Anda di halaman 1dari 25

Teori Dan Sejarah Perkembangan Hukum di Indonesia

Disusun Guna Memenuhi Ujian Tengah Semester Mata Teori Sejarah Hukum

Dosen Pengajar Prof. Dr. H. Edi Setiadi, SH., MH.

Disusun Oleh:

Muhammad Irham Yusuf (20040023402)

Kelas A

FAKULTAS MAGISTER ILMU HUKUM UNIVERSITAS


ISLAM BANDUNG

2023
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang maha
Pengasih lagi maha Penyayang yang telah memberikan rahmat-Nya, sholawat
serta salam dipanjatkan kepada nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan umatnya
hingga akhir zaman. Berkat ridhonya dan ikhtiar yang tiada putusnya, penulis
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul: “Teori Dan Sejarah

Perkembangan Hukum di Indonesia”

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas ujian tengah semester mata
kuliah Teori Sejarah Hukum pada Program Studi Magister Universitas Islam
Bandung (UNISBA). Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada Bapak Prof. Dr. H. Edi Setiadi, S.H., M.H sebagai Dosen Pengajar mata
kuliah Teori Sejarah Hukum yang telah meluangkan waktu, memberikan ilmu,
masukan dan bantuan dalam peningkatan kualitas materi makalah ini.

Dengan diterbitkannya makalah ini diharapkan dapat dijadikan pedoman


oleh para dosen dan mahasiswa untuk melakukan proses pembelajaran secara
efektif dan efisien. Penulis juga menyadari dalam modul ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan, dan insya Allah akan senantiasa diperbaharui seperlunya.

Bandung, 22 November 2023

Muhammad Irham Yusuf


Daftar Isi
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................4
BAB II................................................................................................................................10
PEMBAHASAN..................................................................................................................10
A. Perkembangan Mazhab-Mazhab Hukum..........................................................10
B. Perkembangan Mazhab Hukum Di Eropa Kontinental......................................10
C. Perkembangan Mazhab Hukum Anglo Saxon/American...................................12
D. Pengaruh Mazhab-mazhab Hukum Terhadap Sistem Hukum Yang Dianut di
Indonesia..................................................................................................................15
BAB III...............................................................................................................................24
PENUTUP..........................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah sejarah dalam bahasa Arab dikenal dengan tarikh, dari akar
kata arrakha yang berarti menulis atau mencatat, dan catatan tentang
waktu serta peristiwa. Akan tetapi, istilah tersebut tidak hanya berasal
dari kata ini, ada yang berpendapat bahwa istilah sejarah berasal dari
istilah bahasa Arab syajaroh, yang berarti pohon atau silsilah. Makna
silsilah ini lebih tertuju pada makna padanan tarikh, termasuk padanan
pengertian abad, mitos, legenda dan seterusnya. Syajaroh berarti
terjadi. Sedangkan syajarah an-nasab berarti pohon silsilah.
Menurut pengertian istilah, kata sejarah juga memiliki beberapa
versi. Redaksi R.G Collingwood, misalnya mendefinisikan sejarah
sebagai ungkapan ‘history is the history of thought (sejarah adalah
sejarah pemikiran), history is kind of research or inquiry (sejarah
adalah sejenis penelitian ataupenyelidikan). Collingwood memaknai
sejarah (dalam arti penulisan sejarah historiografi), seperti membangun
dunia fantasi (are people who build up a fantasy world).1
Dalam paradigma umum, sejarah dimaknai sebagai penghubung
keadaan masa lampau dengan keadaan saat ini atau yang akan datang
atau keadaan sekarang yang berasal dari masa lampau. Apabila sejarah
dalam artian seperti ini dihubungkan dengan hukum, maka dapat
diterima bahwa hukum saat ini merupakan lanjutan/perkembangan dari
hukum masa lampau, sedangkan hukum yang akan datang terbentuk
dari hukum sekarang. Bahkan saat ini sudah berkembang keilmuan
1
Moh Hasbullah dan Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah. Bandung, CV Pustaka Setia 2012., hlm 21-
22
tentang sejarah masa depan (History of Future) dalam kerangka
pemahaman sejarah berulang/berputar (Circle History). Apabila
metode History of Future ini dipakai dalam memahami perkembangan
hukum di Indonesia, maka masa depan hukum di Indonesia lebih
mudah untuk dibentuk atau diprediksi.2
Menurut Soerjono Soekanto, bahwa sejarah hukum mempunyai
beberapa kegunaan, antara lain sebagai berikut :3
a. Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi
kalangan hukum. hukum tidak akan mungkin berdiri sendiri,
karena senantiasa dipengaruhi oleh aspek-aspek kehidupan yang
terus berkembang.
b. Sejarah hukum dapat mengungkap pengembangan, penggantian,
penyesuaian, perombakan dan alasan-alasan kaidah-kaidah hukum
yang diberlakukan.
c. Sejarah hukum juga berguna dalam praktik hukum untuk
melakukan penafsiran historis terhadap hukum.
d. Sejarah hukum dapat mengungkap fungsi dan efektivitas lembaga-
lembaga hukum tertentu.

Kegunaan sejarah hukum di atas dapat dijadikan frame atau


kerangka dalam melihat pembentukan dan perkembangan hukum yang
ada di Indonesia. Akan tetapi, untuk melihat sejarah pembentukan
hukum di Indonesia, terlebih dahulu perlu memahami kondisi
geografis dan etnis atau bangsa Indonesia sebelum merdeka. Selain itu
pada saat Indonesia merdeka, sedang berkembang
pandangan/teori/Aliran pemberlakuan hukum, paling tidak terdapat 3
aliran besar, yaitu legisme, Freie Rechtslehre dan Rechtsvinding.
Ketiga aliran ini dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap
pembentukan dan perkembangan hukum di Indonesia.

2
Jonaedi Efendi, Sejarah Hukum. (Surabaya,CV Jakad Publishing Surabaya), 2019. Hlm 3.
3
Ibid.
Sejarah hukum adalah suatu metode dan ilmu yang merupakan
cabang dari ilmu sejarah (bukan cabang dari ilmu hukum), yang
mempelajari (studying), menganalisa (analising), memverifikasi
(verifiying), menginterpretasi (interpreting), menyusun dalil (setting
the clausule), dan kecenderungan (tendention), menarik kesimpulan
tertentu (hipoteting), tentang setiap fakta, konsep, kaidah, dan aturan
yang berkenaan dengan hukum yang pernah berlaku.4

Baik yang secara kronologis dan sistematis, berikut sebab akibat


serta ketersentuhannya dengan apa yang terjadi di masa kini, baik
seperti yang terdapat dalam literatur, naskah, bahkan tuturan lisan,
terutama penekananya atas karakteristik keunikan fakta dan norma
tersebut, sehingga dapat menemukan gejala, dalil, dan perkembangan
hukum di masa yang lalu yang dapat memberikan wawasan yang luas
bagi orang yang mempelajarinya, dalam mengartikan dan memahami
hukum yang berlaku saat ini.5

Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang


mempelajari perkembangan dari asal usul sistem hukum dalam suatu
masyarakat tertentu, dan membandingkan antara hukum yang berbeda
karena dibatasi oleh perbedaan waktu. Sejarah hukum ini terutama
berkait dengan bangkitnya suatu pemikiran dalam hukum yang
dipelopori oleh Savigny (1779-1861). Dalam studi sejarah hukum
ditekankan mengenai hukum suatu bangsa merupakan suatu ekspresi
jiwa yang bersangkutan dan oleh karenanya senantiasa yang satu
berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini terletak pada karakteristik
pertumbuhan yang dialami oleh masing-masing sistem hukum. Apabila
dikatakan bahwa sistem hukum itu tumbuh, maka yang diartikan
adalah hubungan yang terus menerus antara sistem yang sekarang
dengan yang lalu. Apalagi dapat diterima bahwa hukum sekarang

4
John Gilissen, Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, (Bandung: Refika Adita Utama,
2009).
5
Munir Fuady, Sejarah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009).Hlm 1
berasal dari yang sebelumnya atau hukum pada masa-masa lampau,
maka hal itu berarti, bahwa hukum yang sekarang dibentuk oleh
proses-proses yang berlangsung pada masa lampau (Soedjono
Dirdjosisworo).6

Sejarah mempelajari perjalanan waktu masyarakat di dalam


totalitasnya, sedangkan sejarah hukum satu aspek tertentu dalam hal
itu, yakni hukum. Apa yang berlaku untuk seluruh, betapapun juga
berlaku untuk bagian, serta maksud dan tujuan sejarah hukum mau
tidak mau akhirnya adalah menentukan juga “dalil-dalil atau hukum-
hukum perkembangan kemasyarakatan”. Jadi, dengan demikian
permasalahan yang dihadapi sejarawan hukum tidak kurang
“imposible” daripada setiap penyelidik dalam bidang apapun. Namun
dengan mengutarakan bahwa sejarawan hukum harus berikhtiar untuk
melakukan penulisan sejarah secara integral, nampaknya Van den
Brink terlampau jauh jangkauannya. Justru pada tahap terakhir ia
melangkahi tujuan spesifik sejarah hukum ini. Sudah barang tentu
bahwa sejarawan hukum harus memberikan sumbangsihnya kepada
penulisan secara terpadu. Bahkan sumbangsih tersebut teramat
penting, mengingat peran yang begitu besar yang dimainkan oleh
hukum di dalam perkembangan pergaulan hukum manusia.7

Teori Hukum menurut Friedman adalah sebuah ilmu pengetahuan


yang di dalamnya mempelajari esensi hukum yang memiliki kaitan
antara filsafat hukum di satu sisi dengan teori politik yang berada di
sisi lainya. Menurut Arief Sidharta, teori ilmu hukum atau
rechtstheorie adalah sebuah ilmu, disiplin hukum yang jika dilihat
melalui perspektif interdisipliner serta eksternal secara kritis dapat
digunakan untuk menganalisis berbagai aspek gejala hukum, baik
secara mandiri maupun secara keseluruhan, baik didalam konsep

6
R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika, 2009). Hlm 319
7
John Gilissen, Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, (Bandung: Refika Adita Utama,
2009).
teoritisnya maupun dengan praktisnya, yang memiliki tujuan dalam
mendapatkan pemahaman lebih baik serta dapat memberikan
penjelasan sejelas mungkin berhubungan dengan bahan hukum yang
tersaji dan kegiatan yuridis yang ada pada kenyataan masyarakat.8

Makna sebuah teori hukum melambangkan warna kosmologi dan


spirit zamannya, pergeseran sudut pandang mengikuti peralihan zaman
dan tantangan yang dihadapi. Berikut 3 (tiga) tujuan yang akan dicapai
melalui Paparan Teori hukum sebagai berikut:9

1. Teori Hukum tidak tunggal dan tidak terwakili oleh teori


hukum murni seperti dianut kuat dalam Pendidikan hukum
dewasa ini.
2. Mengambil manfaat dari teori tersebut dalam melakukan
refleksi terhadap hukum sebagai Lembaga Manusia.
3. Membantu Proses pembentukan cara berfikir, konseptual dan
metodis.

Teori Hukum memiliki pengaruh terhadap konstruksi hukum


tentang bagaimana perkembangan hukum yang ideal dan bagaimana
keterkaitannya dengan hukum di dunia nyata atau berdasarkan
penerapannya. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis
tertarik untuk mengkaji makalah mengenai: “Teori Dan Sejarah
Perkembangan Hukum di Indonesia”.

8
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, , (Gorontalo : Cahaya Atma Pustaka), 2001. Hlm 3
9
Yoyon M. Darusman dan Bambang Wiyono, Teori Dan Sejarah Perkembangan Hukum,
(Pamulang UNPAM PRESS, 2019). Hlm 23
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Mazhab-Mazhab Hukum

Sejak awal abad Pertengahan sampai abad ke XII, hukum Inggris


dan Hukum Eropa Kontinental masuk ke dalam bilangan sistem hukum
yang sama, yaitu hukum Jerman. Hukum tersebut bersifat feudal baik
substansinya maupun prosedurnya. Satu abad kemudian setelah ada
perubahan situasi. Hukum Romawi yang merupakan hukum materil dan
hukum Kanonik yang merupakan hukum acara telah mengubah kehidupan
di Eropa Kontinental. Adapun di Inggris terlepas dari pengaruh tersebut.
Di negeri itu masih berlaku rakyat Inggris. Saat dikotomi itu terjadi dapat
ditentukan secara tepat, yaitu pada masa pemerintahan Raja Henry II.10

B. Perkembangan Mazhab Hukum Di Eropa Kontinental

Mazhab Hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum


yang berkembang di negara-negara yang berada di benua Eropa daratan
setelah runtuhnya kekaisaran Romawi yang diikuti dengan
berkembangnya rasionalisas (otonomi logika) masyarakat Eropa pada saat
itu, yang didasarkan atas hukum Romawi yang disebut dengan Civil Law.
Kenapa disebut Civil Law, karena pada mulanya Hukum Romawi pada
mulanya bersumber pada sebuah karya agung Kaisar Iustinianus
yaitu :Corpus Iuris Civilis.11 Namun demikian warisan hukum Romawi
tetap dipertahankan pada abad ke 15 dengan kumpulkannya hukum-hukum
Romawi di tempat ke dalam suatu kodifikasi hukum yang disebut dengan
Corpus Juris Civilis / Codex Justianus Romawi atau yang disebut dengan
Roman Civil Code. Dilanjutkan pada abad ke 18 (1805) pada saat terjadi
Revolusi Perancis dengan dibentuk suatu kodifikasi hukum yang disebut
dengan Code Civil Des Francais/Civil Code Napoleon dan B.W (Burgelijk
10
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Kencana Prenada Media
Group,2011). Hlm 223
11
Ibid.
Wetbook) . Penerapan sistem hukum tersebut di Prancis dianggap berhasil
di Eropa dan pada akhirnya diikuti oleh beberapa negara di Eropa daratan
diantaranya Jerman dan Belanda. Yang pada akhirnya pada saat Belanda
menjajah Indonesia sistem hukum tersebut dibawa dan diterapkan di
Indonesia.12
Dalam sistem hukum yang disebut mazhab continental, hukum
ditanggapi sebagai terjalin dengan prinsip-prinsip keadilan: hukum adalah
undang-undang yang adil. Pengertian hukum ini serasi dengan ajaran
filsafat tradisional, di mana pengertian hukum yang hakiki berkaitan
dengan arti hukum sebagai keadilan. Hukum ialah ius atau recht. Bila
suatu hukum yang konkrit, yakni undang-undang bertentangan dengan
prinsip-prinsip keadilan, maka hukum itu sudah tidak bersifat normatif
lagi, dan sebenarnya tidak dapat disebut hukum lagi. Undang-undang
hanya hukum bila adil. Dengan kata teknis adil merupakan unsur
konstitutif segala pengertian tentang hukum.13
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental
ialah “hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam
peraturanperaturan yang berbentuk perundang-undangan dan tersusun
secara sistematik di dalam kodifikasi atau kompilasi tertentu”. Prinsip
dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan
hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat
diwujudkan jikalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan
hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertilis. Dengan
tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak
dapat leluasa menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat
umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-
peraturan dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam

12
C.S.T. Kansil, Et.Al. Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 2005). Hlm 55
13
Theo Huijbers, Filsafat Hukum. (Jogjakarta: Pustaka Kanisius, 1995). Hlm 71
suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins
Res Ajudicata).14 Ciri-ciri secara umum mazhab hukum Eropa Kontinental:
a) Hukum secara khusus senantiasa dirumuskan dalam bentuk
undang-undang dan dibuat oleh pembuat undang-undang
untuk mengatur ketertiban umum dan masyarakat. Di luar
itu tidak lagi hukum yang dapat dijadikan hukum.
b) Hukum secara khusus selalu tersusun dalam satu buku
undang-undang (kodifikasi) untuk menjamin adanya
kepastian hukum.
c) Para aparatur penegak hukum dimulai proses penyelidikan
ataupu penyidikan (kepolisian), penuntutan (kejaksaan),
peradilan (hakim) termasuk pembelaan (advokat) adalah
corong dari undang-undang dalam rangka menciptakan
keadilan hukum (ligel justice).

C. Perkembangan Mazhab Hukum Anglo Saxon/American

Mazhab Hukum Anglo Saxon/American adalah suatu sistem hukum


yang berkembang di wilayah Britania Raya yang juga saat itu terjadi
setelah runtuhnya kekaisaran Romawi yang diikuti dengan
berkembangnya rasionalitas (otonomi logika) masyarakat Eropa pada saat
itu. Hukum Anglo Saxon / American adalah hukum yang pada awalnya
berkembang di wilayah Anglican dan Saxona yang tatanan hukum lebih
didasarkan kebiasaan-kebiasaan masyarakatnya dipelihara secara turun
temurun yang akhirnya di jadikan hukum yang berlaku wilayah Britania
Raya. Inggris pada masa kolonial memiliki wilayah jajahan yang sangat
luas terutama di wilayah Amerika dan Asia. Karena itu hukum Anglo
Saxon / American dibawa dan diberlakukan oleh Inggris di negara-negara
jajahannya yang saat ini tergabung dalam negara-negara persemakmuran
(commonwealth).15

14
R. Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. (Jakarta : Rajawali Press, 1993).
Hlm 69
15
Op.Cit. C.S.T. Kansil.
Hukum Anglo Saxon adalah hukum yang dikembangkan di Inggris
yang didasarkan atas hukum asli rakyat Inggris yang disebut Common
Law. Common Law dianut oleh suku-suku Anglika dan Saksa yang
mendiami sebagian besar Inggris sehingga disebut juga dengan Anglo-
Saxon, suku Scott yang mendiami Skotlandia tidak menganut sistem
hukum itu. Meskipun berada di tanah Inggris mereka menganut sistem
civil law.16
Sistem hukum Anglo-saxon mengutamakan “the rule of law”. “The
rule of law” harus ditaati, bahkan juga bila tidak adil. Sikap ini serasi
dengan ajaran aliran-aliran filsafat empiris. Menurut filsafat itu hukum,
entah tertulis atau tidak tertulis, adalah peraturan-peraturan yang
diciptakan oleh suatu bangsa selama sejarahnya, dan yang telah bermuara
pada suatu perundang-undangan tertentu dan suatu praktek pengadilan
tertentu. Hukum adalah undang-undang (lex/wet) adil tidak merupakan
unsur konstitutif pengertian hukum.17 Bahwa adil tidak termasuk
pengertian hakiki suatu tata hukum tidak berarti suatu bentuk tata hukum
dapat dibentuk begitu saja. Memang jelas bahwa suatu tata hukum harus
dibentuk dengan tujuan keadilan. Oleh sebab itu diterima juga, bahwa
pembentukan suatu tata hukum berpedoman pada prinsip-prinsip umum
tertentu, yakni prinsip-prinsip yang menyangkut kepentingan suatu
bangsa. Prinsip-prinsip yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut
diambil dari keyakinan-keyakinan yang hidup dalam masyarakat tentang
suatu kehidupan yang adil dan baik.18
Pokok-pokok pendekatan kaum realism Amerika menurut Karl
Lewellyn yang dikutip oleh R.W.M. Dias dalam bukunya “Jurisprudence”.
Adalah sebagai berikut :
a. Hendaknya konsep harus menyinggung hukum yang berubah-
ubah dan hukum yang diciptakan oleh pengadilan.
b. Hukum adalah alat-alat untuk mencapai tujuan-tujuan sosial.
16
Op.Cit. Peter Mahmud Marzuki.
17
Op.Cit. Theo Huijbers,. Hlm 68
18
Ibid. Theo Huijbers. Hlm 69
c. Masyarakat berubah lebih cepat dari hukum dan oleh
karenannya selalu ada kebutuhan untuk menyelidiki bagaimana
hukum itu menghadapi problemproblem sosial yang ada.
d. Guna keperluan studi, untuk sementara harus ada pemisahan
antara is dan ought.
e. Tidak mempercayai anggapan bahwa peraturan-peraturan dan
konsep-konsep hukum itu sudah mencukupi untuk menunjukan
apa yang harus dilakukan oleh pengadilan. Hal ini selalu
merupakan masalah utama dalam pendekatan mereka terhadap
hukum.
f. Sehubungan dengan butir di atas, mereka juga menolak teori
tradisionil bahwa peraturan hukum itu merupakan faktor utama
dalam mengambil keputusan.
g. Mempelajari hukum hendaknya dalam lingkup yang lebih
sempit, sehingga nyata. Peraturan-peratutan hukum itu meliputi
situasi-situasi yang banyak dan berlain-lainan, oleh karena itu
ia bersifat umum, tidak konkret, dan tidak nyata.
h. Hendaknya hukum itu dinilai dari efektivitasnya dan
kemanfaatannya untuk menemukan efek-efek tersebut.

Sumber hukum dalam sistem Anglo Amerika adalah “putusan-


putusan hakim/pengadilan”. Melalui putusan-putusan hakim yang
mewujudkan kepastian hukum, prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum
dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum. Di samping putusan-
putusan hakim, kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis
undang-undang dan peraturan administrasi negara juga diakui, walaupun
banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu
berasal dari putusan-putusan dalam pengadilan. Sistem hukum Anglo
Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the doctrine
of precedent/State Decisis”. Pada hakikatnya doktrin ini menyatakan
bahwa dalam memutus suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan
putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain
dari perkara yang sejenis sebelumnya (preseden). Dalam hal ini tidak ada
putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada
sebelumnya.19 Ciri-ciri secara umum mazhab hukum Eropa Kontinental :

a. Hukum tidak secara khusus senantiasa dirumuskan dalam


bentuk undang-undang dan dibuat oleh pembuat undang-
undang untuk mengatur ketertiban umum dan masyarakat.
Karena di luar hukum terdapat ketentuan-ketentuan lain yang
dapat dijadikan hukum.
b. Hukum tidak selalu secara khusus dibuat tersusun dalam satu
buku undang-undang (kodifikasi) untuk menjamin adanya
kepastian hukum, karena di luar itu terdapat ketentuan lain
yang dapat dijadikan sumber hukum dalam penegakan hukum.
c. Para aparatur penegak hukum dimulai proses penyelidikan
ataupu penyidikan (kepolisian), penuntutan (kejaksaan),
peradilan (hakim) termasuk pembelaan (advokat) adalah bukan
corong dari undang-undang dalam rangka menciptakan
keadilan hukum (legal justice), karena tujuan hukum bukan
hanya keadilan hukum (legal justice) tetapi juga keadilan
masyarakat (social justice).

D. Pengaruh Mazhab-mazhab Hukum Terhadap Sistem Hukum Yang


Dianut di Indonesia.

Pembicaraan mengenai “tata hukum Indonesia” akan berkaitan


dengan aturan-aturan hukum yang pernah berlaku dan tetap menjadi
hukum, dan aturan yang berlaku sebagai hukum positif. Untuk mengerti
dan memahami kedua turan hukum ini dapat dilakukan dengan melihat
kembali sejarah dengan sumber-sumber tata hukumnya. Karena itu sebagai
mana diuraikan di atas mazahab-mazhab hukum dalam perkembangannya
terdapat dua mazhab yaitu Mazhab Anglo – Saxon dan Eropa Kontinental,
walaupun dalam prakteknya terdapat beberapa sistem hukum dalam suatu
19
Op.Cit. R. Abdul Djamali. Hlm 71
negara yang tidak bermazhab akan tetapi mengembangkan hukum sendiri
sesuai dengan kearifan-kearifan lokal di negaranya.20
Suatu perbandingan antara dua kecenderungan dalam pemikiran
hukum, metode dan praktek yang dengan cara yang sangat umum
dilukiskan sebagai ilmu hukum Anglo-Saxon dan Eropa Kontinental jelas
sangat penting. Teori hukum tidak dapat mencapai tujuannya yang pokok,
bayangannya sendiri, tanpa timbul di luar batas-batas yang berat sebelah
dari pendidikan hukum : jika praktisi menghadapi pertentangan dalam
Undang-Undang, ia harus harus membandingkan pengertian mengenai
hukum dan lembaga-lembaga hukum dari bangsa-bangsa yang berbeda;
suatu sistem hukum internasional yang dapat dipakai, harus
menggabungkan metode-metode dan pandangan sustem-sistem hukum
nasional yang berbeda. Krisis dan perjuangan dunia saat ini memaksa kita
mengambil cadangan atas bantuan atau kekaburan di mana sistem-sistem
hukum yang berbeda-beda dapat menciptakan kerjasama internasional.
Sebaliknya hubungan budaya, ekonomi, militer dan politik yang lebih erat
diantara demokrasi-demokrasi barat menciptakan pengertian timbal balik
yang lebih baik dari lembaga hukum dan pola-pola berfikir merupakan
suatu persoalan akan arti penting praktis.21
Sistem hukum Indonesia sangat dipengaruhi dengan aliran
Rechtsvinding. Ini berarti bahwa hakim dalam memutuskan perkara
berpegang pada undang-undang dan hukum lainnya yang berlaku di dalam
masyarakat secara gebonden vrijheid dan vrije gebondenheid. Tindakan
hakim tersebut dilindungi oleh hukum dan misalnya berdasarkan kepada :
(a) Pasal 20 AB, yang mengatakan bahwa hakim harus mengadili
berdasarkan undang-undang. (b) Pasal 22 AB, yang mengatakan bahwa
hakim tidak boleh menolak mengadili perkara yang diajukan kepadanya
dengan alasan tidak lengkapnya, tidak jelasnya undang-undang. Apabila

20
Op.Cit Yoyon M. Darusman dan Bambang Wiyono. hlm 21.
21
W. Friedmann. Teori dan Filsafat Hukum. Hukum dan Masalah-masalah Kontemporer. (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 1994). Hlm 161.
penolakan terjadi maka hakim dapat dituntut berdasarkan rechtsweigering.
Apabila ada perkara hakim melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut :
a. Dia menempatkan dalam proporsi yang sebenarnya.
b. Kemudian ia melihat pada undang-undang.
(1) Apabila undang-undang menyebutkannya maka perkara
diadili menurut undang-undang.
(2) Apabila undang-undang kurang jelas, ia mengadakan
penafsiran.
(3) Apabila ada ruangan-ruangan kosong, hakim mengadakan
kontruksi hukum, rechtsverfijning atau argumentum a
contrario.
c. Di samping itu hakim melihat jurisprudensi dan dalil-dalil
hukum agama, adat dan sebagainya yang berlaku di dalam
masyarakat.

Dalam rangka pembinaan dan pembangunan/pengembangan


hukum di Indonesia dengan bertolak dari praktik lapangan kemasyarakatan
dan situasi kultural di Indonesia serta kebutuhan riil masyarakat Indonesia,
maka Mochtar Kusumaatmadja merumuskan landasan atau kerangka
teoritis bagi pembinaan hukum nasional sebagai teori hukum
pembangunan dengan mengakomodasi pandangan tentang hukum dari
Eugen Ehrlih dan teori hukum Roscoe Pound dengan filsafat budaya
Northerop dan pendekatan policy oriented LaswellMc. Dougal
mengolahnya menjadi satu konsepsi hukum yang memandang hukum
sebagai pembaharuan, disamping sarana untuk menjamin ketertiban dan
kepastian hukum masyarakat. Untuk memberikan landasan teoritik dalam
memerankan hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat serta
pembangunan tata hukum nasional yang akan mampu menjalankan
peranan tersebut, Mochtar Kusumaatmadja mengajukan konsepsi hukum
yang tidak hanya merupakan keseluruhan azas-azas dan kaedah-kaedah
yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan meliputi
lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya
kaedah-kaedah itu dalam kenyataan. Dengan konsepsi hukum tersebut,
tampak hukum itu sebagai suatu sistem yang tersusun atas tiga komponen
(subsistem), yaitu: asas-asas dan kaedah hukum, kelembagaan hukum, dan
proses perwujudan hukum.22

Teorisasi hukum Indonesia seharusnya mampu memberikan


gambar hukum Indonesia yang sesungguhnya. Artinya teorisasi hukum
mampu membangun konsep hukum Indonesia berdasarkan berbagai data
atau muatan Indonesia itu sendiri. Teorisasi yang demikian hendaknya
mampu menunjukkan apa yang diinginkan, kemana arah orientasinya,
serta konsep dan doktrin sosial, politik dan bidang lainnya yang dimiliki.
Dalam konteks kekinian, bangsa Indonesia telah mampu menghimpun
banyak kekayaan seperti wawasan manusia seutuhnya, asas-asas manfaat,
kekeluargaan, peri kehidupan dalam keseimbangan dan sebagainya. Ilmu
hukum Indonesia seharusnya mampu untuk membangun teori hukum
Indonesia sebagai konfigurasi dari apa, bagaimana, dan kemana tujuan
hukum Indonesia.23

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum


hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem
yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa
kontinental. Khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu
Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia
Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum
atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan dan warisan.
Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap
dalam perundang-undangan atau yurisprudensi. Hal itu merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya
22
Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung:
Bina Cipta 1976). Hlm 5
23
Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum di Indonesia 1945– 1990, (Surakarta : Muhammadiyah
University Press 2005). Hlm 31-32
yang ada di wilayah Nusantara. 24 Adapun urutan perkembangan hukum di
Indonesia antara lain adalah sebagai berikut :25

1. Periode VOC

Pada masa pendudukan VOC, sistem hukum yang diterapkan


bertujuan untuk:
a. Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis
ekonomi di negeri Belanda;
b. Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis
ekonomi di negeri Belanda;
c. Kepentingan ekspolitasi ekonomi demi mengatasi krisis
ekonomi di negeri Belanda.

Hukum Belanda diberlakukan terhadap orang-orang Belanda


atau Eropa. Sedangkan bagi pribumi, yang berlaku adalah
hukum-hukum yang dibentuk oleh tiap-tiap komunitas secara
mandiri. Tata pemerintahan dan politik pada zaman itu telah
meminggirkan hak-hak dasar rakyat di nusantara dan
menjadikan penderitaan yang mendalam terhadap rakyat
pribumi di masa itu.

2. Periode Liberal Belanda

Pada 1854 di Hindia Belanda


diterbitkan Regeringsreglement ( RR 1854) atau Peraturan
tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda). Tujuan
utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha
swasta di negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur
perlindungan hukum terhadap kaum pribumi dari kesewenang-
wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat ditemukan
dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang
24
Sri Hajati, Ellyne Dwi Poespasari dan Oemar Moechtar. Buku Ajar Pengantar Hukum Indonesia.
(Surabaya : Airlangga University Press 2017) hlm 68
25
Ibid. Sri Hajati, Ellyne Dwi Poespasari dan Oemar Moechtar
pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan
kepolisian, dan jaminan terhadap proses peradilan yang bebas.
Otokratisme administrasi kolonial masih tetap berlangsung
pada periode ini, walaupun tidak lagi sebengis sebelumnya.
Namun, pembaruan hukum yang dilandasi oleh politik
liberalisasi ekonomi ini ternyata tidak meningkatkan
kesejahteraan pribumi. Karena eksploitasi masih terus terjadi,
hanya subyek eksploitasinya saja yang berganti, dari eksploitasi
oleh negara menjadi eksploitasi oleh modal swasta.

3. Periode Politik Etis Sampai Kolonialisme Jepang

Kebijakan Politik Etis dikeluarkan pada awal abad 20. Di


antara kebijakan-kebijakan awal politik etis yang berkaitan
langsung dengan pembaharuan hukum adalah:
a. Pendidikan untuk anak-anak pribumi, termasuk
pendidikan lanjutan hukum;
b. Pembentukan Volksraad, lembaga perwakilan untuk
kaum pribumi;
c. Penataan organisasi pemerintahan, khususnya dari segi
efisiensi;
d. Penataan lembaga peradilan, khususnya dalam hal
profesionalitas;
e. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang
berorientasi pada kepastian hukum.

Hingga runtuhnya kekuasaan kolonial, pembaruan hukum


di Hindia Belanda mewariskan: Dualisme/pluralisme
hukum privat serta dualisme/pluralisme lembaga-lembaga
peradilan. Penggolongan rakyat ke dalam tiga golongan;
Eropa dan yang disamakan, Timur Asing, Tionghoa dan
Non-Tionghoa, dan Pribumi. Masa pendudukan Jepang,
pembaharuan hukum tidak banyak terjadi. Seluruh
peraturan perundang-undangan yang tidak bertentangan
dengan peraturan militer Jepang, tetap berlaku sembari
menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan
Eropa lainnya.

4. Periode Revolusi Fisik

Pembaruan hukum yang sangat berpengaruh di masa awal ini


adalah pembaruan di dalam bidang peradilan, yang bertujuan
dekolonisasi dan nasionalisasi, Meneruskan unfikasi badan-
badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan dan
Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat
dan swapraja, kecuali badan-badan pengadilan agama yang
bahkan dikuatkan dengan pendirian Mahkamah Islam Tinggi.

5. Periode Demokrasi Liberal

UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia. Namun


pada masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak
banyak terjadi. Yang ada adalah dilema untuk mempertahankan
hukum dan peradilan adat atau mengkodifikasi dan
mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka terhadap
perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional.
Kemudian yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan
menghapuskan seluruh badan-badan dan mekanisme
pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan
negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang
Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang
Susunan dan Kekuasaan Pengadilan.

6. Periode Demokrasi Terpimpin


Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang
dianggap sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan
peradilan adalah:
a. Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan
mendudukan MA dan badan-badan pengadilan di bawah
lembaga eksekutif;
b. Mengganti lambang hukum dewi keadilan menjadi
pohon beringin yang berarti pengayoman;
c. Memberikan peluang kepada eksekutif untuk
melakukan campur tangan secara langsung atas proses
peradilan berdasarkan UU No.19/1964 dan UU
No.13/1965.
d. Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial
tidak berlaku kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim
mesti mengembangkan putusan-putusan yang lebih
situasional dan kontekstual.

7. Periode Orde Baru

Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di


bawah Orde Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum
dalam proses politik dan pemerintahan. Di bidang perundang-
undangan, rezim Orde Baru membekukan pelaksanaan UU
Pokok Agraria, dan pada saat yang sama membentuk beberapa
undang-undang yang memudahkan modal asing berinvestasi di
Indonesia. Diantaranya adalah UU Penanaman Modal Asing,
UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru
juga melakukan: Penundukan lembaga-lembaga hukum di
bawah eksekutif. Pengendalian sistem pendidikan dan
penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam pemikiran
hukum. Singkatnya, pada masa orde baru tak ada
perkembangan yang baik dalam hukum Nasional.
8. Periode Reformasi

Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga


sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di
arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, beberapa
pembaruan formal yang mengemuka adalah:
a. Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan
b. Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia
c. Pembaruan sistem ekonomi.

Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (Korupsi, Kolusi dan


Nepotisme) masih kokoh mengakar pada masa pasca orde
baru, bahkan kian luas jangkauannya. Selain itu,
kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum memadai
untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat
penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini
ditambah advokat) dilihat masih belum mampu
mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum. Hal ini
dapat dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung
meneruskan proses peradilan mantan Presiden Soeharto,
peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para
konglomerat hitam. Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat
untuk menuntut hak-haknya dan mengembangkan sumber
daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan luas
dilaksanakan. Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap
terasa lambat dan masih tak tentu arahnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan mazhab-mazhab hukum, terutama Eropa


Kontinental dan Anglo-Saxon/American, memberikan dampak substansial
pada evolusi sistem hukum di berbagai negara, termasuk Indonesia. Eropa
Kontinental, dengan akar hukum Romawi dan Kanonik, mendorong
kodifikasi hukum dan kepastian hukum melalui undang-undang yang
terperinci. Sementara itu, Anglo-Saxon/American menekankan "the rule of
law" dan memberikan peran signifikan pada preseden dalam sistem
peradilan. Pengaruh kuat mazhab-mazhab hukum ini terlihat dalam sejarah
perkembangan hukum Indonesia, yang melibatkan periode penguasaan
oleh berbagai kekuatan kolonial dan dinamika dalam negeri. Indonesia
memiliki sistem hukum yang merupakan sintesis dari hukum Eropa,
hukum Agama, dan hukum Adat. Warisan hukum Belanda, terutama dalam
aspek perdata dan pidana, tetap signifikan. Hukum Agama, terutama
Syari'ah Islam, memberikan sumbangan penting terutama dalam urusan
keluarga. Sementara itu, hukum Adat tetap relevan, mencerminkan
kearifan lokal.
Meskipun Indonesia berupaya melakukan reformasi hukum pada era
Reformasi, termasuk amandemen UUD dan pembaruan sistem politik,
tantangan seperti korupsi dan keterbatasan penegakan hukum masih
bersifat sistemik. Upaya pemberdayaan rakyat dalam menuntut hak-
haknya sendiri semakin gencar, tetapi percepatan dan arahan yang jelas
dalam pembaruan hukum tetap diperlukan. Dengan demikian, sejarah
perkembangan hukum Indonesia mencerminkan dinamika kompleks yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kolonialisme, politik, dan nilai-nilai
lokal. Sistem hukum Indonesia, yang unik dan terus berkembang,
merupakan hasil dari adaptasi terhadap perubahan zaman dan tetap
menjadi wilayah yang membutuhkan perhatian dalam upaya perbaikan dan
peningkatan.

DAFTAR PUSTAKA

Moh Hasbullah dan Dedi Supriyadi, Filsafat Sejarah. (Bandung, CV Pustaka


Setia). 2012

Jonaedi Efendi, Sejarah Hukum. (Surabaya,CV Jakad Publishing Surabaya). 2019

John Gilissen, Frits Gorle, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, (Bandung: Refika
Adita Utama). 2009

Munir Fuady, Sejarah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia). 2009

R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Sinar Grafika). 2009

Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Gorontalo : Cahaya Atma Pustaka). 2001

Yoyon M. Darusman dan Bambang Wiyono, Teori Dan Sejarah Perkembangan


Hukum, (Pamulang UNPAM PRESS). 2019

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum. (Jakarta : Kencana Prenada


Media Group). 2011

C.S.T. Kansil, Et.Al. Pengantar Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni). 2005

Theo Huijbers, Filsafat Hukum. (Jogjakarta: Pustaka Kanisius). 1995

R. Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. Edisi Revisi. (Jakarta : Rajawali


Press). 1993

W. Friedmann. Teori dan Filsafat Hukum. Hukum dan Masalah-masalah


Kontemporer. (Jakarta : Raja Grafindo Persada). 1994

Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional,


(Bandung: Bina Cipta). 1976

Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum di Indonesia 1945– 1990, (Surakarta :


Muhammadiyah University Press). 2005

Sri Hajati, Ellyne Dwi Poespasari dan Oemar Moechtar. Buku Ajar Pengantar
Hukum Indonesia. (Surabaya : Airlangga University Press). 2017

Anda mungkin juga menyukai