SEJARAH HUKUM
Oleh :
Jarot Maryono
2220180037
A. Latar Belakang
Van Apeldoorn seorang pakar hukum menjelaskan tiga cara yang dimaksud
adalah:
1. Cara Sosiologis
Yang menyelidiki sangkut paut hukum dengan gejala-gejala masyarakat
lainnya.
3. Cara Sejarah
Yang menyelidiki sangkut paut hukum dari sudut perjalanan sejarahnya atau
dengan perkataan lain yang menyelidiki pertumbuhan hukum secara historis.2
1
L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1999, hlm. 412.
2
Ibid.
1
bahkan dengan mahluk yang lain. Sehingga ia terus terikat dengan tata kosmik,
bahwa bagaimana ia harus berhubungan dengan dengan orang lain, dengan alam,
dengan dirinya sendiri maupun dengan Tuhannya. Maka muncullah tata aturan,
norma atau nilai-nilai yang menjadi kesepakatan universal yang harus ditaati.
Dimana manusia harus selalu menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaaan. Ia
harus memegangi aturan yang berlaku mengatur hidup manusia.3
Walaupun sejarah hukum lebih tua usianya dari sosiologi hukum, namun
cabang ilmu pengetahuan yang agak muda karena terjadinya disebabkan oleh
aliran hukum historis dari Friedrich Carl Von Savigny (1770-1861).4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang di atas, maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
2. Apakah Sejarah Hukum itu merupakan bagian dari Ilmu Sejarah atau Ilmu
Hukum?
C. Tujuan Penulisan
3
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta: Gajah
Mada University Press, 2006, hlm. 1
4
L.J. Van Apeldoorn, Op. Cit., hlm. 412.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Sejarah
Istilah sejarah dalam bahasa Arab dikenal dengan tarikh, dari akar kata
arrakha (a-rk-h), yang berarti menulis atau mencatat, dan catatan tentang
waktu serta peristiwa. Akan tetapi, istilah tersebut tidak hanya berasal dari
kata ini, ada yang berpendapat bahwa istilah sejarah berasal dari istilah
bahasa Arab syajaroh, yang berarti pohon atau silsilah. Makna silsilah inl
ebih tertuju pada makna padanan tarikh, termasuk padanan pengertian abad,
mitos, legenda dan seterusnya. Syajaroh berarti terjadi. Sedangkan syajarah
an-nasab berarti pohon silsilah.
3
memaknai sejarah dalam arti penulisan sejarah historiografi, seperti
membangun dunia fantasi (are people who build up a fantasy world).5
2. Definisi Sejarah
Sampai saat ini tidak ada definisi hukum yang bersifat tunggal artinya
terdapat definisi hukum yang diangkat dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Fakta itu sekali lagi menggambarkan bahwa hukum itu komplek dan berdimensi
ganda sehingga dapat diamati dari sudut pandang dan kajian yang berbeda-beda.6
Utrecht memberikan batasan pengertian bahwa hukum adalah himpunan
peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata
tertib suatu masyarakat dank arena itu harus ditaati oleh masyarakat tersebut.7
Selain Utrecht juga beberapa sarjana hukum Indonesia lainnya telah berusaha
merumuskan tentang apakah hukum itu, yang diantaranya ialah:
5
Moh Hasbullah dan Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia, 2012,
hlm. 21-22.
6
Nomensen Sinamo, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT. Bumi Intitama Sejahtera,
2011, hlm. 9.
7
Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan Kedepalan,
Jakarta: Balai Pustakan, 1989, hlm. 38.
4
peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan
hukuman tertentu.
Sejarah hukum adalah merupakan bagian dari ilmu hukum sebagaimana yang
telah dikemukakan oleh Van Apeldoorn, bahwa Hukum sebagai gejala dalam
masyarakat, maka keseluruhan kebiasaan-kebiasaan hukum yang berlaku dalam
masyarakat adalah objek dari ilmu hukum.9 Van Apeldoorn memberikan definisi
dan pengertian tentang Ilmu Sejarah Hukum yaitu Ilmu yang mempelajari dan
menyelidiki perkembangan hukum dari masa ke masa. Suatu hukum akan mudah
dimengerti dan dipahami dengan benar apabila diketahui sejarah
perkembangannya. Dengan mempelajari sejarah hukum, akan memudah dan
membantu dalam menafsirkan pasal-pasal sebuah undang-undang atau peraturan
perundang-undangan.
8
Ibid.
9
L.J. Van Apeldoorn, Loc. Cit., hlm. 416.
5
dahulu, sekedarnya masih diakui berlakunya di dalam tatahukum sekarang terletak
tunas-tunas tentang tatahukum yang akan terwujud dikemudian hari. Gejala ini
dapat pula merupakan objek dari ilmu pengetahuan hukum tersendiri, yakni
sejarah hukum.10
Prof. Emeritus John Gilisen dan Prof. Emeritus Frits Gorle dalam sebuah
buku mereka, sepakat memberikan pengertian bahwa Sejarah hukum adalah
bagian dari penyelenggaraan sejarah secara integral dengan memfokuskan
perhatian pada gejala-gejala hukum, dimana penulisan sejarah secara integral pula
mempergunakan hasil-hasil sejarah hukum dan sekaligus meredam efek samping
yang terpaksa ikut muncul ke permukaan sebagai akibat peletakan tekanan pada
gejala-gejala hukum.
Secara garis besar Prof. Emeritus John Gilisen dan Prof. Emeritus Frits Gorle
mengemukakan bahwa terdapat manfaat yang besar dalam mempelajari sejarah
hukum dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a. Hukum tidak hanya berubah dalam ruang dan letak (Hukum Belgia, Hukum
Amerika, Hukum Indonesia, dan sebagainya), malainkan juga dalam lintasan
waktu. Hal ini berlaku bagi sumber-sumber hukum formil, yakni bentuk-
bentuk penampakan diri norma-norma hukum, maupun isi norma-norma
hukum itu sendiri (sumber-sumber hukum materiil).
b. Norma-norma hukum dewasa ini sering kali hanya dapat dimengerti melalui
sejarah hukum.
d. Hal ikhwal yang teramat penting di sini adalah perlindungan hak asasi
manusia terhadap perbuatan semena-mena bahwa hukum diletakan dalam
perkembangan sejarahnya serta diakui sepenuhnya sebagai sesuatu gejala
historis.
10
Ibid.
6
Sejarah hukum tergolong pengetahuan yang masih muda dan belum banyak
dikenal bahkan dikalangan pakar hukum sendiri sehingga pertumbuhan dan
perkembangannya belum menggembirakan. Hal ini mungkin sekali disebabkan
oleh belum disadarinya betapa pentingnya disiplin ilmu baru ini dalam menunjang
dan memahami ilmu pengetahuan hukum, khususnya hukum positif.
Segala yang hidup selalu berubah, Demikian pula masyarakat manusia, dan
demikian juga bagian dari masyarakat yang kita sebut hukum. Ditinjau dari sudut
ilmu pengetauan, hukum adalah gejala sejarah, ia mempunyai sejarah. Hukum
sebagai gejala sejarah berarti tunduk pada pertumbuhan yang terus-menerus.
Pengertian Pertumbuhan memuat dua arti yaitu:
a. Unsur Perubahan
b. Unsur Stabilitet
Hukum pada saat ini dan hukum pada masa lampau merupakan satu kesatuan.
Kita dapat mengerti hukum kita pada masa ini, hanya dengan penyelidikan
sejarah, bahwa mempelajari hukum secara ilmu pengetahuan harus bersifat juga
mempelajari sejarah. Azas dari penyelidikan keilmuan adalah bahwa memperoleh
pengertian tentang gejala-gejala tak mungkin dengan tiada mengetahui hubungan-
hubungannya.
Para ahli yang terkenal dalam hal sejarah hukum diantaranya sebagai berikut:
Savigny adalah seorang yuridis (ahli hukum) Jerman yang sukses membuat
Jerman tidak mengkodifikasi hukum perdata selama hampir 100 tahun.
Savigny menganggap bahwa hukum kebiasaan sebagai sumber hukum
formal. Hukum tidak dibuat melainkan tumbuh dan berkembang bersama
masyarakat. Pandangannya bertitik tolak bahwa di dunia ini terdapat banyak
bangsa dan tiap-tiap bangsa memiliki “Volksgeist” jiwa rakyat. Savigny
berpendapat bahwa semua hukum berasal dari adat istiadat dan kepercayaan
dan bukan dari pembentukan undang-undang. Penggagas teori ini melihat
7
hukum sebagai entitas yang organis namun dinamis. Hukum menurut teori ini
dipandang sebagai suatu yang natural, tidak dibuat, melainkan hidup dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat. Hukum bukanlah sesuatu yang
statis, melainkan dinamis karena akan senantiasa berubah seiring dengan
perubahan tata nilai di masyarakat.
b. Puchta (1798-1846)
Puchta berpendapat bahwa hukum suatu bangsa terikat pada jiwa bangsa yang
bersangkutan. Hukum menurut Puchta dapat berbentuk (1) langsung berupa
adat istiadat (2) melalui undang-undang, (3) melalui ilmu hukum dalam
bentuk karya para ahli hukum. Menurut Puchta, keyakinan hukum yang hidup
dalam jiwa bangsa harus disahkan melalui kehendak umum masyarakat yang
terorganisir dalam negara. Negara mengesahkan hukum itu dengan
membentuk undang-undang. Puchta mengutamakan pembentukan hukum
dalam negara sedemikian rupa sehingga pada akhirnya tidak ada ruang lagi
bagi sumber-sumber hukum yang lain yang dapat dipraktekkan dalam adat
istiadat bangsa dan diolah oleh ahli-ahli hukum kecuali hukum yang dibentuk
oleh negara itu sendiri.
8
DAFTAR PUSTAKA
Emeritus John Gilisen dan Emeritus Frits Gorle, Sejarah Hukum: Suatu
Pengantar, Cetakan Kelima, Bandung: PT. Refika Aditama, 2011.
Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cetakan
Kedepalan, Jakarta: Balai Pustakan, 1989.
L.J. Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Pradnya Paramita,
1999.
Moh Hasbullah dan Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia,
2012.