Anda di halaman 1dari 89

PERANCANGAN TURBIN CROSSFLOW KAPASITAS

100 kW

Design Of Crossflow Turbine 100 kW Capacity

Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat


menyelesaikan pendidikan
DIPLOMA IV PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PEMBANGKIT TENAGA
LISTRIK di DEPARTEMEN TEKNIK KONVERSI ENERGI

Oleh:
Rizki Ramdani
101724029

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


2014
LEMBAR PENGESAHAN

PERANCANGAN TURBIN CROSSFLOW KAPASITAS


100 kW

Penulis:
Nama Mahasiswa : Rizki Ramdani
NIM : 101724029
Penguji:
1. Sebagai Ketua : Wahyu Budi Mursanto, Ir, M. Eng.
2. Sebagai Penguji I : Bambang Puguh M. Eng.

Tugas Akhir/Skripsi ini telah disidangkan pada tanggal


dan disahkan sesuai dengan ketentuan.

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Aceng Daud, ST. M.Eng. Budi Suharto, ST.


NIP 195802051984031003 NIP 196510051990031003

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Konversi Energi,

Aceng Daud, ST., M.Eng.


NIP 195802051984031003

i
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa, skripsi ini
merupakan karya saya sendiri (ASLI), dan isi dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademis di suatu
Institusi Pendidikan, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis dan/atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang
secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka

Bandung, Juli 2014

Rizki Ramdani
NIM 101724029

ii
ABSTRAK

Pada tugas akhir ini penulis merancang sebuah turbin air untuk pembangkit
hidro skala kecil. Penulis merancang runner dan poros, juga pemilihan bearing untuk
turbin tersebut. Perancangan dimulai dengan menentukan sumber potensi. Sumber
potensi yang dijadikan sebagai pembangkit hidro tersebut, terletak di Sungai Cibuni,
Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Dari sumber potensi didapat data head dan
debit yang merupakan dasar dalam perancangan turbin. Berdasarkan data-data yang
didapat pada sumber potensi tersebut, kapasitas terpasang untuk turbin adalah 100
kW. Hasil dari perancangan tersebut yaitu, didapatkan dimensi dari runner, mulai
dari lebar dan diameter runner, profil sudu dan bentuk flens atau piringan. Poros
berguna untuk mentransmisikan daya yang dihasilkan turbin menuju generator. Poros
yang digunakan merupakan jenis poros lurus, yang disesuaikan dengan turbin.
Panjang poros disesuaikan dengan jenis turbin yang digunakan. Bearing yang dipilih
merupakan jenis bearing yang disediakan oleh para produsen-produsen pabrikan
bearing. Bearing yang dipilih untuk perancangan turbin ini yaitu jenis bola alur
dalam baris tunggal (conrad bearings). Bearing ini memiliki spesifikasi kemampuan
dalam menahan beban radial yang baik dan beban aksial yang cukup. Karena beban
yang dominan bekerja pada turbin crossflow, merupakan beban radial. Dalam
perancangan turbin ini, penulis tidak menggunakan salah satu komponen yang
biasanya terdapat pada turbin crossflow, yaitu komponen guide vane. Sebagai
gantinya, dipasang valve pada bagian pipa pesat.

iii
ABSTRACT

In this thesis, the authors designed a water turbine for small scale hydro
plants. The author designed a runner and shaft, as well as the selection of bearings for
the turbine. The design begins with determining the source of potential. Serve as a
potential source of hydro power plants, located on the Cibuni River, Cianjur, West
Java. Potential sources of data obtained from a head and discharge is the basis for the
design of the turbine. Based on the data obtained on the potential sources, the
installed capacity of the turbine is 100 kW. The results of the design ie, obtained
dimensions of the runners, ranging from the width and diameter of the runner, the
profile of the blade and flange or disc shape. Axle useful for transmitting the
generated power to the turbine generator. Shaft which used a straight shaft type,
which is tailored to the turbine. Long shaft adapted to the type of turbine used.
Selected bearing is a type of bearing that is provided by the manufacturer bearing
producers. Bearings are selected for the design of this turbine is the type of single row
deep groove ball (conrad bearings). This bearing has the ability to withstand the load
specification radial and axial loads are good enough. Because the burden of work on
the dominant crossflow turbine, a radial load. In designing this turbine, the authors
did not use one component that is usually found on the crossflow turbine, the guide
vane components. Instead, the valve mounted on the pipe rapidly.

iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I

Nama : Rizki Ramdani

Tempat Tanggal Lahir : Bandung 31 Maret 1992

Jenis Kelamin : Laki

Agama : Islam

Alamat : Gg. Slamet I No.206 Rt/Rw 06/03 Bandung

No Telepon : 0821 2753 6323

E-mail : rizki.ramdani92@yahoo.co.id

Pendidikan:

2010 – 2014 Teknik Konversi Energi, Politeknik Negeri Bandung

2007 – 2010 SMA Kartika Siliwangi I Bandung

2004 – 2007 SMP Santa Maria Bandung

1998 – 2004 SD Santo Yusup Bandung

Pengalaman:

2013 Kerja Praktik di PT INDONESIA POWER UBP KAMOJANG

2011 – 2014 Anggota Himpunan Mahasiswa Teknik Konversi Energi

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan karena hanya atas anugerah
dan kasih karunia-Nya yang besar sehingga Tugas Akhir yang berjudul Perancangan
Turbin Crossflow Kapasitas 100 kW dapat terselesaikan dengan baik.

Dalam pengerjaan Tugas Akhir maupun selama menempuh studi di Politeknik


Negeri Bandung, penulis telah dibantu dan didukung oleh berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua Orang Tua tercinta yang selalu mendukung dan memberikan perhatian
penuh kepada penulis.

2. Seluruh keluarga yang ikut membantu dan mendukung penulis.

3. Bapak Aceng Daud, ST., M.Eng, selaku pembimbing atas kesediaannya untuk
membimbing penulis selama pengerjaan tugas akhir ini.

4. Bapak Budi Suharto, ST. yang ikut memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Bapak Ir. Teguh Susano sebagai koordinator tugas akhir.

6. Pimpinan, seluruh dosen dan karyawan di lingkungan Program Studi


Teknologi Pembangkit Tenaga Listrik, Jurusan Teknik Konversi Energi,
Politeknik Negeri Bandung.

7. Bapak Yudistira Elia sebagai pembimbing luar yang telah ikut membantu
penulis.

8. Bapak Faisal Rahadian dan Bapak Muhammad Sanusi yang telah memberi
informasi kepada penulis mengenai tugas akhir.

9. Ibu Tita Roekmana, yang berbaik hati memberikan fasilitas-fasilitas kepada


penulis dalam pengerjaan tugas akhir.

vi
10. Kepada Makji yang selalu berbaik hati membiarkan pintu rumahnya terbuka
bagi penulis.

11. Kepada Ugi Dwiki Purwanto yang saya anggap saudara, yang selalu
membantu penulis dan selalu penulis repotkan.

12. Kepada pelaku EDM, atas musik yang selalu menemani penulis dalam
penyelesaian tugas akhir.

13. Kepada AFC: Ugi, Endla, Sri, Rio, Dytta, Wenti.

14. Kepada Gollunz, Kang Irfan, Ndaru, Feny dan Rizky Herdyan yang ikut
membantu terselesainya penulisan tugas akhir ini.

15. Fariz Rio Pradhana, rekan seperjuangan dalam menyelesaikan tugas akhir.

16. Kepada kelompok tugas akhir grup air: Fariz, Iqbal, Wishal, Abed, Ading atas
sharing ilmu yang dilakukan.

17. Seluruh teman-teman TPTL 2010 atas pengalaman dan kebaikan kalian
selama 4 tahun.

18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penulisan tugas akhir ini.

Akhir kata penulis penulis menyadari bahwa dalam tugas akhir ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan
saran untuk perbaikan, dengan harapan tugas akhir ini dapat memberikan sedikit
sumbangan dan manfaat bagi kita semua.

Juli 2014

Penulis

Daftar Is

vii
i
BAB I..........................................................................................................................I-1
I.1 Latar Belakang.............................................................................................I-1
I.2 Tujuan...........................................................................................................I-2
I.3 Rumusan Masalah........................................................................................I-2
I.4 Batasan Masalah...........................................................................................I-2
I.5 Sistematika Penulisan...................................................................................I-3
BAB II......................................................................................................................II-1
II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Hidro Skala Kecil...........................................II-1
II.2 Turbin Air...................................................................................................II-3
II.3 Daya Turbin................................................................................................II-3
II.4 Pemilihan Jenis Turbin...............................................................................II-4
II.5 Kecepatan Spesifik......................................................................................II-5
II.6 Turbin Crossflow........................................................................................II-6
II.6.1 Komponen Turbin................................................................................II-7
II.7 Kecepatan Putar Turbin..............................................................................II-8
II.8 Kecepatan Pancaran Air..............................................................................II-8
II.9 Kecepatan Pada Roda Jalan (Runner).........................................................II-9
II.10 Segitiga Kecepatan................................................................................II-11
II.11 Proporsi Konstruksi...............................................................................II-13
II.11.1 Sudut Sudu.........................................................................................II-13
II.11.2 Lebar Pelek Radial.............................................................................II-14
II.11.3 Diameter Roda dan Lebar Roda Axial..............................................II-18
II.11.4 Kelengkungan Sudu...........................................................................II-19
II.12 Sudut Pancar..........................................................................................II-21
II.13 Pipa Pancar............................................................................................II-23
II.14 Poros......................................................................................................II-25
II.14.1 Jenis-jenis poros berdasarkan pembebanannya.................................II-25

viii
II.14.2 Jenis-jenis poros berdasarkan bentuknya..........................................II-26
II.14.3 Sifat-sifat poros yang diperhitungkan................................................II-26
II.14.4 Material Bahan..................................................................................II-27
II.14.5 Penentuan Diameter Poros.................................................................II-28
II.15 Gaya Pada Sudu Roda Jalan..................................................................II-29
II.15.1 Gaya Berat Sudu................................................................................II-29
II.15.2 Gaya Sentrifugal................................................................................II-30
II.15.3 Gaya Impuls.......................................................................................II-31
II.16 Bantalan (Bearing)................................................................................II-32
II.16.1 Pemilihan Bantalan (Gabungan Beban Radial dan Aksial)...............II-33
II.17 Generator...............................................................................................II-34
BAB III...................................................................................................................III-1
III.1 Tahap Perancangan Turbin Crossflow.......................................................III-1
III.2 Sumber Potensi..........................................................................................III-2
III.2.1 Data Debit Aliran Sungai...................................................................III-3
III.2.2 Flow Duration Curve (FDC)..............................................................III-4
III.3 Menentukan Head dan Debit.....................................................................III-5
III.4 Menghitung Daya Potensi.........................................................................III-5
III.5 Pemilihan Jenis Turbin..............................................................................III-6
III.6 Perancangan Turbin Crossflow..................................................................III-8
III.6.1 Daya Turbin........................................................................................III-8
III.6.2 Lebar dan Diameter Roda Jalan.........................................................III-8
III.6.3 Kecepatan Pancaran Air.....................................................................III-9
III.6.4 Ketebalan Pancaran Jet.....................................................................III-10
III.6.5 Pengaturan Jarak Sudu Dalam Roda................................................III-10
III.6.6 Lebar Pelek (Rim) Radial.................................................................III-12
III.6.7 Radius Kelengkungan Sudu.............................................................III-12
III.6.8 Jarak Pancaran (Jet) dari Pusat Poros...............................................III-12

ix
III.6.9 Jarak Pancaran (Jet) dari Batas Luar Roda Bagian Dalam...............III-13
III.6.10 Sudut Pancar.................................................................................III-13
III.6.11 Pipa Pancar...................................................................................III-13
III.7 Poros........................................................................................................III-14
III.8 Gaya Pada Sudu Roda Jalan....................................................................III-15
III.8.1 Gaya Berat Sudu...............................................................................III-15
III.8.2 Gaya Sentrifugal...............................................................................III-16
III.8.3 Gaya Impuls.....................................................................................III-17
III.9 Bearing.....................................................................................................III-19
III.10 Generator..............................................................................................III-21
BAB IV....................................................................................................................IV-1
IV.1 Sumber Potensi..........................................................................................IV-1
IV.2 Penentuan Jenis Turbin.............................................................................IV-2
IV.3 Perancangan Turbin...................................................................................IV-2
IV.4 Generator...................................................................................................IV-4
IV.5 Perbandingan.............................................................................................IV-4
BAB V.......................................................................................................................V-1
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................V-2

x
Daftar Tabel
Tabel II.1 Klasifikasi pembangkit listrik...................................................................II-2
Tabel II.2 Efisiensi maksimum..................................................................................II-4
Tabel II.3 Penggunaan turbin berdasarkan head.......................................................II-4
Tabel II.4 Kecepatan spesifik (Ns) beberapa jenis turbin..........................................II-6
Tabel II.5 Baja paduan untuk poros.........................................................................II-27
Tabel II.6 Perbandingan jenis-jenis bantalan..........................................................II-32
Tabel II.7 Nilai putaran berdasarkan jumlah kutub dan frekuensi..........................II-34
Tabel III.1 Data debit air tahunan............................................................................III-3
Tabel III.2 Variasi daya output berbagai turbin.......................................................III-6
Tabel III.3 Putaran turbin.........................................................................................III-7
Tabel III.4 Kecepatan spesifik.................................................................................III-7
Tabel III.5 Pilihan lebar dan diameter roda jalan.....................................................III-8
Tabel III.6 Lengkung pipa pancar..........................................................................III-14
Tabel IV.1 Spesifikasi turbin hasil rancangan.........................................................IV-4

xi
Daftar Gambar
Gambar II.1 Skema pembangkit listrik hidro skala kecil..........................................II-1
Gambar II.2 Grafik perbandingan karakteristik turbin..............................................II-5
Gambar II.3 Turbin crossflow...................................................................................II-6
Gambar II.4 Penampang aliran di sisi masuk turbin.................................................II-7
Gambar II.5 Lintasan air melalui turbin....................................................................II-9
Gambar II.6 Interferensi elemen-elemen aliran melalui roda turbin.......................II-10
Gambar II.7 Diagram kecepatan..............................................................................II-11
Gambar II.8 Jarak sudu............................................................................................II-12
Gambar II.9 Diagram kecepatan komposit..............................................................II-14
Gambar II.10 Diagram kecepatan............................................................................II-14
Gambar II.11 Lintasan pancaran (jet) di dalam roda...............................................II-17
Gambar II.12 Kuvatur sudu.....................................................................................II-20
Gambar II.13 Sudut pancar......................................................................................II-21
Gambar II.14 Lengkungan pipa pancar...................................................................II-23
Gambar II.15 Kesetimbangan tekanan pada partikel air.........................................II-23
Gambar II.16 Gaya yang bekerja pada poros..........................................................II-27
Gambar II.17 Sudu roda jalan..................................................................................II-29
Gambar II.18 Gaya-gaya pada sudu........................................................................II-31
Gambar III.1 Tahap perancangan turbin crossflow..................................................III-1
Gambar III.2 Gambaran lokasi.................................................................................III-3
Gambar III.3 Grafik flow duration curve.................................................................III-4

xii
NOMENKLATUR

Pmax Daya output maksimum, [kW]

g Gaya gravitasi, [m/s2]

Hn Head efektif, [m]

Qmax Debit maksimum, [m3/s]

ηt Efisiensi maksimum turbin, [%]

ρ Massa jenis air, [kg/m3]

Ns Kecepatan spesifik, [rpm]

Pt Daya turbin, [kW]

N Kecepatan putar turbin, [rpm]

V1 Kecepatan pancaran air sebelum masuk runner, [m/s]

φ Koefisien nosel, [-]

H Head, [m]

u Kecepatan keliling, [rad]

V' Kecepatan aliran, [m/s2]

β Sudut antara kecepatan keliling dan kecepatan aliran, [°]

α Sudut masuk, [°]

ψ Koefisien empiris, [-]

θ Sudut perpotongan aliran air, [°]

xiii
V Kecepatan pancaran air, [m/s]

t Jarak antar sudu, [m]

s1 Jarak sudu lingkar luar runner, [m]

s2 Jarak sudu lingkar dalam runner, [m]

a Lebar rim, [m]

r2 Jari-jari dalam runner, [m]

r1 Jari-jari luar runner, [m]

D1 Diameter luar runner, [m]

y1 Jarak pancaran dalam air dari poros, [m]

y2 Jarak pancaran dalam air dari poros, [m]

L Lebar runner, [m]

S Jarak pancaran, [mm]

T Torsi, [Nm]

Kt Faktor koreksi, [-]

Cb Faktor lenturan, [-]

τa Momen bending dan momen torsi equivalent, [Nm]

Sf Safety factor, [-]

σb Kekuatan tarik, [kg/mm3]

As Luas penampang sudu, [mm2]

xiv
b Panjang sudu, [mm]

γ Massa jenis bahan sudu, [kg/m3]

Vs Volume sudu, [mm3]

xv
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kebutuhan energi listrik di Indonesia semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan ekonomi nasional. Total kebutuhan listrik selama kurun waktu 17 tahun
(2003 s.d. 2020) meningkat sebesar 6,5% per tahun dari 91,72 TWh. Kebutuhan
energi listrik yang meningkat mendorong pemanfaatan berbagai jenis pembangkit
guna memenuhi peningkatan konsumsi energi listrik tersebut. Dari banyaknya jenis
pembangkit yang ada, pembangkit menggunakan energi baru terbarukan dapat
dijadikan sebagai pilihan.
Potensi air sebagai sumber energi baru terbarukan digunakan sebagai
penyedia energi listrik untuk pembangkit listrik tenaga air. Potensi tenaga air di
Indonesia sebesar 70.000 MW, akan tetapi hanya sekitar 6% atau 3.529 MW yang
baru dimanfaatkan. Padahal, sudah seharusnya seluruh potensi yang ada dapat
digunakan secara baik dan benar.
Sungai Cibuni terletak di wilayah Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
Sungai ini memiliki aliran air yang cukup besar, perbedaan ketinggian pada
konturnya dan dekat dengan pemukiman warga. Berdasarkan alasan tersebut sungai
ini potensial untuk dijadikan pembangkit listrik tenaga mikrohidro. Maka pada tugas
penyusunan skripsi kali ini penulis ingin mengangkat tema mengenai perancangan
sebuah pembangkit listrik tenaga mikrohidro, khususnya penulis akan
menitikberatkan pada desain turbin. Mengingat bahwa turbin merupakan salah satu
komponen penting yang terdapat pada sistem pembangkit listrik tenaga mikrohidro.
Turbin yang digunakan pada perancangan pembangkit mikrohidro ini adalah jenis
turbin crossflow. Pemilihan jenis turbin ini berdasarkan data dan kondisi yang
terdapat pada sumber potensi. Berdasarkan data dan kondisi sumber potensi tersebut
jenis turbin yang cocok digunakan adalah turbin crossflow.

1
2

I.2 Tujuan
1. Memperoleh potensi untuk pembangkit mikrohidro di Sungai Cibuni,
Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.
2. Merancang turbin crossflow untuk pembangkit mikrohidro yang sesuai
dengan potensi Sungai Cibuni, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat.

I.3 Rumusan Masalah


1. Menentukan potensi pembangkit mikrohidro dari Sungai Cibuni Kab.
Cianjur, Prop. Jawa Barat.
2. Merancang pembangkit mikrohidro di Sungai Cibuni, Kab. Cianjur, Prop.
Jawa Barat.
3. Mendesain turbin crossflow yang sesuai dengan sumber potensi.

I.4 Batasan Masalah


1. Pada penulisan skripsi ini tidak membahas masalah feasibility study.
2. Pada penulisan skripsi ini tidak membahas masalah kehandalan.
3. Objek pada penulisan skripsi ini hanya menitikberatkan pendesainan
komponen turbin crossflow.
4. Pada penulisan ini hanya dilakukan pemilihan komponen turbin crossflow:
bearing.
5. Pendesainan hanya meliputi critical komponen turbin crossflow meliputi:
runner dan poros.

6.
3

I.5 Sistematika Penulisan


Kerangka awal penulisan skripsi yang akan dibuat adalah sebagai berikut:
1. Bab I. Pendahuluan
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan penulisan skripsi, rumusan
masalah, batasan masalah dan sistematika penulisan.

2. Bab II. Tinjauan Pustaka Dan Landasan Teori


Bab ini berisi teori mengenai teori-teori yang akan digunakan pada bab III

3. Bab III. Metoda Dan Proses Penyelesaian


Bab ini berisi mengenai langkah-langkah perancangan.

4. Bab IV. Analisis Dan Pembahasan


Bab ini berisi tentang analisis dan pembahasan desain turbin Air.

5. Bab V. Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dan masukan dari penulis terhadap skripsi yang telah dibuat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II.1 Pembangkit Listrik Tenaga Hidro Skala Kecil


Tenaga hidro adalah energi yang diperoleh dari air yang mengalir (debit). Air
merupakan sumber energi yang murah dan relatif mudah didapat, karena pada air
tersimpan energi potensial (pada air jatuh) dan energi kinetik (pada air mengalir).
Energi yang dimiliki air dapat dimanfaatkan dan digunakan dalam wujud energi
mekanis maupun energi listrik. Tujuan dari skema pembangkit listrik tenaga hidro
skala kecil adalah untuk mengubah energi potensial dari massa air menjadi energi
listrik. Air mengalir dalam aliran dengan perbedaan ketinggian yang disebut head,
energi potensial massa air diubah menjadi energi listrik di ujung bawah skema, di
mana pembangkit tenaga listrik berada. Skema dari sebuah pembangkit listrik tenaga
hidro skala kecil dapat dilihat pada Gambar II.1. (Sumber: Layman’s Guidebook,
1998):

Gambar II.1 Skema pembangkit listrik hidro skala kecil

1
2

berdasarkan head, skema dari pembangkit dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori:

a. High head: ≥100 meter


b. Medium head: 30-100 meter
c. Low head: 2-30 meter
skema dari pembangkit listrik tenaga hidro skala kecil dapat dikelompokkan menjadi:

a. Skema run of river


b. Skema dengan pembangkit tenaga listrik yang terletak di dasar
bendungan
c. Skema terintegrasi pada kanal atau pipa pasokan air

klasifikasi pembangkit listrik tenaga hidro secara umum dapat dilihat pada Tabel II.1.
Tabel II.1 Klasifikasi pembangkit listrik

Klasifikasi Power Output

Besar > 100 MW

Menengah 10 – 100 MW

Kecil 1 – 10 MW

Mini 100 kW – 1 MW

Mikro 5 – 100 kW

Piko < 5 kW

Penentuan debit rancangan untuk sebuah pembangkit listrik tenaga hidro skala kecil
dapat menggunakan metoda Flow Duration Curve. Flow Duration Curve adalah
penentuan debit menggunakan grafik presentase ketersediaan debit air pada suatu
potensi. Sebuah grafik akan menunjukkan presentase jumlah ketersediaan air
terhadap debit yang ada. Berdasarkan grafik tersebut dapat ditentukan debit yang
akan digunakan dan waktu ketersediaan debit tersebut.
3

II.2 Turbin Air


Turbin air berguna untuk mengubah energi air (energi potensial, tekanan dan
energi kinetik) menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran poros. Putaran poros
turbin tersebut akan diubah menjadi listrik oleh generator.
Berdasarkan mekanisme pengubahan energi air menjadi energi mekanis, turbin air
dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Turbin impuls, proses penurunan tekanan air hanya terjadi pada sudu-
sudu tetapnya saja. Jadi tidak ada penurunan tekanan didalam sudu-sudu
jalan. Akan tetapi, pada kenyataannya tetap terjadi sedikit penurunan
tekanan pada sudu-sudu jalan tersebut. Hal ini diakibatkan karena
gesekan, aliran turbulen, dan kerugian energi lainnya. Yang termasuk
kedalam turbin jenis ini yaitu: Crossflow, Pelton dan Turgo.
2. Turbin reaksi, proses penurunan tekanan berbeda dengan turbin impuls.
Pada turbin reaksi selain penurunan tekanan terjadi pada sudu-sudu
tetapnya, juga terjadi pula di sudu-sudu jalannya. Yang termasuk kedalam
turbin jenis ini yaitu: Francis, Propeller.

II.3 Daya Turbin


Daya output maksimal dari turbin dapat dihitung dengan Persamaan 1
(Mockmore, C. A. dkk., 1949):
Pmax =9,8 × H n ×Qmax × ηt × ρ…………………………………………(1)
dimana:
Pmax = output maksimum (kW)
ηt = efisiensi maksimum turbin (%)
Qmax = debit maksimum (m3/s)
Hn = head efektif (m)
ρ = massa jenis air (kg/m3)
Nilai efisiensi maksimum turbin berbeda-beda antara jenis turbin satu dengan
yang lainnya. Nilai efisiensi maksimum berbagai jenis turbin dapat dilihat pada Tabel
II.2. (Sumber: Manual pembangunan pembangkit listrik tenaga mikrohidro):
4

Tabel II.2 Efisiensi maksimum

Jenis Turbin η (%)


Pelton 82
Francis 84
Crossflow 77
Tubular S-type 84

Tujuh puluh persen harus digunakan untuk setiap tipe dari turbin tipe
Crossflow di Indonesia pada tahap sekarang, karena efisiensi dari turbin di Indonesia
sekarang tidak terlalu tinggi akibat kualitas fabrikasi.

II.4 Pemilihan Jenis Turbin


Aplikasi penggunaan turbin berdasarkan tinggi head efektif yang didapatkan
dapat dilihat pada Tabel II.3.
Tabel II.3 Penggunaan turbin berdasarkan head

Jenis Turbin Range head (m)


Kaplan dan Propeller 2<H<40
Francis 10<H<350
Pelton 50<H<1300
Crossflow 3<H<250
Turgo 50<H<250

Selain penggunaan turbin berdasarkan head, perbandingan karakteristik turbin juga


dapat kita lihat pada grafik net head (m) vs flow (m3/s) di Gambar II.2. (Sumber:
Layman’s Guidebook, 1998):
5

Gambar II.2 Grafik perbandingan karakteristik turbin

II.5 Kecepatan Spesifik


Kecepatan spesifik adalah kriteria utama dalam pemilihan jenis turbin yang
sesuai dengan potensi (karakteristik sumber air). Kecepatan spesifik juga dapat
diartikan sebagai kecepatan ideal, persamaan geometris turbin, yang menghasilkan
satu satuan daya tiap satu satuan head. Kecepatan spesifik turbin dapat diartikan
sebagai titik efisiensi maksimum.
Kecepatan spesifik dapat dihitung dengan Persamaan 2. (Layman.,1998)
N √ Pt
Ns= ………………………………….…………………………(2)
H 5/n 4
Dengan: Ns = kecepatan spesifik (-)
6

Hn = head efektif (m)


Pt = daya turbin (kW)
N = kecepatan putar turbin (rpm)
kecepatan spesifik beberapa jenis turbin dapat dilihat pada Tabel II.4.
Tabel II.4 Kecepatan spesifik (Ns) beberapa jenis turbin

Turbin Crossflow 40 ≤ Ns ≤ 200


Turbin Francis 60 ≤ Ns ≤ 300
Turbin Propeller 250 ≤ Ns ≤ 1000

II.6 Turbin Crossflow


Turbin Crossflow (aliran silang) merupakan salah satu jenis turbin impuls.
Turbin ini ditemukan dan dikembangkan oleh A.G.M. Michell dan D. Banki. Gambar
II.3 menunjukkan potongan bagian dari turbin crossflow (Sumber: Layman’s
Guidebook, 1998)

Gambar II.3 Turbin crossflow

Dari gambar di atas terlihat turbin memiliki aliran air radial, energi air akan
ditampung oleh turbin dalam dua tingkat. Turbin memiliki empat bagian utama yaitu:
nosel, runner, guide vane dan casing (rumah turbin). Air dialirkan masuk ke dalam
turbin melalui pipa pesat berpenampang bulat. Pada ujung pipa pesat, sebelum masuk
7

turbin, dipasang adaptor, tempat perubahan penampang bentuk lingkaran menjadi


persegi menjelang masuk rumah turbin. Kemudian dari adaptor masuk ke nosel.
Nosel memiliki penampang persegi dan mengeluarkan pancaran air selebar runner
dan masuknya dengan sudut 16° terhadap garis singgung lingkar luar runner. Bentuk
dari pancaran adalah persegi, lebar dan tidak terlalu tebal. Sebelum mencapai runner,
aliran disesuaikan kecepatan masuk dan sudut masuknya. Runner memiliki konstruksi
dua buah pinggiran (rim) yang disatukan pada lingkar luarnya oleh sejumlah sudu
(Sumber: Manual Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro).

Gambar II.4 Penampang aliran di sisi masuk turbin

Pada Gambar II.4 terlihat penampang yang berbeda-beda mulai dari pipa pesat
sampai rumah turbin. Aliran disesuaikan saat masuk turbin agar terjadi aliran yang
optimal.

II.6.1 Komponen Turbin

1. Inlet
Aliran air masuk ke dalam air melalui inlet. Di dalam inlet terdapat komponen guide
vane
2. Guide-vane
Guide-vane adalah sebuah katup yang berfungsi untuk mengatur atau menutup
jumlah air yang masuk runner.
3. Runner
8

Runner merupakan bagian utama dari sebuah turbin. Bilah runner terbuat dari baja
yang memiliki kekuatan tarik tinggi dilas pada lingkar luar dua piringan sejajar
(flens). Runner bergerak akibat pancaran air yang terpancar dari nosel. Terjadi
perubahan energi kinetik menjadi daya poros turbin yang nantinya akan
ditransmisikan ke generator.

4. Casing
Casing berfungsi untuk mengarahkan air ke runner. Pada bagian bawah casing
terdapat baut yang berguna untuk mengunci turbin pada pondasi. Konstruksi casing
harus memperhatikan kemudahan untuk proses perbaikan atau perawatan turbin
tersebut.
5. Bantalan atau bearing
Pada bagian kiri dan kanan turbin terdapat bantalan (bearing) yang berfungsi untuk
menyangga poros dan agar poros berputar dengan lancar. Bantalan yang digunakan
jenis spherical roller bearing dengan adaptor sleeve. Adaptor sleeve berfungsi untuk
mengunci bantalan dengan poros. Pelumasan memakai gemuk (grease) agar relatif
bebas perawatan dan tahan lama

II.7 Kecepatan Putar Turbin


Kecepatan putar turbin dapat dihitung menggunakan Persamaan 3 (Layman.,
1998):
513,25 H 0,745
n
N= ………………………………………………...…..(3)
P
√ t
Dengan: Hn = head efektif (m)
Pt = daya turbin (kW)

II.8 Kecepatan Pancaran Air


Dengan menganggap pusat pancaran air memasuki runner pada titik A
Gambar II.5, dengan sudut α1 terhadap garis singgung luar lingkar runner. Maka,
kecepatan aliran air sebelum masuk ke dalam runner turbin dinyatakan dengan
Persamaan 4 (Mockmore, C. A. dkk., 1949):
9

V 1=φ √ 2. g . H ……………………………………………………………...(4)
dimana:
V1 = kecepatan pancaran air sebelum masuk runner (m/s)
φ = koefisien, harganya tergantung nosel.
Koefisien (φ) ini mewakili kerugian yang terjadi di pipa pesat sampai elemen
pemancar air pada turbin.

II.9 Kecepatan Pada Roda Jalan (Runner)

Gambar II.5 Lintasan air melalui turbin

Jika kecepatan keliling u1 diketahui, maka kecepatan aliran di sisi masuk V1'
dapat ditentukan. Kecepatan tersebut mengapit sebuah sudut β1. Efisiensi maksimum
dapat dicapai jika sudut sudu di titik A sama dengan β1. Suatu sudu runner
ditunjukkan oleh lengkung AB. Penjelasan aliran di sisi keluar adalah sama seperti
10

kondisi masuk. Alur mutlak air di atas lengkung sudu AB dapat ditentukan sama
halnya titik nyata air meninggalkan sudu. Dengan anggapan kecepatan mutlak V2
tidak mengalami perubahan, titik C tempat air memasuki kembali rim dapat
diketahui.
Maka, α3 = α2
β3 = β 2
β1 = β 4
Semua sudut tersebut saling berkaitan pada sudu yang sama. Tidak semuanya
aliran air yang masuk runner mengalir sesuai aliran mutlak tersebut. Terdapat
beberapa pancaran partikel air cenderung saling bersilangan di dalam runner. Seperti
tampak pada Gambar II.6.

Gambar II.6 Interferensi elemen-elemen aliran melalui roda turbin

Gambar II.6, memperlihatkan pendekatan keadaan yang sebenarnya. Sudut-sudut


perpotongan θ dan θ1 maksimum di masing-masing sisi terluar pancaran.
11

II.10 Segitiga Kecepatan

Gambar II.7 Diagram kecepatan

Berikut merupakan Persamaan 5, untuk daya mekanis:


H= ( ωQ/ g ) ( V 1 cos α 1 +V 2 cos α 2) u1……………………………………...(5)
Dengan menggunakan hubungan dalam segitiga kecepatan (Gambar II.7), Persamaan
5 di atas dapat disederhanakan menjadi:
V 2 cos α 2=v 2 cos α 2−u1…………………………………………...……..(6)
Dengan mengabaikan kenaikan kecepatan air akibat selisih ketinggian (lihat Gambar
II.6) yang bernilai kecil dalam kebanyakan kasus, maka:
v 2=ψ v 1………………………………………………………………...….(7)
dimana ψ adalah suatu koefisien empiris yang bernilai lebih kecil dari satu (sekitar
0,98). Dari segitiga kecepatan pada (Gambar II.7) didapatkan hubungan:
v1 =( V 1 cos α 1−u 1 ) / ( cos β 1 )…………………………………………......(8)
Masukkan Persamaan 6, 7 dan 8 ke dalam Persamaan 5. Maka akan dihasilkan:
HP out =( ωQu 1 /g )( V 2 cos α 1−u1 ) ( 1+cos β 2 /cos β 1 )……………….....(9)
persamaan di atas untuk nilai head H1:
2
ωQH ωQV 1
HP= = 2 ………………………………………………...(10)
g C 2g
Jadi efisiensi (η), bernilai sama dengan perbandingan keluaran dan masukan dari
daya.
12

η=( 2 C2 u2 /V 2 ) ( 1+ ψcos β 2 /cos β1 ) ( cos α 1−u 1 /V 1 )………………….(11)


bila β2 = β1 maka efisiensi menjadi:
η=( 2 C2 u1 /V 1 ) (1+ψ ) ( cos α 1−u 1 /V 1 )………………………………..(12)
mempertimbangkan semua variabel adalah konstan kecuali efisiensi dan u1/V1
kemudian mendeferensialkan dan menyamakan dengan nol, maka:
u1 V 1=cos α 1 /2………………………………………………………...…(13)
dan untuk efisiensi maksimum:
1
ηmaks = C2 (1+ψ ) ( cos2 α 1 )……………………………………………(14)
2
apabila u1 = ½ cos α1 maka arah V2 tidak radial (Gambar II.7). Aliran ke luar runner
berarah radial dengan:
C
u1 = [ ](
1+ψ
V 1 cos α 1 )…………………………………………………......(15)

hanya bila ψ dan C bernilai sama dengan satu, yaitu dianggap tidak terjadi kerugian
tinggi air terjun akibat gesekan di nosel atau sudu-sudu.
Untuk mendapatkan efisiensi turbin yang paling besar sudut masuk α1 harus dibuat
sekecil mungkin, nilai α1 = 16° umumnya cukup memadai. Dengan itu, cos α1 = 0,96
dan cos2α1 = 0,92.
13

Gambar II.8 Jarak sudu

Apabila diambil harga C dan ψ masing-masing 0,98 serta memasukkannya ke dalam


Persamaan 14, maka dihasilkan efisiensi maksimum sebesar 87,8 persen. Karena
efisiensi nosel bervariasi dalam kuadrat suatu konstanta, perlu perhatian agar
menghindari terjadi kerugian di sini. Ketika aliran air mengenai lingkar luar dan
dalam runner, akan terjadi rugi hidrolisis. Sekitar 72 persen energi air yang diterima
runner ketika aliran mengenai sudu, dan 28 persen masih terbawa aliran sebelum
mengenai sudu dari lingkar dalam runner. Bila jumlah sudu benar, cukup tipis dan
sehalus mungkin, maka dapat diperoleh harga konstanta ψ sampai sebesar 0,98

II.11 Proporsi Konstruksi

II.11.1 Sudut Sudu

Sudut sudu β1 ditentukan dari α1, V1 dan u1 pada Gambar II.7 dan Gambar
II.5. Apabila u1 = ½ V1 cos α1, maka:
tan β 1=2 tan α 1.........................................................................................(16)
bila diambil α1 = 16°, kemudian β1 = 29° atau hampir 30°.
Sudut antara sudu lingkar dalam dengan garis singgung terhadapnya β2 ditentukan
menggunakan Gambar II.9. Gambar kedua segitiga kecepatan di lingkar dalam
14

bersama-sama, memindahkan kedua sudu hingga C jatuh di titik B dan garis


singgungnya berimpit. Dengan asumsi bahwa kecepatan mutlak sisi ke luar dan yang
masuk sudu di seberangnya sama dan karena α2' = α1' maka kedua segitiga tadi sama
dan sebangun. Serta v2' = v1' mempunyai arah yang sama.
Dengan menganggap tidak ada rugi kejut pada jalan masuk di titik C, maka β2' = 90°,
berarti ujung dalam sudu harus radial. Beda elevasi antara kedua titik B dan C (tempat
keluar dan masuk kembali di lingkar dalam runner), jika tidak terjadi kerugian di sini,
V1'.
1
2 2
V '1=[ 2 g h2 + ( V 2 ) ] ……………………………………………………...(17)
Menganggap β2' = 90° (Gambar II.10a), v1' tidak berimpit dengan sudut sudu
sebabnya akan timbul kerugian kejut. Agar terhindar, β2 harus lebih besar dari 90°.
Selisih antara V2' dan V1' biasanya kecil karena h2 kecil, sehingga β2 boleh saja diambil
90°.

II.11.2 Lebar Pelek Radial

Dengan mengabaikan tebal sudu, tebal pancaran air masuk, s1 diukur tegak
lurus terhadap kecepatan nisbi (Gambar II.8), ditentukan oleh jarak antar sudu, t.
s1=t sin β1………………………………………………………………..(18)

Gambar II.9 Diagram kecepatan komposit


15

Gambar II.10 Diagram kecepatan

Dengan asumsi β2 = 90°, maka jarak sudu di lingkar dalam runner, s2, untuk tiap lebar
lingkaran sudu atau lebar rim, a, adalah:
r2
s2=t
[]r1
......................................................................................................(19)

Apabila a cukup kecil, pancaran air tidak seluruhya mengisi ruang antar sudu.
Demikian a meningkat, s2 akan berkurang, oleh sebab itu dalam menentukan harga a
mempertimbangkan batas berikut:
v1 s 1
s2= ……………………………………………………………………(20)
v '2
Apabila lebar lingkaran sudu a melampaui batas ini, maka akan terjadi aliran
air sulit melalui luasan penampang. Bahkan mungkin dapat menimbulkan tekanan
baalik. Lebar lingkaran sudu yang terlalu kecil pun tidak dianjurkan, karena pancaran
air akan mengalir begitu saja keluar melalui sela antar sudu di lingkar dalam runner
(penyerapan energi kecil). Untuk menetapkan lebar (a), v2' yang dipengaruhi gaya
sentrifugal (lihat Gambar II.8) perlu diketahui.
2 ' 2 2 ' 2
( v 1) −( v 2 ) =( u1 ) −( u2 ) ……………………………………………(21)
2 2
( v '2 ) =( u'2 ) −( u 1 )2−( v 1) 2
padahal,
s1 r
v'2=v 1
[] []s2
=v 1 1 sin β1 ………………………………………………..(22)
r2
dan
16

r1
u'2=u 1
[]
r2

bila
2
r1
x=
[]
r2

2
v1 v1 2 2
x 2− 1−
[ ( )] ( )
u1
x−
u1
sin β 1=0…………………………………...(23)

Jika kecepatan keliling runner ideal adalah u1 = (c1 cos α1)/2 maka,
v1 1
= …………………………………………………………………..
u1 cos β 1
(24)
Jika α1 = 16° dan β 1 = 30°, maka:
v1 1
= =1,15
u1 0,866

v1 2
( )
u1
=1,33

Kemudian Persamaan 23 menjadi:


x 2−0,33 x−0,332=0

x=0,435

√ x=0,66
2 r 1=D1

Oleh karena itu, lebar lingkaran sudu atau lebar rim dinyatakan oleh Persamaan 25.
a=0,17 × D1 …………………………………………………………...…(25)
Secara grafis lebar rim ini dapat diketahui dari perpotongan dua buah lengkung pada
(Gambar II.8)
r2 2 2 2 2
' 2
()
( v ) = r u1 + v 1−u1……………………………………………….(26)
2
1
17

dan
r1
( v '2 )=v 1 ( )
r2
sin β 1……………………………………………………….(27)

Sudut pusat bOC, Gambar II.11, dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 26
sampai dengan Persamaan 30.
α2' = separuh sudut bOC
v1 = u1/cosβ1 = u1/0,866
r2/r1 = 0,66
v2' = u1 (0,662 + 1,33 – 1)1/2
v'2=0,875 u1………………………………………………………………(28)

'v '2
tan α = ' …………………………………………………………………(29)
2
u2
0,875 u1
tan α '2= =1,326
0,66 u1

Jadi α2' = 53°


sudut bOC =106°………………………………………………………...(30)
18

Gambar II.11 Lintasan pancaran (jet) di dalam roda

Tebal pancaran di dalam runner, y dapat dilihat pada Gambar II.11. Tebal
pancaran dihitung dengan menggunakan Persamaan 31 sampai dengan Persamaan 36.
V 2 s 0=V '2 y…………………………………………………………………(31)
r2
' ' '
V 2 cos α 2=u2= ( )u
r1 1

r2

¿
() V
r1 1
2cos α 1

Untuk itu,
19

2 cos α '2 s 0
y=
r2 ……………………………………………………………….
( )
r1
cos α 1

(32)
¿ ( 3,03 ) ( 0,66 ) s 0 /0,961

y=1,89 s0 …………………………………………………………………(33)

Jarak sisi dalam pancaran saat melintas di dalam runner ke poros turbin, y1 (Gambar
II.11) adalah:
' 1,89 s 0 d 0
y 1=r 2 sin ( 90−α 2 )− − ………………………………………...(34)
2 2
karena s1 = k . D1
kemudian,
y 1=( 0,1986−0,945 k ) D1……………………………………………….(35)
Dalam hal ini poros tidak memanjang menembus runner, parameter y2 menjadi
batasan satu-satunya. Dengan cara yang sama, jarak y2, jarak antara tepi bagian luar
dari pancaran (jet) dan batas bagian dalam, dapat ditentukan:
y 2=( 0,1314−0,945 k ) D 1………………………………………………(36)
Umumnya harga k berkisar antara, k = 0,075 sampai 0,10
sehingga:
ds
y1 + =0,128 D 1 sampai 0,104 D 1
2

y 2=0,0606 D 1 sampai 0,0369 D 1

II.11.3 Diameter Roda dan Lebar Roda Axial

Diameter luar runner dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 37


sampai dengan Persamaan 39.
π D1 N
u1= ………………………………………………………………..(37)
( 12 ) ( 60 )
π D1 N
( 12 ) V cos α =¿ ( 12)( 60 ) ¿
1 1
20

1 π D1 N
()
2
C √ 2 gh cos α 1=¿
(12 ) ( 60 )
¿

360 C √ 2 gH cos α 1
D 1= …………………………………………….............…
πN
(38)

Dimana D1 adalah diameter roda dalam inci dan α1 = 16°, C = 0,98


862 √ H
D 1= ………………………………………………………………....
N
(39)
Tebal pancaran, s0 pada nosel didapatkan atas hasil pemaduan atas dua persyaratan
berikut. Jika s0 bernilai besar di satu sisi menguntungkan karena kerugian yang timbul
akibat pengisian dan pengosongan runner akan kecil. Tetapi, sudut masuk pancaran
terluar akan sangat menyimpang dari 16°, berarti kerugian hidrolisis akan sangat
meningkat seiring bertambahnya s0. Untuk tepatnya parameter ini ditentukan
berdasarkan percobaan.
Panjang runner dihitung dengan Persamaan 40 sampai dengan Persamaan 42.

C s0 L
Q= √ 2 gH …………………………………………………………….
144
(40)

k D1 L
¿C √2 gH
144

144 Q
D 1= √ 2 gH
CkL

862
D 1= √ H …………………………………………………...…………..(41)
N

144 Q 862
√ 2 gH = √ H
CkL N

L=144 QN /862 √ H Ck √ 2 gH

0,283 QN
L= sampai 0,212 QN ……………………..………………….…..(42)
H
21

dimana,
k = 0,075 dan 0,01

II.11.4 Kelengkungan Sudu

Lengkung sudu dapat ditentukan dari lingkaran yang pusatnya berada di


perpotongan dua garis, sebuah garis tegak lurus terhadap kecepatan nisbi v di titik A
dan lainnya adalah garis singgung terhadap lingkar dalam runner di titik B. Seperti
yang dapat dilihat pada Gambar II.12.
Dari segitiga AOC dan BOC,
´ )2 + ( BC
´ ( OB
CO= ´ )2=( AO
´ )2+ ( AC
´ )2−2 AO
´ AC
´ cos β 1

tapi
´
AO=r 1

´
OB=r 2

´ BC
AC= ´ =ρ

r 21−r 22
ρ=
2 r 1 cos β 1

dimana,
r 2=( 0,66 r 1 ) , dancos β1 =cos 30=0,866

δ =73 ° 28'

ρ=0,326 ×r 1……………………………………………………………..(43)

Kuvatur atau geometri sudu di dalam runner dapat dilihat pada Gambar II.12.
22

Gambar II.12 Kuvatur sudu

II.12 Sudut Pancar


Sudut pancar θ dibuat sedemikian rupa sehingga jarak S (lihat pada Gambar
II.13), memiliki nilai yang sesuai dengan nilai yang telah ditetapkan pada praktek
pembuatan turbin jenis ini sebelumnya.
23

Gambar II.13 Sudut pancar

Menurut Persamaan 44 (Mosonyi Emil., 1967)


S=k . D…………………………………………………..………………...(44)

Dimana: k = 0,075 sampai 0,3


D = diameter luar runner
Dari Gambar II.13 terlihat:
´ − BC
S= AC ´

dimana:
´ OC
AC= ´ tg φ

´ tg 180° − 90− 1 θ+ γ
¿ OC { ( 2 )}
´ tg 90 °+ 1 θ−γ
¿ OC ( 2 )
´
OC=r 1 cos ϑ
24

1
(
¿ r 1 cos 90°− θ
2 )
1 1
AC=r
´
(
1 cos 90 °− θ tg 90 °+ θ−γ
2 2 )( )
´
BC=r 1 sin ϑ

1
(
¿ r 1 sin 90 °− θ
2 )
maka

´ ) =r 1 cos 90° − 1 θ tg 90 ° + 1 θ−γ −r 1 sin 90 °− 1 θ .(45)


S= ( AB
2 ( 2 ) ( ) ( 2 )
Dari sini dapat terlihat bahwa besar S ditentukan oleh lokasi/kedudukan titik
A pada lengkungan pipa pancar.
Dari Gambar II.13:
r 1 cos ϑ
OA=
cos φ

1
¿
(
r 1 cos 90 °− θ
2 )
1
(
cos 90 °+ −γ
2 )
Selanjutnya kedudukan titik A pada lengkungan pipa pancar memenuhi persamaan
lengkungan
´ γ . tg α
OA=r 1. e
1
25

II.13 Pipa Pancar


Bentuk dari pipa pancar adalah sebagian dari bentuk rumah keong. Bentuknya
dibuat sedimikian rupa sehingga kecepatan tangensial (Cu) selalu tegak lurus
terhadap penampang dan kecepatan meridian (Cm) selalu sejajar penampang. Jadi
lengkungan dari pipa pancar adalah identik dengan lintasan air saat memasuki runner.
Gambar lengkungan pipa pancar dapat dilihat pada Gambar II.14.

Gambar II.14 Lengkungan pipa pancar

Untuk setiap partikel air yang keluar dari nozzle, terdapat kesetimbangan gaya
seperti yang dapat dilihat pada Gambar II.15.

Gambar II.15 Kesetimbangan tekanan pada partikel air


26

Cu 2
dFc=dm =dA ( p+ dp− p )
r

Dimana:
dm= ρ ( r . dθ ) ( dr ) ( b )

dA=( r . dθ ) ( b )

Sehingga:
Cu2 (
ρ ( r . dθ ) ( dr ) . = r . dθ ) ( b ) ( dp )
r

dp dr
=Cu 2 . ………………………………………………………………..(46)
ρ r

Persamaan Bernoulli:
dp
+Cu. dCu=0
ρ

Substitusi Persamaan (46):


dr
Cu 2 . +Cu . dCu=0
r

dr dCu
+ =0
r Cu

Integral dari persamaan di atas adalah:


ln r + lnCu=konstan

Cu .r =C1

C1
Cu= ……………………………………………………………………..(47)
r

Selanjutnya menurut hukum kontinuitas berlaku:


ρ ( Cm ) ( r .dθ )( b )=ρ ( cm 1 ) ( r 1 .dθ ) ( b )

Dimana b = lebar pipa pancar.


Selanjutnya:
Cm . r=Cm . r=Cm 1 . r 1 ( konstan )
27

C2
Cm= …………………………………………………………………….(48)
r

Bagi Persamaan 47 dengan Persamaan 48


Cm C 2
= =( konstan )
Cu C 1

tan α 1=C 3

Pada lintasan terlihat bahwa:


dr
tan α 1=
r . dθ

dr
tan α 1 .dθ=
r

Integral dari persamaan di atas memberikan:


r
ln =θ tan α 1
r1

Sehingga,
r =r 1 . e θ .tan α ……………………………………………………………..(49)
1

II.14 Poros
Poros merupakan bagian turbin yang berguna untuk mendistribusikan daya
yang dihasilkan. Poros juga merupakan bagian stasioner yang berputar, bentuk
penampang biasanya bulat dan terpasang elemen-elemen seperti roda gigi (gear),
pulley, flywheel, engkol, sprocket dan elemen pemindah lainnya.

II.14.1 Jenis-jenis poros berdasarkan pembebanannya

a. Poros transmisi (transmission shafts)


Poros untuk transmisi disebut dengan istilah shaft. Shaft akan mengalami beban
puntir, beban lentur ataupun kedua-duanya. Pada shaft, daya dapat ditransmisikan
melalui gear, pulley, sprocket dan lain-lain.
b. Poros gandar
28

Poros gandar merupakan poros yang dipasang diantara roda-roda kereta barang. Poros
gandar tidak menerima beban puntir dan hamya menerima beban lentur.
c. Poros spindle
Poros spindle merupakan poros transmisi yang relatif lebih pendek. Pada poros
tersebut selain menerima beban puntiran, juga menerima beban lentur.

II.14.2 Jenis-jenis poros berdasarkan bentuknya

a. Poros lurus
b. Poros engkol

II.14.3 Sifat-sifat poros yang diperhitungkan

a. Kekuatan poros
Poros untuk transmisi akan menerima beban puntir, beban lentur ataupun gabungan
dari kedua beban tersebut. Dalam perancangan poros perlu memperhatikan beberapa
faktor diantaranya: kelelahan, tumbukan juga pengaruh tegangan bila menggunakan
poros bertangga atau penggunaan alur pasak pada poros tersebut.
b. Kekakuan poros
Walaupun sebuah poros memiliki kekuatan yang cukup aman menahan pembebanan
tapi dengan adanya lenturan atau defleksi yang terlalu besar akan mengakibatkan
ketidaktelitian, getaran mesin dan noise. Jadi selain memperhatikan kekuatan poros,
kekakuan poros juga harus diperhatikan.
c. Putaran kritis
Jika putaran mesin dinaikkan, maka akan menimbulkan vibration pada mesin
tersebut. Batas antara putaran yang mempunyai putaran normal dengan putaran yang
menimbulkan getaran yang tinggi disebut putaran kritis. Selain itu getaran yang tinggi
juga akan menimbulkan kerusakan pada poros dan bagian-bagian lainnya. Sehingga
dalam perancangan poros perlu dipertimbangkan putaran kerja dari poros tersebut
agar lebih rendah dari putaran kritisnya.
d. Korosi
29

Apabila terjadi kontak langsung antara poros dengan fluida korosif maka dapat
menimbulkan korosi, misal propeller shaft pada pompa air.

Gambar II.16 Gaya yang bekerja pada poros

Gambar II.16 menjelaskan gaya-gaya yang terjadi pada poros. Momen bending
dilambangkan M, sedangkan momen torsi dilambangkan dengan Mt. Kedua gaya
tersebut bekerja secara bersamaan, sehingga dalam analisa poros kedua gaya tersebut
harus diperhitungkan.

II.14.4 Material Bahan

Material yang biasa digunakan dalam pembuatan poros adalah carbon steel
(baja karbon), yaitu carbon steel 40 C 8, 45 C 8, 50 C 4 dan 50 C 12. Namun, poros
yang bekerja untuk putaran tinggi dan beban yang berat, biasanya terbuat dari baja
paduan (alloy steel) dengan pengerasan kulit (case hardening).
Tabel II.5 Baja paduan untuk poros.

Standar dan macam Lambang Perlakuan panas Kekuatan tarik


(kg/mm2)
Baja khrom nikel SNC 2 - 85
SNC 3 - 95
(JIS G 4102)
SNC 21 Pengerasan kulit 80
SNC 22 “ 100
Baja khrom nikel SNCM 1 - 85
SNCM 2 - 95
molibden
SNCM 7 - 100
(JIS G 4103) SNCM 8 - 105
SNCM 22 Pengerasan kulit 90
SNCM 23 “ 100
SNCM 25 “ 120
Baja khrom SCr 3 - 90
SCr 4 - 95
(JIS G 4104)
SCr 5 - 100
30

SCr 21 Pengerasan kulit 80


SCr 22 “ 85
Baja khrom molibden SCM 2 - 85
SCM 3 - 95
(JIS G 4105)
SCM 4 - 100
SCM 5 - 105
SCM 21 Pengerasan kulit 85
SCM 22 “ 95
SCM 23 “ 100

Dari Tabel II.5 didapatkan kekuatan tarik (σb) beberapa material bahan poros. Nilai
tersebut berbeda-beda sesuai dengan jenis material dan pembebanan yang dialami
material tersebut.

II.14.5 Penentuan Diameter Poros

Menurut standar JIS diameter shaft (poros) dapat ditentukan dengan


Persamaan 50.
0,33
5,1
ds=
[
τa
× K t × Cb ×T
] ……………………………………………….(50)

dimana: τa = momen bending dan momen torsi equivalent


T = torsi (Nm)
Kt = faktor koreksi
Cb = faktor lenturan
Sedangkan untuk persamaan torsi dapat ditentukan dengan Persamaan 51.
P ×60
T= …………………………………………………………………...
2π ×N
(51)
dimana: P = daya yang ditransmisikan poros (Watt)
N = putaran turbin (rpm)
T = torsi (Nm)
Sedangkan persamaan momen bending dan momen torsi equivalent, dinyatakan oleh
Persamaan 52.
31

σb
τ a= …………………………………………………..……………(52)
sf 1 × sf 2
dimana: σb = kekuatan tarik (kg/mm2)
sf1 = safety factor
sf2 = safety factor

II.15 Gaya Pada Sudu Roda Jalan


Ketika turbin berputar normal, akan terjadi gaya-gaya pada sudu roda jalan
turbin tersebut. Gaya-gaya yang terjadi adalah gaya berat sudu sendiri, gaya
sentrifugal dan gaya impuls.

II.15.1 Gaya Berat Sudu

Gambar II.17 Sudu roda jalan

Dari Gambar II.17, didapat Persamaan 53 untuk luas penampang sudu.


∅. π 2
A s= ( r 1 −r 02 )………………………………………………………..(53)
360

dimana, r1 = jari-jari luar sudu (mm)


r0 = jari-jari dalam sudu (mm)
32

As = luas penampang sudu (mm2)


Sedangkan, untuk volume sudu dinyatakan oleh Persamaan 54.
V s =A s ×b ………………………………………………………………...(54)

dimana, As = luas penampang sudu (mm2)


b = panjang sudu (mm)
Untuk massa sudu dinyatakan oleh Persamaan 55.
ms =γ ×V s………………………………………………………………...(55)
dimana, γ = massa jenis bahan sudu (kg/m3)
Vs = volume sudu (mm3)
Berat sudu dinyatakan oleh Persamaan 56.
W s=m s × g……………………………………………………………….(56)
dimana, ms = massa sudu
g = gaya gravitasi (m/s2)

II.15.2 Gaya Sentrifugal

Persamaan untuk gaya sentrifugal, dinyatakan oleh Persamaan 57.


U2
F c =m s ………………………………………………………………….(57)
R
dimana, U = kecepatan keliling titik berat sudu (lihat Gambar II.17 )
Persamaan kecepatan keliling sendiri dinyatakan oleh Persamaan 58.
π × D 3 ×n
U= …………………………………….…………………………...
60
(58)
33

II.15.3 Gaya Impuls

Gambar II.18 Gaya-gaya pada sudu

Besar gaya pada setiap sudu, untuk arah gaya x dapat dilihat pada Gambar II.18. Dan
dinyatakan oleh Persamaan 59 sampai dengan Persamaan 61.
F x =F x 1−F x 2

ρ ×Q
F x= ( V cos ψ 1−V 2 cos ψ 2 )………………………………………….(59)
2,53 1

dimana, V1 = kecepatan air bagian masuk runner tingkat 1


V2 = kecepatan air bagian keluar runner tingkat 1
sedangkan persamaan untuk arah gaya y adalah:
ρ× Q
F y= ( V sinψ 1 −V 2 sin ψ 2 )…………………………………………..(60)
2,53 1
34

dimana, V1 = kecepatan air bagian masuk runner tingkat 1


V2 = kecepatan air bagian keluar runner tingkat 1
jadi gaya impuls total yang bekerja pada setiap sudu pada tingkat 1 dinyatakan oleh
Persamaan 61.
F 1=√ F x2 + F y 2…………………………………………………………...(61)
Untuk gaya impuls pada setiap sudu ditingkat 2, memakai persamaan yang sama
seperti pada gaya impuls total tingkat 1.

II.16 Bantalan (Bearing)


Bearing adalah elemen mesin yang mampu menumpu poros berbeban,
sehingga putaran atau gesekan bolak-baliknya dapat berlangsung halus, aman dan
juga berumur panjang. Dalam menentukan jenis dan dimensi bearing perlu
menggunakan perhitungan. Perhitungan dan pemilihan bearing dapat mengacu pada
katalog pemilihan bearing yang disediakan produsen, seperti bearing SKF, FAG dan
NSK. Perbandingan jenis-jenis bantalan dapat dilihat pada Tabel II.6.
Tabel II.6 Perbandingan jenis-jenis bantalan.

Jenis bantalan Kapasitas beban Kapasitas beban Kemampuan


radial aksial ketidaklurusan
Bola alur dalam, Baik Cukup Cukup
baris tunggal
Bola alur dalam, Sangat baik Baik Cukup
baris ganda
Kontak sudut Baik Sangat baik Buruk
Rol silindris Sangat baik Buruk Cukup
Jarum Sangat baik Buruk Buruk
Rol bundar Sangat baik Cukup/baik Sangat baik
Rol kerucut Sangat baik Sangat baik Buruk

II.16.1 Pemilihan Bantalan (Gabungan Beban Radial dan Aksial)

Jika suatu beban radial maupun beban aksial bekerja pada sebuah bantalan,
beban ekuivalennya adalah beban radial konstan yang menghasilkan tingkat umur
35

yang sama untuk bantalan beban berkombinasi. Persamaan perhitungan beban


ekuivalen, P, untuk kasus seperti itu diberikan oleh Persamaan 62. (Robert L. Mott,,
2004):
P=VXR +YT ……………………………………………………..………(62)
dimana, P = beban ekuivalen
V = faktor putaran
R = beban radial yang berlaku
T = beban aksial yang berlaku
X = faktor radial
Y = faktor aksial
faktor V disebut faktor putaran yang memiliki nilai sebesar 1,0 jika cincin dalam
bantalan yang berputar, dan V = 1,2 jika cincin luar yang berputar.
Jumlah putaran rancangan untuk bantalan, Ld, dapat dihitung menggunakan
Persamaan 63 (Robert L. Mott,, 2004):
Ld =( h ) ( rpm )( 60 min /h )……………………………………………….(63)
Tingkat beban dinamis dasar (basic dynamic load) adalah beban yang dapat
diberikan terhadap bantalan agar mampu mencapai tingkat umur putaran yang
ditentukan. Beban dinamis dasar dapat dihitung menggunakan Persamaan 64. (Robert
L. Mott,, 2004):
1 /k
C=Pd ( L d / 106 ) ………………………………………………………..(64)
dimana: Pd = beban
Ld = putaran rancangan bantalan
k = konstanta (bernilai 3 untuk bantalan bola)
36

II.17 Generator
Generator mengubah daya putaran poros dari turbin menjadi energi listrik.
Pada umumnya, generator yang biasa digunakan adalah generator sinkron tiga fasa.
Untuk pembangkit mikrohidro generator biasanya dikopel secara langsung dengan
turbin. Putaran generator dengan putaran turbin haruslah sama, putaran generator
dipengaruhi oleh jumlah kutub generator. Hubungan jumlah kutub dengan dengan
putaran generator adalah, semakin banyak kutub pada generator maka putaran yang
dibutuhkan semakin rendah. Perbandingan antara jumlah kutub dan putaran dapat
dilihat pada Tabel II.7.

Tabel II.7 Nilai putaran berdasarkan jumlah kutub dan frekuensi.

Frekuensi Frekuensi
Jumlah kutub Jumlah kutub
50 Hz 60 Hz 50 Hz 60 Hz
2 3000 3600 16 375 450
4 1500 1800 18 333 400
6 1000 1200 20 300 360
8 750 900 22 272 327
10 600 720 24 250 300
12 500 600 26 231 277
14 428 540 28 214 257
BAB III
METODA DAN PROSES PENYELESAIAN

III.1 Tahap Perancangan Turbin Crossflow

Mulai

Penentuan daya sumber


potensi

Pemilihan jenis
turbin

Perhitungan
karakteristik turbin

Tidak
sesuai

Ya

Perancangan
Pemilihan bearing
runner dan poros

selesai

1
2

Gambar III.19 Tahap perancangan turbin crossflow

Urutan proses untuk perancangan turbin air pada pembangkit mikrohidro yang
sesuai digunakan pada sumber potensi (Sungai Cibuni, Kab. Cianjur Prop. Jawa
Barat) dijelaskan pada Gambar III.1. Dapat dilihat pada Gambar III.1, bahwa langkah
pertama adalah menentukan sumber potensi. Potensi yang dipilih adalah Sungai
Cibuni, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Dari penentuan sumber potensi ini
akan didapat parameter head dan debit. Head Gross yang didapat merupakan hasil
pengukuran menggunakan Google Earth, sedangkan debit berasal dari data PUS air
wilayah terkait. Selanjutnya, menentukan daya yang dapat dibangkitkan. Berdasarkan
perhitungan dalam menentukan daya yang dapat dibangkitkan diperlukan beberapa
parameter diantaranya; debit rata-rata, head efektif. Bagian selanjutnya adalah
memilih jenis turbin yang sesuai, kemudian masuk ke tahap perancangan turbin.

III.2 Sumber Potensi


Gambar III.2 merupakan gambaran lokasi sumber potensi.
Nama sungai : Cibuni-Palatar
Lokasi : Kp. Palatar ±70 km, Ds. Koronjo, Kec,
Tanggeung, Kab. Cianjur, Prov. Jawa Barat
Letak geografi : 107°13'44.32'' Lintang Timur, 7°12'12.02''
Lintang Selatan
Elevasi :700 m
Head gross (beda tinggi kotor) : 35 m
3

Gambar III.20 Gambaran lokasi

III.2.1 Data Debit Aliran Sungai

Data debit didapatkan dari PUS air wilayah terkait. Data debit Sungai Cibuni
dapat dilihat pada Tabel III.1.
Tabel III.8 Data debit air tahunan.

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOP DES

Tahun Rata-rata tahunan


m3/s m3/s m3/s m3/s m3/s m3/s m3/s m3/s m3/s m3/s m3/s m3/s

2001 30 39 22 22 17 21 15 12 9 15 21 14 20

2002 12 12 13 21 20 17 15 11 7 6 7 32 14

2003 16 17 17 13 13 7 8 7 7 8 9 15 11

2004 17 17 20 17 15 10 10 8 9 8 13 30 15
4

2005 18 14 16 15 14 8 8 15 7 7 13 9 12

2006 13 12 10 15 10 9 8 7 8 6 7 14 10

2007 5 7 6 8 5 4 3 3 3 4 5 9 5

2008 12 10 17 10 9 16 11 11 11 12 19 13 13

2009 11 15 12 19 14 10 8 10 9 10 17 15 12

2010 14 16 19 11 14 12 12 11 17 14 17 19 15

2011 10 9 10 15 13 8 9 7 6 8 15 18 11

2012 11 14 16 14 11 11 8 7 6 9 14 15 11

2013 12 13 11 13 10 9 7 7 6 11 16 16 11

rerata 14 15 15 15 13 11 9 9 8 9 13 17

Semua dalam satuan (m3/s). Tabel III.1 merupakan data debit Sungai Cibuni, data
yang digunakan adalah data sungai selama 13 tahun berturut-turut.

III.2.2 Flow Duration Curve (FDC)

Dari data debit sungai yang telah didapat, maka dapat ditentukan debit yang
akan digunakan pada pembangkit. Debit tersebut menentukan kerja dari operasi
pembangkit mikrohidro secara keseluruhan. Penentuan debit yang akan digunakan
adalah dengan menggunakan metode Flow Duration Curve.
5

45
40
35
30
Debit (m3/s)

25
20
15
10
5
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Probabilitas (%)

Gambar III.21 Grafik flow duration curve

Gambar III.3 merupakan Flow Duration Curve dari sumber potensi. Grafik di atas
menunjukkan presentase debit air sesuai dengan kebutuhan yang akan dipilih untuk
pembangkit.

III.3 Menentukan Head dan Debit


Dari Tabel III.1 dapat dilihat aliran air terendah selama kurun waktu 13 tahun
berturut-turut (2001-2013) sebesar 3 m3/s. Sedangkan, debit rencana yang diambil
untuk pembangkit ini yaitu sebesar 0,5 m3/s. Hal ini berdasarkan pada sungai yang
digunakan, dijadikan pula oleh masyarakat sekitar untuk pengairan (irigasi) sawah.
Tujuan lainnya adalah agar pembangkit dapat bekerja sepanjang waktu dalam tiap
tahunnya, seperti yang dapat dilihat pada grafik FDC dengan probabilitas ±100%.
Sedangkan untuk head ditentukan net head sebesar 30 meter, dari gross head sebesar
35 meter. Tiga puluh meter merupakan nilai yang mewakili setelah rugi-rugi terhadap
head sudah diperhitungkan.

III.4 Menghitung Daya Potensi


Penentuan daya yang dimiliki sumber potensi dengan:
a. Net head = 30 m
6

b. Debit = 0,5 m3/s


c. Massa jenis air = 997,29 kg/m3 (untuk suhu 24°C)
d. Gravitasi = 9,8 m/s2
Daya yang dimiliki sumber potensi dapat dihitung menggunakan persamaan
(Layman., 1998):
P= ρ. g . H . Q

Sehingga,
P=997,29 kg/m 3 × 9,8 m/s 2 × 30 m×0,5 m 3 /s

¿ 146559 Watt

¿ 146 kWatt

Jadi daya yang dimiliki oleh sumber potensi sebesar 146 kWatt. Debit yang
digunakan hanya sebesar 0,5 m3/s, dikarenakan sungai potensi tersebut digunakan
oleh masyarakat setempat. Masyarakat memakainya untuk irigasi sawah, sehingga
saat debit air terendah yaitu 3 m3/s (lihat Tabel III.1), air tetap tersedia untuk
masyarakat. Untuk daya yang dihasilkan turbin berbeda-beda tergantung dari jenis
turbin yang digunakan. Berdasarkan Tabel II.2 didapat nilai efisiensi berbagai jenis
turbin. Dari daya yang dihasilkan oleh sungai potensi dikalikan dengan efisiensi
berbagai jenis turbin, didapat variasi daya output berbagai turbin seperti pada Tabel
III.2.
Tabel III.9 Variasi daya output berbagai turbin.

Efisiensi Turbin (%) Daya Turbin (Pt)


Kaplan/Propeller (82) 119,72 kW
Francis (84) 122,64 kW
Crossflow (70) 102,20 kW
Tubular (84) 122,64 kW

maka didapat daya output berbagai jenis turbin untuk sungai potensi yang sama.
Dengan menggunakan Persamaan 1, didapat daya ouput maksimum berbagai jenis
turbin yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
7

III.5 Pemilihan Jenis Turbin


Pemilihan jenis turbin yang digunakan haruslah sesuai dengan kondisi yang
terdapat dengan sumber potensi tersebut. Banyak metoda yang dipakai untuk dapat
memilih jenis turbin. Untuk pemilihan berbagai jenis turbin berdasarkan head dapat
dilihat pada Tabel II.3.
Berdasarkan Tabel II.3, range head jenis turbin yang cocok digunakan sesuai
dengan head potensi yaitu jenis turbin: Kaplan/Propeller, Francis dan Crossflow.
Hasil dengan menggunakan metode variasi head masih memberikan pilihan beberapa
jenis turbin. Sehingga perlu metode lainnya agar didapat jenis turbin yang lebih
spesifik.
Kecepatan turbin merupakan kecepatan putar turbin itu sendiri. Dengan
mengetahui kecepatan turbin, kita dapat menghitung kecepatan spesifik turbin yang
merupakan salah satu metoda pemilihan turbin. Menurut Persamaan 3 rumus
kecepatan turbin dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Layman., 1998):
513,25 H 0,745
n
N=
√Pt
Dari ketiga pilihan jenis turbin tadi, akan dicari putaran turbin untuk tiap
masing-masingnya. Putaran turbin untuk tiap jenis turbin dapat dilihat pada Tabel
III.3.
Tabel III.10 Putaran turbin.

Jenis Turbin Putaran Turbin (rpm)


Kaplan/Propeller 591
Francis 584
Crossflow 640

Selanjutnya menghitung nilai kecepatan spesifik. Kecepatan spesifik


dinyatakan oleh Persamaan 2. Berdasarkan persamaan tersebut akan dicari pemilihan
turbin berdasarkan kecepatan spesifiknya. Tabel III.4 menunjukkan nilai kecepatan
spesifik turbin.
Tabel III.11 Kecepatan spesifik.

Jenis Turbin Kecepatan Spesifik


8

Kaplan/Propeller 92
Francis 92
Crossflow 92

Berdasarkan Tabel II.4, penentuan jenis turbin menurut kecepatan spesifik


yang sesuai dengan hasil data Tabel III.4 adalah turbin Crossflow dan Francis.
Karena metoda nilai kecepatan spesifik masih memberikan beberapa pilihan jenis
turbin, maka dilakukan kembali pemilihan jenis turbin berdasarkan diagram net head
terhadap flow (lihat Gambar II.2). Berdasarkan diagram tersebut turbin yang paling
sesuai digunakan yaitu Turbin crossflow. Sehingga, perancangan turbin yang dipilih
adalah jenis turbin crossflow.
9

III.6 Perancangan Turbin Crossflow

III.6.1 Daya Turbin

Efisiensi turbin diperhitungkan akibat adanya kerugian-kerugian, misalnya


ketilitian pembuatan turbin, tinggi terjun yang benar-benar efektif tanpa gangguan
dan sebagainya. Sehingga dalam menentukan daya yang dihasilkan oleh turbin,
efisiensi dari turbin tersebut harus diperhitungkan. Dari pengalaman efisiensi turbin
crossflow maksimal sebesar 75%, akan tetapi pada saat ini efisiensi tersebut semakin
menurun akibat proses fabrikasi menjadi sekitar 70%. Daya turbin dapat dicari
menggunakan Persamaan 1.
maka:

P= ( 0,70 ) . ( 1000 kg /m3 ) . ( 9,8 m/ s 2 ) . ( 0,5m 3 / s ) . ( 30 m)

¿ 102,20 kW 100 kW

Daya maksimal yang dapat dibangkitkan turbin adalah sebesar 100 kWatt.

III.6.2 Lebar dan Diameter Roda Jalan

Lebar dan diameter roda jalan dapat dipilih dimensi yang diinginkan sesuai
dengan kebutuhan atau faktor lainnya. Ditetapkan C = 0,98 dan k = 0,087.
Tabel III.12 Pilihan lebar dan diameter roda jalan.

Pilihan Lebar & Diameter Roda Jalan


L (inci) D1 (inci) L (cm) D1 (cm)
10 37.47 25.40 95.17
12 31.22 30.48 79.31
14 26.76 35.56 67.98
16 23.41 40.64 59.48
18 20.81 45.72 52.87
20 18.73 50.80 47.58
22 17.03 55.88 43.26
24 15.61 60.96 39.65
26 14.41 66.04 36.60
28 13.38 71.12 33.99
10

30 12.49 76.20 31.72


32 11.70 81.28 29.74
34 11.02 86.36 27.99
36 10.40 91.44 26.43
38 9.86 96.52 25.04
40 9.36 101.60 23.79
42 8.92 106.68 22.66
44 8.51 111.76 21.63
46 8.14 116.84 20.69
48 7.80 121.92 19.82
50 7.49 127.00 19.03

Dengan mensibstitusikan Persamaan 41 ke dalam Persamaan 42. Sehingga, didapat:


0,244 Q ×862
L=
D1√ H

210,6 ×Q
L=
D1 × √ H

210,6 × Q
L D 1=
√H
210,6× 17,65
¿
√98,4
L D1=374,71inchi 2

Tabel III.5 memberikan beberapa pilihan dimensi lebar dan diameter dari roda
jalan. Pemilihan dimensi tersebut dapat didasarkan pada faktor-faktor tertentu. Untuk
pilihan yang digunakan yaitu ukuran dari lebar roda jalan sebesar 66,04 cm,
sedangkan diameter roda jalannya sebesar 36,6 cm. Pemilihan tersebut karena faktor
proporsional dari turbin tersebut.

III.6.3 Kecepatan Pancaran Air

Kecepatan pancaran air sebelum masuk runner (V1) dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 4. Kecepatan air sebelum memasuki runner bukan
11

merupakan kecepatan mutlak karena terdapat faktor empiris (φ), yang bernilai 0,98.
Jika φ=0,98 maka:
V 1=0,8 √ 2. ( 9,8 m/s 2 ) . ( 30 m )

¿ 23,76 m/s

Jadi, kecepatan air ketika memasuki runner yaitu sebesar 23,76 m/s.

III.6.4 Ketebalan Pancaran Jet

Area pancaran (jet) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut A = Q/V 1


(Mockmore, C. A. dkk., 1949). Kecepatan yang dipakai pada persamaan tersebut,
yaitu kecepatan saat air memasuki runner (V1), Sehingga:
0,5 m 3 /s
A=
23,76 m/ s

A=0,021 m2

Dari area pancaran jet, dapat dihitung ketebalan pancaran air di dalam runner.
Persamaan untuk menghitung ketebalan pancaran (jet) adalah sebagai berikut, s0 =
A/L (Mockmore, C. A. dkk., 1949).
A
s0=
L

0,021 m2
s0=
0,66 m

s0=0,03 m

Sehingga, didapat tebal pancaran air di dalam roda jalan sebesar 30 mm.

III.6.5 Pengaturan Jarak Sudu Dalam Roda

Jarak antar sudu untuk lingkaran luar (s1) dan dalam runner (s2) adalah
berbeda satu sama lainnya, diukur dari arah tegak lurus terhadap kecepatan nisbi
(lihat Gambar II.8). Jarak antar sudu luar terhadap kecepatan nisbi merupakan hasil
12

kali diameter dengan konstanta k yang bernilai 0,075 – 0,3 (Misonyi., 1967).
Sehingga:
s1=k × D 1

s1=0,087× 36,6 cm

s1=3,18 cm

sedangkan untuk jarak antar sudu dihitung menggunakan Persamaan 18.


s1=t sin β1

s1
t=
sin β1

3,18 cm
t=
0,5

t=6,36 cm

Sedangkan jarak antar sudu bagian dalam terhadap kecepatan nisbi (s2), dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 19. Jika r1 = 183 mm dan r2 = 120,8 mm
(lihat perhitungan lebar pelek), maka:
r2
s2=t
[]
r1

120,8
s2=63,6 [ 183 ]
s2=4,19 cm

Jika satu sudu pada waktu yang sama, dianggap sebagai pemotongan pancaran
(jet), sehingga pengaturan jarak sudu, t, seperti pada Gambar II.8, maka banyaknya
sudu, n adalah:
D1
n=π ×
t

36,6 cm
n=3,14 ×
6,36 cm
13

n=18,06 buah(ambil 18)

Jumlah tersebut bukanlah jumlah sudu yang tepat untuk efisiensi maksimum.
Jika jumlah sudu yang lebih sedikit menyebabkan pulsasi daya, sementara jika jumlah
sudu yang lebih banyak akan menyebabkan kerugian gesek berlebih. Jumlah optimum
hanya dapat ditentukan dengan percobaan.

III.6.6 Lebar Pelek (Rim) Radial

Lebar pelek menggunakan suatu konstanta yang bernilai 0,17 dalam


persamaannya. Persamaan lebar pelek sendiri menurut Persamaan 25:
a=0,17 × D1

a=0,17 ×36,6 cm

a=6,22 cm

III.6.7 Radius Kelengkungan Sudu

Dalam perhitungan radius kelengkungan sudu, memakai konstanta bernilai


0,326 yang berasal dari penurunan rumus. Menurut Persamaan 43 dan Gambar II.12:
ρ=0,326 ×r 1

6,22 cm
ρ=0,326 ×
0,34

ρ=5,96 cm

III.6.8 Jarak Pancaran (Jet) dari Pusat Poros

Menurut Persamaan 35:


y 1=( 0,1986−0,945 k ) D 1

Konstanta k merupakan konstanta yang sama digunakan untuk mencari jarak antar
sudu luar terhadap kecepatan nisbi. Jika k = 0,087 karena pada perhitungan jarak
antar sudu luar terhadap kecepatan nisbi, juga menggunakan nilai yang sama. Maka:
y 1=( 0,1986−0,945 ×0,087 ) 36,6 cm
14

y 1=4,26 cm
15

III.6.9 Jarak Pancaran (Jet) dari Batas Luar Roda Bagian Dalam

Sedangkan untuk jarak pancaran (jet) dari batas luar roda bagian dalam,
dihitung menggunakan Persamaan 36.
y 2=( 0,1314−0,945 k ) D1

y 2=( 0,1314−0,945 × 0,087 ) 36,6 cm

y 2=1,8 cm

III.6.10 Sudut Pancar

Menurut Persamaan 44 menyatakan bahwa:


S=k . D

dimana: k =0,075 sampai 0,3


Jika k =0,1
S=0,1. ( 366 mm )

¿ 36,6 mm

Menurut Persamaan 45, besar dari S dinyatakan sebagai:


1 1 1
( ) ( ) (
36,6 mm=r 1 cos 90 ° − θ tg 90 ° + θ−γ −r 1 sin 90° − θ
2 2 2 )
Dengan: r 1=183 mm
Dengan menggunakan cara “trail and error” didapatkan nilai-nilai sebagai berikut:
θ=38°

γ =34,9 °

III.6.11 Pipa Pancar

Persamaan 49 merupakan persamaan lengkungan pipa pancar, dimana:


r1 = jari-jari luar runner = 183 mm
e = 2,72
α1 = 16°
16

θ = 0° - 38°
Tabel III.13 Lengkung pipa pancar.

θ (°) r (mm) θ (°) r (mm)


0 183,00 20 202.42
2 184,84 22 204.40
4 186,69 24 206.51
6 188,68 26 208.63
8 190,53 28 210.74
10 192,51 30 212.86
12 194,36 32 214,97
14 196.34 34 217,22
16 198.32 36 219,33
18 200.30 38 221,58

Dari Persamaan 49 tersebut, didapat tabel bentuk lengkungan pipa pancar


berdasarkan perubahan sudut tiap 2°, yang dapat dilihat pada Tabel III.6.

III.7 Poros
Poros yang digunakan pada perancangan turbin crossflow ini yaitu, jenis
poros lurus. Menurut Persamaan 51 nilai torsi maksimum dapat dihitung, sehingga:
P ×60
T=
2π ×N

100000Watt ×60
T=
2 ( 3,14 ) × 640 rpm

T =1492,8 Nm

 Dari perhitungan di atas, didapat nilai torsi maksimum yaitu T = 1492,8 Nm


(152223,23 kg.mm).
 Pemilihan jenis bahan material adalah Baja Khrom nikel molobden SNCM 25
(Standar JIS G 4103) dengan kekuatan tarik (σ b) = 120 kg/mm2, sf1 = 6,0 dan
sf2 = 1,5.
Perhitungan:
Menentukan nilai τa menurut Persamaan 52:
120 kg
τ a= =13,3
6,0× 1,5 mm 2
17

Jadi nilai τa = 13,3 kg/mm2


Nilai Cb (faktor lenturan) = 2,0 dan Kt (faktor koreksi) = 1,5
Menentukan besar diameter shaft menggunakan Persamaan 50:
0,33
5,1
ds= [ 13,3
×2,0 ×1,5 × 152223.23 ] =54,98 mm 55 mm

Jadi diameter shaft sebesar 55 mm.

III.8 Gaya Pada Sudu Roda Jalan


Gaya-gaya yang bekerja saat turbin berputar normal terdiri dari gaya berat
sudu, gaya sentrifugal dan gaya impuls.

III.8.1 Gaya Berat Sudu

Persamaan 53 menyatakan bahwa,


∅. π 2
A s= ( r 1 −r 02 )
360

Dengan ∅ = 73,28° (lihat Gambar II.12), sehingga:


(73,28 ° ) × ( 3,14 )
A s=
360°
[ ( 61,1 mm )2−( 58,1 mm )2 ]

A s=228,5 mm2

Volume sudu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 54, sehingga:


V s =A s ×b

V s =228,5 mm2 × 660 mm

V s =150810 mm3

Material yang digunakan sebagai bahan untuk sudu adalah ST 37, yang memiliki
massa jenis bahan γ = 7,8 × 103 kg/m3. Sehingga, massa sudu dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 55:
ms =γ ×V s

kg
(
ms = 7,8 . 103
m 3 )
× ( 150,81 .10−6 m3 )
18

ms =1,17 kg

Sehingga, berat sudu dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 56:


W s=ms × g

m
W s=1,17 kg × 9,8
s2

W s=11,46 N

III.8.2 Gaya Sentrifugal

Kecepatan keliling di titik berat sudu, dapat dihitung dengan menggunakan


Persamaan 58, Sehingga:
π × D 3 ×n
U=
60

3,14 × ( 334 . 10−3 m ) × ( 640 rpm )


U=
60

m
U =11,18
s

Dari parameter kecepatan keliling pada titik berat sudu, dapat dihitung gaya
sentrifugal pada turbin menggunakan Persamaan 57, Sehingga:
U2
F c =ms
R
2
m
F c =( 1,17 kg )
( 11,18
s )
( 167 .10−3 m )
F c =875,69 N
19

III.8.3 Gaya Impuls

Dari Gambar II.18 dapat dihitung besar sudut ψ1:


ψ 1=90 °−α 1 +δ 2

ψ 1=90 °−16° +13,57 °

ψ 1=87,57 °

Besar sudut ψ2:


ψ 2=90 ° −α 2

ψ 2=90 ° −52,96°

ψ 2=37,04 °

Besar gaya pada setiap sudu untuk arah gaya x dapat dihitung menggunakan
Persamaan 59. Dengan memasukkan nilai ψ1 dan ψ2,sehingga:
ρ ×Q
F x= ( V cos ψ 1−V 2 cos ψ 2 )
2,53 1

kg m3
( 997,29
m3)(× 0,5
s ) m m
F x=
2,53 (( 23,76
s ) (
cos 87,57 °− 16,95
s )
cos 37,04 °
)
F x =−2441,94 N

Besar gaya pada setiap sudu untuk arah gaya y dapat dihitung menggunakan
Persamaan 60, maka:
ρ× Q
F y= ( V sinψ 1 −V 2 sin ψ 2 )
2,53 1

kg m3
( 997,29
m3)(× 0,5
s ) m m
F =
y
2,53 (( 23,76
s ) (
sin 87,57 ° − 16,95
s )
sin 37,04 °
)
F y =2625,23 N
20

Gaya impuls total yang bekerja pada setiap sudu ditingkat 1 dapat dihitung
menggunakan Persamaan 61:
F 1=√ F x2 + F y 2

2 2
F 1=√ (−2441,94 N ) + ( 2625,23 N )

F 1=3585,37 N

Dengan menggunakan persamaan yang sama untuk impuls total tingkat 1, impuls
total tingkat 2 dapat dihitung.
ρ ×Q
F x= ( V cos ψ 3−V 4 cos ψ 4 )
2,53 3

dimana ψ3 = ψ2 = 37,04° dan ψ4 = δ2 = 13,57° (asumsi bahwa pancaran air bergerak


paralel dari seksi 2 menuju seksi 3 ditingkat 2).
kg m3
( 997,29
m3 )(
× 0,5
s ) m m
F=x
2,53 (( 16,95
s ) (
cos 37,04 °− 7,1
s )
cos 13,57 °
)
F x =1279,11 N

Sedangkan untuk arah y:


ρ× Q
F y= V sin ψ 3−(−V 4 sinψ 4 ) )
2,53 ( 3

kg m3
( 997,29
m3 )(
× 0,5
s ) m m
F =
y
2,53 (( 16,95
s ) (
sin 37,04 ° + 7,1
s)sin 13,57 °
)
F y =1694,97 N

Jadi gaya impuls yang bekerja pada tiap sudu tingkat 2 adalah:
F 2=√ F x2 + F y 2
2 2
F 2=√ ( 1279,11 N ) + ( 1694,97 N )

F 2=2123,38 N
21

Dari perhitungan di atas, gaya berat sudu bernilai sangat kecil jika dibandingkan
dengan gaya sentrifugal dan gaya impuls. Sehingga gaya berat sudu dapat diabaikan
saja. Oleh karena itu, gaya total yang bekerja pada sudu turbin adalah gaya impuls
ditambah dengan gaya sentrifugal, dimana pada perhitungannya (penjumlahan
vektoris), gaya impuls dianggap bekerja pada titik berat sudu.
Sehingga didapat:
F T 1= F́ c + F́ 1

F T 1=3690,76 N

dan
F T 2= F́ c + F́ 2

F T 2=2999,07 N

III.9 Bearing
Pada perancangan bearing, jenis bearing yang digunakan yaitu jenis bola alur
dalam baris tunggal (conrad bearings). Menurut Tabel II.6 bearing ini memiliki
kapasitas beban radial baik dan kapasitas beban aksialnya cukup. Perhitungan
bearing memperhitungkan beban radial yang terjadi saat turbin berputar normal. Dari
perhitungan gaya pada sudu roda jalan sebelumnya didapat:
F T 1=3691 N

F T 2=2999 N

Dan dari Gambar II.18, didapat sudut antara kedua gaya diatas adalah sebesar 76˚.
Jadi
R= F T 12 + FT 22−2 ( F T 1 ) ( F T 2 ) cos 76 °

2 2
R=√( 3691 N ) + ( 2999 N ) −2 ( 3691 N ) ( 2999 N ) cos 76 °

R=4155 N

R=934 lb
22

Sehingga beban ekuivalen dapat dihitung menggunakan Persamaan 62 , dengan faktor


putaran = 1,0 (beban radial murni, cincin dalam terpasang ketat pada poros).
Sehingga Persamaan 62 menjadi:
P=VR

P=1,0 × 934 lb

P=934 lb

Umur rancangan bearing adalah sebesar 30.000 jam dan pada putaran 640 rpm, maka
menggunakan Persamaan 63 dapat dihitung jumlah putaran rancangan untuk
bantalan, Ld.
Ld =( h ) ( rpm )( 60 min /h )

Ld =( 30.000 jam ) ( 640 rpm )( 60 menit / jam )

Ld =1,1× 109 putaran

Maka menggunakan Persamaan 64, tingkat beban dinamis dasar yang dibutuhkan
adalah:
1 /k
C=Pd ( L d / 106 )

1 /3
C=934 lb ( 1,1× 109 /106 )

C=9619 lb

Dari perhitungan diatas didapat spesifikasi bearing yang dibutuhkan yaitu:


a. Jenis = bola alur dalam baris tunggal (conrad bearings)
b. Ukuran lubang = 55 mm
c. Tingkat beban dinamis: C ≥ 9619 lb
Dapat dilihat pada lampiran A, spesifikasi bearing yang memenuhi yaitu bantalan
dengan nomor 6311. Nomor bantalan 6311 memiliki spesifikasi sebagai berikut:
a. Nomor bantalan: 6311, bantalan bola alur dalam baris tunggal
b. Ukuran lubang: d = 55 mm (2,1654 in)
c. Diameter luar: D = 120 mm (4,7244 in)
d. Lebar: B = 29 mm (1,1417 in)
23

e. Jari-jari filet maksimum: r = 0,079 in


f. Tingkat beban dinamis dasar: C = 12300 lb

III.10 Generator
Pada perancangan ini, generator dikopel langsung dengan turbin. Sehingga,
putaran generator dengan putaran turbin haruslah sama. Pada bagian sebelumnya
diketahui putaran dari turbin yaitu 640 rpm. Generator yang dipilih yaitu generator
sinkron tiga fasa dengan putaran 600 rpm. Dan berdasarkan Tabel II.7, jenis generator
yang memiliki syarat tersebut yaitu generator dengan jumlah kutub 10.
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

IV.1 Sumber Potensi


Sumber potensi (sungai) adalah hal pertama yang harus ditentukan dalam
merancang sebuah turbin air. Turbin air yang dirancang haruslah sesuai dan cocok
dengan apa yang disediakan oleh sumber potensi. Sumber potensi yang dipilih oleh
penulis merupakan Sungai Cibuni yang berada di Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa
Barat.
Dari sumber potensi yang telah ditentukan, diketahui data-data mengenai
sungai tersebut. Data-data yang diperlukan dalam merancang sebuah turbin air yang
sesuai dengan sumber potensi adalah data debit dan head. Data debit yang digunakan
merupakan data debit hasil perhitungan yang berasal dari PUS air wilayah terkait.
Penentuan debit menggunakan grafik Flow Duration Curve (FDC), agar penulis
dapat menentukan probabilitas debit air yang akan dipilih. Pada perancangan turbin
ini penulis menggunakan debit sebesar 0,5 m3/s untuk turbin air yang akan dirancang.
Pemilihan ini berdasarkan pada keinginan penulis untuk dapat mengoperasikan turbin
air sepanjang waktu setiap tahunnya. Selain itu, sungai yang dijadikan sebagai
sumber potensi merupakan sungai yang digunakan oleh warga sekitar. Warga sekitar
sungai tersebut menjadikannya sebagai sumber irigasi sawah, dengan debit air
terendah yang disediakan sungai adalah sebesar 3 m3/s, maka jumlah debit 0,5 m3/s
dijadikan sebagai pilihan.
Sedangkan untuk penentuan head, head yang digunakan merupakan net head
atau merupakan ketinggian bersih. Net head didapatkan dari pengurangan rugi-rugi
gross head, pengurangan tersebut berdasarkan rugi-rugi yang terjadi. Gross head dari
Sungai Cibuni yaitu sekitar 35 meter, sedangkan untuk net head diambil nilai kurang
lebih sekitar 30 meter. Dari nilai head dan debit yang telah ditentukan akan dicari
jenis turbin yang cocok digunakan untuk sumber potensi Sungai Cibuni tersebut.

1
2

IV.2 Penentuan Jenis Turbin


Penentuan jenis turbin yang cocok digunakan pada perancangan ini, penulis
menggunakan 3 metoda. Tiga metoda yang digunakan agar didapat turbin yang
benar-benar cocok digunakan, karena apabila hanya menggunakan 1 atau 2 metoda,
maka pemilihan jenis turbin yang dihasilkan masih belum tepat. Metoda pertama
yang digunakan adalah menentukan pemilihan jenis turbin berdasarkan grafik range
head. Grafik range head memberikan pilihan turbin yang cocok digunakan
berdasarkan head sumber potensi. Diketahui head yang didapat adalah sebesar 30
meter, menurut grafik tersebut, jenis turbin yang cocok digunakan adalah
kaplan/propeller, francis dan crossflow.
Dapat dilihat berdasarkan grafik tersebut didapatkan 3 jenis turbin yang dapat
digunakan, karena masih menghasilkan 3 pilihan jenis turbin, maka selanjutnya
adalah menggunakan metoda kedua. Metoda kedua yang digunakan selanjutnya
adalah menggunakan metoda kecepatan spesifik. Kecepatan spesifik tiap turbin
adalah berbeda-beda untuk setiap turbinnya. Kecepatan spesifik mencerminkan
putaran spesifik operasional yang dimiliki oleh setiap turbin. Berdasarkan metoda
kedua yaitu pemilihan berdasarkan kecepatan spesifik, didapat jenis turbin yang
cocok digunakan yaitu jenis turbin crossflow dan francis.
Karena masih memberikan 2 pilihan jenis turbin yang dapat digunakan, maka
selanjutnya menggunakan metoda ketiga, yaitu menggunakan metoda penentuan jenis
turbin berdasarkan diagram net head terhadap flow. Setelah menggunakan metoda
ketiga, baru didapatkan jenis turbin yang benar-benar cocok digunakan yaitu jenis
turbin crossflow. Maka pada perancangan turbin ini, penulis mengangkat tema
mengenai perancangan turbin crossflow.

IV.3 Perancangan Turbin


Tahap pertama yang dilakukan dalam perancangan turbin crossflow ini, yaitu
menentukan kapasitas terpasang dari turbin crossflow itu sendiri. Dengan
menggunakan data yang didapat dari sumber potensi yaitu debit air sebesar 0,5 m 3/s
dan head 30 meter. Data-data tersebut dimasukkan ke dalam persamaan daya yang
3

dapat dibangkitkan oleh turbin, dihasilkan kapasitas terpasang dari turbin crossflow
adalah sebesar 100kWatt. Jadi, daya yang dihasilkan maksimal oleh turbin ini sebesar
100 kWatt.
Setelah menentukan kapasitas terpasang, selanjutnya menentukan dimensi
dari runner turbin itu sendiri. Runner merupakan salah satu komponen terpenting di
dalam turbin. Dalam perhitungannya, dilakukan pemilihan untuk dimensi lebar dan
diameter runner. Hasil perhitungan yang didapatkan untuk pemilihan dimensi
tersebut dapat dilihat pada Tabel III.5. Untuk dimensi runner yang dipilih, penulis
menggunakan ukuran runner dengan lebar dan diameter 660 mm dan 366 mm.
Pemilihan tersebut didasarkan pada bentuk yang proporsional dari runner itu sendiri.
Kemudian menentukan bentuk geometri dan jumlah dari sudu yang
digunakan. Berdasarkan hasil yang didapat dari hasil perhitungan, didapatkan jumlah
sudu sebanyak 18 buah. Jumlah sudu optimal sebenarnya hanya bisa dihitung
menggunakan percobaan yang dilakukan di laboratorium. Tebal sudu yang digunakan
yaitu sebesar 5 mm. Semua sudu dihubungkan dengan piringan atau rotor pada setiap
ujungnya, membentuk rangkaian yang memiliki jarak antar sudu sebesar 63,6 mm.
Piringan masing-masing memiliki tebal 15 mm dengan diameter 366 mm. Sedangkan
untuk panjang dari runner keseluruhan untuk tebal tiap piringan sebesar 15 mm
adalah 690 mm. Untuk jarak antar sudu pada bagian lingkaran luar didapatkan nilai
sebesar 31,8 mm, sedangkan jarak antar sudu untuk bagian lingkkar dalam didapatkan
nilai sebesar 41,9 mm. Panjang sudu adalah 660 mm dan membengkok pada suatu
busur dengan radius kelengkungan sebesar 59,6 mm.
Jenis poros yang digunakan yaitu jenis poros lurus diameter 55 mm, dengan
bahan material adalah Baja Khrom nikel molobden SNCM 25. Penentuan poros
memperhitungkan momen torsi dan momen bending yang terjadi saat turbin berputar
normal. Karena selain momen torsi yang bekerja pada poros saat turbin berputar
secara normal, juga terdapat momen bending yang menyebabkan gaya bengkok pada
poros tersebut. Jenis bearing yang digunakan adalah jenis bola alur dalam baris
tunggal (conrad bearings). Karakteristik dari jenis bearing ini yaitu kemampuan
mengatasi beban radial baik dan kapasitas beban aksialnya cukup. Karena pada turbin
4

crossflow, beban yang dominan terjadi adalah beban radial. Karakteristik atau
spesifikasi turbin yang dirancang dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel IV.14 Spesifikasi turbin hasil rancangan.

Daya turbin 100 kW


Lebar dan diameter runner 660 mm & 366 mm
Kecepatan pancaran air 23,76 m/s
Ketebalan pancaran jet 30 mm
Jarak antar sudu lingkaran luar 3,18 cm
Jarak antar sudu 6,36 cm
Jarak antar sudu lingkaran dalam 4,19 cm
Jumlah sudu 18 buah
Lebar pelek (rim) radial 6,22 cm
Radius kelengkungan sudu 5,96 cm
Jarak pancaran (jet) dari pusat poros 4,26 cm
Jarak pancaran (jet) dari batas luar roda bagian dalam 1,8 cm

IV.4 Generator
Generator yang akan digunakan dikopel langsung dengan turbin, tanpa
menggunakan sistem transmisi. Putaran generator haruslah sama dengan putaran
turbin. Untuk putaran turbin yaitu 640 rpm, jenis generator yang sesuai yaitu dengan
jumlah kutub 10.

IV.5 Perbandingan
Turbin crossflow pada umumnya menggunakan komponen guide vane, guide
vane merupakan komponen yang berguna untuk mengatur aliran air yang berada di
dalam turbin. Komponen guide vane dapat digunakan untuk perancangan ini atau
tidak. Jika tidak, alasan penulis tidak menggunakan komponen guide vane ini yaitu
seperti diketahui, biasanya debit air rencana yang disediakan oleh sungai potensi
tidaklah selalu sama atau berbeda untuk setiap waktunya. Biasanya hal ini
dipengaruhi oleh faktor musim, misal musim hujan atau musim kemarau. Oleh karena
itu, biasanya diberikan komponen guide vane guna mengatur aliran air yang
memasuki turbin tersebut. Akan tetapi, debit rencana yang digunakan oleh penulis
pada perancangan turbin ini merupakan debit air yang selalu bernilai tetap sepanjang
waktu setiap tahunnya. Sehingga komponen guide vane tersebut bisa saja tidak
5

digunakan oleh penulis pada perancangan turbin crossflow ini. Sebagai


konsekuensinya, apabaila aliran air di dalam turbin ingin dihentikan karena alasan
maintenance dan sebagainya, maka ditambahkan komponen tambahan berupa valve
pada pipa pesat, guna menghentikan aliran air jika turbin ingin berhenti dioperasikan.
Akan tetapi komponen guide vane tetap digunakan untuk perancangan turbin
crossflow kali ini.
Konstruksi turbin yang dirancang ini menyerupai terhadap desain-desain
turbin jenis T1 atau T3. Atau yang biasa disebut dengan jenis turbin Banki. Karena
model atau desain rumah turbin yang digunakan merupakan jenis gabungan antara T1
atau T3. Sedangkan untuk jenis turbin jenis tertentu, perbandingan tidak dapat
dilakukan karena lisensi yang ada tidak dapat disebarluaskan secara bebas.
BAB V
KESIMPULAN

Mengacu ke Bab IV, kesimpulan yang didapat dari perancangan ini yaitu:
a. Sungai Cibuni memiliki potensi mikrohidro sebesar 146 KWatt.
b. Daya maksimal yang dapat dihasilkan oleh turbin adalah 100 kW.
c. Dimensi dari runner memiliki lebar 690 mm dan diameter 366 mm.
d. Kecepatan putar turbin adalah 640 rpm.
e. Kecepatan pancaran air 23,76 m/s.
f. Ketebalan pancaran jet 30 mm.
g. Jarak antar sudu untuk lingkaran luar 3,18 cm
h. Jarak antar sudu 6,36 cm
i. Jarak antar sudu untuk lingkaran dalam 4,19 cm
j. Jumlah sudu 18 buah
k. Lebar pelek (rim) radial 6,22 cm
l. Radius kelengkungan sudu 5,96 cm
m. Jarak pancaran (jet) dari pusat poros 4,26 cm
n. Jarak pancaran (jet) dari batas luar roda bagian dalam 1,8 cm
o. Poros yang digunakan yaitu jenis poros bertingkat, dengan diameter shaft
terluar sebesar 55 mm.
p. Pemilihan bearing menggunakan jenis bearing bola alur dalam baris tunggal
(conrad bearings).
q. Generator yang digunakan yaitu, generator sinkron tiga fasa dengan jumlah
kutub 10.
r.

1
DAFTAR PUSTAKA

Layman, How to Develop a Small Hydro Site, 1998.

Mosonyi, Emil, Water Power Development Volume II, Publishing House of The
Hungarian Academy of Sciences, Budapest, 1967.

Sularso, K. Suga, Dasar Perencanaan Dan Pemilihan Elemen Mesin, Pradyna


Paramita, Jakarta 1978.

Adam Harvey, Micro Hydro Design Manual, 1993


LAMPIRAN
LAMPIRAN A

1
Tingkat
Tingkat
berat beban
beban
Dimensi bantalan nominal Diameter bahu bantala statik
dinamik
Nomor n dasar
dasar C
bantala Co
n rumah
d D B r* poros bantala
n
Mm in mm in mm In in in in lb lb Lb
6200 10 0,3937 30 1,1811 9 0,3543 0,024 0,500 0,984 0,07 520 885
6201 12 0,4724 32 1,2598 10 0,3937 0,024 0,578 1,063 0,08 675 1180
6202 15 0,5906 35 1,3780 11 0,4331 0,024 0,703 1,181 0,10 790 1320
6203 17 0,6693 40 1,5748 12 0,4724 0,024 0,787 1,380 0,14 1010 1660
6204 20 0,7874 47 1,8504 14 0,5512 0,039 0,969 1,614 0,23 1400 2210
6205 25 0,9843 52 2,0472 15 0,5906 0,039 1,172 1,811 0,29 1610 2430
6206 30 1,1811 62 2,4409 16 0,6299 0,039 1,406 2,205 0,44 2320 3350
6207 35 1,3780 72 2,8346 17 0,6693 0,039 1,614 2,559 0,64 3150 4450
6208 40 1,5748 80 3,1496 18 0,7087 0,039 1,811 2,874 0,82 3650 5050
6209 45 1,7717 85 3,3465 19 0,7480 0,039 2,008 3,071 0,89 4150 5650
6210 50 1,9685 90 3,5433 20 0,7874 0,039 2,205 3,268 1,02 4650 6050
6211 55 2,1654 100 3,9370 21 0,8268 0,039 2,441 3,602 1,36 5850 7500
6212 60 2,3622 110 4,3307 22 0,8661 0,059 2,717 3,996 1,73 7250 9050
6213 65 2,5591 120 4,7244 23 0,9055 0,059 2,913 4,390 2,18 8000 9900
6214 70 2,7559 125 4,9213 24 0,9449 0,059 3,110 4,587 2,31 8800 10800
6215 75 2,9528 130 5,1181 25 0,9843 0,059 3.307 4,783 2,64 9700 11400
6216 80 3,1496 140 5,5118 26 1,0236 0,079 3,504 5,118 3,09 10500 12600
6217 85 3,3465 150 5,9055 28 1,1024 0,079 3,740 5,512 3,97 12300 14600
6218 90 3,5433 160 6,2992 30 1,1811 0,079 3,937 5,906 4,74 14200 16600
6219 95 3,7402 170 6,6929 32 1,2598 0,079 4,213 6,220 5,73 16300 18800
6220 100 3,9370 180 7,0866 34 1,3386 0,079 4,409 6,614 6,94 18600 21100
6221 105 4,1339 190 7,4803 36 1,4173 0,079 4,606 7,008 8,15 20900 23000
6222 110 4,3307 200 7,8740 38 1,4961 0,079 4,803 7,402 9,59 23400 24900
6224 120 4,7244 215 8,4646 40 1,5748 0,079 5,197 7,992 11,4 26200 26900
Sumber: NSK Corporation, Ann Arbor, MI.

Anda mungkin juga menyukai