Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dampak negatif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


sangatlah besar, yang berpengaruh terhadap ekonomi, politik, sosial, hukum dan
agama. Di era modern dan globalisasi ini dunia semakin terlihat kebebasannya
untuk berinteraksi baik nasional maupun internasional sehingga memungkinkan
masyarakat untuk terpengaruh dalam hal yang pada dasarnya membawa
kehancuran, sebagai akibat kurangnya pemahaman dan ilmu pengetahuan dalam
diri masyarakat Indonesia sehingga dapat dimanfaatkan oleh bangsa lain sebagai
bahan penjajahan modern yakni secara mental.

Salah satu dampak negatif yang mempengaruhi segi sosial, hukum dan
agama adalah munculnya Minuman Keras (Miras) yang beralkohol juga
Narkotika dan Obat-obatan Terlarang (Narkoba) yang mengandung zat-zat kimia
terlarang yang menimbulkan kemudharatan yang mempengaruhi daya nalar
manusia dalam berfikir, perusakan terhadap mental, jiwa, harta dan keyakinan
yaitu miras dan narkoba. Dengan berbagai model dan bentuk yang ditawarkan
dengan berbagai efek dari tiap jenisnya yang sangat menarik di kalangan terutama
pemuda dilatar belakangi oleh pendidikan yang rendah dan pergaulan yang
kurang baik, sehingga dimanfaatkan oleh para pengedar Narkotika untuk
memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dan menghancurkan moral
manusia.

Hukum positif telah menjelaskan mengenai pengertian, jenis, serta efek dari
m i r a s d a n narkoba. Disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 1 menyebutkan: 1
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

1
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, Pasal 1
angka (1).
1
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan kedalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang-Undang ini.

Dan dalam hukum Islam, miras dan narkoba pun dipandang sebagai zat yang
sangat berbahaya. Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis tidak disebutkan secara
langsung masalah narkoba, akan tetapi karena baik sifat maupun bahaya yang
ditimbulkannya oleh penyalahgunaan narkoba sama bahkan lebih dahsyat dari
minuman keras (miras) atau khamar, maka ayat-ayat al-Qur’an dan hadis-hadis
Rasulullah yang melarang atau mengharamkan minuman keras atau khamr dapat
dijadikan dasar atau dalil terhadap dilarang dan diharamkannya penyalahgunaan
miras dan narkoba.2 Sehubungan dengan hal di atas, miras dan narkoba dalam
pandangan hukum Islam, adalah haram, dengan alasan karena menimbulkan
bahaya dan mudharat yang besar yang bisa mengancam dan merusak
keselamatan jiwa, akal, harta, dan keturunan, serta merusak keutuhan beragama,
walaupun di sisi lain mengandung manfaat tertentu misalnya untuk pengobatan,
bahan penelitian dan ilmu pengetahuan.

Hukum Islam yang disyariatkan Allah bertujuan untuk merealisasikan dan


melindungi kemaslahatan manusia, baik kemaslahatan individu maupun
kemaslahatan masyarakat. Kemaslahatan yang ingin diwujudkan oleh hukum
Islam itu menyangkut seluruh aspek. Kepentingan manusia yang oleh para ulama
mengklasifikasikannya menjadi tiga aspek; dharuriyat (primer), hajiyyat
(sekunder), dan takhsiniyyat (pelengkap).3 Aspek dharuriyyat merupakan aspek
yang paling asasi dalam kehidupan manusia. Dengan terganggunya aspek ini,
kehidupan akan menjadi kacau. Oleh karena itu, hukum Islam memberikan
perhatian khusus terhadap aspek ini.

Aspek-aspek tersebut meliputi agama, jiwa, keturunan dan harta benda.


Dalam menjamin dan melindungi hal-hal tersebut, Islam menetapkan sejumlah
aturan, baik berupa perintah maupun larangan. Aturan-aturan itu ada yang
bersifat ancaman hukuman di dunia dan ancaman hukuman di akhirat. Aturan-

2
Direktorat Diseminasi Informasi Deputi Bidang Pencegahan, Narkotika dalam Pandangan
Agama, Jakarta: Badan Narkotika Nasional, 2010, hlm. 15.
3
Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sulthaniyah, Cetakan Kedua, Kairo: Musthafa al-Babi al-Halabi,
1966, hlm. 219.
2
aturan mengenai pelanggaran dan kejahatan terisebut dalam hukum pidana Islam
dikategorikan dalam tindak pidana hudud. Di antara unsur penting dalam hukum
pidana Islam ialah perbuatan melawan hukum yang lazim dikenal dengan
uqubah.4 Jenis-jenis perbuatan melawan hukum itu sebagian besar telah
ditetapkan dalam Alquran dan sunnah. Salah satu di antaranya yang menyangkut
dengan Narkoba. Dalam hukum pidana Islam dikenal dengan tindak pidana
minum-minuman yang memabukkan (Khamar).

Narkotika dan obat-obat terlarang (Narkoba) saat ini bukan hanya dilakukan
oleh orang-orang yang ada di kota-kota besar seperti para artis, tetapi juga sudah
sampai pada pelosok-pelosok desa. Akibat dari mengkonsumsi Narkoba itu
sangat membahayakan, baik dilihat secara fisik maupun psikis. Di antaranya,
menyebabkan pengguna Narkoba menjadi malas, angan-angannya antara langit
dan bumi, antara harapan dan kenyataan yang dapat merusak cara dan gaya hidup
suatu masyarakat dan bangsa.

Hukum positif maupun hukum Islam memandang bahwa narkoba adalah


dilarang keberadaanya apabila disalahgunakan dan bukan untuk kemaslahatan
bahkan dilihat dari sisi kemaslahatan pun sebenarnya juga sangat kecil. Karena
memang dampak negatifnya sangatlah besar yang mengancam jiwa, akal, agama
dan harta manusia dan sulit sekali bahkan hampir tidak bisa disembuhkan dalam
waktu singkat dan kemungkinan besar sampai merenggut nyawa manusia yang
sangat banyak dalam sekali waktu. Oleh karena itu, dengan berdasarkan uraian di
atas maka Penulis mengangkat sebuah topik makalah dengan judul MIRAS DAN
NARKOBA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM
POSITIF.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraiankan pada latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

4
K.H. Ibrahim Hosen, Jenis-jenis Hukum dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Mizan, 1997,
hlm. 91.
3
1. Bagaimanakah miras dan narkoba dalam perspektif hukum Islam?

2. Bagaimanakah miras dan narkoba dalam perspektif hukum Positif?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh


penulisan makalah ini adalah mengetahui bagaimana miras dan narkoba dalam
perspektif hukum Islam dan hukum positif di Indonesia.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Miras dan Narkoba dalam Perspektif Hukum Islam

1. Pengertian Miras dalam Islam

Persamaan minuman keras dalam Bahasa Arab adalah Khamar, pengertiannya


dapat dilihat secara:

a. Etimologi

Secara etimologi, khamr berasal dari kata khamar yang bermakna satara,
artinya menutupi. Sedang khammara berarti memberi ragi. Adapun al-khamr
diartikan arak, segala yang memabukkan.5 Adapun menurut tafsir al-Lubāb
terdapat empat sebab mengapa disebut khamr. Pertama karena menutupi akal,
kedua dari kata khimār yang bermakna menutupi wanita, ketiga dari al-
khamaru yang berarti sesuatu yang bisa dipakai bersembunyi dari pohon dan
tumbuhan atau dengan kata lain semak-semak, dan yang keempat dari Khāmir
yang bermakna orang yang menyembunyikan janjinya.6

b. Terminologi

Terdapat berbagai qaul ulama mengenai pengertian khamr. Di dalam tafsir


al-Alūsī, disebutkan bahwa makna khamr ialah zat yang memabukkan dan
terbuat dari sari anggur atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi dan
menghilangkan akal.7 Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifah, yang
dimaksud khamr adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur
sesudah dimasak hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian
menjadi bersih kembali. Sari dari buih itulah yang memabukkan.8 Dengan

5
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progresif, 1997, hlm. 368.
6
Al-Maktabah al-Syamilah, Tafsir al-Lubāb, Jakarta: Pustaka Ridwan, 2008.
7
Al-Maktabah al-Syamilah, Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani, Jakarta: Pustaka Ridwan, 2008.
8
Ibid.
5
definisi ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa menurut Abu Hanifah jenis
minuman yang tidak terbuat dari anggur tidak disebut khamr melainkan
masuk kategori nabīdz. Ini juga merupakan pendapat ulama-ulama Kuffah, al-
Nakha’i, al-Tsauri dan Abi Laila. Namun menurut penulis sendiri, baik itu
khamr maupun nabīdz ketika mengandung zat yang dapat memabukkan dan
menghilangkan akal, maka hukumnya sama saja, yaitu haram, sebagaimana
sabda Rasulullah ketika ditanya Aisyah tentang hal tersebut.

Diriwayatkan dari Aisyah r.a, ia berkata, pernah ditanyakan kepada


Rasulullah SAW tentang bit’u (minuman keras yang terbuat dari madu dan
biasa dikonsumsi penduduk Yaman). Lantas Rasulullah saw. Bersabda:
Semua minuman yang memabukkan hukumnya haram.9 Yang menjadi illat
pada hadits tersebut adalah memabukkan. Oleh karena itu, minum nabīdz
selagi tidak memabukkan itu dipebolehkan. Adapun hadits yang
memperbolehkan meminum nabīdz adalah sabda Rasulullah yang
diriwayatkan dari al-Bukhari.

Sedangkan menurut al-Thabari dalam tafsirnya, al-khamr ialah segala


jenis minuman yang dapat menutupi akal.10 Adapun menurut jumhur ulama’
(Maliki, Syafi’i dan Hambali), yang dimaksud dengan khamr ialah semua
zat/barang yang memabukkan baik sedikit maupun banyak. Hal ini sesuai
dengan hadits Rasulullah saw dari Ibn Umar:11

Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu haram.
(H.R. Muslim). Setidaknya ada 26 sahabat yang meriwayatkan hadits
tersebut dengan berbagai macam lafadznya.

2. Pengertian Narkoba dalam Islam

Hukum narkoba secara khususnya tidak disebut melalui dalil tafsili dalam al-
Quran dan Hadis. Karenanya menurut kaedah istishab zat narkoba adalah sesuatu

9
Shahih al-Bukhari, Hadits No. 5158.
10
Al-Maktabah al-Syamilah, Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari, Jakarta: Pustaka Ridwan,
2008.
11
Shahih al-Bukhari, Hadits No. 3735.
6
yang suci dan boleh digunakan. Ini sesuai dengan kaedah fiqih, al-Aslu fi al-
‘Asya’ al-Ibahah yaitu hukum asal bagi setiap perkara adalah mubah melainkan
ada sandaran yang mengharamkannya (Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2005),
(Muhammad bin Daud, 1995).

Secara semula, ternyata Narkoba mempunyai manfaat yang tersendiri kepada


manusia khususunya di bidang kedokteran. Oleh itu, ia boleh digunakan dan
dimanfaatkan. Begitupun apabila Narkoba itu disalahgunakan serta terbukti
memberi dampak-dampak yang negatif terhadap akal manusia sebagaimana arak,
hukum Narkoba itu segera berubah selaras dengan prinsip fleksibilitas hukum
berdasarkan logikanya (‘Illah). Karenanya, hukum Narkoba berdasarkan ilmu usul
fiqih disebut sebagai al-hurmah li ghairih (Abdul wahab, t.t). Umumnya bukan
karena zatnya sebagaimana khinzir, tetapi merujuk kepada penyalahgunaannya.
Secara tradisinya dikaitkan melalui kias kepada pengharaman arak berdasarkan
persamaan keadaan ‘illah memabukkan (al-iskar) yang nyata merenggut fungsi
akal yaitu satu dari teras al-Kulliyat al-Khamsah.12

Dalam sejarah fiqih Islam, tidak terdapat dalil tafsili berkaitan pengharaman
narkoba dalam al-Quran dan Sunnah. Imam-Imam mujtahid dalam empat mazhab
yaitu Hanafiah, Maliki, Syafie dan Ahmad bin Hanbal juga tidak memberikan
pendapat khusus tentangnya menurut hukum syariat karena narkoba pada masa itu
masih belum dikenal. Pembahasan mengenai hukum penggunaan narkoba bermula
pada akhir kurun keenam hijriah dan sejak itu para ahli fiqih telah berijtihad untuk
mengeluarkan hukum syariat dengan cara mengkiaskannya kepada arak melalui
penelitian kepada dalil-dalil yang digunakan untuk pengharaman arak, ‘illah
pengharamannya dan keterkaitan antara arak dan narkoba dalam konteks
pengharamannya (Jami’ Hamid, 1999).

Narkotika dalam istilah bahasa Arab paling sedikit ada 3, yaitu al-
Mukhaddirât, al-aqâqir, dan hasyîsy. Narkotika alMukhaddirât, secara etimologi
berarti sesuatu yang terselubung, kegelapan atau kelemahan. Diambil dari kata al-
Khidr, yang berarti tirai yang terjurai di sudut ruangan seorang gadis. Kata

12
Lataefah Kasamasu, Analisa Dalil Pengharaman Narkoba dalam Karya-Karya Kajian
Islam Kontemporer, Wardah, Volume 18 Nomor 1, 2017, hlm. 43-44.
7
tersebut biasanya digunakan sebagai penirai rumah. Kata al-Mukhaddirât dapat
juga terambil dari kata al-Khadar, yang berarti kemalasan dan kelemahan. Al-
Khadir bentuk fâ’il atau subjek dari kata al-Khadar artinya orang yang lemah dan
malas.13

3. Miras dan Narkoba Menurut Hukum Islam

a. Tafsir Ahkam Surah Al Maidah Ayat 90-91 Terkait Miras dan Narkoba
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Maidah Ayat 90 sebagai
berikut:
‫َأخ م ر وَل ل ج‬ ‫َّ ج‬
‫وَ َألْا َأْ اَ ُ و ِج َأْ ٌ و‬
‫وَ َألْانَأصاوباُ ا‬
‫َأم يَأ س ر ا‬ ‫ين وآما ن ولو إجنَّ ام باول ل ا َأ ا ا‬ ‫يَاياباو أايُّ اه باول ل ذ ا‬
‫باْ تانجب وه و لاعا لَّك َأم وت َأف لج ح و انو‬ ‫جم ن وعا م جل َّ ج‬
‫وللش يَأ طابان و فا َأ‬ ‫َأ ا‬
yā ayyuhallażīna āmanū innamal-khamru wal-maisiru wal-anṣābu wal-azlāmu rijsum
min 'amalisy-syaiṭāni fajtanibụhu la'allakum tufliḥụn

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.” (Q.S. Al-Maidah : 90).

Dan dalam ayat berikutnya yaitu Al-Qur’an Surah Al-Maidah Ayat 91, sebagai
berikut:

‫ض باءا وفج ي ول ل ا‬
‫َأخ َأم رج و‬ ‫وَل لَأبا غَأ ا‬ ‫ان وي وقج عا وبا يَأ ناك م ول لَأعا اد او‬
‫لَ ةا ا‬ َّ ‫إجنَّ ام با وي رجيد‬
‫وللش يَأ طابان و أ َأ‬
‫وَعا جن ولل صَّ اَل ةج و ۖ و فا اه َألو و أانَأ ت َأمو و م نَأ تا ه و انو‬ ‫ج‬ ‫ج‬
‫وَياص َّدك َأم وعا َأن وذ َأك رج ولل لَّه ا‬
‫َل ل ج‬
‫َأم يَأ س رج ا‬
‫ا ا‬
innamā yurīdusy-syaiṭānu ay yụqi'a bainakumul-'adāwata wal-bagḍā`a fil-khamri
wal-maisiri wa yaṣuddakum 'an żikrillāhi wa 'aniṣ-ṣalāti fa hal antum muntahụn

Artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan


permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan
berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang;
maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Q.S. Al-Maidah :
91).

13
Ahmad Warson Munawwir, Loc. Cit.
8
b. Sebab Turunnya Ayat 90-91 Surah Al-Maidah Terkait Miras dan Narkoba

Pelarangan khamr dilakukan secara bertahap, mulai dari paling ringan terus
meningkat sampai kepada larangan yang bersifat qath’I (pasti yang tidak dapat
ditawar lagi) yakni QS. Al-Maidah ayat 90-91. Imam Ahmad telah meriwayatkan
sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah r.a.,ia telah mengatakan bahwa tatkala
Rasulullah SAW. Sampai di Madinah, para penduduknya terbiasa dengan
meminum khamar dan permainan judi.

Kemudian mereka menanyakan tentang kedua perbuatan itu kepada beliau


SAW, lalu setelah itu turunlah ayat 219 dari surat al-Baqarah yang berbunyi:
Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi, katakanlah keduanya itu
adalah dosa besar dan ada manfaatnya bagi manusia, dan (tetapi) dosanya lebih
besar daripada manfaatnya. Akan tetapi orang-orang mengatakan “Allah tidak
mengharamkannya, akan tetapi ia mengatakan bahwa perbuatan itu hanyalah dosa
yang besar saja”. Meraka masih tetap meminum khamr , sehingga pada suatu hari
seorang dari sahabat Muhajirin melakukan shalat magrib sebagai imam dari
teman-temannya, akan tetapi bacaan Al-Qurannya salah karena mabuk.

Setelah peristiwa itu Allah menurunkan ayat pengharaman khamr yang lebih
berat dari semula, yaitu firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa
yang kamu ucapkan…” (Surah An-Nisaa ayat 43). Maka ada pula sebagian
sahabat yang langsung meninggalkannya, sedang sebagian yang lain tidak
meminumnya pada waktu siang, melainkan hanya pada malam harinya saja ketika
hendak tidur. Hingga terjadinya suatu peristiwa yang menimpa dua kabilah dari
kalangan kaum Anshar yang gemar minum khamr. Imam Nasa-I dan imam
Baihaqi telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas. Ibnu Abbas telah
berkata: “sesungguhnya ayat pengharaman khamr itu diturunkan berkenaan
dengan peristiwa yang menimpa dua kabilah dari kalangan kaum Anshar yang
gemar minum khamr. Pada suatu hari mereka minum-minum khamr hingga
mabuk, sewaktu keadaan mabuk mulai menguasai mereka, sebagian dari mereka
mempermainkan sebagian lainnya.

9
Dan tatkala mereka sadar dari mabuknya, seseorang diantara mereka melihat
bekas-bekasnya pada wajah, kepala, dan janggutnya. Lalu ia mengatakan: “Hal itu
tentu dilakukan oleh si Fulan saudaraku.” Mereka adalah bersaudara, di dalam hati
mereka tidak ada rasa dengki atau permusuhan antara sesamanya. Selanjutnya
laki-laki tadi berkata: ‘Demi Allah, andai kata si Fulan itu menaruh belas kasihan
dan sayang kepadaku, niscaya ia tidak akan melakukan hal ini terhadap diriku.
Akhirnya setelah peristiwa itu rasa dengki mulai merasuk di dalam dada mereka,
lalu Allah SWT menurunkan ayat 90-91 dari surat al-Maidah ini. Baru setelah
turunnya ayat ini mereka mengatakan, 'Wahai Tuhan kami! Sekarang kami telah
berhenti.” Ada orang-orang yang bertanya, "Wahai Rasulullah! Bagaimana
dengan orang-orang yang telah gugur di jalan Allah sedangkan mereka mati dalam
keadaan melakukan suatu hal yang melampaui batas dengan meminum khamar
dan memakan dari hasil berjudi padahal Allah telah menjadikan kedua perbuatan
tersebut najis termasuk dari perbuatan setan."

Kemudian Allah SWT menurunkan ayat, "Tidak ada dosa bagi orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan
yang telah mereka makan dahulu..." (Q.S. Al-Maidah 93). Kemudian ada orang-
orang dari kalangan mutakallifin (orang-orang yang memaksakan dirinya)
mengatakan, "Khamar itu adalah keji sedang ia berada di dalam perut si polan
yang telah gugur pada perang Uhud," kemudian Allah SWT menurunkan ayat,
"Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh..."
(Q.S. Al-Maidah 93).

c. Kandungan Ayat Terkait Miras dan Narkoba

Adapun inti sari dari QS Al-Maidah (5): 90-91 yaitu antara lain:
1) Allah SWT melarang umatnya untuk meminum khamar, berjudi,
(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, karena
perbuatan tersebut merupakan perbuatan keji dan termasuk perbuatan
setan, agar ummatnya beruntung.
2) Alasan mengapa Allah mengharamkan meminum khamar dan berjudi bagi
orang-orang mukmin, yaitu: pertama, karena dengan perbuatan tersebut
setan ingin menimbulkan permusuhan, dan rasa saling membenci diantara
10
sesama manusia. Kedua, karena akan melalaikan mareka dari mengingat
Allah dan sholat.

d. Kandungan Hukum

Kandungan hukum yang terdapat di dalam QS Al-Maidah (5): ayat 90-91


yaitu: haram meminum khamar, berjudi, berkorban untuk patung-patung dan
mengundi nasib dengan menggunakan alat-alat yang menyerupai anak panah,
karena termasuk perbuatan keji dan perbuatan setan dan perbuatan itu dapat
menimbulkan permusuhan dan rasa saling membenci diantara sesama manusia
serta melalaikan manusia dari mengingat ALLAH dan shalat.

e. Kandungan Hikmah

Hikmah yang terkandung dalam Surah Al-Maidah ayat 90 – 91 antara lain:


1) Karena adanya pengharaman meminum minuman haram, sehingga kita tidak
akan melakukan perbuatan buruk seperti pelecehan, bahkan pembunuhan.
2) Kita juga akan terjauhi dari sehala macam penyakit yang dapat disebabkan
oleh minuman Khamar seperti kerusakan ginjal, dan lain-lian.
3) Melatih diri kita untuk sabar dan tenang dalam menghadapi berbagai tipuan
dunia.

f. Syarat berlakunya Hukuman Hudud

Hikmah yang terkandung dalam Surah Al-Maidah ayat 90 – 91 antara lain:

1) Berakal

Ini merupakan syarat pokok diberlakukannya suatu syari’at Ini


merupakan syarat pokok diberlakukannya suatu syari’at. Hal ini sejalan
dengan prinsip agama: ‫ل ه ع قل ال ل من دي ن ال‬, yang artinya: Tiada agama bagi
makhluk yang tidak memiliki akal.

Dengan artian apabila orang gila/tidak waras meminum khamr maka ia


tidak dijatuhi hukuman sebagaimana layaknya hukum yang berlaku bagi
orang yang waras.

11
2) Baligh

Bagi anak kecil yang belum dikategorikan baligh, apabila ia meminum khamr
dan sejenisnya maka golongan ini juga belum bisa dijatuhi hukuman. Hal ini
juga telah dijelaskan oleh Rasulullah dalam beberapa hadistnya.

3) Muslim

Secara syar’i, yang wajib dikenakan hukum hudud hanyalah bagi umat
muslim. Sedangkan untuk para non-muslim tidak dapat dikenakan hudud,
kecuali apabila itu sudah merupakan sebuah undang-undang yang wajib
ditaati oleh seluruh masyarakat yang tinggal di dalamnya. Namun, secara
syar’i tetap mereka tidak dikenai hukum hudud.

4) Mumayyiz
Mumayyiz adalah orang yang dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk.

5) Tidak dalam kondisi darurat


Apabila seseorang dalam keadaan darurat dan yang ada hanyalah khamr,
apabila ia tidak meminumnya, nyawanya akan terancam maka ketika ia
meminumnya demi menjaga keselamatan jiwanya ia tidak dikenai hukum
hudud selagi tidak melebihi batasan yang telah berlaku (hanya sekedar untuk
menyambung nyawa).

6) Tidak Tahu bahwa itu adalah khamr


Bagi orang yang benar-benar tidak tahu bahwa yang telah diminumnya adalah
khamr, maka ia juga tidak dihukum hudud.

Sifat khamar itu memabukkan, demikian juga dengan narkoba juga


mempunyai sifat yang sama dengan khamar, maka hukumnya sama dengan
hukum khamar yaitu haram. Ibnu Taimiyah secara panjang lebar menjelaskan
tentang keburukan benda- benda yang memabukkan, termasuk dalam hal ini
narkoba, orang-orang yang memakainya termasuk orang yang dimurkai oleh
Allah swt, Rasul-Nya dan kaum muslimin. Benda-benda itu mengandung

12
keburukan baik bagi agama, akal, moral, dan watak pelakunya. Benda
memabukkan itu juga merusak watak, sehingga timbul manusia-manusia menjadi
tidak waras akalnya dan rendah budi serta bermacam- macam penyakit akhlak
lainnya.14

Abu Musa al-Asy'ari berkata; "Wahai Rasulullah beri kami fatwa tentang dua
jenis minuman yang dibuat orang di Yaman, bit yaitu madu yang diberi ragi, dan
mizn yang dibuat dari biji-bijian yang juga diberi ragi sehingga menjadi minuman
keras". Menurut Abu Musa, Rasulullah telah memberi keputusan yang sabdanya:
artinya: Setiap yang memabukkan adalah haram.15 Dari hadis yang dikemukakan
di atas yang berkenaan dengan benda-benda yang merusak akal dan memabukkan
tanpa membedakan jenis tertentu dengan yang lainnya, dan tanpa terikat terhadap
yang dimakan atau diminum. Benda-benda itu adakalanya dilarutkan dengan air
kemudian diminum, dan adakalanya dimakan, semua jenis benda itu haram
hukumnya.

B. Miras dan Narkoba dalam Perspektif Hukum Positif

1. Pengertian Miras (Minuman Beralkohol)

Negara memberikan penjelasan terhadap definisi dari minuman keras (miras)


atau minuman beralkohol, dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol,
menggantikan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Minuman Beralkohol pada Pasal 1. PerPres tersebut menjelaskan
bahwa minuman keras adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol
(C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
Minuman keras adalah minuman yang mengandung etanol. Etanol sendiri adalah

14
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, diterjemahkan oleh Muhammad Nabhan Husain dengan judul,
Fiqh Sunnah, Bandung: PT. al-Ma'arif, 1984, hlm. 63.
15
Al Imam Abu Husain Muslim Ibn Hajjaj Al Qusyair an-Naisabur, Sahih Muslim, Juz. II,
Beirut: Dar al-Kitab al-Ilmiyyah, hlm. 941.
13
bahan psiko aktif dan apabila dikonsumsi dapat menyebabkan penurunan
kesadaran.

Minuman keras beralkohol adalah salah satu jenis NAZA (Narkotik, Alkohol
dan Zat Adiktif) yang dalam bentuk minuman keras yang mengandung alkohol
tidak peduli berapa kadar alkohol didalamnya. Alkohol termasuk zat adiktif yang
artinya zat tersebut dapat menimbulkan adiksi (Addiction) yaitu ketagihan atau
ketergantungan atau ketagihan. Penyalahgunaan/ketergantungan NAZA jenis
alkohol ini dapat menimbulkan gangguan mental organik yaitu gangguan dalam
fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku.

Gangguan mental organik ini disebabkan langsung oleh alkohol pada neuro-
transmitter sel-sel saraf pusat otak. Alkohol merupakan zat yang paling sering
disalahgunakan manusia, diperoleh atas peragian (fermentasi) dari madu, gula,
sari buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh sampai 15%
tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar yang lebih
tinggi bahkan mencapai 100%. Kadar dalam darah maksimum dicapai 30-90
menit. Setelah diserap, etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan dan cairan
tubuh. Dengan peningkatan kadar dalam darah orang akan menjadi depresi.16

Menurut catatan arkeologi, minuman beralkohol sudah dikenal manusia sejak


kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Minuman beralkohol merupakan bagian dari
kehidupan sehari-hari pada berbagai kebudayaan tertentu. Di Indonesia dikenal
minuman keras yaitu tuak, ciu, sipo, arak dan cap tikus. Alkohol adalah zat
penekan susuan syaraf pusat meskipun dalam jumlah kecil mungkin mempunyai
efek stimulasi ringan Bahan psikoaktif yang terdapat dalam alkohol adalah etil
alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi madu, gula sari buah atau umbi
umbian.

Alkohol dapat dibuat melalui proses fermentasi (peragian) berbagai jenis


bahan yang mengandung gula, misalnya buah-buahan (seperti anggur dan apel),
biji-bijian (seperti beras dan gandum), umbi-umbian (seperti singkong), dan

16
Hartati Nurwijaya & Zullies Ikawati, Bahaya Alkohol, Elex Media Komputindo, Jakarta,
2010, hlm. 18.
14
madu. Melalui proses fermentasi dapat diperoleh alkohol dengan kadar 14%.
Alkohol dengan kadar yang lebih tinggi dapat diperoleh melalui penyulingan.
Selain melalui proses fermentasi, alkohol juga dapat dibuat dari etena, suatu
produk dari minyak bumi. Soejono Dirjosisworo menjelaskan, sesuai dengan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2013 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, bahwa minuman keras
berdasarkan kadar alkohol di bagi 3 bagian:

a. Minuman Beralkohol golongan A adalah minuman yang mengandung etil


alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5% (lima
persen);

b. Minuman Beralkohol golongan B adalah minuman yang mengandung etil


alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 5% (lima persen)
sampai dengan 20% (dua puluh persen); dan

c. Minuman Beralkohol golongan C adalah minuman yang mengandung etil


alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar lebih dari 20% (dua puluh
persen) sampai dengan 55% (lima puluh lima persen).

2. Pengertian Narkoba

Secara etimologis istilah narkotika berasal dari kata marke (Bahasa Yunani)
yang berarti terbius sehingga menjadi patirasa atau tidak merasakan apa-apa lagi.
Yang dimaksud dengan narcotic adalah a drug that dulls the sense, relieves pain,
induces sleep, and can produce addiction in varying degrees (Sudargo, 1981).
Yang dimaksud dengan narkoba menurut undang-undang ini adalah zat atau obat
yang berasal dari tanaman atau bukan dari tanaman, baik sintetis maupum maupun
semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan
dengan keputusan Menteri Kesehatan. Narkoba adalah singkatan dari narkotika

15
dan obat/bahan berbahaya. Selain narkoba, istilah lain yang diperkenalkan
khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang
merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif. Semua istilah
ini, baik narkoba atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya
mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya.

Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa


dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obatobatan untuk
penyakit tertentu. Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah.
Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat
narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dan dijelaskan secara
lebih pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal
1, bahwa narkoba atau Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-
Undang ini.17

a. Jenis-jenis Narkotika dan Psikotropika

1) Jenis-jenis Narkotika

a) Golongan I

Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan


pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan
ketergantungan. Contohnya adalah:

i. Heroin
Heroin ini merupakan turunan morfin yang sudah mengalami
proses kimiawi. Pada mulanya heroin ini digunakan untuk

17
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Pasal
1 angka (1).
16
pengobatan ketergantungan morfin, tetapi kemudian terbukti
bahwa kecanduan heroin justru lebih hebat. Morfin atau heroin
disebut juga putaw. Bentuknya seperti serbuk putih tidak berbau.

ii. Kokain
Efek dari penggunaan kokain dapat menyebabkan paranoid,
halusinasi serta berkurang rasa percaya diri. Pemakaian obat ini
akan merusak saraf di otak. Selain memperburuk sistem
pernafasan, penggunaan yang berlebihan sangat membahayakan
dan bisa membawa kematian. Kokain yang turunannya putaw
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

iii. Ganja
Ganja yang dikenal juga dengan nama cannabis sativa pada
mulanya banyak digunakan sebagai obat relaksan untuk mengatasi
intoksikasi (keracunan ringan). Bahan yang digunakan dapat
berupa daun, batang dan biji, namun kemudian disalahgunakan
pemakaiannya. Ganja dapat membuat ketagihan secara mental dan
berfikir menjadi lamban dan pecandunya nampak bodoh karena zat
tersebut dapat mempengaruhi konsentrasi dan ingatan serta
kemampuan berfikir menjadi menurun.

b) Golongan II

Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan


terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah:

i. Morfin
Morfin merupakan turunan opium yang dibuat dari hasil
pencampuran getah poppy (papaver sormary ferum) dengan bahan
kimia lain, sifatnya jadi semi sintetik. Morfin merupakan zat aktif
dari opium. Di dalam dunia kedokteran, zat ini digunakan untuk

17
mengurangi rasa sakit pada waktu dilakukannya pembedahan atau
operasi. Ketika pecah perang saudara di Amerika Serikat pada
tahun 1856, zat ini digunakan untuk serdadu yang luka, yang
mengurangi rasa sakit. Akan tetapi efeknya yang negatif maka
penggunanya diganti dengan obat-obatan sintetik lainnya.

c) Golongan III

Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan


dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya
adalah :

i. Kodein
Kodein adalah sejenis obat yang digunakan untuk mengobati
nyeri sedang hingga berat. Efek sampingnya dapat mengecam jiwa,
seperti halnya senyawa opiat lainnya adalah depresi saluran
pernapasan.

2) Jenis-jenis Psikotropika
a) Golongan I

Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu


pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya
adalah :

i. Ekstasi
Dari sekian banyak jenis narkoba yang beredar maka ekstasi
mungil inilah yang paling banyak di produksi di dalam negeri.
Selain dari bahan bakunya mudah di dapat harga jualnya pun
bervariasi mulai dari harga golongan “high class eksekutif”
selebritis, diatas Rp.100.000 hingga harga banting di warung kafe
Rp. 10.000/butir.

18
Inex nama lain ekstasi ini masih keturunan kandung
psikotropika banyak di perjual-belikan bagai kacang goreng.
Ekstasi beredar dalam bentuk tablet dan kapsul dengan ukuran
sebesar kancing kerah baju yang berdiri dari berbagai macam jenis,
diantaranya : Adam, Eva, Flash, Dolar, Bonjovi, Mike Tyson,
Playboy, Apple, Angel, White Dove, dan lain-lain.

b) Golongan II

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan


dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya
adalah :

ii. Amphetamine
Memiliki nama jalanan: seed, meth, crystal, whiz.
Bentuknya ada yang berbentuk bubuk warna putih dan keabuan
dan juga tablet. Cara penggunaan dengan cara dihirup. Sedangkan
yang berbentuk tablet diminum dengan air.

c) Golongan III

Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan


dalam terapi dan atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contohnya
adalah :

iii. Phenobarbital
Phenobarbatial merupakan antikonvulsan turunan barbiturat
yang efektif dalam mengatasi epilepsi. Phenobarbatial menekan
korteks sensor, menurunkan aktivitas motorik, menyebabkan
kantuk, efek sedasi, dan hipnotik.
d) Golongan IV
Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

19
mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contohnya : Diazepam.

3) Zat Adiktif Lainnya

Zat Adiktif lainnya adalah bahan atau zat yang berpengaruh


psikoaktif di luar Narkotika dan Psikotropika, meliputi:

a. Minuman Alkohol yang mengandung etanol etil alkohol, yang


berpengaruh menekan susunan saraf pusat, dan sering menjadi bagian
dari kehidupan manusia sehari-hari dalam kebudayaan tertentu. Jika
digunakan bersamaan dengan narkotika atau psikotropika akan
memperkuat pengaruh obat atau zat itu dalam tubuh manusia. Ada tiga
golongan minuman beralkohol, yaitu: Golongan A dengan kadar
alkohol 1-5% (Bir), Golongan B dengan kadar etanol 5-20%
(Berbagai minuman anggur), dan Golongan C dengan kadar etanol 20-
45% (Whisky, Vodca, Manson House, Johny Walker).

b. Inhalasi (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap
berupa senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang
keperluan rumah tangga, kantor, dan sebagai pelumas mesin.
Beberapa yang sering disalahgunakan adalah Lem, Tiner, Penghapus
Cat Kuku, dan Bensin.

c. Tembakau. Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat


luas di masyarakat. Rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA.

Berdasarkan efeknya terhadap perilaku yang ditimbulkan dari NAPZA dapat


digolongkan menjadi tiga golongan sebagai berikut:

a. Golongan Depresan (Downer)


Jenis NAPZA yang berfungsi mengurangi aktivitas fungsional tubuh. Jenis ini
membuat pemakaiannya menjadi tenang dan bahkan membuat tertidur dan tak

20
sadarkan diri. Contohnya: Opioda (Morfin, Heroin, Kodein), sedative (penenang),
Hipnotik (obat tidur), dan Tranquilizer (anti cemas).

b. Golongan Stimulan (Upper)


Jenis NAPZA yang merangsang fungsi tubuh dan meningkatkan kegairahan
kerja. Jenis ini membuat pemakainya menjadi aktif, segar, dan bersemangat.
Contoh: Amphetamine (Shabu,Ekstasi), Kokain.

c. Golongan Halusinogen.
Jenis NAPZA ynag dapat menimbulkan efek halusinasi yang bersifat
merubah perasaan, pikiran, dan seringkali menciptakan daya pandang yang
berbeda sehingga seluruh perasaan dapat terganggu. Contoh: Kanabis (ganja).

3. Miras dan Narkoba Menurut Hukum Positif

a. Minuman Keras/Beralkohol dalam Hukum Positif

Pada prinsipnya, menurut hukum, alkohol atau minuman beralkohol dan


narkoba merupakan dua hal yang diatur dengan peraturan perundang-undangan
yang berbeda. Penjelasan terhadap definisi dari minuman keras atau minuman
yang beralkohol diterangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol,
menggantikan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Minuman Beralkohol pada Pasal 1 angka (1), dimana disebutkan
bahwa minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung etil alkohol atau
etanol (C2H5OH) yang diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung
karbohidrat dengan cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
Minuman keras adalah minuman yang mengandung etanol.

Dan dalam Pasal 1 angka (2), bahwa Minuman Beralkohol Tradisional adalah
minuman Beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun temurun yang

21
dikemas secara sederhana dan pembuatannya dilakukan sewaktu-waktu, serta
dipergunakan untuk kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.

Adapun pengedaran dan penjualan minuman beralkohol bergantung pada


kelompoknya. Minuman beralkohol yang digolongkan minuman keras yang
produksi baik yang berasal dari produksi dalam negeri atau asal impor,
pengedaran dan penjualannya ditetapkan sebagai barang dalam pengawasan yang
meliputi pengawasan terhadap pengadaan Minuman Beralkohol yang berasal dari
produksi dalam negeri atau asal impor serta peredaran dan penjualannya.18
Minuman beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat
diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industri dari menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Dan
minuman beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor oleh pelaku
usaha yang telah memiliki perizinan impor dari menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perdagangan.19

Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 menambahkan dalam Pasal 4


angka (3) dan (4) bahwa minuman beralkohol hanya dapat diedarkan setelah
memiliki izin edar dari kepala lembaga yang menyelenggarakan pengawasan di
bidang obat dan makanan., bahwa minuman beralkohol hanya dapat
diperdagangkan oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin memperdagangkan
Minuman Beralkohol sesuai dengan penggolongannya sebagaimana diatur dalam
Pasal 3 ayat (1) dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perdagangan.

Hari Sasongko mengatakan bahwa dalam Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana (KUHP) masalah tindak pidana minuman keras diatur dalam 3 buah Pasal,
yaitu Pasal 300, Pasal 492, dan Pasal 536. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal-

18
Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan
Pengendalian Minuman Beralkohol, Pasal 3 ayat (2)
19
Ibid., Pasal 4 ayat (2)
22
pasal tersebut, maka unsur-unsur tindak pidana minuman keras adalah sebagai
berikut:20

1. Dengan sengaja menjual atau menyerahkan minuman yang memabukkan


kepada orang yang dalam keadaan mabuk, diatur dalam KUHP Pasal 300 ayat
(1) ke (1).

2. Dengan sengaja membuat mabuk seorang anak dibawah usia 16 tahun, diatur
dalam KUHP Pasal 300 ayat (1) ke (2).

3. Dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan sengaja memaksa orang


untuk meminum yang memabukkan, diatur dalam KUHP Pasal 300 ayat (1)
ke 3).

4. Dalam keadaan mabuk berada di jalan umum, diatur dalam KUHP Pasal 536
ayat (1).

Seseorang yang betul-betul mabuk, tidak bisa berbuat apa-apa. Terhadap


orang yang melakukan tindakan pidana dianggap bertanggungjawab atas
perbuatannya karena sebelum mabuk seseorang sudah bisa berpikir akibat-akibat
apa yang bisa terjadi pada seseorang yang sedang mabuk. Minuman yang
memabukkan kepada orang lain yang dalam keadaan mabuk, membuat mabuk
seseorang anak dibawah umur, dalam keadaan mabuk mengganggu ketertiban
umum dan dalam keadaan mabuk berada di jalan umum.

b. Narkoba dalam Hukum Positif

Penyalahgunaan narkoba merupakan jenis kejahatan yang mempunyai


(potensi) dampak sosial yang sangat luas dan kompleks, lebih-lebih ketika yang
melakukan anak-anak. Dampak sosial penyalahgunaan narkoba yang dilakukan
anak-anak itu bukan hanya disebabkan oleh karena akibat yang ditimbulkan akan
melahirkan penderitaan dan kehancuran baik fisik maupun mental yang teramat

20
Hartati Nurwijaya & Zullies Ikawati, Bahaya Alkohol, Elex Media Komputindo, Jakarta,
2010, hlm. 18. Hari Sasongko, Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana, Bandung:
Mandar Maju, 2003, hlm. 117.
23
panjang, tetapi juga oleh karena kompleksitas di dalam penanggulanganya
terutama ketika pilihan jatuh pada penggunaan hukum pidana sebagai sarananya.

Di dalam konsideran Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pada


huruf c, disebutkan bahwa narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang
bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan
ilmu pengetahuan, dan disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang
ketat dan seksama. Maka dengan demikian narkotika memang diperlukan
dibidang kesehatan, tetapi harus diupayakan agar tidak disalahgunakan, karena
dapat menimbulkan ketergantungan (menjadi pecandu) dan menimbulkan
kerugian yang berdampak sangat luas, oleh karena itu penyalahgunaan narkoba
merupakan suatu kejahatan yang cukup berbahaya. Pada pasal 1 angka 12
Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dijelaskan bahwa pecandu
adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam
keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis.

Sementara Pasal 1 angka 13 Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang


Narkotika, dijelaskan bahwa ketergantungan narkotika adalah gejala dorongan
untuk menggunakan narkotika secara terus menerus, toleransi dan gejala putus
nakotika apabila penggunaan dihentikan. Sedangkan pasal 1 angka 14 Undang-
undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dijelaskan bahwa penyalahguna adalah
orang yang menggunakan narkoba tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.
Sebagaimana yang diamanatkan dalam konsideran Undang-undang Narkotika,
bahwa ketersediaan narkotika jenis-jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai
obat dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun
disisi lain mengingat dampak yang dapat ditimbulkan dan tingkat bahaya yang ada
apabila digunakan tanpa pengawasan dokter secara tepat dan ketat maka harus
dilakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan terhadap bahaya
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Oleh karena itu, dilakukan
pengaturan narkotika dalam bentuk Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika secara tegas menyebutkan tujuannya, dan dituangkan dalam Pasal 4

24
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pengaturan narkotika
bertujuan untuk:

a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan


dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

b. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari


penyalahgunaan narkotika;

c. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

d. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna


dan pecandu narkotika.

Memahami pengertian penyalahguna yang diatur dalam pasal 1 angka 14


Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka secara sistematis dapat
diketahui tentang pengertian tentang penyalahgunaan narkotiba, yaitu
penyalahgunaan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.
Pengertian tersebut, juga tersirat dari pendapat Dadang Hawari, yang menyatakan
bahwa ancaman dan bahaya pemakaian narkotiba secara terus menerus dan tidak
terawasi dan jika tidak segera dilakukan pengobatan serta pencegahan akan
menimbulkan efek ketergantungan baik fisik maupun psikis yang sangat kuat
terhadap pemakainya. Atas dasar hal tersebut, secara sederhana dapat disebutkan
bahwa penyalahgunaan narkoba adalah pola penggunaan narkoba yang patologik
sehingga mengakibatkan hambatan dalam fungsi sosial.

25
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Salah satu dampak negatif yang mempengaruhi segi sosial, hukum dan agama
adalah munculnya minuman keras (Miras) dan Narkotika dan Obat-obatan
Terlarang (Narkoba) keras yang beralkohol ataupun zat-zat kimia terlarang yang
menimbulkan kemudharatan yang mempengaruhi daya nalar manusia dalam
berfikir, perusakan terhadap mental, jiwa, harta dan keyakinan yaitu miras dan
narkoba. Dengan berbagai model dan bentuk yang ditawarkan dengan berbagai
efek dari tiap jenisnya yang sangat menarik di kalangan terutama pemuda dilatar
belakangi oleh pendidikan yang rendah dan pergaulan yang kurang baik, sehingga
dimanfaatkan oleh para pengedar Narkotika untuk memperoleh keuntungan yang
sebesar-besarnya dan menghancurkan moral manusia.

Pelarangan khamr dilakukan secara bertahap, mulai dari paling ringan terus
meningkat sampai kepada larangan yang bersifat qath’I (pasti yang tidak dapat
ditawar lagi) yakni QS. Al-Maidah ayat 90-91. Imam Ahmad telah meriwayatkan
sebuah hadis dari sahabat Abu Hurairah r.a.,ia telah mengatakan bahwa tatkala
Rasulullah SAW. Sampai di Madinah, para penduduknya terbiasa dengan
meminum khamar dan permainan judi. Kemudian mereka menanyakan tentang
kedua perbuatan itu kepada beliau SAW, lalu setelah itu turunlah ayat 219 dari
surat al-Baqarah yang berbunyi: Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan
judi, katakanlah keduanya itu adalah dosa besar dan ada manfaatnya bagi
manusia, dan (tetapi) dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Akan tetapi
orang-orang mengatakan “Allah tidak mengharamkannya, akan tetapi ia
mengatakan bahwa perbuatan itu hanyalah dosa yang besar saja”. Meraka masih
tetap meminum khamr, sehingga pada suatu hari seorang dari sahabat Muhajirin
melakukan shalat magrib sebagai imam dari teman-temannya, akan tetapi bacaan
Al-Qurannya salah karena mabuk. Setelah peristiwa itu Allah menurunkan ayat
pengharaman khamr yang lebih berat dari semula, yaitu firman-Nya: “Hai orang-

26
orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan…” (Surah An-Nisaa ayat 43).

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masalah tindak pidana


minuman keras diatur dalam 3 buah Pasal, yaitu Pasal 300, Pasal 492, dan Pasal
536. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal- pasal tersebut, maka unsur-unsur tindak
pidana minuman keras adalah sebagai berikut:

1. Dengan sengaja menjual atau menyerahkan minuman yang memabukkan


kepada orang yang dalam keadaan mabuk, diatur dalam KUHP Pasal 300 ayat
(1) ke (1).

2. Dengan sengaja membuat mabuk seorang anak dibawah usia 16 tahun, diatur
dalam KUHP Pasal 300 ayat (1) ke (2).

3. Dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan sengaja memaksa orang


untuk meminum yang memabukkan, diatur dalam KUHP Pasal 300 ayat (1)
ke 3).

4. Dalam keadaan mabuk berada di jalan umum, diatur dalam KUHP Pasal 536
ayat (1).

Seseorang yang betul-betul mabuk, tidak bisa berbuat apa-apa. Terhadap


orang yang melakukan tindakan pidana dianggap bertanggungjawab atas
perbuatannya karena sebelum mabuk seseorang sudah bisa berpikir akibat-akibat
apa yang bisa terjadi pada seseorang yang sedang mabuk. Minuman yang
memabukkan kepada orang lain yang dalam keadaan mabuk, membuat mabuk
seseorang anak dibawah umur, dalam keadaan mabuk mengganggu ketertiban
umum dan dalam keadaan mabuk berada di jalan umum.
Dan dalam Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika secara tegas
menyebutkan tujuannya, dan dituangkan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pengaturan narkotika bertujuan untuk:

1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan


dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

27
2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika;

3. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika;

4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna


dan pecandu narkotika.

Memahami pengertian penyalahguna yang diatur dalam pasal 1 angka 14


Undang-undang 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, maka secara sistematis dapat
diketahui tentang pengertian tentang penyalahgunaan narkotiba, yaitu
penyalahgunaan narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter.
Pengertian tersebut, juga tersirat dari pendapat Dadang Hawari, yang menyatakan
bahwa ancaman dan bahaya pemakaian narkotiba secara terus menerus dan tidak
terawasi dan jika tidak segera dilakukan pengobatan serta pencegahan akan
menimbulkan efek ketergantungan baik fisik maupun psikis yang sangat kuat
terhadap pemakainya.

28

Anda mungkin juga menyukai