Anda di halaman 1dari 53

PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH ANTARA

BANK MANDIRI SYARIAH DENGAN NASABAHNYA


BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008
(STUDI KASUS PUTUSAN MA NOMOR 700 K/Ag/2019).

Diajukan Sebagai Tugas UAS Mata Kuliah Hukum Bisnis Islam


Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana
Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi’iyah

Oleh :

Jarot Maryono 2220180037

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2020
i

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:


Makalah yang berjudul PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH
ANTARA BANK MANDIRI SYARIAH DENGAN NASABAHNYA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 (STUDI
KASUS PUTUSAN MA NOMOR 700 K/Ag/2019) ini adalah benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri dan tidak mengandung materi yang
ditulis oleh orang lain kecuali pengutipan sebagai referensi yang
sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan
karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini,


saya bersedia menerima sanksi dari Universitas Islam As-syafiiyah sesuai
dengan peraturan yang berlaku.

Bekasi, 22 Juli 2020


Yang membuat pernyataan,

Jarot Maryono
2220180037
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada ALLAH SWT, karena hanya dengan


kuasa-NYA makalah ini yang berjudul “PENYELESAIAN SENGKETA
BISNIS SYARIAH ANTARA BANK MANDIRI SYARIAH DENGAN
NASABAHNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21
TAHUN 2008 (STUDI KASUS PUTUSAN MA NOMOR 700 K/Ag/2019)”
dapat selesai dengan baik, sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah
Hukum Bisnis Islam dalam Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum di
Universitas Islam As-Syafi’iyah.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan ada tanpa bantuan
berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Masduki Ahmad, SH., MM., selaku Rektor Universitas Islam As-
Syafi’iyah.
2. Dr. Efridani Lubis, SH., MH., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Islam As-syafi’iyah.
3. Dr. Rohmad Adi Yulianto, Lc., LLM., selaku Dosen Program
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Islam As-Syafi’iyah
yang sudi dan ikhlas memberikan kontribusi pemikiran dan waktunya
selama ini.
4. Segenap Dosen program pasca sarjana Magister Ilmu Hukum di
Universitas Islam As-Syafi’iyah. yang telah berjasa dalam
pembelajaran hukum Penulis.
5. Ayahandaku dan Ibunda tercinta, yang selalu menjadi motivasi dalam
perjalanan hidup penulis dan yang selalu mendoakan semasa
hidupnya dan selalu memberikan kasih sayang yang begitu besar
kepada penulis dan keluarga.
6. Keluarga tercinta, yang senantiasa memberi spirit dan doa untuk
penulis.
7. Kawan-kawan seperjuangan di Program Pascasarjana Magister Ilmu
Hukum di Universitas Islam As-Syafi’iyah.
iii

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini masih jauh dari


kesempurnaan, untuk itu peneliti selalu membuka diri atas kritik dan saran
yang konstruktif dari berbagai pihak. Akhirnya, peneliti berharap semoga
penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bekasi, 22 Juli 2020

Penulis
iv

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................. i

KATA PENGANTAR ........................................................................ ii

DAFTAR ISI .................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 6

C. Metode Penelitian..................................................................... 7

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Sengketa Bisnis Syariah......................................... 8

B. Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Dalam Undang-Undang


Nomor 21 Tahun 2008.............................................................. 11

C. Pertimbangan Hukum Atas Putusan Perkara Sengketa Bisnis


Syariah ..................................................................................... 17

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 29

B. Saran ....................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

LAPORAN CEK PLAGIASI


1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Globalisasi dan modernisasi yang terjadi dewasa ini memicu

peningkatan kegiatan bisnis, hal ini pun tentu saja berdampak terhadap

peningkatan kegiatan bisnis seperti aktifitas dan transaksi-transaksi. Hal

ini pun terjadi khususnya dalam perbankan syariah, yang juga tidak

dipungkiri dapat memicu adanya sengketa (dispute) diantara para pihak

yang terlibat. Untuk mempertahankan perkembangan perbankan syariah

ke depan, dukungan hukum (legal support) terhadap perbankan syariah

dari berbagai aspek sangat diperlukan.

Di antara nasabah dan Bank Syariah terdapat suatu hubungan

hukum yang erat sekali yang juga menimbulkan hak dan kewajiban yang

bersifat timbal balik, seperti hak nasabah Bank Syariah untuk dijamin

dana simpanannya di Bank Syariah aman dan tidak hilang, serta

kewajiban Bank Syariah untuk memenuhi perjanjian atau akad yang telah

disepakati bersama. Sehingga bilamana terjadi sengketa pun tidak berarti

bisa lepas dan bebas atas hubungan hukum atau hak dan kewajiban
2

yang telah disepakati. Sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh

H.R. Daeng Naja, bahwa:1

Hubungan hukum antara Bank Syariah dengan nasabahnya adalah


hubungan kontraktual. Dengan demikian, apabila telah terjadi
hubungan antara nasabah dengan bank maka menurut hukum
perikatan Indonesia, perikatan yang timbul adalah perikatan atas
dasar perjanjian atau kontrak, atau akad.

Salah satu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah mengenai

penyelesaian sengketa perbankan syariah yang mungkin terjadi antara

bank syariah, nasabah, dan pemangku kepentingan (stakeholders).

Seperti bisnis lainnya, sengketa di perbankan syariah juga tidak dapat

dihindarkan. Oleh karena perbankan syariah didasarkan pada prinsip

syariah (shariah based), maka mekanisme penyelesaian sengketanya

juga harus berdasarkan syariah (in compliance with shariah).

Jimmy Joses Sembiring mengemukakan bahwa terdapat dua cara

penyelesaian sengketa, yakni dengan membawa dan melakukan

penyelesaian sengketa tersebut ke pengadilan (cara penyelesaian ini

selanjutnya disebut litigasi) atau membawa dan melakukan penyelesaian

sengketa tersebut di luar pengadilan (cara penyelesaian ini selanjutnya

disebut juga dengan istilah non litigasi). Penyelesaian sengketa tersebut

di luar pengadilan (cara penyelesaian ini selanjutnya disebut juga dengan

istilah non litigasi) terdiri dari beragam cara yakni diantaranya dengan

1
H.R. Daeng Naja, Akad Bank Syariah, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2011, hlm. 59
3

cara negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase di antara para pihak.

Masing-masing dari cara penyelesaian sengketa sebagaimana yang telah

disebutkan sebelumnya tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan.

Penentuan penyelesaian sengketa yang akan ditempuh bergantung pada

pilihan yang diambil oleh para pihak terkait. Para pihak terkaitlah yang

harus menentukan dan siap menerima konsekuensi atas penyelesaian

sengketa tersebut. 2

Sebagaimana paparan dari Rizki Faza Rinanda dan kawan-kawan,

dijelaskan bahwa Jimmy Joses Sembiring berpendapat penggunaan

metode non litigasi untuk menyelesaikan sengketa bisnis sudah lama

menjadi pilihan. Yang menjadi penyebab atas hal yang demikian adalah

karena proses litigasi di pengadilan membutuhkan waktu yang lama dan

prosedur yang rumit, bersifat menang dan kalah (win-lose) yang belum

mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan

masalah baru, membutuhkan biaya yang mahal dan tidak responsif.

Akibatnya, hakim tidak mampu memberikan opsi yang solutif bagi para

pihak yang bersengketa. Oleh karena beberapa kekurangan

penyelesaian sengketa melalui pengadilan itulah yang menjadi alasan

2
Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta:
Visimedia, 2011, hlm. 1.
4

dan penyebab mengapa sebagian pengusaha lebih memilih penyelesaian

sengketa melalui jalur non litigasi. 3

Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dalam hal ini adalah

melalui penyelesaian arbiterase karena dinilai arbitrase bersifat rahasia

dan juga tertutup, selain itu para arbiter yang akan menyelesaikan

sengketa juga kompeten dalam bidangnya dan juga dapat langsung

dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa melalui

arbitrase ini bersifat final and binding sebagai kelebihannya. Dimana hal

ini berarti, putusan arbitrase tidak bisa dibanding dan/atau dikasasi serta

putusan tersebut juga bersifat mengikat. Penyelesaian melalui arbiterase

ini tentunya berbeda dengan alternatif yang lain seperti negosiasi,

mediasi, dan konsiliasi yang hanya memberikan solusi tanpa adanya

putusan yang mengikat para pihak.

Gatot Soemartono pun menjelaskan kepercayaan publik terhadap

para pengusaha merupakan hal yang memegang peranan yang sangat

penting dalam kemajuan sebuah perusahaan, untuk itu para pengusaha

sangat menjaga kerahasiaan dalam menyelesaikan sengketa

perusahaannya. Bahkan arbitrase dinilai sebagai suatu pengadilan

3
Rizki Faza Rinanda, dkk., “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan
Arbiterase Syariah Nasional (BASYARNAS)”, Pactum Law Journal, No. 2, Vol. 1, 2018, hlm.
146.
5

pengusaha yang independen guna menyelesaikan sengketa yang sesuai

dengan keinginan dan kebutuhan pengusaha.4

Apabila di kemudian hari timbul persengketaan antara Bank Syariah

dengan nasabahnya, maka berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan pada Pasal 55 ayat-

ayatnya, sebagai berikut:

1. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh

pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama.

2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa

selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa

dilakukan sesuai dengan isi akad.

3. Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

boleh bertentangan dengan Prinsip Syariah. 5

Penjelasan Khotibul Umam dalam Hardy Taher, menerangkan

bahwa putusan dimaksud dapat menghilangkan adanya dualisme

lingkungan peradilan dalam penyelesaian sengketa Perbankan Syariah.

Sengketa Perbankan Syariah adalah domain dari Peradilan Agama.

Dalam kaitan dengan ketentuan Perbankan Syariah, maka penyelesaian

4
Gatot Soemartono, Arbitrase & Mediasi di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum, 2006, hlm. 4.
5
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, Pasal 55 ayat (1)-(3).
6

sengketa antara Bank Syariah dengan nasabahnya ditempuh dan

diselesaikan melalui Peradilan Agama, dan penyelesaian di luar peradilan

seperti melalui musyawarah, mediasi perbankan serta arbitrase syariah

yakni Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas).6

Berdasarkan pokok-pokok pemikiran sebagaimana di atas, maka

dalam rangka penyusunan makalah ini, memandang penting penelitian

mengenai PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH ANTARA

BANK MANDIRI SYARIAH DENGAN NASABAHNYA BERDASARKAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 (STUDI KASUS

PUTUSAN MA NOMOR 700 K/Ag/2019).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang di

atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimanakah ketentuan penyelesaian sengketa bisnis syariah

dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008?

6
Hardy Taher., “Penyelesaian Sengketa Antara Bank Syariah dan Nasabah pada
Pembiayaan Berdasarkan Akad Mudharabah di PT. Bank Syariah Mandiri”, Lex Privatum,
No. 3, Vol. III, Juli-September 2015, hlm. 142.
7

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum atas putusan perkara sengketa

bisnis syariah dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 700

K/Ag/2019?

C. METODE PENELITIAN

Adapun metode pendekatan penelitian ini adalah metode

pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan studi kasus

(case study) yang mana menggunakan kasus dalam putusan Mahkamah

Agung Nomor 700 K/Ag/2019. Pendekatan perundangan-undangan

adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang

ditangani. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki

bahwa pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan

cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang

dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum yang tetap. 7

7
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011,
hlm. 92.
8

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH

Pengertian Bisnis adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh

perorangan maupun organisasi yang melibatkan aktivitas produksi,

penjualan, pembelian, maupun pertukaran barang/ jasa, dengan tujuan

untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Kata bisnis berasal dari

bahasa Inggris, yaitu business yang artinya kesibukan. Dalam konteks

sederhana, yang dimaksud dengan kesibukan adalah melakukan suatu

aktivitas atau pekerjaan yang memberikan keuntungan pada seseorang.

Menurut Straub dan Attner, bisnis adalah suatu organisasi yang

menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-

jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk mendapatkan keuntungan.

Menurut Skinner pengertian bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau

uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. 8

Secara etimologis atau bahasa, Syariah adalah jalan ke tempat

pengairan, atau jalan yang harus diikuti, atau tempat lalu air sungai.

Pengertian syari’ah menurut pakar hukum Islam adalah segala titah Allah

yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai

8
H. Asmuni dan Siti Mujiatun, Bisnis Syariah: Suatu Alternatif Pengembangan yang
Humanistik dan Berkeadilan, Medan: Perdana Publishing, Cetakan Ketiga, 2016, hlm. 11.
9

akhlak.9 Sedangkan menurut Asmuni dan Siti Mujiatun bahwa syariah

adalah ketentuan-ketentuan Allah yang wajib dipatuhi baik terkait dengan

masalah aqidah (tauhid), ibadah (hubungan kepada Allah) dan muamalah

(hubungan sesama manusia). 10

Ditambahkan oleh Muhammad Syafi’i Antonio bahwa syariah

mempunyai keunikan tersendiri. Syariah tidak saja komprehensif, tetapi

juga universal. Universal bermakna bahwa Syariah dapat diterapkan

dalam setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini

terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang tidak membeda-bedakan

antara kalangan Muslim dan non-Muslim. Dengan mengacu pada

pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan Syakir Sula memberi

pengertian bahwa Bisnis Syariah adalah bisnis yang santun, penuh

kebersamaan dan penghormatan atas hak masing-masing.11

Jadi bisnis syari’ah adalah serangkaian aktivitas jual beli dalam

berbagai bentuk kepemilikan barang atau jasa yang dibatasi cara

memperoleh dan menggunakannya. Artinya, dalam mendapatkan harta

dan menggunakannya tidak boleh dengan cara-cara yang diharamkan

Allah. Tegasnya, berbisnis menurut ketentuan syari’ah tidak boleh bebas

dari ketentuan syariat dan harus dibedakan antara halal dan haram atau

9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,, 1999, hlm. 1.
10
H. Asmuni dan Siti Mujiatun, Op. Cit., hlm. 11.
11
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Suatu Pengenalan Umum, Tazkia Institut,
1999, hlm. 169.
10

yang hak dan yang batil tidak boleh dicampuradukkan sesuai firman Allah

dalam surat Al-Baqarah ayat 42 yang artinya:

Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil
dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu
mengetahui.

Kesimpulannya, dalam kegiatan bisnis apapun bentuknya tetap

dituntut untuk mewujudkan ukhuwah islamiyah, bukan justru bersifat

individualistik egoistik. Ada lagi aspek lain yang harus diterapkan dalam

aktivitas bisnis yaitu qimah khuluqiyah. Pengertiannya, setiap aktivitas

bisnis haruslah dapat melahirkan nilai-nilai akhlak karimah, bukan

sematamata terjadi hubungan fungsional atau profesional. Ini, merupakan

suatu keharusan dalam setiap aktivitas bisnis dalam perspektif syariah.

Harapannya, tentu dapat terciptanya hubungan ukhuwah islamiyah yang

baik dan santun. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya, adalah qimah

ruhiyah yaitu setiap aktivitas bisnis harus dapat menumbuhkan jiwa yang

dekat kepada Allah, bukan malah merasa jauh kepada Allah.

Namun seiring perkembangan globalisasi dan modernisasi dewasa

ini, semakin maraknya kegiatan dan transaksi-transaksi bisnis syariah

yang terkadang justru menimbulkan sengketa dikemudian hari. Sengketa

secara etimologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu

yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan,

atau perselisihan. Adapun secara istilah, sengketa adalah pertentangan


11

antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda

tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat

hukum bagi keduanya dan dapat diberikan sanksi hukum terhadap salah

satu diantara keduanya. Timbulnya sengketa dalam bisnis syariah dapat

terjadi melalui perselisihan pendapat, baik dalam penafsiran maupun

dalam pelaksanaan isi perjanjian, kedua pihak akan berusaha

menyelesaikannya secara syariah.

B. PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008

1. Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi Islam

Konsep yang ideal sebagai upaya dalam menyelesaikan

sengketa yang terjadi di antara manusia dalam berbagai sisi

kehidupan telah diberikan oleh Islam yang bersumber utama pada Al-

Qur’an dan As-Sunnah. Upaya tersebut dapat diklasifikasi menjadi

dua kelompok besar, yaitu upaya penyelesaian sengketa yang

dilakukan oleh badan kekuasaan kehakiman dan upaya yang dapat

dilakukan diluar badan tersebut. Kekuasaan kehakiman dalam Islam

diurai lagi menjadi tiga bagian, pertama kekuasaan Al-Qadla, yaitu


12

lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan perkara-perkara

perdata dan pidana. Kedua, kekuasaan Al-Hisbah, yakni lembaga

resmi pemerintah yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan

pelanggaran-pelanggaran ringan yang menurut sifatnya tidak

memerlukan proses peradilan, seperti pengurangan takaran

timbangan, kendaraan yang melebihi kapasitas angkut, dan lainnya.

Dan ketiga, kekuasaan Al-Madzalim, yaitu lembaga yang dibentuk

untuk membela dan menyelesaikan perkara akibat kesewenangan

penguasa, pejabat, hakim, atau lainnya.12

Sementara penyelesaian perkara diluar kekuasaan kehakiman

dapat dilakukan melalui as-sulhu (perdamaian) atau at-tahkim

(arbitrase). Upaya-upaya di atas berdasarkan dalil-dalil syar’I,

diantaranya:

a. Quran Surat Al-Maidah Ayat 49

…… ‫لِ َت َتبعِِْأَهْ َوا َءهِ ِْم‬ َِ ِ‫ل‬


ِ َ ‫ٱّللِ َو‬ َ َ‫َوأَنِِٱحْ كِمِ َب ْي َنهمِب َماِِأ‬
َِ ‫نز‬
Artinya:

Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka

menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu

mengikuti hawa nafsu mereka…..

12
Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002, hlm. 29-30.
13

b. Quran Surat An-Nisa Ayat 35

‫ْ َح و‬
ِِ‫واَِِب ْي َنه َم ا‬ َ ‫واِ َ۟ب‬ ‫ينِٱ ْا َت َتَ و‬ ْ ‫نِطائِ َف َت انِم َن‬
َ ‫ِٱمم ْ من‬ َ ‫َوإ‬
ِ ِْ‫واِٱمَت َِِتب‬ ‫و‬ َ‫ِٱق ْت َا ل ِ َ۟ ل َِت‬ ْ ََُِ‫ا‬ ْ َِ ‫َ۟ ۢ َنِ َب‬
َ ‫ِْإحْ لََه َم‬
‫ِْ َ۟ب َ ْ َح و‬
ِ‫واِِ َب ْي َنه َم ا‬ َ ‫َح َت ل ِ َتف َءِإ َم ل ِأَمْ ا‬
ْ ‫ِٱّللِفِ َ۟ ۢنِ َ۟ ا َء‬
َِ ‫ط‬
‫ين‬ ْ ‫ِٱّللِيح ِط‬
ِْ ‫ِٱمم‬ َ َ َ‫طو واِِإن‬ ‫ْ ل َِوأَ ْا‬ ‫ب ْٱم َع‬
Artinya:

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu

berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi

kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,

hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai

surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut,

damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah

kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang

yang berlaku adil.

c. Quran Surat An-Nisa Ayat 35

ِ َ ْ‫ِِح َك ًم اِ ِّم نِِْأَه‬ ‫َوإنِِْت ْف ت ْمِِش َِا َِِ َبيْنه َم اِ َ۟ ٱب َْع و‬


َ ‫وا‬
َ
ِِ‫ِِٱّلل‬ ِّ۟ ‫َو َح َك ًم اِ ِّم نِِْأَهْ َ َه اِِإنِياي َ اِِإ ْ لََحً اِي َو‬
َ ‫َُِِيم‬
‫ًاِتبياً ا‬ َ َ ‫َب ْي َنه َماِِِۗإ‬
َ ‫نَِِٱّللِِ َك‬
َ ‫ان‬
14

Artinya:

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,

maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang

hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu

bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik

kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

lagi Maha Mengenal.

d. Hadist Riwayat Tirmidzi

ِِ‫ِِحالَلًِِأَوِِْأَ َح َل‬ َ ً‫ينِِإلَِِ َْح‬


َ ‫اِحاَ َم‬ ْ ‫ِِجائزِِ َبي َْن‬
َ ‫ِِامم ْ َم‬ َ ‫اَم ْطَح‬
ًِِ‫ِِحالَل‬
َ ‫اِحاَ َم‬ َ ‫ََُِِ ِشاوطه ْمِِإلَِِ َشاْ ًط‬
َ ‫ون‬َ ‫ًاِو ْامم ْ َم‬
َ ‫َح َاام‬
َ ‫أَوِِْأَ َح َل‬.
‫ِِح َاامًا‬
Artinya:

Bahwa perjanjian diantara orang-orang muslim itu boleh, kecuali

perjanjian menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang

halal, dan orang muslim itu boleh bermuamalah sesuai syarat-

syarat mereka, kecuali muamalah yang mengharamkan yang

halal dan menghalalkan yang haram.


15

2. Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah dalam Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2008

Di Indonesia, Pengadilan Agama diberikan kewenangan

sebagai pengadilan yang berhak menyelesaikan sengketa bisnis

syariah. Hal ini semenjak tahun 2006 dengan telah dilakukan

amandemen atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 dengan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama,

kewenangan Peradilan Agama menjadi diperluas. Pengadilan Agama

disamping berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan

sengketa di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Islam di bidang perkawaninan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat,

infak, dan shadaqah, juga memiliki kewenangan pula untuk

memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa di bidang

ekonomi syariah, sebagaimana yang tertera dan diatur dalam Pasal

49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama. Dalam penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor

3 Tahun 2006 tersebut, dengan bunyi adalah sebagai berikut:13

Yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah perbuatan atau


kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah,
antara lain meliputi:

13
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Penjelasan Pasal 49 huruf
(i).
16

a. Bank syariah;
b. Lembaga keuangan mikro syari’ah;
c. Asuransi syariah;
d. Reasuransi syariah;
e. Reksa dana syariah;
f. Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah
syariah;
g. Sekuritas syariah;
h. Pembiayaan syariah;
i. Pegadaian syariah;
j. Dana pensiunan lembaga keuangan syariah; dan
k. bisnis syariah.

Bila melihat dari penjelasan di atas, menurut penulis dapat dipahami

bahwa Pengadilan Agama berwenang menyelesaikan sengketa

perbankan syariah. Kewenangan tersebut mencakup semua bidang

ekonomi syariah, termasuk di bidang perbankan syariah.

Di tahun 2008, hadir Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah, memperkuat kewenangan dari

Pengadilan Agama. Sebagaimana yang diterangkan dalam Pasal 55

(1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 bahwa penyelesaian

sengketa perbankan syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Agama. Namun, di ayat yang lain juga

memberikan peluang dan kesempatan kepada para pihak yang

bersengketa untuk menyelesaikan perkara mereka di luar Pengadilan

Agama apabila disepakati bersama dalam isi akad, hal ini

sebagaimana yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 21


17

Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 55 ayat (2), yang

berbunyi sebagai berikut:14

Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian


sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad.

. Sengketa tersebut bisa diselesaikan melalui musyawarah,

mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)

atau lembaga arbitrase lain dengan syarat harus sesuai dengan apa

yang diatur dalam Pasal 55 (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2008 tentang Perbankan Syariah, dimana dijelaskan penyelesaian

sengketa sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 ayat (2) di atas tidak

boleh bertentangan dengan prinsip syariah.

C. PERTIMBANGAN HUKUM ATAS PUTUSAN PERKARA SENGKETA

BISNIS SYARIAH

1. Kasus Posisi

Penelitian ini berdasarkan studi kasus terhadap Putusan Kasasi

Mahkamah Agung Nomor 700 K/Ag/2019, dimana para pihak yang

bersengketa adalah antara Didik Herniawan, S.T., selaku

14
Republik Indonesia, Loc. Cit., Pasal 55 ayat (2).
18

Debitur/nasabah yang berusia 45 tahun, agama Islam, pekerjaan

Wiraswasta, tempat tinggal di Mojo Klanggru Kidul Blok D Nomor 15

Kelurahan Mojo, Kecamatan Gubeng, Kota Surabaya yang dalam hal

ini diwakili oleh kuasa hukumnya yang bernama Isya Julianto, S.H.,

M.H., advokat pada Kantor Amanah Law Office dengan PT. Bank

Syariah Mandiri selaku Kreditur/Bank dalam perkara sengketa

perjanjian pembiayaan Al Musyarakah dengan nomor 102 yang

ditandatangi pada tanggal 16 Juni 2011 dibuat di hadapan

Notaris/PPAT di Kota Surabaya dengan total nilai platfond sebesar

Rp. 1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan

jaminan fidusia berupa:

a. Mobil Daihatsu Xenia, tahun 2008

b. Mobil Honda Civic Tahun 2006

c. Tagihan piutang non efektif Projek Konstruksi dari Surat

Pemesanan Order Ruko Krian Trade Center.

d. Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebidang

tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2

Dimana kasus posisi perkara ini adalah terjadi pada proses

pembayaran pada angsuran pelaku usaha dan konsumen yang telah

sepakat memiliki hak dan kewajiban masing masing, yang mana PT.
19

Bank Syariah Mandiri sebagai Kreditur berhak memperoleh

pembagian keuntungan hasil usaha berdasarkan akad perjanjian

pembiayaan Al Musyarakah sesuai kesepakatan dalam perjanjian

tersebut selama 12 bulan terhitung sejak tanggal 14 Juni 2013 hingga

tanggal 14 Juni 2014.

Namun usaha dari Didik Herniawan, S.T., selaku

Debitur/nasabah mengalami kesulitan keuangan pada sekitar awal

2014 sehingga sering mengalami gagal bayar dan tidak dapat

membayar bagi hasil sebagaimana kesepakatan yang telah

diperjanjikannya dengan PT. Bank Syariah Mandiri sebagai

Kreditur/Bank dan karenanya terjadilah wanprestasi. Akibat hal

tersebut maka pihak bank dalam hal ini PT. Bank Syariah Mandiri

bermaksud melakukan pelelangan atas angunan milik dari debitur

atas nama Didik Herniawan, S.T. yang dijaminkan berupa sebidang

tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebidang tanah

Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2 tersebut.

Atas keinginan dari PT. Bank Syariah Mandiri yang akan

melakukan pelelangan tersebut, Didik Herniawan, S.T., melalui kuasa

hukumnya yang bernama Isya Julianto, S.H., M.H., advokat yang

berkantor di Amanah Law Office yang beralamat di Perum Pondok

Benowo Indah FK-05 Kota Surabaya, mengajukan gugatan di

Kepaniteraan Pengadilan Agama Surabaya hingga melakukan


20

Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Surabaya bahkan hingga

Kasasi ke Mahkamah Agung.

2. Putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor

3523/Pdt.G/2018/PA.Sby

Didik Herniawan, S.T., melalui kuasa hukumnya yang bernama

Isya Julianto, S.H., M.H., advokat yang berkantor di Amanah Law

Office yang beralamat di Perum Pondok Benowo Indah FK-05 Kota

Surabaya berdasarkan surat kuasa tertanggal 29 Juli 2018 yang telah

didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surabaya dengan

nomor registrasi perkara 3523/Pdt.G/2018/PA.Sby., yang melakukan

gugatan atas keberatan dari Penggugat terhadap pelelangan atas

angunan bermaksud melakukan pelelangan atas angunan milik dari

debitur atas nama Didik Herniawan, S.T. berupa sebidang tanah

dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebidang tanah Sertifikat Hak

Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2 yang dijaminkan tersebut.

Padahal menurut Penggugat berdasarkan akad perjanjian

pembiayaan Al Musyarakah sesuai kesepakatan, tertera dengan jelas

dalam salah satu klausul pasal perjanjian tersebuut yaitu di Pasal 15

diatur bahwa dalam hal terjadi perselisihan yang tidak dapat

diselesaikan dengan cara musyawarah maka penyelesaian

perselisihan menunjuk Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)


21

atau Badan Arbiterase Syariah Nasional (BASYARNAS) terlebih

dahulu bukan dengan cara langsung melakukan pelelangan atas

jaminan berupa a. Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM)

dan sebidang tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas

188 m2.

Sedangkan eksepsi yang dilakukan oleh PT. Bank Syariah

Mandiri sebagai Kreditur/Bank dalam hal ini kapasitasnya sebagai

Tergugat, menjelaskan bahwa Tergugat telah berkali-kali

menyampaikan surat peringatan kepada Didik Herniawan, S.T.

selaku penggugat, namun penggugat tidak juga melaksanakan

kewajibannya, maka Tergugat menyatakan bahwa penggugat telah

cidera janji kepada Tergugat, sehingga termasuk melakukan

pelelangan terhadap jaminan Penggugat berupa sebidang tanah

dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebidang tanah Sertifikat Hak

Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2: Tergugat berhak melakukan

tindakan hukum apapun termasuk melakukan pelelangan atas

jaminan sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan

sebidang tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188

m2 tersebut.

Pertimbangan hukum dari majelis hakim yang memeriksa dan

memutus perkara tersebut dengan putusan Pengadilan Agama

Surabaya dengan Nomor 3523/Pdt.G/2018/PA.Sby, Majelis Hakim


22

dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya antara Tergugat dan

Penggugat mempunyai satu keinginan yang sama yaitu

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini dengan jalan

musyawarah mufakat, bila tidak terselesaikan baru ditempuh

penyelesaiannya melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia

(BAMUI) sebagaimana kesepakatan para pihak yang tertuang dalam

Pasal 15 Akad Pembiayaan Al Musyarakah Nomor 102 tanggal 16

Juni 2011.

Majelis Hakim menilai bahwa Badan Arbitrase Muamalat

Indonesia (BAMUI) lahir pada tanggal 21 Oktober 1993 yang

kemudian diperbaiki sistemnya dan diperbaharui namanya menjadi

BASYARNAS sebagaimana Keputusan Majelis Ulama Indonesia

Nomor Kep-09/MUI/XII/2003 pada tanggal 24 Desember 2003,

sehingga kesepakatan para pihak yang tertuang dalam Pasal 15

Akad Pembiayaan Al Musyarakah Nomor 102 tanggal 16 Juni 2011

seharusnya tertulis Badan Arbiterase Syariah Nasional

(BASYARNAS), dan secara hukum harus dibaca BASYARNAS.

Majelis Hakim juga menilai bahwa pengajuan gugatan atas

sengketa ini pun ditolak karena kompetensi absolut dari sengeta ini

sesuai dengan kesepakatan para pihak yang tertuang dalam Pasal

15 Akad Pembiayaan Al Musyarakah Nomor 102 tanggal 16 Juni

2011 yaitu menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini dengan jalan


23

musyawarah mufakat, bila tidak terselesaikan baru ditempuh

penyelesaiannya melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia

(BAMUI) yang secara hukum harus dibaca Badan Arbiterase Syariah

Nasional (BASYARNAS).

Maka sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan, dan

memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

berkaitan dengan perkara ini dengan amar putusan, mengadili:

a. Dalam Eksepsi:

1) Mengabulkan eksepsi Tergugat.

b. Dalam Pokok Perkara:

1) Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima;

2) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara ini

sejumlah Rp 2.141.000,- (dua juta seratus empat puluh satu

ribu rupiah).

3. Putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor

3523/Pdt.G/2018/PA.Sby

Didik Herniawan, S.T., melalui kuasa hukumnya yang bernama

Isya Julianto, S.H., M.H., advokat yang berkantor di Amanah Law

Office yang beralamat di Perum Pondok Benowo Indah FK-05 Kota


24

Surabaya berdasarkan surat kuasa tertanggal 29 Juli 2019

melakukan Banding atas putusan dari Pengadilan Agama Surabaya

tersebut, dengan registrasi perkara di Pengadilan Tinggi Agama

Surabaya dengan Nomor 80/Pdt.G/2019/PTA.Sby.

Berdasarkan fakta dalam persidangan, dan memperhatikan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan

perkara ini, maka Majelis Hakim yang memriksa dan memutus

perkara dengan nomor perkara 80/Pdt.G/2019/PTA.Sby. dengan

amar putusan, mengadili:

a. Menyatakan permohonan Banding Pembanding dapat diterima;

b. Menguatkan putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor

3523/Pdt.G/2018/PA.Sby tanggal 06 Desember 2018 Masehi

bertepatan dengan tanggal 28 Rabiulawal 1440 Hijriyah dengan

perbaikan amar putusan, sehingga bunyi putusan selengkapnya

sebagai berikut:

c. Dalam Eksepsi

1) Mengabulkan eksepsi Tergugat/Terbanding;

2) Menyatakan Pengadilan Agama Surabaya tidak berwenang

mengadili perkara a quo;


25

d. Dalam Pokok Perkara

1) Menyatakan gugatan Penggugat/Pembanding tidak dapat

diterima (Niet Onvankelijke Verklaard);

2) Menghukum kepada Penggugat untuk membayar biaya

perkara pada tingkat pertama sejumlah Rp. 2.141.000,- (dua

juta seratus empat puluh satu ribu rupiah);

3) Menghukum kepada Pembanding untuk membayar biaya

perkara

e. ditingkat banding sejumlah Rp. 150.000,- (seratus lima puluh

ribu rupiah).

4. Putusan Mahkamah Agung Nomor 700 K/Ag/2019

Didik Herniawan, S.T., melalui kuasa hukumnya yang bernama

Isya Julianto, S.H., M.H., advokat yang berkantor di Amanah Law

Office yang beralamat di Perum Pondok Benowo Indah FK-05 Kota

Surabaya pun kembali merasa tidak puas dan tidak mendapatkan

keadilan, oleh karenanya Dia melalui kuasa hukumnya kembali

melakukan perlawanan dengan mengajukan Kasasi ke Mahkamah

Agung dengan registrasi perkara nomor 700 K/Ag/2019.


26

Majelis Hakim Mahkamah Agung yang memeriksa dan

memutus perkara tersebut memberikan pertimbangan hukum bahwa

putusan judex facti/Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam

perkara tersebut tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-

undang, maka permohonan kasasi yang diajukanPemohon Kasasi,

Didik Herniawan, S.T., tersebut harus ditolak.

Majelis Hakim Mahkamah Agung yang memeriksa dan

memutus perkara tersebut memberikan pertimbangan hukum bahwa

memperhatikan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua

dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 serta peraturan

perundangan lain yang bersangkutan, maka memutus perkara ini

dengan amar putusan menolak permohonan Kasasi dari Pemohon

Kasasi, Didik Herniawan, S.T.

Menurut penulis, pertimbangan majelis hakim yang memeriksa

dan memutus perkara baik di tingkat pemeriksaan Pengadilan Agama

Surabaya, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya bahkan hingga


27

Mahkamah Agung sudah sesuai dengan Hukum Acara atau Hukum

Formiil dari Perbankan Syariah yang memutus perkara mengacu

kepada Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang

Peradilan Agama. Dimana diatur bahwa Pengadilan agama bertugas

dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di

tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang

ekonomi syariah. Dan diperinci dalam penjelasan Pasal 49 huruf (i)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang dimaksud dengan

ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang

dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi bank

syari’ah atau bisnis syariah.

Disamping itu juga mengacu kepada Pasal 55 (2) Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang

memberi peluang kesempatan kepada para pihak yang bersengketa

untuk menyelesaikan perkara mereka di luar Pengadilan Agama

apabila disepakati bersama dalam isi akad. Sengketa tersebut bisa

diselesaikan melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain

dengan syarat harus sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 55

(3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah, dimana dijelaskan penyelesaian sengketa sebagaimana


28

dimaksud pada Pasal 55 ayat (2) di atas tidak boleh bertentangan

dengan prinsip syariah.

Menurut Penulis, pertimbangan hukum majelis hakim yang

memeriksa dan memutus perkara tersebut sudah benar dengan

mengacu kepada yang isinya sesuai kesepakatan para pihak tersebut

atau dalam hal ini sesuai dengan Pasal 1338 (1) KUHPerdata, azas

kebebasan berkontrak/freedom of contract/contracts vrijheid dan juga

azas konsensualime.
29

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Bisnis syari’ah adalah serangkaian aktivitas jual beli dalam berbagai

bentuk kepemilikan barang atau jasa yang dibatasi cara memperoleh dan

menggunakannya. Artinya, dalam mendapatkan harta dan

menggunakannya tidak boleh dengan cara-cara yang diharamkan Allah,

namun justru harus mewujudkan ukhuwah islamiyah, dan menerapkan

aspek qimah khuluqiyah dalam aktivitas bisnis. Pengertiannya, setiap

aktivitas bisnis haruslah dapat melahirkan nilai-nilai akhlak karimah,

bukan semata-mata terjadi hubungan fungsional atau profesional. Namun

seiring perkembangan globalisasi dan modernisasi dewasa ini, semakin

maraknya kegiatan dan transaksi-transaksi bisnis syariah yang terkadang

justru menimbulkan sengketa.

Untuk menanggulangi adanya perkara sengketa dalam bisnis

syariah, Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama telah hadir dan memberikan gambaran dan secara jelas mengatur

bahwa Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-


30

orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Dismaping itu,

bila kita lihat hal yang lebih rinci ada dalam penjelasan Pasal 49 huruf (i)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang dimaksud dengan ekonomi

syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan

menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi bank syari’ah atau bisnis

syariah.

Dan dilengkapi oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah dalam Pasal 55 ayat (1), bahwa Penyelesaian

sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Agama. Kemudian Pasal 55 ayat (2) menjelaskan

bahwa dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian

sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian

sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad. Pilihan dalam upaya

penyelesaian sengketa bisnis syariah dapat menggunakan jalur alternatif

sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (3), bahwa sepanjang

penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh

bertentangan dengan Prinsip Syariah.

B. SARAN

Pastikan terdapat klausul pada akad perjanjian dalam aktifitas bisnis

syariah mengutamakan opsi penggunaan jalur alternatif untuk

penyelesaian sengketa bisnis syariah sebagaimana yang telah dijelaskan


31

dalam Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah sebagai tahapan awal langkah penyelesaian

sengketa, karena efektif dan efisien, perkaranya lebih terjaga dan tidak

terekspos keluar juga hal ini didukung dengan adanya arbiter-arbiter yang

handal dan dapat dipilih sesuai keinginan dan keyakinan.


32

DAFTAR PUSTAKA

A. Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2008 Nomor 94.

Republik Indonesia, Mahkamah Konstitusi, Putusan Perkara No.

93/PUUX/2013.

B. Buku

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999,

Asmuni dan Siti Mujiatun, Bisnis Syariah: Suatu Alternatif Pengembangan

yang Humanistik dan Berkeadilan, Medan: Perdana Publishing,

Cetakan Ketiga, 2016.

Gatot Soemartono, Arbitrase & Mediasi di Indonesia, Jakarta: Gramedia

Pustaka Umum, 2006.


33

H.R. Daeng Naja, Akad Bank Syariah, Cetakan Pertama, Yogyakarta:

Pustaka Yustisia, 2011.

Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan,

Jakarta: Visimedia, 2011.

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Suatu Pengenalan Umum, Tazkia

Institut, 1999.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media,

2011.

Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,

Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

C. Jurnal dan Makalah

Hardy Taher., “Penyelesaian Sengketa Antara Bank Syariah dan Nasabah

pada Pembiayaan Berdasarkan Akad Mudharabah di PT. Bank

Syariah Mandiri”, Lex Privatum, No. 3, Vol. III, Juli-September 2015.

Rizki Faza Rinanda, dkk., “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui

Badan Arbiterase Syariah Nasional (BASYARNAS)”, Pactum Law

Journal, No. 2, Vol. 1, 2018.


Plagiarism Detector v. 1740 - Originality Report 23/07/2020 10:48:58
Analyzed document: UAS Hukum Bisnis Islam - Jarot Maryono NPM 2220180037.pdf Licensed to: Originality report
generated by unregistered Demo version!
Comparison Preset: Word-to-Word. Detected language: Indonesian

Warning: Demo Version - reports are


incomplete!

To get full version, please order the


software:

Relation chart:
Distribution graph:

Top sources of plagiarism:


% 14 wrds: https://plagiarism-detector.com/plagiarism-detector-buy-now.php
901
% 12 wrds: https://plagiarism-detector.com/plagiarism-detector-buy-now.php
755
%9 wrds: https://plagiarism-detector.com/plagiarism-detector-buy-now.php
541
[Show other Sources:]

Processed resources details:


181 - Ok / 42 - Failed
[Show other Sources:]

Important notes:
Wikipedia: Google Books: Ghostwriting services: Anti-cheating:

Wiki Detected! [not detected] [not detected] [not detected]


Active References (Urls Extracted from the Document):
No URLs detected

Excluded Urls:
No URLs detected

Included Urls:
No URLs detected

Detailed document analysis:


PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH ANTARA
BANK MANDIRI SYARIAH DENGAN NASABAHNYA

BERDASARKAN
Plagiarism detected: 0,09% Demo mode: Register the software! + 5 resources! id: 1
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008

(STUDI KASUS PUTUSAN MA NOMOR 700 K/Ag/2019).

Diajukan Sebagai Tugas UAS Mata Kuliah Hukum Bisnis Islam


Plagiarism detected: 0,11% Demo mode: Register the software! id: 2
Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum
pada Program Pascasarjana

Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi’iyah

Oleh :

Jarot Maryono 2220180037

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

2020

i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN

Plagiarism detected: 0,13% Demo mode: Register the software! + 2 resources! id: 3
Dengan ini saya menyatakan bahwa:

Makalah ya
ng berjudul PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH

ANTARA BANK MANDIRI SYARIAH DENGAN NASABAHNYA

BERDASARKAN
Plagiarism detected: 0,09% Demo mode: Register the software! + 5 resources! id: 4
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008
(STUDI

KASUS PUTUSAN MA NOMOR 700 K/Ag/2019)


Plagiarism detected: 0,17% Demo mode: Register the software! + 3 resources! id: 5
ini adalah benar-benar

merupakan hasil karya saya sendiri dan


tidak mengandung materi yang

ditulis oleh orang lain kecuali pengutipan sebagai referensi yang

sumbernya telah dituliskan secara jelas sesuai dengan kaidah penulisan

karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam karya ini,

saya bersedia menerima sanksi dari Universitas Islam As-syafiiyah sesuai

dengan peraturan yang berlaku.

Bekasi, 22 Juli 2020


Yang membuat pernyataan,

Jarot Maryono

2220180037

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada ALLAH SWT, karena hanya dengan

kuasa-NYA makalah ini yang berjudul


Quotes detected: 0,44% in quotes: id: 6
“PENYELESAIAN SENGKETA

BISNIS SYARIAH ANTARA BANK MANDIRI SYARIAH DENGAN

NASABAHNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21

TAHUN 2008 (STUDI KASUS PUTUSAN MA NOMOR 700 K/Ag/2019)”


Warning: Demo Version - reports are incomplete!

High level of Plagiarism is suspected!

Get your complete report:

1. Most detailed reports - complete with features!

2. Instant order processing - immediate activation!


3. Lifetime licenses! 24 hours support!

dapat selesai dengan baik, sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Hukum Bisnis Islam dalam Program
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Islam As-Syafi’iyah. Penulis menyadari bahwa penelitian ini
tidak akan ada tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan
terima kasih kepada: 1. Dr. Masduki Ahmad, SH., MM., selaku Rektor Universitas Islam As- Syafi’iyah. 2. Dr.
Efridani Lubis, SH., MH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam As-syafi’iyah. 3. Dr. Rohmad Adi
Yulianto, Lc., LLM., selaku Dosen Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Islam As-
Syafi’iyah yang sudi dan ikhlas memberikan kontribusi pemikiran dan waktunya selama ini. 4. Segenap Dosen
program pasca sarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Islam As-Syafi’iyah. yang telah berjasa dalam
pembelajaran hukum Penulis. 5. Ayahandaku dan Ibunda tercinta, yang selalu menjadi motivasi dalam
perjalanan hidup penulis dan yang selalu mendoakan semasa hidupnya dan selalu memberikan kasih sayang
yang begitu besar kepada penulis dan keluarga. 6. Keluarga tercinta, yang senantiasa memberi spirit dan doa
untuk penulis. 7. Kawan-kawan seperjuangan di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas
Islam As-Syafi’iyah. iii Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu peneliti selalu membuka diri atas kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak. Akhirnya,
peneliti berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bekasi, 22 Juli 2020 Penulis iv
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................. i KATA PENGANTAR
........................................................................ ii DAFTAR ISI
.................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
........................................................................ 1 B. Rumusan Masalah
.................................................................. 6 C. Metode Penelitian .....................................................................
7 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Sengketa Bisnis Syariah......................................... 8 B. Penyelesaian
Sengketa Bisnis Syariah Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2008.............................................................. 11 C. Pertimbangan Hukum Atas Putusan Perkara Sengketa
Bisnis Syariah ..................................................................................... 17 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
.............................................................................. 29 B. Saran
....................................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA LAPORAN CEK PLAGIASI 1
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Globalisasi dan modernisasi yang terjadi dewasa ini memicu
peningkatan kegiatan bisnis, hal ini pun tentu saja berdampak terhadap peningkatan kegiatan bisnis seperti
aktifitas dan transaksi-transaksi. Hal ini pun terjadi khususnya dalam perbankan syariah, yang juga tidak
dipungkiri dapat memicu adanya sengketa (dispute) diantara para pihak yang terlibat. Untuk mempertahankan
perkembangan perbankan syariah ke depan, dukungan hukum (legal support) terhadap perbankan syariah
dari berbagai aspek sangat diperlukan. Di antara nasabah dan Bank Syariah terdapat suatu hubungan hukum
yang erat sekali yang juga menimbulkan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik, seperti hak nasabah
Bank Syariah untuk dijamin dana simpanannya di Bank Syariah aman dan tidak hilang, serta kewajiban Bank
Syariah untuk memenuhi perjanjian atau akad yang telah disepakati bersama. Sehingga bilamana terjadi
sengketa pun tidak berarti bisa lepas dan bebas atas hubungan hukum atau hak dan kewajiban 2 yang telah
disepakati. Sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh H.R. Daeng Naja, bahwa:1 Hubungan hukum
antara Bank Syariah dengan nasabahnya adalah hubungan kontraktual. Dengan demikian, apabila telah
terjadi hubungan antara nasabah dengan bank maka menurut hukum perikatan Indonesia, perikatan yang
timbul adalah perikatan atas dasar perjanjian atau kontrak, atau akad. Salah satu aspek penting yang perlu
diperhatikan adalah mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah yang mungkin terjadi antara bank
syariah, nasabah, dan pemangku kepentingan (stakeholders). Seperti bisnis lainnya, sengketa di perbankan
syariah juga tidak dapat dihindarkan. Oleh karena perbankan syariah didasarkan pada prinsip syariah
(shariah based), maka mekanisme penyelesaian sengketanya juga harus berdasarkan syariah (in compliance
with shariah). Jimmy Joses Sembiring mengemukakan bahwa terdapat dua cara penyelesaian sengketa,
yakni dengan membawa dan melakukan penyelesaian sengketa tersebut ke pengadilan (cara penyelesaian
ini selanjutnya disebut litigasi) atau membawa dan melakukan penyelesaian sengketa tersebut di luar
pengadilan (cara penyelesaian ini selanjutnya disebut juga dengan istilah non litigasi). Penyelesaian sengketa
tersebut di luar pengadilan (cara penyelesaian ini selanjutnya disebut juga dengan istilah non litigasi) terdiri
dari beragam cara yakni diantaranya dengan 1 H.R. Daeng Naja, Akad Bank Syariah, Cetakan Pertama,
Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011, hlm. 59 3 cara negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase di antara para
pihak. Masing-masing dari cara penyelesaian sengketa sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Penentuan penyelesaian sengketa yang akan ditempuh
bergantung pada pilihan yang diambil oleh para pihak terkait. Para pihak terkaitlah yang harus menentukan
dan siap menerima konsekuensi atas penyelesaian sengketa tersebut.2 Sebagaimana paparan dari Rizki
Faza Rinanda dan kawan-kawan, dijelaskan bahwa Jimmy Joses Sembiring berpendapat penggunaan
metode non litigasi untuk menyelesaikan sengketa bisnis sudah lama menjadi pilihan. Yang menjadi
penyebab atas hal yang demikian adalah karena proses litigasi di pengadilan membutuhkan waktu yang lama
dan prosedur yang rumit, bersifat menang dan kalah (win-lose) yang belum mampu merangkul kepentingan
bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, membutuhkan biaya yang mahal dan tidak responsif.
Akibatnya, hakim tidak mampu memberikan opsi yang solutif bagi para pihak yang bersengketa. Oleh karena
beberapa kekurangan penyelesaian sengketa melalui pengadilan itulah yang menjadi alasan 2 Jimmy Joses
Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta: Visimedia, 2011, hlm. 1. 4 dan
penyebab mengapa sebagian pengusaha lebih memilih penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi.3
Penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi dalam hal ini adalah melalui penyelesaian arbiterase karena
dinilai arbitrase bersifat rahasia dan juga tertutup, selain itu para arbiter yang akan menyelesaikan sengketa
juga kompeten dalam bidangnya dan juga dapat langsung dipilih oleh para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini bersifat final and binding sebagai kelebihannya. Dimana hal ini
berarti, putusan arbitrase tidak bisa dibanding dan/atau dikasasi serta putusan tersebut juga bersifat
mengikat. Penyelesaian melalui arbiterase ini tentunya berbeda dengan alternatif yang lain seperti negosiasi,
mediasi, dan konsiliasi yang hanya memberikan solusi tanpa adanya putusan yang mengikat para pihak.
Gatot Soemartono pun menjelaskan kepercayaan publik terhadap para pengusaha merupakan hal yang
memegang peranan yang sangat penting dalam kemajuan sebuah perusahaan, untuk itu para pengusaha
sangat menjaga kerahasiaan dalam menyelesaikan sengketa perusahaannya. Bahkan arbitrase dinilai
sebagai suatu pengadilan 3 Rizki Faza Rinanda, dkk., “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan
Arbiterase Syariah Nasional (BASYARNAS)”, Pactum Law Journal, No. 2, Vol. 1, 2018, hlm. 146. 5
pengusaha yang independen guna menyelesaikan sengketa yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
pengusaha.4 Apabila di kemudian hari timbul persengketaan antara Bank Syariah dengan nasabahnya, maka
berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, disebutkan pada Pasal 55
ayat- ayatnya, sebagai berikut: 1. Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama. 2. Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. 3.
Penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip
Syariah.5 Penjelasan Khotibul Umam dalam Hardy Taher, menerangkan bahwa putusan dimaksud dapat
menghilangkan adanya dualisme lingkungan peradilan dalam penyelesaian sengketa Perbankan Syariah.
Sengketa Perbankan Syariah adalah domain dari Peradilan Agama. Dalam kaitan dengan ketentuan
Perbankan Syariah, maka penyelesaian 4 Gatot Soemartono, Arbitrase & Mediasi di Indonesia, Jakarta:
Gramedia Pustaka Umum, 2006, hlm. 4. 5 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, Pasal 55 ayat (1)-(3). 6 sengketa antara Bank Syariah dengan nasabahnya
ditempuh dan diselesaikan melalui Peradilan Agama, dan penyelesaian di luar peradilan seperti melalui
musyawarah, mediasi perbankan serta arbitrase syariah yakni Badan Arbitrase Syariah Nasional
(Basyarnas).6 Berdasarkan pokok-pokok pemikiran sebagaimana di atas, maka dalam rangka penyusunan
makalah ini, memandang penting penelitian mengenai PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH
ANTARA BANK MANDIRI SYARIAH DENGAN NASABAHNYA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 21 TAHUN 2008 (STUDI KASUS PUTUSAN MA NOMOR 700 K/Ag/2019). B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah
ini adalah: 1. Bagaimanakah ketentuan penyelesaian sengketa bisnis syariah dalam Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2008? 6 Hardy Taher., “Penyelesaian Sengketa Antara Bank Syariah dan Nasabah pada
Pembiayaan Berdasarkan Akad Mudharabah di PT. Bank Syariah Mandiri”, Lex Privatum, No. 3, Vol. III, Juli-
September 2015, hlm. 142. 7 2. Bagaimanakah pertimbangan hukum atas putusan perkara sengketa bisnis
syariah dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 700 K/Ag/2019? C. METODE PENELITIAN Adapun metode
pendekatan penelitian ini adalah metode pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan studi
kasus (case study) yang mana menggunakan kasus dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 700 K/Ag/2019.
Pendekatan perundangan-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-
undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Peter Mahmud Marzuki bahwa pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan
dengan cara melakukan telaah terhadap kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.7 7 Peter Mahmud Marzuki,
Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011, hlm. 92. 8 BAB II PEMBAHASAN A.
PENGERTIAN SENGKETA BISNIS SYARIAH Pengertian Bisnis adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
perorangan maupun organisasi yang melibatkan aktivitas produksi, penjualan, pembelian, maupun pertukaran
barang/ jasa, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Kata bisnis berasal dari bahasa
Inggris, yaitu business yang artinya kesibukan. Dalam konteks sederhana, yang dimaksud dengan kesibukan
adalah melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan yang memberikan keuntungan pada seseorang. Menurut
Straub dan Attner, bisnis adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-
barang dan jasa- jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk mendapatkan keuntungan. Menurut Skinner
pengertian bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan
manfaat.8 Secara etimologis atau bahasa, Syariah adalah jalan ke tempat pengairan, atau jalan yang harus
diikuti, atau tempat lalu air sungai. Pengertian syari’ah menurut pakar hukum Islam adalah segala titah Allah
yang berhubungan dengan tingkah laku manusia di luar yang mengenai 8 H. Asmuni dan Siti Mujiatun, Bisnis
Syariah: Suatu Alternatif Pengembangan yang Humanistik dan Berkeadilan, Medan: Perdana Publishing,
Cetakan Ketiga, 2016, hlm. 11. 9 akhlak.9 Sedangkan menurut Asmuni dan Siti Mujiatun bahwa syariah
adalah ketentuan-ketentuan Allah yang wajib dipatuhi baik terkait dengan masalah aqidah (tauhid), ibadah
(hubungan kepada Allah) dan muamalah (hubungan sesama manusia).10 Ditambahkan oleh Muhammad
Syafi’i Antonio bahwa syariah mempunyai keunikan tersendiri. Syariah tidak saja komprehensif, tetapi juga
universal. Universal bermakna bahwa Syariah dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat oleh setiap
manusia. Keuniversalan ini terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara
kalangan Muslim dan non-Muslim. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan
Syakir Sula memberi pengertian bahwa Bisnis Syariah adalah bisnis yang santun, penuh kebersamaan dan
penghormatan atas hak masing-masing.11 Jadi bisnis syari’ah adalah serangkaian aktivitas jual beli dalam
berbagai bentuk kepemilikan barang atau jasa yang dibatasi cara memperoleh dan menggunakannya.
Artinya, dalam mendapatkan harta dan menggunakannya tidak boleh dengan cara-cara yang diharamkan
Allah. Tegasnya, berbisnis menurut ketentuan syari’ah tidak boleh bebas dari ketentuan syariat dan harus
dibedakan antara halal dan haram atau 9 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu,, 1999,
hlm. 1. 10 H. Asmuni dan Siti Mujiatun, Op. Cit., hlm. 11. 11 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Suatu
Pengenalan Umum, Tazkia Institut, 1999, hlm. 169. 10 yang hak dan yang batil tidak boleh dicampuradukkan
sesuai firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 42 yang artinya: Dan janganlah kamu campur adukkan yang
hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.
Kesimpulannya, dalam kegiatan bisnis apapun bentuknya tetap dituntut untuk mewujudkan ukhuwah
islamiyah, bukan justru bersifat individualistik egoistik. Ada lagi aspek lain yang harus diterapkan dalam
aktivitas bisnis yaitu qimah khuluqiyah. Pengertiannya, setiap aktivitas bisnis haruslah dapat melahirkan nilai-
nilai akhlak karimah, bukan sematamata terjadi hubungan fungsional atau profesional. Ini, merupakan suatu
keharusan dalam setiap aktivitas bisnis dalam perspektif syariah. Harapannya, tentu dapat terciptanya
hubungan ukhuwah islamiyah yang baik dan santun. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya, adalah qimah
ruhiyah yaitu setiap aktivitas bisnis harus dapat menumbuhkan jiwa yang dekat kepada Allah, bukan malah
merasa jauh kepada Allah. Namun seiring perkembangan globalisasi dan modernisasi dewasa ini, semakin
maraknya kegiatan dan transaksi-transaksi bisnis syariah yang terkadang justru menimbulkan sengketa
dikemudian hari. Sengketa secara etimologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sesuatu yang
menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, atau perselisihan. Adapun secara istilah,
sengketa adalah pertentangan 11 antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda
tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya dan dapat
diberikan sanksi hukum terhadap salah satu diantara keduanya. Timbulnya sengketa dalam bisnis syariah
dapat terjadi melalui perselisihan pendapat, baik dalam penafsiran maupun dalam pelaksanaan isi perjanjian,
kedua pihak akan berusaha menyelesaikannya secara syariah. B. PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS
SYARIAH DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 1. Penyelesaian Sengketa dalam Tradisi
Islam Konsep yang ideal sebagai upaya dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di antara manusia dalam
berbagai sisi kehidupan telah diberikan oleh Islam yang bersumber utama pada Al- Qur’an dan As-Sunnah.
Upaya tersebut dapat diklasifikasi menjadi dua kelompok besar, yaitu upaya penyelesaian sengketa yang
dilakukan oleh badan kekuasaan kehakiman dan upaya yang dapat dilakukan diluar badan tersebut.
Kekuasaan kehakiman dalam Islam diurai lagi menjadi tiga bagian, pertama kekuasaan Al-Qadla, yaitu 12
lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan perkara-perkara perdata dan pidana. Kedua, kekuasaan Al-
Hisbah, yakni lembaga resmi pemerintah yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan pelanggaran-
pelanggaran ringan yang menurut sifatnya tidak memerlukan proses peradilan, seperti pengurangan takaran
timbangan, kendaraan yang melebihi kapasitas angkut, dan lainnya. Dan ketiga, kekuasaan Al-Madzalim,
yaitu lembaga yang dibentuk untuk membela dan menyelesaikan perkara akibat kesewenangan penguasa,
pejabat, hakim, atau lainnya.12 Sementara penyelesaian perkara diluar kekuasaan kehakiman dapat
dilakukan melalui as-sulhu (perdamaian) atau at-tahkim (arbitrase). Upaya-upaya di atas berdasarkan dalil-
dalil syar’I, diantaranya: a. Quran Surat Al-Maidah Ayat 49 ‫ …… ِْﻣﺄْ َ َھوا َء ِه َِ َﺗﺗب َِْﻋ َو ِّ َﻟل ِأَ َﻧز َﻟِب َﻣﺎ َِ ْﺑ َﯾﻧﮫ ﻣِﻣﭑْﺣكِ َِوأَ ِن‬Artinya:
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka….. 12 Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan
Hukum Positif, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 29-30. 13 b. Quran Surat An-Nisa Ayat 35 َِ ‫ب‬ َ ْ َ ۟ ‫َْ ِﺑ َﯾﻧﮫ َم ِا ِ واو‬
ْ ّ
‫ب َ ح ِ ْ ۟ َ ا َء ۟ َ ۢ ِن ِٱ َﻟل ِفِ ِأَم ا َ ِءإ َم ل َِﺗف‬ ْ
َ ْ َ ۟ ‫ئ َ َﻓت ان ِ ِ ِٱ َﻣت ِ َْ ِﺗب ت َ واو َِل ۟ َ ِ َ ِٱق ْت َا ل َُ ه َﻣ ِﺎ َل ِإ ْح َ ْ َِ ۟ َ ۢ َ َﻧِب َِ ْﺑ َﯾﻧﮫ َم ِا واِو‬ ْ َ ‫ح ِ ن َﯾﻧِﭑْاَ َﺗ‬
ِ ‫ت واو ِم َﻧِﭑﻣم ْ م َوإ َﻧِطﺎ‬
ْ
‫ﯾن ِْ ط ِْٱﻣم ِط ِ ِإ َﻧِﭑ ّ َﻟ َﻠِﻲ ح او و َِوأَا ط ب ْٱ َﻣﻊ ْ ل‬ ِ َ ‫ ََﺣت ل‬Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap
yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.
Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil;
sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. c. Quran Surat An-Nisa Ayat 35 َِ‫َﺣ ًﻛم ِا ﱢم ْ ِﻧﺄْ َ َه ِ ۟ َ ْٱ َﺑﻊ و ِاو‬
ّ ْ ۟ ّ
14 ‫ﻛﺎن‬ ِ َ ِ‫ َم ِا َِا َِﺑْﯾن ه ْف ت ِْﻣش َوإ ْ ِﻧت ِٱ َﻟل ِ ِ ﱢ ًﺣﺎِي َو ي َ ا ِإ ْ َل ََو َﺣ ًﻛم ِا ﱢم ْ ِﻧﺄ َ َه َه ا ِإ ﻧِﻲ ا َ ﯾًﻣﺎَِﺗب ﯾًﺎا َُ َ ْﺑ َﯾﻧﮫ َﻣﺎ ِِۗإ َ ِﻧﭑ َﻟ َﻠ‬Artinya: Dan jika kamu
khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
َ
Mengenal. d. Hadist Riwayat Tirmidzi ًَْ‫ون ََﺣﺎاًﻣﺎَِو ْاﻣم‬ ِ َ ‫ﺣﺎ َ َِﺣﺎ َِﻣﺣﺎ َﻟ ِ ًﻸ ْ ِوأَﺣ ِ َل ﯾ َ ِﻧﺈ ِ َل ْ َ م َِﺑْﯾ َ ِﻧﺎْﻣم َِﺟﺎئ ِز ْ َ ِح اَم ط ِْﻣﺈ َﻟِ ْﺷﺎًطﺎ َ َِﺣﺎ َِﻣﺣﺎ َﻟ ِ ًل ه وط َ ِش ا َُ ْ َ م‬
َ
‫أَ ْ ِوأﺣ َﻠِ َﺣﺎاًﻣﺎ‬. Artinya: Bahwa perjanjian diantara orang-orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian menghalalkan
yang haram dan mengharamkan yang halal, dan orang muslim itu boleh bermuamalah sesuai syarat- syarat
mereka, kecuali muamalah yang mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram. 15 2.
Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Di Indonesia,
Pengadilan Agama diberikan kewenangan sebagai pengadilan yang berhak menyelesaikan sengketa bisnis
syariah. Hal ini semenjak tahun 2006 dengan telah dilakukan amandemen atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, kewenangan Peradilan
Agama menjadi diperluas. Pengadilan Agama disamping berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan sengketa di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
perkawaninan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, dan shadaqah, juga memiliki kewenangan pula untuk
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa di bidang ekonomi syariah, sebagaimana yang tertera
dan diatur dalam Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tersebut, dengan bunyi adalah sebagai berikut:13 Yang dimaksud dengan
ekonomi syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara
lain meliputi: 13 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, Penjelasan Pasal 49 huruf (i). 16 a. Bank syariah; b.
Lembaga keuangan mikro syari’ah; c. Asuransi syariah; d. Reasuransi syariah; e. Reksa dana syariah; f.
Obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah; g. Sekuritas syariah; h. Pembiayaan
syariah; i. Pegadaian syariah; j. Dana pensiunan lembaga keuangan syariah; dan k. bisnis syariah. Bila
melihat dari penjelasan di atas, menurut penulis dapat dipahami bahwa Pengadilan Agama berwenang
menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Kewenangan tersebut mencakup semua bidang ekonomi
syariah, termasuk di bidang perbankan syariah. Di tahun 2008, hadir Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, memperkuat kewenangan dari Pengadilan Agama. Sebagaimana yang
diterangkan dalam Pasal 55 (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 bahwa penyelesaian sengketa
perbankan syariah dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Namun, di ayat yang lain
juga memberikan peluang dan kesempatan kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan
perkara mereka di luar Pengadilan Agama apabila disepakati bersama dalam isi akad, hal ini sebagaimana
yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 21 17 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah Pasal 55 ayat
(2), yang berbunyi sebagai berikut:14 Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa
selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad. .
Sengketa tersebut bisa diselesaikan melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain dengan syarat harus sesuai dengan apa yang diatur dalam
Pasal 55 (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dimana dijelaskan
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada Pasal 55 ayat (2) di atas tidak boleh bertentangan
dengan prinsip syariah. C. PERTIMBANGAN HUKUM ATAS PUTUSAN PERKARA SENGKETA BISNIS
SYARIAH 1. Kasus Posisi Penelitian ini berdasarkan studi kasus terhadap Putusan Kasasi Mahkamah Agung
Nomor 700 K/Ag/2019, dimana para pihak yang bersengketa adalah antara Didik Herniawan, S.T., selaku 14
Republik Indonesia, Loc. Cit., Pasal 55 ayat (2). 18 Debitur/nasabah yang berusia 45 tahun, agama Islam,
pekerjaan Wiraswasta, tempat tinggal di Mojo Klanggru Kidul Blok D Nomor 15 Kelurahan Mojo, Kecamatan
Gubeng, Kota Surabaya yang dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya yang bernama Isya Julianto, S.H.,
M.H., advokat pada Kantor Amanah Law Office dengan PT. Bank Syariah Mandiri selaku Kreditur/Bank dalam
perkara sengketa perjanjian pembiayaan Al Musyarakah dengan nomor 102 yang ditandatangi pada tanggal
16 Juni 2011 dibuat di hadapan Notaris/PPAT di Kota Surabaya dengan total nilai platfond sebesar Rp.
1.500.000.000,- (satu milyar lima ratus juta rupiah) dengan jaminan fidusia berupa: a. Mobil Daihatsu Xenia,
tahun 2008 b. Mobil Honda Civic Tahun 2006 c. Tagihan piutang non efektif Projek Konstruksi dari Surat
Pemesanan Order Ruko Krian Trade Center. d. Sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan
sebidang tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2 Dimana kasus posisi perkara ini
adalah terjadi pada proses pembayaran pada angsuran pelaku usaha dan konsumen yang telah sepakat
memiliki hak dan kewajiban masing masing, yang mana PT. 19 Bank Syariah Mandiri sebagai Kreditur berhak
memperoleh pembagian keuntungan hasil usaha berdasarkan akad perjanjian pembiayaan Al Musyarakah
sesuai kesepakatan dalam perjanjian tersebut selama 12 bulan terhitung sejak tanggal 14 Juni 2013 hingga
tanggal 14 Juni 2014. Namun usaha dari Didik Herniawan, S.T., selaku Debitur/nasabah mengalami kesulitan
keuangan pada sekitar awal 2014 sehingga sering mengalami gagal bayar dan tidak dapat membayar bagi
hasil sebagaimana kesepakatan yang telah diperjanjikannya dengan PT. Bank Syariah Mandiri sebagai
Kreditur/Bank dan karenanya terjadilah wanprestasi. Akibat hal tersebut maka pihak bank dalam hal ini PT.
Bank Syariah Mandiri bermaksud melakukan pelelangan atas angunan milik dari debitur atas nama Didik
Herniawan, S.T. yang dijaminkan berupa sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebidang
tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2 tersebut. Atas keinginan dari PT. Bank Syariah
Mandiri yang akan melakukan pelelangan tersebut, Didik Herniawan, S.T., melalui kuasa hukumnya yang
bernama Isya Julianto, S.H., M.H., advokat yang berkantor di Amanah Law Office yang beralamat di Perum
Pondok Benowo Indah FK-05 Kota Surabaya, mengajukan gugatan di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Surabaya hingga melakukan 20 Banding ke Pengadilan Tinggi Agama Surabaya bahkan hingga Kasasi ke
Mahkamah Agung. 2. Putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor 3523/Pdt.G/2018/PA.Sby Didik
Herniawan, S.T., melalui kuasa hukumnya yang bernama Isya Julianto, S.H., M.H., advokat yang berkantor di
Amanah Law Office yang beralamat di Perum Pondok Benowo Indah FK-05 Kota Surabaya berdasarkan surat
kuasa tertanggal 29 Juli 2018 yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Surabaya dengan
nomor registrasi perkara 3523/Pdt.G/2018/PA.Sby., yang melakukan gugatan atas keberatan dari Penggugat
terhadap pelelangan atas angunan bermaksud melakukan pelelangan atas angunan milik dari debitur atas
nama Didik Herniawan, S.T. berupa sebidang tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebidang tanah
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2 yang dijaminkan tersebut. Padahal menurut Penggugat
berdasarkan akad perjanjian pembiayaan Al Musyarakah sesuai kesepakatan, tertera dengan jelas dalam
salah satu klausul pasal perjanjian tersebuut yaitu di Pasal 15 diatur bahwa dalam hal terjadi perselisihan
yang tidak dapat diselesaikan dengan cara musyawarah maka penyelesaian perselisihan menunjuk Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) 21 atau Badan Arbiterase Syariah Nasional (BASYARNAS) terlebih
dahulu bukan dengan cara langsung melakukan pelelangan atas jaminan berupa a. Sebidang tanah dengan
Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebidang tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2.
Sedangkan eksepsi yang dilakukan oleh PT. Bank Syariah Mandiri sebagai Kreditur/Bank dalam hal ini
kapasitasnya sebagai Tergugat, menjelaskan bahwa Tergugat telah berkali-kali menyampaikan surat
peringatan kepada Didik Herniawan, S.T. selaku penggugat, namun penggugat tidak juga melaksanakan
kewajibannya, maka Tergugat menyatakan bahwa penggugat telah cidera janji kepada Tergugat, sehingga
termasuk melakukan pelelangan terhadap jaminan Penggugat berupa sebidang tanah dengan Sertifikat Hak
Milik (SHM) dan sebidang tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2: Tergugat berhak
melakukan tindakan hukum apapun termasuk melakukan pelelangan atas jaminan sebidang tanah dengan
Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sebidang tanah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) seluas 188 m2
tersebut. Pertimbangan hukum dari majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut dengan
putusan Pengadilan Agama Surabaya dengan Nomor 3523/Pdt.G/2018/PA.Sby, Majelis Hakim 22 dapat
menyimpulkan bahwa sebenarnya antara Tergugat dan Penggugat mempunyai satu keinginan yang sama
yaitu menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini dengan jalan musyawarah mufakat, bila tidak terselesaikan
baru ditempuh penyelesaiannya melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) sebagaimana
kesepakatan para pihak yang tertuang dalam Pasal 15 Akad Pembiayaan Al Musyarakah Nomor 102 tanggal
16 Juni 2011. Majelis Hakim menilai bahwa Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) lahir pada tanggal
21 Oktober 1993 yang kemudian diperbaiki sistemnya dan diperbaharui namanya menjadi BASYARNAS
sebagaimana Keputusan Majelis Ulama Indonesia Nomor Kep-09/MUI/XII/2003 pada tanggal 24 Desember
2003, sehingga kesepakatan para pihak yang tertuang dalam Pasal 15 Akad Pembiayaan Al Musyarakah
Nomor 102 tanggal 16 Juni 2011 seharusnya tertulis Badan Arbiterase Syariah Nasional (BASYARNAS), dan
secara hukum harus dibaca BASYARNAS. Majelis Hakim juga menilai bahwa pengajuan gugatan atas
sengketa ini pun ditolak karena kompetensi absolut dari sengeta ini sesuai dengan kesepakatan para pihak
yang tertuang dalam Pasal 15 Akad Pembiayaan Al Musyarakah Nomor 102 tanggal 16 Juni 2011 yaitu
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah ini dengan jalan 23 musyawarah mufakat, bila tidak terselesaikan
baru ditempuh penyelesaiannya melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang secara hukum
harus dibaca Badan Arbiterase Syariah Nasional (BASYARNAS). Maka sesuai dengan fakta-fakta dalam
persidangan, dan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan
perkara ini dengan amar putusan, mengadili: a. Dalam Eksepsi: 1) Mengabulkan eksepsi Tergugat. b. Dalam
Pokok Perkara: 1) Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima; 2) Menghukum Penggugat untuk
membayar biaya perkara ini sejumlah Rp 2.141.000,- (dua juta seratus empat puluh satu ribu rupiah). 3.
Putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor 3523/Pdt.G/2018/PA.Sby Didik Herniawan, S.T., melalui kuasa
hukumnya yang bernama Isya Julianto, S.H., M.H., advokat yang berkantor di Amanah Law Office yang
beralamat di Perum Pondok Benowo Indah FK-05 Kota 24 Surabaya berdasarkan surat kuasa tertanggal 29
Juli 2019 melakukan Banding atas putusan dari Pengadilan Agama Surabaya tersebut, dengan registrasi
perkara di Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dengan Nomor 80/Pdt.G/2019/PTA.Sby. Berdasarkan fakta
dalam persidangan, dan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan
perkara ini, maka Majelis Hakim yang memriksa dan memutus perkara dengan nomor perkara
80/Pdt.G/2019/PTA.Sby. dengan amar putusan, mengadili: a. Menyatakan permohonan Banding Pembanding
dapat diterima; b. Menguatkan putusan Pengadilan Agama Surabaya Nomor 3523/Pdt.G/2018/PA.Sby
tanggal 06 Desember 2018 Masehi bertepatan dengan tanggal 28 Rabiulawal 1440 Hijriyah dengan
perbaikan amar putusan, sehingga bunyi putusan selengkapnya sebagai berikut: c. Dalam Eksepsi 1)
Mengabulkan eksepsi Tergugat/Terbanding; 2) Menyatakan Pengadilan Agama Surabaya tidak berwenang
mengadili perkara a quo; 25 d. Dalam Pokok Perkara 1) Menyatakan gugatan Penggugat/Pembanding tidak
dapat diterima (Niet Onvankelijke Verklaard); 2) Menghukum kepada Penggugat untuk membayar biaya
perkara pada tingkat pertama sejumlah Rp. 2.141.000,- (dua juta seratus empat puluh satu ribu rupiah); 3)
Menghukum kepada Pembanding untuk membayar biaya perkara e. ditingkat banding sejumlah Rp. 150.000,-
(seratus lima puluh ribu rupiah). 4. Putusan Mahkamah Agung Nomor 700 K/Ag/2019 Didik Herniawan, S.T.,
melalui kuasa hukumnya yang bernama Isya Julianto, S.H., M.H., advokat yang berkantor di Amanah Law
Office yang beralamat di Perum Pondok Benowo Indah FK-05 Kota Surabaya pun kembali merasa tidak puas
dan tidak mendapatkan keadilan, oleh karenanya Dia melalui kuasa hukumnya kembali melakukan
perlawanan dengan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung dengan registrasi perkara nomor 700
K/Ag/2019. 26 Majelis Hakim Mahkamah Agung yang memeriksa dan memutus perkara tersebut memberikan
pertimbangan hukum bahwa putusan judex facti/Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dalam perkara tersebut
tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang- undang, maka permohonan kasasi yang
diajukanPemohon Kasasi, Didik Herniawan, S.T., tersebut harus ditolak. Majelis Hakim Mahkamah Agung
yang memeriksa dan memutus perkara tersebut memberikan pertimbangan hukum bahwa memperhatikan
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang
bersangkutan, maka memutus perkara ini dengan amar putusan menolak permohonan Kasasi dari Pemohon
Kasasi, Didik Herniawan, S.T. Menurut penulis, pertimbangan majelis hakim yang memeriksa dan memutus
perkara baik di tingkat pemeriksaan Pengadilan Agama Surabaya, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya
bahkan hingga 27 Mahkamah Agung sudah sesuai dengan Hukum Acara atau Hukum Formiil dari Perbankan
Syariah yang memutus perkara mengacu kepada Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dimana diatur bahwa
Pengadilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Dan diperinci dalam
penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang dimaksud dengan ekonomi syariah
adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi bank
syari’ah atau bisnis syariah. Disamping itu juga mengacu kepada Pasal 55 (2) Undang- Undang Nomor 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang memberi peluang kesempatan kepada para pihak yang
bersengketa untuk menyelesaikan perkara mereka di luar Pengadilan Agama apabila disepakati bersama
dalam isi akad. Sengketa tersebut bisa diselesaikan melalui musyawarah, mediasi perbankan, Badan
Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain dengan syarat harus sesuai dengan apa
yang diatur dalam Pasal 55 (3) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dimana
dijelaskan penyelesaian sengketa sebagaimana 28 dimaksud pada Pasal 55 ayat (2) di atas tidak boleh
bertentangan dengan prinsip syariah. Menurut Penulis, pertimbangan hukum majelis hakim yang memeriksa
dan memutus perkara tersebut sudah benar dengan mengacu kepada yang isinya sesuai kesepakatan para
pihak tersebut atau dalam hal ini sesuai dengan Pasal 1338 (1) KUHPerdata, azas kebebasan
berkontrak/freedom of contract/contracts vrijheid dan juga azas konsensualime. 29 BAB III PENUTUP A.
KESIMPULAN Bisnis syari’ah adalah serangkaian aktivitas jual beli dalam berbagai bentuk kepemilikan
barang atau jasa yang dibatasi cara memperoleh dan menggunakannya. Artinya, dalam mendapatkan harta
dan menggunakannya tidak boleh dengan cara-cara yang diharamkan Allah, namun justru harus mewujudkan
ukhuwah islamiyah, dan menerapkan aspek qimah khuluqiyah dalam aktivitas bisnis. Pengertiannya, setiap
aktivitas bisnis haruslah dapat melahirkan nilai-nilai akhlak karimah, bukan semata-mata terjadi hubungan
fungsional atau profesional. Namun seiring perkembangan globalisasi dan modernisasi dewasa ini, semakin
maraknya kegiatan dan transaksi-transaksi bisnis syariah yang terkadang justru menimbulkan sengketa.
Untuk menanggulangi adanya perkara sengketa dalam bisnis syariah, Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
telah hadir dan memberikan gambaran dan secara jelas mengatur bahwa Pengadilan agama bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang- 30 orang
yang beragama Islam di bidang ekonomi syariah. Dismaping itu, bila kita lihat hal yang lebih rinci ada dalam
penjelasan Pasal 49 huruf (i) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, yang dimaksud dengan ekonomi syariah
adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi bank
syari’ah atau bisnis syariah. Dan dilengkapi oleh Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah dalam Pasal 55 ayat (1), bahwa Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah dilakukan oleh
pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Kemudian Pasal 55 ayat (2) menjelaskan bahwa dalam hal
para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi Akad. Pilihan dalam upaya penyelesaian sengketa bisnis
syariah dapat menggunakan jalur alternatif sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (3), bahwa sepanjang
penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan Prinsip
Syariah. B. SARAN Pastikan terdapat klausul pada akad perjanjian dalam aktifitas bisnis syariah
mengutamakan opsi penggunaan jalur alternatif untuk penyelesaian sengketa bisnis syariah sebagaimana
yang telah dijelaskan 31 dalam Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah sebagai tahapan awal langkah penyelesaian sengketa, karena efektif dan efisien, perkaranya lebih
terjaga dan tidak terekspos keluar juga hal ini didukung dengan adanya arbiter-arbiter yang handal dan dapat
dipilih sesuai keinginan dan keyakinan. 32 DAFTAR PUSTAKA A. Perundang-undangan Republik Indonesia,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 22. Republik Indonesia, Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 94. Republik Indonesia, Mahkamah Konstitusi, Putusan Perkara No. 93/PUUX/2013. B. Buku
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, Asmuni dan Siti Mujiatun, Bisnis Syariah:
Suatu Alternatif Pengembangan yang Humanistik dan Berkeadilan, Medan: Perdana Publishing, Cetakan
Ketiga, 2016. Gatot Soemartono, Arbitrase & Mediasi di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2006.
33 H.R. Daeng Naja, Akad Bank Syariah, Cetakan Pertama, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011. Jimmy
Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Jakarta: Visimedia, 2011. Muhammad
Syafi’i Antonio, Bank Syariah; Suatu Pengenalan Umum, Tazkia Institut, 1999. Peter Mahmud Marzuki,
Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media, 2011. Rahmat Rosyadi, Arbitrase dalam Perspektif
Islam dan Hukum Positif, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002. C. Jurnal dan Makalah Hardy Taher.,
“Penyelesaian Sengketa Antara Bank Syariah dan Nasabah pada Pembiayaan Berdasarkan Akad
Mudharabah di PT. Bank Syariah Mandiri”, Lex Privatum, No. 3, Vol. III, Juli-September 2015. Rizki Faza
Rinanda, dkk., “Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah Melalui Badan Arbiterase Syariah Nasional
(BASYARNAS)”, Pactum Law Journal, No. 2, Vol. 1, 2018.

Plagiarism Detector
Your right to know the authenticity!

Anda mungkin juga menyukai