Anda di halaman 1dari 11

MEMINUM KHAMAR

DALAM PRESPEKTIF HUKUM ISLAM

Disusun oleh :
Qiva Hayam Sari / C100180022
Kelas A Hukum Islam

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
ABSTRAK

Khamar merupakan salah satu minuman yang dapat membahayakan tubuh


manusia. Sepanjaang perkembangan zaman khamar memiliki berbagai macam
jenis dan nama karena setiap yang memabukkan bias disebut dengan khamar.
Sanksi hukum yang diberikan terhadap peminum khamar tidak dapat dilepaskan
dengan keterkaitannya dengan perkembangan dan perbubahan masyarakat.
Peminum khamar harus tetap dihukum, akan tetapi dalam prakteknya pelaksanaan
hukuman bagi peminum khamar ini terdapat perbedaan tentang jumlah dan
batasan hukum yang diberikan kepada peminum khamar.
Tujuan dibuatnya makalah ilmiah “Meminum Khamar dalam Prespektif Hukum
Islam” adalah untuk menganalisis hukum yang berlaku dalam hukum islam
maupun undang-undang 1945 yang mengatur tentang khamar. Budaya meminum
khamar sudah ada dari jaman dahulu Kata khamar diambil dari dari bahasa arab
yang artinya arak atau minuman keras. Dalam islam segala perbuatan
mendapatkan ganjarannya khamar merupakan minuman yang haram karena akan
membuka jalan menuju kekejian atau kejahatan dan akan memberikan dampak
yang buruk bagi peminumnya sendiri terutama dalam kesehatan.
Keywords : pengertian khamar, hukum khamar, dampak khamar
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minuman keras dalam syariat islam sering disebut dengan istilah
khamar khamar secara bahasa memiliki arti menutupi kareana orang yang
mabuk biasanya tidak sadar apa yang dilakukan seakan-akan akalnya
tertutup sebaliknya dalam kajian fikih khamar artinya adalah segala
sesuatu yang memabukkan pada awalnya khamar merupakan sebutan bagi
sari anggur atau segala sesuatu yang difermentasikan dan
memabukkan.Islam melarang meminum khamar karena khamar dianggap
sebagai induk keburukan, disamping bias merusak akal, jiwa, kesehatan,
dan harta. Larangan meminum khamar dijelaskan dalam (QS. Al-
Baqarah : 219). Pengharaman meminum khamar mempunyai hikmah yang
besar. Adapun sebabnya yaitu, karena orang-orang arab telah terbiasa
meminum khamar sehingga meminum khamar sudah merupakan bagian
dari hidup mereka, maka jika seandainya dilarang secara langsung maka
akan berat untuk menerima bahkan akan menolak hukum larangan
meminum khamar tersebut. Salah satu bahaya dalam meminum khamar
adalah merusak akal, meski setiap organ tubuh dapat terpengaruh khamar,
tetapi system saraflah yang paling banyak terpengaruh.selain itu bagian
otak yang digunakan untuk berfikir akan melemah dan akhirnya
kemampuan untuk berfikir menjadi berkurang. 1
Abu Laist As-Samarqandi menjelaskan terdapat hikmah dibalik
dilarangnya meminum khamar ada 10 dampak negatif khamar dalam
pandangan islam yang disebutkan dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin :
1. Orang yang meminum khamar akan terlihat kehilanagn akal atau
gila
2. Khamar bias merusak harta
3. Meminum khamar bisa mengakibatkan permusuhan dan
perkelahian antara saudara
4. Meminum khamar bisa menghalangi seseorang untuk berzikir
kepada allah dan melupakan sholatnya
5. Meminum khamar merupakan salah satu penyebab zina
6. Khamar merupakan kunci dari segala kunci kemaksiatan dan
keburukan
7. Khamar menyebabkan peminumnya masuk dalam pergaulan yang
buruk
8. Peminum khamar akan dicambuk 80 kali, sekalipun tidak
dicambuk didunia maka sesungguhnya ketika diakhirat ia akan

1
Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap). Bandung. Sinar Baru Algensindo. 2006.
dicambuk tersebut dengan tali cambuk besi yang dipanaskan api
neraka2
9. Pintu langit akan menolak segala amalan dan doanya, karena
orang yang meminum khamar doanya tidak diterima selama 40
hari dan pahala kebaikan ia lakukan terhapus
10. Meminum khamar menyebabkan imannyaakan tercabut saat
meninggal.
Dalam kesehatan khamar menyebabkan beberapa dampak negatif bagi
kesehatan :
1. Penyakit hati
2. Penyakit jantung
3. Gangguan system pencernaan
4. Kerusakan saraf otak
5. Gangguan fungsi seksual
6. Kanker
7. Gangguan penglihatan
8. Gangguan kehamilan
3

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja perbandingan unsur jarimah meminum khamar dalam hukum
islam dan peraturan perundang-undangan?
2. Apa dasar hukum dan analisi pembaharuan hukum meminum khamar
dan hukuman bagi peminum khamar dalam hukum islam dan peraturan
perundang-undangan?

2
Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah). Bandung: Pustaka Setia. 2000
3
Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap). Bandung. Sinar Baru Algensindo. 2006.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perbandingan Unsur Jarimah Meminum Khamar Dalam Hukum


islam dan Peraturan Perundang-undangan
1. Perbandingan unsur jarimah meminum khamar dalam hukum islam
ada 2 macam, yaitu:
a. Asy-Syurbu (meminum)
Imam malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa
unsur Asy-Syurbu terpenuhi apabila pelaku meminum sesuatu yang
memabukkan hukumnya tetap haram. Dianggap meminum apabila
minuman tersebut sudah sampai di tenggoroka dan jika minuman
tersebut tidak sampai ditenggorokan maka tidak dianggap
meminum sehingga berkumur-kumur itu tidak termasuk meminum.
Jika pelaku meminum khmar yang bertujuan untuk menghilangkan
haus padahal disitu ada air yang dapat diminumpelaku harus
dikenakan hukuman. Namun jika pelaku melakukan tersebut karena
keadaan darurat atau terpaksa pelaku tidak dapat dipidana. Apabila
mereka para peminum khamar melakukannya untuk obat maka para
fuqaha memiliki pendapat yang berbeda mengenai status
hukumnya. Menurut pendapat yang rajah dalam madzah Maliki,
Syafi’i dan Hanbali , berobat menggunakan khamar merupakan
sesuatru yang dilarang dan pelakunya dapat dikenakan hukuman
had.
b. Ada Niat Melawan Hukum
Unsur ini terpenuhi apabila seseorang sengaja meminum khamar
padahal dia tahu yang diminum tersebut adalah khamar yang
membukkan dan hukumnya haram maka dia dapat dikenakan
hukuman yang berupa hukuman had, namun jika dia meminum
minuman biasa dia tidak akan dikenai hukuman had tersebut.
Apabila seseorang tidak tahu bahwa minuman khamar tersebut
dilarang walaupun barang tersebut memabukkan maka dalam hal
ini unsur-unsur melawan hukum belum terpenuhi, akan tetapi alas
an tidak tahu hukum tidak dapat diterima oleh orang-orang yang
berdomisili di negeri dan lingkungan islam.
2. Unsur jarimah meminum khamar dalam peraturan perundang-
undangan. Hari Sasongko mengatakan bahwa dalam KUHP masalah
meminum yang memabukkan diatur dalam 3 pasal, yaitu pasal 300,
pasal 492, dan pasal 536. Berdasarkan ketiga pasal tersebut unsur
tindak pidana meminum minuman keras sebagai berikut :
a. Dengan sengaja menjual atau menyerahkan meminum yang
memabukkan kepada orang yang dalam keadaan mabuk (pasal 300
ayat (1) ke 1)4
b. Dengan sengaja membuat mabuk seorang anak dibawah usia 16
tahun (pasal 300 ayat (1) ke 2)
c. Dengan kekerasan atau mengancam dengan kekerasan seseorang
memaksa orang untuk meminum yang memabukkan (pasal 300
ayat (1) ke 3)
d. Berada dijalan umum dalam keadaan mabuk (pasal 536 ayat (1)).

B. Dasar Hukum dan Analisis Pembaharuan Hukum Meminum


Khamar dan Hukuman Bagi Peminum Khamar Dalam Hukum Islam
dan Peraturan Perundang-undangan
1. Dasar hukum meminum khamar :
a. Dasar hukum meminum khamar dalam hukum islam
Meminum khamar adalah salah satu perbuatan yang dilarang para
peminum khamar dinilai sebagai perilaku setan. Dalil hukum yang
mengatur tentang sanksi peminum khamar sudah dijelaskan Allah
dalam Al-Quran secara bertahap tentang status hukum hal itu telah
dijelaskan dalam ayat- ayat Al-Quran yaitu, surah Al-Baqarah ayat
219, surah An-Nisa ayat 43, surah Al-Maidah ayat 90-91. Dan
hadist riwayat dari Ibnu Umar ra “diriwayatkan dari Ibnu Umar ra
berkata: Umar telah berkutab diatas mimbar Rasulullah Saw.
Beliau mengucapkan syukur kepada Allah dan memujinya,
kemudian ia berkutbah: sesungguhnya arak telah diharamkan oleh
Allah berdasarkan ayat Al-Quran, arak yang dimaksud ada lima
macam jenis, yaitu gandum, barli, tamar, zabib dan madu. Arak
yaitu yang menyebabkan hilang akal yaitu mabuk.
b. Dasar hukum meminum khamar dalam peraturan perundang-
undangan
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
masalah minuman beralkohol tidak diatur secara jelas, dalam pasal
44 undang-undang nomor 23 tahun 1992 berbunyi :
1) Pengamanan penggunaan bahan yang mengandung zat adiktif
diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan
kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan
2) Produksi, peredaran, dan penggunaan bahan yang mengandung
zat adiktif harus memenuhi standard an persyaraatn yang
ditentukan
3) Ketentuan mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat
adiktif, sebagaimana yang diatur dalam ayat (1) dan (2)
ditetapkan dengan peraturan pemerintah
4
Rosyid, A.Rahma dan Rais Ahmad. 2006. Formalisasi Syari’at Islam dalam Prespektif Tata Hukum
Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia.
Dalam penjelasan pasal 44 tersebut dikatakan bahwa :
1) Bahan yang mengandung zat adiktif adalah bahan yang
penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya atau
masyarakat sekitarnya
2) Penetapan standar diarahkan agar zat adiktif yang dikandung
oleh bahan tersebut dapat ditekan dan untuk mencegah
beredarnya bahan palsu. Penetapan persyaratan penggunaan
bahan yang mengandung zat adiktif ditunjukan untuk menekan
dan mencegah penggunaan yang merugikan kesehatan orang
lain
2. Analisis pembaharuan hukum meminum khamar dalam hukum islam
dan peraturan perundang-undangan.
Peran hukum islam dalam pembaharuan hukum yang diatur dalam
perundang-undangan sanagat penting, karena hukum islam
mempunyai seperangkat peraturan yang mencangkup aspek kehidupan.
Akan tetapi upaya pembaharuan hukum yang di atur dalam perundang-
undangan hukum islam harus mampu memberikan kesesuaian dengan
karakteristik dan budaya bangsa Indonesia. Upaya melakukan
pembaharuan hukum yang diatur perundang-undangan terdapat
kebijakan penetapan beberapa delik baru menurut Barda Nawawi Arief
meliputi:
a. Menetapkan atau merumuskan delik baru yang memang sejak
semula tidak ada dalam KUHP maupun di luar KUHP
b. Menetapkan atau merumuskan delik baru yang semula tidak ada
didalam KUHP, tetapi sebenarnya sudah ada di luar KUHP
c. Menetapkan perumusan baru atau melakukan “ferormulasi”
terhadap delik-delik yang sudah ada selama ini, termasuk antara
lain melakukan perubahan perumusan unsur delik, sifat delik atau
ancaman pidana dan aturan pemberian pidananya.5
Wahbah Zuhaili (2002: 129) memyebutkan terdapat lima metode
dalam pembaharuan hukum islam dimasa kini yaitu:
a. Pertama, metode dalam pembaharuan dalam metode yang pertama
adalah mendorong umat islam kembali pada konsep fikih kaum
atau ulama salaf yaitu para sahabat nabi dan para tabi’in serta
melepaskan diri dari belenggu fikih empat mazhab. Kelompok
yang menganut metode pembaharuan ini mengajak umat islam
untuk mempelajarai kembali ijtihad para sahabat, terutama Umar
Bin Khattab. Pelopor dalam metode ini diantaranya Muhammad

5
Ali Imron. 2008. Disertasi : Kontribusi Hukum Islam Terhadap Pembangunan Hukum Nasional (Studi
Tentang Konsepsi Taklif dan Mas’uliyyat dalam Legislasi Hukum). Program Doktor Ilmu Hukum (PDHI)
Universitas Diponegoro Semarang.
Yusuf Musa, Ruwwas Qala’ji, dan syakih Muhammad Al-
Muntashir Al-Kattani6
b. Kedua, metode intiqa’i metode ini hampir sama dengan metode
tarjih yaitu dengan mengambil pendapat yang paling kuat diantara
pendapat-pendapat fiqih, kemudian menyeleksi dan meneliti
dalilnya.
c. Ketiga, metode udwani yaitu menolak ketegasan fikih islam secara
menyeluruh dan mengabaikan fikih yang diakui oleh para ulama
dan kujtahid sejak zaman dahulu. Meninggalkan fikih islam
merupakan metode destruktif , karena menempatkan nash syar’i
pada posisi akhir dan mengambil apa yang dianggap memilik
maslahat berdasarkan nafsu.
d. Keempat, metode taqribi yaitu merupakan metode yang pada
dasarnya berusaha mendekatkan fikih dengan hukum positif seolah
hukum positif bersifat sakral dan tinggi, sementara fikih islam
berada dibawahnya.
e. Kelima, metode mu’tadil atau wasathi disebut juga metode
moderat, metode ini dapat diterima secara syara maupun akal, hal
ini disebabkan beberapa hal yaitu:
1) metode ini memelihara apa yang sudah pasti atau tetap di
dalam syari’ah
2) menggunakan metode ini memperhatikan tuntutan
perkembangan atas dasar kemaslahatan termasuk didalamnya
adat kebiasaan umum yang berlaku, sebagai bentuk
pelaksanaan semangat syari’at tanpa bertentangan dengan nash
atau dalil.
Menurut Wahbah Zuhaili konsep metode wasathi inilah yang dipakai
oleh para sahabat, tabi’in maupun imam mazhab disetiap masa,
didalam metode ini terkandung otentisitas dan modernitas sekaligus
didalamnya juga mempertemukan beberapa hal yaitu tetap berpegang
teguh pada nash, dan menjaga serta mempertemukan beberapa hal
yaitu tetap berpegang teguh pada nash dan menjaga serta
mempertemukan unsur kemaslahatan setelah melakukan pemahaman
yang mendalam terhadap nash dan menjelaskan illat-nya.
Dalam hukum islam para ulama sepakat bahwa para peminum khamar
ditetapkan dengan sanksi hukum had, yaitu hukuman dera sesuai
dengan kadar berat ringannya pelanggaran. Bagi pra peminum khamar
hingga mengganggu batas kesadaran. Menurut Hanafiyah dan
Malikiyah pelaku peminum khamar dicambuk sebanyak 80 kali ini
mengikuti dasar hukum yang ada pada surah An-Nur ayat 4 yang
menjelaskan tentang orang yang menuduh zina dicambuk sebanyak 80
kali. Dan juga hadist yang menjelaskan bahwa rasululallah Saw
6
A. Maltuf Siroj. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia.
mencabuk peminum khamar dengan cambukan 2 pelepah kurma
sebanyak 40 kali yang sebanding dengan 80 kali cambukan. Menurut
Syafi’iyah hukuman bagi peminum khamar hanya 40 kali cambuk ini
berdasarkan pada sunnah fi’ilyah bahwa hukuman pada peminum
khamar adalah 40 kali dera atau cambuk.
Namun di Indonesia yang tidak menganut hukum islam, tetapi
menganut hukum demokrasi, maka hukuman cambuk atau dera tidak
berlaku di Indonesia, untuk itu upaya meningkatkan pengawasan
pengamanan terhadap minuman-minuman memabukkan dalam
masyarakat pemerintah mengeluarkan peraturan menteri kesehatan
nomor 86/Men.Kes/IV/1997 tentang minuman memabukkan dengan
penggolongan, yaitu penggolonngan minuman keras, produksi,
peredaran, dan pengawasan lapangan. Didalam KUHP telah diatur
saksi bagi para peminum khamar jika para pelaku sampai mabuk dan
mengganggun ketertiban umum, yaitu kurungan tiga hari hingga paling
lama tiga bulan pasal 536, KUHP juga memberikan saksi terhadap
orang yang menyediakan atau menjual khamar sanksi yang diberikan
yaitu kurungan paling lama tiga minggu pasal 537, dan memberikan
sanksi terhadap orang yang memberikan minuman kepada anak
dibawah 16 tahun dengan saksi yaitu, kurungan paling lama tiga
minggu pasal 538 dan 539.
Jika kita lihat dari penjelasan diatas dalam peraturan perundang-
undangan hukum Indonesia yang mengatur tentang meminum khamar
mengalami pembaharuan yaitu dari undang-undang kesehatan nomer
23 tahun 1992 pasal 44, kemudian pemerintah mengeluarkan peraturan
kementerian kesehatan nomor 86/Men.Kes/IV/1997 yang diatur dalam
KUHP pasal 536,537,538,daan539.
BAB III
KESIMPULAN

Khamar secara bahasa memiliki arti menutupi karena orang yang mabuk biasanya
tidak sadar apa yang dilakukan seakan-akan akalnya tertutupi. Jika dalam kajian
fikih khamar artinya adalah segala sesuatu yang memabukan. Menurut pengertian
syari’at dan hukum-hukumnya yang brerlaku terhadap khamar termasuk minuman
yang terbuat dari anggur, kurma, madu, gandum, dan biji-bijian semua termasuk
khamar dan haram hukumnya. Sebab hukum haramnya karena keburukan-
keburukannya baik yang bersifat khusus maupun umum dan karena membuat lalai
dari meningat Allah dan dari mengerjakan shalat serta menimbulkan permusuhan
dan kebencian antara sesame manusia.
Peran hukum islam dalam pembaharuan hukum perundang-undangan sangat
penting karena hukum islam mempunyai seperangkat peraturan yang mencangkup
aspek kehidupan. Akan tetapi dalam upaya pembaharuan hukum perundang-
undangan hukum islam harus mampu memberikan kesesuaian karakteristik dan
budaya bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Rosyid, A.Rahma dan Rais Ahmad. 2006. Formalisasi Syari’at Islam dalam
Prespektif Tata Hukum Indonesia. Bogor : Ghalia Indonesia.

Ali Imron. 2008. Disertasi : Kontribusi Hukum Islam Terhadap Pembangunan


Hukum Nasional (Studi Tentang Konsepsi Taklif dan Mas’uliyyat dalam
Legislasi Hukum). Program Doktor Ilmu Hukum (PDHI) Universitas
Diponegoro Semarang.

A. Maltuf Siroj. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia.

Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam (Hukum Fiqih Lengkap). Bandung. Sinar Baru
Algensindo. 2006.

Rosyada, Dede. Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta : PT


RajaGrafindo.1999.

Hakim, Rahmat. Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah). Bandung: Pustaka Setia.
2000.

Anda mungkin juga menyukai