurang menantang. Yang
lainnya menyergap dengan usulan lain yang lebih ekstrim; keluar negri katanya. Ide
konyol yang tanpa difikir matang terlebih dahulu.Tentu saja teman yang tergolong tak
mampu menghujat habis habisan ide itu.

Satu persatu mereka berpendapat sekehendak hatinya . Namun tak satu pun
pendapatnya itu berujung pada titik temu kesepakatan bersama. Kelas masih
dirundung dilema ketidak pastian. Dan kini tibalah giliranku.

1
MRDMB ~ CEA
“ Bagaimana kalau kita menyewa bis untuk semingu lamanya lalu kita jalan jalan
keliling tempat pariwisata yang berdomisili di beberapa kota - yang tentunya akan
menyambut mesra kedatangan kita. Untuk masalah biaya kita minimaliskan saja yang
penting kita bisa bersenang senang bersama setelah berpusing ria di ujian akhir ini.
Toh setelah ini kita akan berpisah. Belum tentu kan kita bisa seperti ini lagi?”

Serta merta kelas mendadak lebih ramai dari sebelumnya. Seramai hati kami yang
dipenuhi dengan kebahagiaan lantaran ideku yang baru saja ku keluarkan. Semua
sepakat .Tak ada yang membantah. Bagi teman yang tak mampu yang lain siap
membantu.

Perfect. Nyaris tak meraih gagal rencana yang ku usulkan itu . Kini matang sudah
rencana kami untuk pergi berwisata keliling kota. Namun restu dan doa orangtuaku
yang menjadi tonggak kebahagiaanku apakah sematang rencana itu. Kebahagiaan yang
tadinya meletup letup kini perlahan menyusut diam tak bergerak seiiring keresahan
dan kekhawatiranku yang melecut naik ke permukaan dada. Aku tersenyum pahit .
Getir rasanya meski sekedar membayangkan.

** **
Setibanya dirumah langsung ku hampiri bunda. Beliau menyambutku dengan
kecupan hangat didahiku. Belum sempat ku utarakan maksudku, bunda sudah duluan
menyerbuku dengan kabar yang membuat hatiku semakin kalut untuk berharap lebih
banyak lagi. Karena pada hari yang sama akan ada acara keluarga dirumah, lalu
disusul dengan bertamasya bersama keluarga besar.

Bunda sengaja memilih hari itu karena tahu aku telah selesai ujian. Selain
bertamasya acara itu sebagai bentuk perayaan atas selesainya aku dari jenjang
pendidikan menengah atas dan akan memasuki dunia baru perkuliahan. Duh bunda,
lulus tidaknya aku di ujian ini saja belum jelas, kok sudah ribet begitu.

“ Kok bunda gak bilang bilang dulu sih , Rifqi kan juga ada rencana sama teman
teman. Seminggu malah . Acara keluarga dan tamasya sebaiknya diundur saja ya
bunda..” Pintaku sedikit mendesak. Bunda angkat bicara.

“ Bunda minta maaf belum izin ke Rifqi, tapi semua sudah sepakat dan undangan
sudah disebar . Jadi sangat sulit untuk dibatalkan. Maafkan bunda sayang… ” Bunda
tetap bersikukuh dengan pendapatnya itu .

2
MRDMB ~ CEA
“ Bunda.. Rifqi mohon… bunda batalkan acaranya ya.. soalnya Rifqi sudah
terlanjur janji sama teman teman. Apalagi ide itu datangnya dari Rifqi sendiri. Apa
kata mereka nanti bunda? ” .
Bunda tak berubah untuk tetap pada pendiriannya. Tak biasanya beliau begini.
Sedari dulu permintaanku selalu terkabul tapi kenapa untuk hal yang satu ini berbalik
ironis.
“ Pokoknya bunda ingin Rifqi hadiri acara yang sudah bunda susun dan diamini
oleh keluarga besar kita. Rifqi tentu tahu apa tanggapan keluarga kita jika acara itu
dibatalkan. Rifqi tentu tahu pula tante Mira kan. Om Rudi , om Andi . Dan Rifqi pasti
bisa menebak bagaimana respon mereka seandainya acara itu dibatalkan.” Ketika
bunda menyebut nama nama itu hatiku semakin kalut. Pasalnya tante dan omku yang
itu paling menyebalkan sekeluarga kami lantaran fikiran dan gaya hidupnya yang
berseberangan dengan ayah bunda berikut keluarga kami yang lain. Sudah bisa
kutebak bunda akan tetap mempertahankan pendiriannya itu.

“ Jadi Rifqi tetap gak boleh pergi bunda ?”

Bunda menggeleng. Seketika hatiku muntab. Ku pandangi sebal sosok yang baru
saja melepas pelukannya dariku itu. Lalu bergegas meninggalkannya sendirian
diruang tamu. Tapi bunda segera mengejarku. Aku tak hiraukan sampai tanpa sadar
aku sudah berada di depan kamarku. Sebelum kututup pintunya kupandangi bunda
sekilas. Kutangkap mukanya yang memelas menyimpan harap besar yang terhambat
lantaran anak lelakinya yang egois ini. Aku tak peduli. Hatiku sudah terlanjur kesal
dibuatnya.

Aku memasuki kamar dengan perasaan sebal tak menentu . Kututup pintu dengan
tidak biasanya sekedar memberitahukan bunda atas penolakanku. Ku tarik ganggang
pintu kuat kuat hingga terdengar suara keras yang membuat kusennya bergetar.
( Brakk!!) . Di luar sana Bunda tentu mendengar suara yang tak pernah diduganya itu.
Namun sekali lagi, aku tak peduli.

Ku tenggelamkan kepalaku dibawah bantal. Meski mata terpejam dan yang kulihat
hanyalah gelap , namun fikiranku tak bisa sesepi gelap yang sunyi di bawah bantal itu.
Dalam dinding bayang bayangku berkelebat fikiran dan bayangan akan masalah ini.
Rekreasi bersama teman teman, respon jika seandaianya aku membatalkan dan bisikan
bisikan halus yang menuruti atau mengabaikan saja harap bunda . Aku bingung.

3
MRDMB ~ CEA
Meski mendapatiku seperti itu bunda tetap sabar. Kegiatan rutinnya padaku
sekalipun tak pernah absen. Mencuci dan menyetrika baju, memasak dan menyiapkan
makan untukku, membuatkan susu selepas aku belajar malam, mengecup dahiku
dalam ketidaksadaranku saat nyenyak tidurku, menaruh tas dan sepatu di rak karena
setelah pulang sekolah asal kutaruh saja dan kegiatan kegiatan rutin lainnya yang
dikerjakan bunda dengan tulus dan penuh kasih sayang. Dan yang membuat hatiku
terenyuh , semua itu tak sekalipun pernah aku memintanya.

Bunda tak mengeluh bahkan sembari melakukan itu bunda selalu berjuang agar aku
tersenyum padanya. Lalu apa sikapku. Aku seperti tak memperdulikannya. Namun
bunda selalu bersabar karena ia tahu bahwa berhari hari ini aku tengah ngambek dan
memendam sebal padanya lantaran masalah kemarin yang belum menemukan titik
temu.

Aku jadi heran. Kenapa bunda begitu gigih memaksakan kehendaknya itu. Baru
kali ini harap pintaku dipersulit dan baru kali ini aku dibuat bunda sesebal ini. Karena
sebelumnya tak sekalipun sikap dan perbuatan yang kuterima dari bunda membuatku
tak bahagia.

Aku mencoba memasang muka musam dan sebal dihadapan bunda. Berharap bunda
mengerti apa mauku dan membatalkan rencana itu. Tapi semakin aku memasang muka
tak hangatku semakin bunda merayu, membujuk , menasihatiku dan bersikap lebih
sayang padaku . Sebuah sikap yang meluluhkan hati siapa saja yang menerimanya.
Namun sifat egoisku tak membiarkannya begitu saja. Ku terus berjuang dan berjuang
namun kepastian dan keputusan akhir yang kunanti dari bunda hanya satu.Tak boleh !
** **

Di sekolah, meski ujian telah usai suasananya tak jauh berbeda dengan saat saat
masuk kelas di hari hari biasa. Sesekali kami masih menyempatkan diri untuk datang
ke sekolah sekedar berkunjung, bermain , melepas penat atau menikmati moment
moment menjelang perpisahan.
Diantara sekian anggota kelas yang masuk, hanya diriku saja yang jarang muncul
diantara yang lain. Saat teman teman menanyakanku, ku jawab sekenanya saja. Aku
tak mau rencana matang yang membuat mereka rela berbondong bondong datang ke
sekolah dan bersemangat untuk membahas rencana berlibur yang kemarin kami
sepakati akan berubah sebaliknya . Pasalnya, mereka kadung terlanjur bahagia paska
kesepakatan hasil musyawaroh yang tersumberkan dari ideku kemarin.

4
MRDMB ~ CEA
Aku tak ingin melihat mereka sedih terlebih kecewa. Namun dibandingkan dengan
kebahagiaan sosok yang rela melakukan apapun demi kebahagiaan kita manakah yang
lebih penting. Aku dirundung bingung sekedar menentukan dua pilihan antara teman
ataukah bunda .

Dimanapun itu seorang anak yang berbakti akan mengatakan bahwa kebahagiaan
bundalah yang lebih penting dari apapun. Namun disituasi yang seperti ini aku tak bisa
dengan mudah mengiyakan statement yang jelas jelas benar adanya itu. Meski
sejatinya aku tahu bahwa kebahagiaan bundalah yang harus diprioritaskan.

Di sekolah teman teman sepakat menunjukku sebagai ketua program rekreasi ini.
Harapan besar yang tampak jelas dimuka mereka serta ekspresi wajah mereka yang
diliputi rona kebahagiaan membuatku tak sanggup melakukan apapun selain
mengiyakan. Sorak sorai dan gegap gempita menggema kedalam seisi ruangan yang
berpenghuni bocah bocah yang keranjingan berlibur. Membuat kelas menjadi gaduh
seketika.

Dari kejauhan kelas nampak seperti ada orang ribut dan bertengkar tak terlerai.
Seiring dengan itu bayangan bunda berkelebat hadir ditengah kegaduhan teman teman.
Hatiku getir untuk melangkah selanjutnya.

Sepulang sekolah aku tak mendapati bunda dirumah. Kata Silvi adik ke duaku
bunda pergi memesan kue ditoko . Mungkin kue untuk persiapan acara itu, fikirku.

Tak lama kemudian bunda datang dengan membawa setenteng rasa lelah sehabis
perjalanan berikut kue yang dibelinya tadi. Namun di saat seperti itu bunda masih
sempat sempatnya mengecup dahiku dan menanyakan kebiasaanku pulang sekolah ;
makan. Apa seharusnya yang menanyakan itu tidak sebaliknya ? Oh bunda…

Bayangan teman teman dan kebahagiaan yang sudah terlanjur memenuhi seisi dada
mereka membuatku enggan untuk berempati pada bunda. Dengan berat dan terpaksa
ku tepis rasa iba itu.

Setelah kondisinya memungkinkan, aku mencoba mengutarakan kembali niat itu.


Ekspresiku kali ini lebih mendesak. Respon Bunda tak ubahnya seperti sebelumnya.
Datar dan tak ada respon yang menjanjikan. Bunda masih kukuh memegang teguh
pendiriannya.

5
MRDMB ~ CEA
Untuk meyakinkan bunda , sekali lagi ku angkat nada suaraku sehingga
kedengarannya lebih keras dari sebelumnya. Namun bunda tetap pada pendiriannya
yang mengakar kuat dalam sanubarinya itu. Hatiku panas dingin mendapati sikap
bunda yang mulai menyebalkan.
Mendapati tujuanku yang tak meraih hasil emosiku mendaak memuncak. Karena
kelepasan aku tak sadar kalau kata kasar telah terucap dari mulutku. Kata yang
mungkin sanat menyinggung atau bahkan menyakiti hati bunda .
Bukan hanya itu, bahkan dengan sangat keras aku menyentaknya sampai bunda
kelabakan , terperanjat kaget dan menitiklah air matanya. Bunda tak membalas secuil
katapun dari perkataan yang ku ucapkan.
Kali ini tak ku dapati respon selain sikap bunda yang ditunjukkan dengan diam
seribu bahasa lantaran melihat sikap anak yang dulu pernah dengan darah perjuangan
dan air mata cinta kasihnya dikandungnya selama berbulan bulan lamanya, tapi
begitu dewasa, anak itu berani membentaknya. ….

Tanpa mempedulikan bagaimana perasaan dan ekspresi bunda aku nylonong pergi
menuju kamar. Yang ku lakukan adalah sama seperti yang kulakukan tempo lalu. Aku
membanting kuat kuat pintu kamar tiga kali lebih keras dari sebelumnya. ( Brak!!
Brak!! Brak !! )

Diluar bunda tak hanya tahu aku sengaja membanting pintu kuat kuat lantaran
perasaan jengkelku karena tak dikabulkan harap pintaku. Namun di kedalaman
kalbunya yang bersih seputih kapas itu, dengungan keras getaran pintu yang ku
banting kuat tak berperasaan tadi tak harus di ambil hati. Dibandingkan dengan
bentakan dan bantingan pintu yang keras tadi, rasa cintanya padaku terlampau besar
dan dalam.

Dihari berikutnya bunda disibukkan dengan penyambutan kedatangan keluarga


sekaligus menyiapkan apa saja yang dibutuhkan di acara yang melibatkan para
pembesar pembesar keluarga kami. Bahkan kakak dan nenek dari bunda dan ayah
rencananya juga akan hadir. Aku semakin bingung dirundung kegelisahan . Posisiku
terjepit . Aku ingin sekali menjerit . Namun siapa peduli dengan jeritan itu.

Dalam kebimbangan itu ku pertimbangkan beberapa hal hingga entah kenapa aku
memutuskan untuk ikut teman teman rekreasi. Sangat memalukan jika seorang ketua
lari dari masalah. Apa dikata nantinya. Pecundang, munafik, pengecut, tak
bertanggung jawab dan sejenisnya. Belum lagi reputasi yang kubangun bertahun tahun
ini sebagai murid berprestasi dan tauladan seperti tak ada harganya sama sekali
6
MRDMB ~ CEA
dihadapan mereka. Maka dengan bermodalkan tekad dan keberanian yang ku
paksakan ku tinggalkan rumah dimalam yang sepi dimana seisi rumah tengah terlelap.
Sebelum kepergianku tak lupa ku tulis sederet pesan singkat dimeja belajarku
teruntuk bunda.

“ Bunda …..

maafkan Rifqi. Riffqi pergi dulu.

Bunda tak perlu khawatir …

Rifqi sayang bunda  …..”


** **

Tujuh hari menggenap sudah sejak awal keberangkatan kami berpariwisata.


Disepanjang perjalanan hatiku resah bercampur gelisah tak rasakan ketenangan.
Kebahagiaanku tak kudapatkan layaknya teman teman yang riang gembira
mendendangkan lagu lagu kebahagiaan dengan iringan gitar dan gendang berikut
canda tawa. Membuat hatiku semakin dicabik cabik dengan pedang ironi yang tajam.
Difikiranku yang terbesit hanya bunda bunda dan bunda. Kini saatnya pulang
kerumah masing masing. Tapi aku ..pantaskah melakukan itu . Bagaimana sikap
keluargaku nantinya. Dan bunda… oh…

Aku memutuskan untuk menginap seminggu lamanya dirumah sahabatku Rizal.


Dengan alasan yang kubuat buat keluarganya menerima kehadiranku bahkan ibu Rizal
sangat antusias sekali. Berhari hari dirumah Rizal aku mendapatkan banyak hal yang
semakin menyadarkan perbuatan salahku terhadap bunda. Sama seperti bunda, ibunya
Rizal seorang sosok panutan, sabar, kasih sayang, baik hati, lemah lembut dan suka
membahagiakan suami dan anak anaknya.

Mislanya disetiap waktu makan beliau selalu menanyakan menu apa untuk hari itu.
Bahkan tak jarang membuatkan makanan khusus selera anak anaknya. Disuatu
kesempatan aku memergoki beliau melakaukan aktivitas yang sering dilakukan
bunda . Mencuci , menyapu, menyetrika, menjemur , menertibkan rumah dan
sebagainya dan itu dilakukan sendiri meski dirumah ada pembantu. Hatiku iba
melihatnya. Tiba tiba aku teringat bunda. Sedang apakah beliau. Bagaimana
keadaannya sekarang.

7
MRDMB ~ CEA
Di suatu kesempatan aku menanyakan perihal pekerjaan itu pada beliau. Beliau
hanya menjawab cukup sederhana

“ Itulah tugas dan kewajiban seorang ibu nak, dan tahukah Rifqi…, ibu melakukan
itu karena cinta dan panggilan jiwa nak.. Namun ibu rasa, bundanya rifqi pasti lebih
hebat dari ibu, iyakan…” Aku tersenyum pahit teringat peristiwa yang melukai hati
bunda tempo lalu.

Bayangan bunda dan segala kebaikan yang tertanam dikedalaman dada berkelebat
di fikiranku. Membuat hatiku diaduk aduk dengan gelombang penyesalan. Aku merasa
berdosa pada bunda .Tanpa sadar airmataku meleleh perlahan dan berujung isak tangis
sesunggukan. Ibunya Rizal terheran mendapati sikapku yang demikian. Dengan berat
hati akhirnya ku ceritakan persoalan sebenarnya.

Beliau mengelus rambutku sama seperti yang bunda sering lakukan padaku. Beliau
menegarkanku , menasihati dengan kebijaksanaan, menghibur dengan ketulusan dan
menyeka airmataku dengan cinta. Meski aku bukan anak kandungnya namun aku dan
beliau sudah seperti seorang anak dan ibunya. Demikian pula Rizal terhadap ibuku.
Dari sekian nasihat beliau yang diberikan nasihat yang paling membekas adalah

Ridho Allah tertelak pada ridho kedua orang tua dan murka Allah terletak pada
murka kedua orang tua.

" Rifki, seorang ibu akan rela melakukan apapun demi kebahagiaan anaknya.
bahkan nyawapun akan dipertaruhkan asalkan sang buah hatinya bisa tersenyum
bahagia. Ibu yang baik tidak akan menuntut kesempurnaan kepada anaknya. Tapi
cukup dengan ia memberikan cintanya kepada anaknya secara sempurna sudah
membuat hatinya bahagia tak terkira… "

Gerimis hatiku mejadi hujan lebat yang disambut badai ganas. Genap dua minggu
aku meninggalkan rumah sekaligus bundaku tercinta. Rinduku pada beliau seperti
sulit kutahan. Akhirnya aku beranikan diri untuk pulang .

Sama seperti saat perjalanan pariwisata, ketika pulang suasana hatiku tak bisa
tenang memikirkan bagaiman bunda. Aku jadi semakin merindukan bunda. Rindu
pada kecupannya, elusan cinta kasihnya, masakannya dan rindu saat bunda
8
MRDMB ~ CEA
menghiburku ditengah kesedihanku. Aku ingin segera bertemu bunda dan meminta
maaf padanya kalau perlu berlututpun akan aku lakukan . Demi kebahagiaan bunda
dan ridho beliau terhadapku.

Setibanya dirumah tak ku dapati seorangpun selain pak Anto tetangga rumahku.
Kenapa pak Anto ada disini dan dimana bunda, dimana ayah, adik dan sekeluarga;
Hatiku mulai panik. Bunda jangan kenapa kenapa ya. Hatiku sudah tak menentu
paniknya.
Pak Anto mengabarkan bahwa sudah seminggu ini bunda dirawat dirumah sakit.
Kata ayah yang disampaikan ke pak Anto bunda terlalu berat memikirkan kondisiku .
Saat kutanya kenapa tak mengabariku katanya bunda sendirilah yang memintanya.
Bunda hanya tak ingin mengganggu kebahagiaanku bersama teman teman. Kata pak
Anto juga bunda terlalu kualahan mensikapi keluarga besarku yang merasa kecewa
atas gagalnya acara kemarin. setelah kegagalan acara kemarin banyak keluarga yang
memaki ataupun kasak kusuk membicarakan bunda.
Aku merasa semakin bersalah. Berdosa tepatnya. Oh tidak. Mungkin predikat yang
cocok bagi anak yang berani membentak orantua dan membanting pintu
dihadapannya sampai hatinya terluka sehingga menitikkan airmata adalah durhaka! Ya
Allah. Ampunilah hambaMu ini. Bunda maafkan Rifqi..Rifqi sayang bunda…..
** **

Ku bergegas menghampiri bunda yang terbaring lemah dirumah sakit. Diperjalanan


yang kulewati perasaan hatiku tak menentu . Bayang bayang bunda berkelebat disetiap
sudut tempat yang pandangi. Dan tanpa sengaja aku menangkap sosok ibu bersama
anaknya yang masih kecil sedang berjalan bergandengan tangan. Mendadak aku
teringat dengan ketika masih kecil dulu dimana adik belum lahir dan bunda sering
menemaniku pergi jalan jalan. Aku tak kuat lagi menahan genangan dipelupuk mata.
Hatiku gerimis .Pipiku basah.

Ya Allah… selamatkanlah bunda. Jaga dan lindungilah bunda, sayangilah bunda


ya Allah. Jika engkau kabulkan permintaanku maka aku akan berusaha untuk menjadi
yang terbaik buat bunda. Menjadi anak sholih yang senantiasa mendoakannya
sebagaimana perintahMu ya Allah.

Setibanya dirumah sakit ayah dan adik adikku meyambut kedatanganku dengan
muka tak bersahabat. Mungkin difikiran mereka akulah penyebab sakitnya bunda.
Silvi dan Tomi yang biasanya merangkulku jika aku datang kali ini seakan terpaksa
menyalamiku. Ayah memberikan muka sebalnya saat kusalami.
9
MRDMB ~ CEA
“ Bagaimana keadaan bunda ayah?” Tanyaku serta merta . Namun ayah hanya
terdiam lesu.
“ Bunda sakit.. kakak jahat… kakak sudah bikin bunda sakit dan sedih…” Ceplos
Silvi padaku . Maafkan kakak Silvi “ Lirihku .

Segera aku menghampiri bunda yang terbaring tak berdaya diatas ranjang salah satu
ruang kamar rumah sakit ini. Begitu melihat kedatanganku bunda terkejut . Alisnya
sedikit terangkat. Wajahnya pucat seperti tak terawat. Bibirnya mengering pecah
pecah . Rona wajahnya muram tak seperti biasanya . Oh bunda.. karena terlalu berat
memikirkankukah engkau menjadi seperti ini…

Aku menghampiri bunda yang terbaring lemas diranjang. Aku mencium tangan
berikut kening bunda dengan linangan airmata sembari memohon maaf tiada tara.
Bunda hanya diam seribu bahasa .Tak bereaksi apapun selain memalingkan mukanya
seperti tak senang dengan kehadiranku. Ekspresi bunda seperti menginginkan supaya
aku pergi. Meski panjang lebar aku menjelaskan dan minta maaf namun bagi bunda ini
sudah terlalu pahit untuk diterima kembali . Beliau tetap diposisi awal . Diam dan tak
secuil katapun keluar dari mulutnya yang dulu sering menasihatiku. Aku tahu bunda
kesal dan sebal padaku. Aku memaklumi itu. Karena itu aku keraskan upayaku untuk
merayu bunda seeperti bunda merayuku untuk tetap ikut acara keluarga kemarin.

Namun bunda hanya diam . diam dan diam seperti tak mengharapkan kehadiranku.
Aku mulai khawatir . Aku takut jika bunda tak lagi menganggapku sebagai anaknya
lantaran sikap perbuatanku yang tak beradab itu. Dan aku lebih takut jika satu kata
lima huruf menyakitkan ada dalam diri bunda terhadapku “ Murka “ .

Aku kembali teringat dengan nsihat ibu Rizal bahwa RIDHO ALLAH ADA DI
RIDHO ORANG TUA DAN MURKA ALLAH ADA DI MURKA ORANG TUA” jika
hal itu terjadi apa jadinya diriku , hidupku, masa depanku yang kuperjuangkan dan
kebahagiaan hidup yang senantiasa kudambakan.

Aku meninggalkan rumah sakit sebentar untuk mencari suasana segar guna
menenangkan hati dan fikiranku selain lantaran sikap ayah dan adik yang seperti tak
berkenan dengan keberadaanku disana. Tak beberapa lama aku kembali ke kamar
dimana bunda dirawat. Tak ada siapa siapa disana selain bunda yang masih terbaring
lemah tak berdaya . Aku mencoba menghiburnya , memijatinya dan melakukan
sesuatu yang membuat bunda mau bicara dan tersenyum untukku. Karena bagiku kini
10
MRDMB ~ CEA
seutas senyum bunda adalah matahari kebahagianku. Namun hasilnya tetap nihil,
bunda tak juga tersenyum.

Kesesokan harinya aku kembali menjenguk bunda dirumah sakit sambil membawa
makanan kesukaan bunda. Besar harapan bunda mau merubah sikapnya . Setidaknya
mengulumkan setipis senyumnya yang meski dipaksakan.

Bunda terlelap ketika aku tiba dikamar . Rona wajahnya sendu biaskan kemuliaan .
Wajahnya setenang mata air dipegunungan . Dalam lelap tidurnya bunda masih terlihat
menawan. Aku menghampiri bunda. Ku elus pipinya yang mulai mengkriput. Lalu ku
taruh makanan kesukaannya dimeja samping ranjang. Mataku terbelalak melihat
sebungkus kue dalam kardus beserta sepucuk surat diatasnya . Ku buka dan kubaca.

Untuk rifqi anakku sayang, buah hatiku yang kucintai melebihi diriku…

Rifqi sayang…
Rifqi tahu kan bunda sangat mencintai Rifqi .Karena itulah bunda lakukan ini
semua untuk Rifqi. Sebenarnya kalau Rifqi mau tahu, sudah sejak Rifqi kecil bunda
berharap kelak kalau sudah lulus SMA bunda ingin rayakan kelulusanmu sekaligus
ulang tahunmu bersama keluarga besar kita .Untuk itu maafkan bunda jika untuk
sekali ini saja bunda tak mengabulkan pinta harap Rifqi untuk pergi bertamasya
bersama sama teman teman. Sekali lagi bunda sangat berharap Rifqi menghadiri
acara yang bunda selenggarakan bersama keluarga. Dan untuk kebahagiaan Rifqi
bunda ucapkan selamat ulang tahun Rifqi .Bunda sayang Rifqi ..

Bunda

Tak mampu lagi aku untuk berbuat apapun selain diam terpaku menahan sesak dada
akibat tangisku yang menderu . Kini kutahu kenapa bunda bersikeras tak
membolehkanku pergi, Aku teringat dengan kue yang dibeli bunda tempo hari saat aku
mendapatinya tak dirumah. Dan surat yang ditanganku ini adalah surat yang hendak
diberikan padaku sebelum aku kabur dari rumah tapi belum sempat ketanganku. Lalu
kue ini.. dan kenapa bunda ada disini… oh bunda . Aku ingin membangunkannya dan
langsung berlutut dihadapannya sekedar meminta maaf atas salahku yang terlanjur
membuat bunda sedemikian ini. Tapi aku tak tega membangunkannya.

11
MRDMB ~ CEA
Esok hari adalah acara khataman atau perpisahanku disekolah sekaligus
pengumuman hasil ujian. Ingin ku kabari bunda untuk menghadirinya namun melihat
kondisinya demikian ini. Sudahlah..semoga bunda ridho ditengah murkanya terhadap
anaknya yang bandel ini. Aku sampaikan pada ayah saja. Berharap beliau mau
menghadirinya.

Sebelumku meninggalkan ruangan dan bersiap pulang kutaruh makanan kesukaan


bunda disampingnya lalu kututlis sesuatu diatas secarik surat untuknya
“ Bunda , Rifqi minta maaf dari hati yang terdalam. Rifqi sayang bunda meski tak
sebesar cinta bunda pada rifqi. Mohon doa bunda . Dan bagi Rifqi kini tak ada yang
Rifqi harapkan selain ridho dan doa bunda…”

** **

Dari sekian murid yang diumumkan posisi terbaik kelulusan periode ini adalah
Muhammad Rifqi Abdullah yang tak lain adalah diriku sendiri. Aku diminta maju
kedepan panggung untuk menerima penghargaan sekaligus memberi sambutan. Para
hadirin sangat antusias melihatku dan menyimak isi sambutan yang kubawakan .
Bahkan sampai banyak yang menitikkan airmata saat aku mengungkapkan isi hatiku
dan rasa terimakasih yang tiada terkira pada bunda. Di podium yang disaksikan lebih
dari lima ratus orang itu sambutan ditutup dengan deru tangis yang membahana dari
diriku sendiri dan para hadirin sekalian.

Prestasi terbaik jatuh padaku. Sebuah prestasi yang di damba semua siswa maupun
siswi. Sungguh bahagianya siapapun itu yang memperolehnya. Namun tidak dengan
diriku yang terperangkap dalam kesedihan diruang kebahagian ini. Apalah arti sebuah
prestasi terbaik tanpa ridho orangtua. Apalah arti sebuah kebahagiaan tanpa kehadiran
bunda tercinta. Dan apalah arti semua itu jika bayang bayang bunda yang berkelebat
dibenakku adalah murkanya. Hatiku kembali gerimis untuk kesekian kalinya.

Banyak teman teman dan guru guru yang berbondong bondong menghampiri
sekedar menjabat tangan dan mengucapkan selamat. Cukup lama sampai membuatku
kualahan. Begitu orang terakhir meninggalkanku aku menangkap suara lembut yang
tak asing ditelingaku. “ Selamat ya nak” kutoleh dan…

Aku memeluk erat ibunya Rizal yang juga hadir diacara itu. Aku bahagia sekali.
Namun kebahagiaanku serasa tak lengkap tanpa keadiran bunda. Aku teringat acara

12
MRDMB ~ CEA
bunda yang hanya tanpa kehadiranku saja dibatalkan. Dan aku ingat bunda yang saat
ini terbaring lemah dirumah sakit lantaran ulah anaknya yang nakal ini.

Berulangkali aku ucapkan rasa terimakasih atas doa dan nasihat ibunya rizal.
Namun beliau tak mau dilebihkan dari pada yang seharusnya patut dilebihkan.
“ Rifqi, sebenarnya rasa terimakasih ini lebih pantas kau tujukan pada sosok yang
karena jerih payahnya kau bisa seperti ini” Beliau menyangkal ucapanku dan
mengalihkan ke yang lain.
“ Siapakah dia bu?
Dia adalah sosok yang kini tengah bahagia atas kesuksesan yang kau raih nak,. Dia
yang tak henti hentinya menitikkan airmata cinta sedari kau naik ke podium sampai
sekarang dan dia yang kini tengah berada dibelakangmu.”

Saat secara reflek ku menoleh ke belakang kudapati bunda sedang duduk diatas
kursi roda dengan bantuan ayah dibelakangnya . Beliau tersenyum haru sembari
mengusap pipinya yang basah. Keadaan beliau terlihat lebih membaik dari
sebelumnya. Pipinya basah meski sudah dilap dengan tangannya yang lembut .
Hidungnya memerah. Tangannya terbuka seperti ingin agar aku dipeluknya. Segera
aku bergegas menghampirinya dan tenggelam dalam pelukan cinta kasih sang bunda.

Semua yang ada disekelilingku , ayah, adik , rizal dan ibunya tak kuasa menahan
airmata menyaksikan suasana yang mengharu biru ini. Aku sendiri tersengguk
sengguk dalam rinai tangis yang tak tahu ujungnya. Erat sekali kupeluk bunda. Rasa
salah dan dosa yang menggunung seperti hanyut ditelah arus sungai yang tersumber
dari airmata kami yang terus mengalir.

Dalam pelukan cinta kasih itu ku ungkapkan rasa cintaku pada bunda setelah minta
maaf tentunya. Dan yang terakhir menggenaplah sudah kebahagiaanku setelah
kudapati ridho dan restu beliau. Hujan dihatiku semakin lebat diamuk badai yang
dahsyat. Badai cinta seorang anak beranak yang tulus saling mencinta.

Dan kinipun aku sadar bahwa bunda adalah segalanya bagiku. Dan cinta terbesar
yang harus kuberikan setelah pada Allah dan Rasul adalah kepada beliau. Karena
bunda adalah segalanya bagiku. I love you bunda.... 

13
MRDMB ~ CEA
Teman teman dan saudara saudariku…
ingat gak, saat kita masih kecil dulu…
saat dimana ibu selalu ada untuk kita…
tentu kalian tahukan betapa besar dan betapa tak terkira yang diberikannya pada
kita…
namun… sadarkah kita.. ketika kita dewasa… semua itu seperti kita lupakan… kita
terlalu sibuk dengan aktifitas dan seambrek prospek masa depan kita sehingga kita
terlena dan lupa terhadap sosok yang seharusnya kita perhatikan karena ia lah yang
berperan besar dalam diri kita sehingg kita bisa seperti ini..
ibu tidak membutuhkan rencana masa depankita, aktifitas seambrek kita diluar
rumah atau kesibukan yang membuat kita terengah engah.. tapi keinginan ibu cukup
sederhana pada buah hatinya.. tahukah kalian itu apa..
dengan mencintai kita secara sempurna, itu sudah cukup membuatnya bahagia tak
terkira. terlebih jika kita mau membalasnya… 
bunda .. I love you, saranghae, aisiteru, wo aini…

“ Ridho Allah terletak pada ridho orang tua . Dan murka Allah terletak pada
murka orangtua”

created by CEA

komentar, saran dan kritik,


fb. choirunelamien@yahoo.com
phone: 085259618353

14
MRDMB ~ CEA

Anda mungkin juga menyukai