Disusun Guna Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Teori Sejarah Hukum
Disusun Oleh:
Kelas A
2023
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang maha
Pengasih lagi maha Penyayang yang telah memberikan rahmat-Nya, sholawat
serta salam dipanjatkan kepada nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan umatnya
hingga akhir zaman. Berkat ridhonya dan ikhtiar yang tiada putusnya, penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “Teori Dan Sejarah
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas ujian tengah semester mata
kuliah Teori Sejarah Hukum pada Program Studi Magister Universitas Islam
Bandung (UNISBA). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H sebagai Dosen Pengajar mata
kuliah Teori Sejarah Hukum yang telah meluangkan waktu, memberikan ilmu,
masukan dan bantuan dalam peningkatan kualitas materi makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah sejarah dalam bahasa Arab dikenal dengan tarikh, dari akar
kata arrakha yang berarti menulis atau mencatat, dan catatan tentang
waktu serta peristiwa. Akan tetapi, istilah tersebut tidak hanya berasal
dari kata ini, ada yang berpendapat bahwa istilah sejarah berasal dari
istilah bahasa Arab syajaroh, yang berarti pohon atau silsilah. Makna
silsilah ini lebih tertuju pada makna padanan tarikh, termasuk padanan
pengertian abad, mitos, legenda dan seterusnya. Syajaroh berarti
terjadi. Sedangkan syajarah an-nasab berarti pohon silsilah.
Menurut pengertian istilah, kata sejarah juga memiliki beberapa
versi. Redaksi R.G Collingwood, misalnya mendefinisikan sejarah
sebagai ungkapan ‘history is the history of thought (sejarah adalah
sejarah pemikiran), history is kind of research or inquiry (sejarah
adalah sejenis penelitian ataupenyelidikan). Collingwood memaknai
sejarah (dalam arti penulisan sejarah historiografi), seperti membangun
dunia fantasi (are people who build up a fantasy world).1
Dalam paradigma umum, sejarah dimaknai sebagai penghubung
keadaan masa lampau dengan keadaan saat ini atau yang akan datang
atau keadaan sekarang yang berasal dari masa lampau. Apabila sejarah
dalam artian seperti ini dihubungkan dengan hukum, maka dapat
diterima bahwa hukum saat ini merupakan lanjutan/perkembangan dari
hukum masa lampau, sedangkan hukum yang akan datang terbentuk
dari hukum sekarang. Bahkan saat ini sudah berkembang keilmuan
1
Moh Hasbullah dan Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah. Bandung, CV Pustaka Setia 2012., hlm 21-
22
tentang sejarah masa depan (History of Future) dalam kerangka
pemahaman sejarah berulang/berputar (Circle History). Apabila
metode History of Future ini dipakai dalam memahami perkembangan
hukum di Indonesia, maka masa depan hukum di Indonesia lebih
mudah untuk dibentuk atau diprediksi.2
Menurut Soerjono Soekanto, bahwa sejarah hukum mempunyai
beberapa kegunaan, antara lain sebagai berikut :3
a. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi
kalangan hukum. hukum tidak akan mungkin berdiri sendiri,
karena senantiasa dipengaruhi oleh aspek-aspek kehidupan yang
terus berkembang.
b. Sejarah hukum dapat mengungkap pengembangan, penggantian,
penyesuaian, perombakan dan alasan-alasan kaidah-kaidah hukum
yang diberlakukan.
c. Sejarah hukum juga berguna dalam praktik hukum untuk
melakukan penafsiran historis terhadap hukum.
d. Sejarah hukum dapat mengungkap fungsi dan efektivitas lembaga-
lembaga hukum tertentu.
2
Jonaedi Efendi, Sejarah Hukum. (Surabaya,CV Jakad Publishing Surabaya), 2019. Hlm 3.
3
Ibid.
Sejarah hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan
cabang dari ilmu sejarah (bukan cabang dari ilmu hukum), yang
mempelajari (studying), menganalisa (analising), memverifikasi
(verifiying), menginterpretasi (interpreting), menyusun dalil (setting
the clausule), dan kecenderungan (tendention), menarik kesimpulan
tertentu (hipoteting), tentang setiap fakta, konsep, kaidah, dan aturan
yang berkenaan dengan hukum yang pernah berlaku.4
4
John Gilissen, Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, (Bandung: Refika Adita Utama,
2009).
5
Munir Fuady, Sejarah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009).Hlm 1
berasal dari yang sebelumnya atau hukum pada masa-masa lampau,
maka hal itu berarti, bahwa hukum yang sekarang dibentuk oleh
proses-proses yang berlangsung pada masa lampau (Soedjono
Dirdjosisworo).6
6
R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika, 2009). Hlm 319
7
John Gilissen, Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, (Bandung: Refika Adita Utama,
2009).
teoritisnya maupun dengan praktisnya, yang memiliki tujuan dalam
mendapatkan pemahaman lebih baik serta dapat memberikan
penjelasan sejelas mungkin berhubungan dengan bahan hukum yang
tersaji dan kegiatan yuridis yang ada pada kenyataan masyarakat.8
8
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, , (Gorontalo : Cahaya Atma Pustaka), 2001. Hlm 3
9
Yoyon M. Darusman dan Bambang Wiyono, Teori Dan Sejarah Perkembangan Hukum,
(Pamulang UNPAM PRESS, 2019). Hlm 23
BAB II
PEMBAHASAN
12
C.S.T. Kansil, Et.Al. Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2005). Hlm 55
13
Theo Huijbers, Filsafat Hukum. (Jogjakarta: Pustaka Kanisius, 1995). Hlm 71
suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins
Res Ajudicata).14 Ciri-ciri secara umum mazhab hukum Eropa Kontinental:
a) Hukum secara khusus senantiasa dirumuskan dalam bentuk
undang-undang dan dibuat oleh pembuat undang-undang
untuk mengatur ketertiban umum dan masyarakat. Di luar
itu tidak lagi hukum yang dapat dijadikan hukum.
b) Hukum secara khusus selalu tersusun dalam satu buku
undang-undang (kodifikasi) untuk menjamin adanya
kepastian hukum.
c) Para aparatur penegak hukum dimulai proses penyelidikan
ataupu penyidikan (kepolisian), penuntutan (kejaksaan),
peradilan (hakim) termasuk pembelaan (advokat) adalah
corong dari undang-undang dalam rangka menciptakan
keadilan hukum (ligel justice).
14
R. Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. (Jakarta : Rajawali Press, 1993).
Hlm 69
15
Op.Cit. C.S.T. Kansil.
Hukum Anglo Saxon adalah hukum yang dikembangkan di Inggris
yang didasarkan atas hukum asli rakyat Inggris yang disebut Common
Law. Common Law dianut oleh suku-suku Anglika dan Saksa yang
mendiami sebagian besar Inggris sehingga disebut juga dengan Anglo-
Saxon, suku Scott yang mendiami Skotlandia tidak menganut sistem
hukum itu. Meskipun berada di tanah Inggris mereka menganut sistem
civil law.16
Sistem hukum Anglo-saxon mengutamakan “the rule of law”. “The
rule of law” harus ditaati, bahkan juga bila tidak adil. Sikap ini serasi
dengan ajaran aliran-aliran filsafat empiris. Menurut filsafat itu hukum,
entah tertulis atau tidak tertulis, adalah peraturan-peraturan yang
diciptakan oleh suatu bangsa selama sejarahnya, dan yang telah bermuara
pada suatu perundang-undangan tertentu dan suatu praktek pengadilan
tertentu. Hukum adalah undang-undang (lex/wet) adil tidak merupakan
unsur konstitutif pengertian hukum.17 Bahwa adil tidak termasuk
pengertian hakiki suatu tata hukum tidak berarti suatu bentuk tata hukum
dapat dibentuk begitu saja. Memang jelas bahwa suatu tata hukum harus
dibentuk dengan tujuan keadilan. Oleh sebab itu diterima juga, bahwa
pembentukan suatu tata hukum berpedoman pada prinsip-prinsip umum
tertentu, yakni prinsip-prinsip yang menyangkut kepentingan suatu
bangsa. Prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut
diambil dari keyakinan-keyakinan yang hidup dalam masyarakat tentang
suatu kehidupan yang adil dan baik.18
Pokok-pokok pendekatan kaum realism Amerika menurut Karl
Lewellyn yang dikutip oleh R.W.M. Dias dalam bukunya “Jurisprudence”.
Adalah sebagai berikut :
a. Hendaknya konsep harus menyinggung hukum yang berubah-
ubah dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan.
b. Hukum adalah alat-alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.
16
Op.Cit. Peter Mahmud Marzuki.
17
Op.Cit. Theo Huijbers,. Hlm 68
18
Ibid. Theo Huijbers. Hlm 69
c. Masyarakat berubah lebih cepat dari hukum dan oleh
karenannya selalu ada kebutuhan untuk menyelidiki bagaimana
hukum itu menghadapi problemproblem sosial yang ada.
d. Guna keperluan studi, untuk sementara harus ada pemisahan
antara is dan ought.
e. Tidak mempercayai anggapan bahwa peraturan-peraturan dan
konsep-konsep hukum itu sudah mencukupi untuk menunjukan
apa yang harus dilakukan oleh pengadilan. Hal ini selalu
merupakan masalah utama dalam pendekatan mereka terhadap
hukum.
f. Sehubungan dengan butir di atas, mereka juga menolak teori
tradisionil bahwa peraturan hukum itu merupakan faktor utama
dalam mengambil keputusan.
g. Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih
sempit, sehingga nyata. Peraturan-peratutan hukum itu meliputi
situasi-situasi yang banyak dan berlain-lainan, oleh karena itu
ia bersifat umum, tidak konkret, dan tidak nyata.
h. Hendaknya hukum itu dinilai dari efektivitasnya dan
kemanfaatannya untuk menemukan efek-efek tersebut.
20
Op.Cit Yoyon M. Darusman dan Bambang Wiyono. hlm 21.
21
W. Friedmann. Teori dan Filsafat Hukum. Hukum dan Masalah-masalah Kontemporer. (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1994). Hlm 161.
penolakan terjadi maka hakim dapat dituntut berdasarkan rechtsweigering.
Apabila ada perkara hakim melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Dia menempatkan dalam proporsi yang sebenarnya.
b. Kemudian ia melihat pada undang-undang.
(1) Apabila undang-undang menyebutkannya maka perkara
diadili menurut undang-undang.
(2) Apabila undang-undang kurang jelas, ia mengadakan
penafsiran.
(3) Apabila ada ruangan-ruangan kosong, hakim mengadakan
kontruksi hukum, rechtsverfijning atau argumentum a
contrario.
c. Di samping itu hakim melihat jurisprudensi dan dalil-dalil
hukum agama, adat dan sebagainya yang berlaku di dalam
masyarakat.
1. Periode VOC
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
John Gilissen, Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, (Bandung: Refika
Adita Utama). 2009
Sri Hajati, Ellyne Dwi Poespasari dan Oemar Moechtar. Buku Ajar Pengantar
Hukum Indonesia. (Surabaya : Airlangga University Press). 2017