Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH HUKUM DI INDONESIA

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Tata
Hukum Indonesia

Dosen Pengampu : Dr. M. Aunul Hakim, M.H.

Oleh:

Dzul Hilmi Al Hafidh 18230025

Mohammad Hasan Asyary 18230034

Frida Pramadipta 18230109

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2019
KATA PENGANTAR

Terlebih dahulu kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang
Maha Esa, karena berkat lindunganNya kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulisan makalah ini adalah bagian dari proses akademik dalam rangka
mengikuti pendidikan pada Program Sarjana Hukum Tata Negara dalam mata
kuliah Pengantar Tata Hukum Indonesia.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,


sehingga kami mengharapkan kritik dan saran-saran yang sifat membangun guna
penyempurnaan lebih lanjut di kemudian hari.

Malang, 31 Agustus 2019

Penyusun
ABSTRACT

Dalam sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa kerajaan sebelum


VOC datang adalah menggunakan hukum adat sebagai hukum positip di tiap-tiap
daerah nusantara Indonesia. Bahwa seiring dengan penjajahan Belanda, lambat
laun Pemerintahan Hindia Belanda menggeser hukum adat sedikit demi sedikit
digantikan dengan sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif
berlaku sejak tahun 1848. Bahwa Pada masa penjajahan Jepang pun hukum
kolonial Belanda masih digunakan karena Jepang tidak sempat mengeluarkan
berbagai peraturan perundang-undangan karena masa menjajah hanya 31/2 (tiga
setengah) tahun kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942 yang berisi
pemberlakuan berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia
Belanda. Jadi pada era orde lama, Indonesia menggunakan hukum Tiban yaitu
hukum yang serta merta berlaku pada saat Indonesia merdeka. Pemerintah
memfokuskan perhatiannya pada aspek pembangunan ekonomi.Pengurutan
hukum juga menjadi agenda yang begitu penting dalam hal ini UUD 1945,
UU/Perpu, dan lain sebagainya. Sedangkan pada era reformasi, wewenang
presiden dikurangi serta ditelanjangi. Dengan tujuan agar supaya gaya
kepemimpinan otoriter pada masa era orde baru tidak terulang kembali. Sehingga
wewenang Presiden disatu sisi tidak otonom.

Kata Kunci: Sejarah. Hukum. Indonesia.


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari Sistem Hukum Eropa,


Hukum Agama dan Hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata
maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda
karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan
sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian
besar masyarakat Indonesia menganut Agama Islam, maka dominasi hukum atau
Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan
warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat yang diserap
dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.

Hukum pada masa sekarang dan hukum pada masa lampau merupakan satu
kesatuan dan berhubungan erat, sambung menyambung atau tak terputus-putus.
Oleh karena itu kita hanya dapat mengerti hukum pada masa kini dengan
mempelajari sejarah.

Salah satu peranan sejarah hukum adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta


hukum tentang masa lampau dalam kaitannya dengan masa kini. Hal di atas
merupakan suatu proses, suatu kesatuan, dan satu kenyataan yang diahadapi dan
yang terpenting bagi para ahli sejarah data dan bukti tersebut harus tepat,
cenderung mengikuti pentahapan yang sistematis, logika, jujur dan kesadaran
pada diri sendiri serta imajinasi yang kuat.

Sejarah hukum dapat memberikan pandangan yang luas bagi kalangan


hukum, karena hukum tidak mungkin berdiri sendiri, senantiasa dipengaruhi oleh
berbagai aspek kehidupan lain yang juga mempengaruhinya. Hukum masa kini
merupakan hasil perkembangan dari hukum masa lampau, dan hukum masa kini
merupakan dasar bagi hukum masa mendatang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian sejarah?
2. Bagaimana sistem hukum di Indonesia pada fase Pra Kolonial?
3. Bagaimana sistem hukum di Indonesia pada fase Kolonial?
4. Bagaimana sistem hukum di Indonesia pada fase Kemerdekaan?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertiam sejarah
2. Untuk mengetahui sistem hukum di Indonesia pada fase Pra Kolonial
3. Untuk mengetahui sistem hukum di Indonesia pada fase Kolonial
4. Untuk mengetahui sistem hukum di Indonesia pada fase Kemerdekaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sejarah

Secara etimologi kata sejarah berasal dari bahasa Arab (‫شجرة‬: šajaratun)
yang artinya pohon. Dalam bahasa Arab sendiri, sejarah disebut tarikh (‫) تاريخ‬.
Adapun kata tarikh dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah waktu
atau penanggalan. Kata Sejarah lebih dekat pada bahasa Yunani yaitu historia
yang berarti ilmu atau orang pandai. Kemudian dalam bahasa Inggris menjadi
history, yang berarti masa lalu manusia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata sejarah berarti asal-usul
(keturunan) silsilah; kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pd masa
lampau; riwayat; tambo: cerita –; pengetahuan atau uraian tentang peristiwa dan
kejadian yg benar-benar terjadi dalam masa lampau; ilmu sejarah. Sedangkan di
kawasan orang-orang yang berbahasa Melayu (termasuk Indonesia) secara
sederhana kata “sejarah” itu diartikan sebagai cerita dan cerita masa lalu yang di
kenal dengan sebutan legenda, babad, kisah, hikayat, dan sebagainya yang
kebenaranya belum tentu tanpa bukti-bukti sebagai hasil penelitian.

Disamping pengertian sejarah secara etimologi, ada pula pengertian sejarah


menurut para ahli, yaitu:
1. Ibnu Khaldun (1332-1406)
Sejarah didefinisikan sebagai catatan tentang masyarakat umum manusia
atau peradaban manusia yang terjadi pada watak/sifat masyarakat itu.
2. R. Moh. Ali
Moh. Ali dalam bukunya Pengantar Ilmu Sejarah Indonesia, mempertegas
pengertian sejarah sebagai berikut:

a) Jumlah perubahan-perubahan, kejadian atau peristiwa dalam


kenyataan di sekitar kita.
b) Cerita tentang perubahan-perubahan, kejadian, atau peristiwa dalam
kenyataan di sekitar kita.
c) Ilmu yang bertugas menyelidiki perubahan-perubahan, kejadian, dan
atau peristiwa dalam kenyataan di sekitar kita.
3. J.V. Bryce
Sejarah adalah catatan dari apa yang telah dipikirkan, dikatakan, dan
diperbuat oleh manusia.
Dengan demikian, sejarah dapat diartikan sebagai suatu pengungkapan
dari kejadian masa lalu.

Sejarah Hukum

Sejarah hukum adalah salah satu bidang studi hukum, yang mempelajari
perkembangan dan asal-usul system hukum dalam suatu masyarakat tertentu, dan
memperbandingkan antara hukum yang berbeda karena dibatasi oleh perbedaan
waktu. Pemikiran tentang Sejarah hukum pertama kali dipelopori oleh Friedrich
Carl Von Savigny. Dalam studi ini, hukum dilihat sebagai suatu bagian yang tak
terpisahkan dengan sejarah bangsa, oleh karenanya hukum berubah menurut
waktu dan tempatnya. Dan apabila hukum itu dikatakan tumbuh maka dapat
diartikan bahwa system hukum yang sekarang senantiasa berhubungan dengan
system hukum dimasa lalu.
Ada banyak keuntungan dalam mempelajari sejarah hukum salah satunya
menambah pengetahuan kita mengenai suatu system lembaga atau pengaturan
hukum teretentu. Disamping itu dalam perananya sejarah hukum juga berusaha
mengenali dan memahami secara sistematis proses-proses terbentuknya hukum,
factor-faktor yang menyebabkan dan sebagainya dan memberikan tambahan
pengetahuan yang berharga untuk memahami fenomena hukum dalam
masyarakat.

B. Fase Pra Kolonial

Membicarakan tata hukum khususnya yang berlaku di Indonesia tidak dapat


dilakukan tanpa mempelajari sejarahnya disamping politik hukum yang digunakan
sebagai pelaksanaan berlakunya aturan hukum itu. Hal ini disebabkan karena
bangsa Indonesia memiliki sejarah bangsa yang luhur dan tidak ternilai harganya
di dunia ini, juga adanya perkembangan pelaksanaan hukum yang dialami sebagai
pengaturan tingkah laku bangsa Indonesia didalam pergaulan hidupnya. Ketika
posisi bangsa Indonesia masih dalam wilayah nusantara. Sejak jaman tandu di
kepulauan nusantara ini telah adanya kehidupan manusia dalam perkembangan
sejarah hidup manusia. Tetapi pencatatan dari kejadian-kejadian penting terhadap
kehidupan bangsa Indonesia dimasa lalu baru ada sejak memasuki abad I, dan ini
pun diketahui setelah ada penelitian-penelitian dari adanya peninggalan-
peninggalan sejarah yang bersifat arkeologis yang ditemukan.

Kemudian setelah kehidupan manusia berkembang dan masuknya


kebudayaan dari luar, hubungan antar pulau mulai terjalin, maka terjadilah
kehidupan kelompok sosial yang mulai teratur dibawah kekuasaan seseorang atau
beberapa orang yang dianggap kuat dan mampu untuk menjalankan pengawasan
dalam pergaulan hidup masyarakat. Pengawasan dilakukan pada tiap-tiap wilayah
masing-masing kelompok sosial masyarakat yang tersebar diseluruh kepulauan
nusantara. Terhadap fenomena kehidupan ini akan ada bukti ketika kebenaran
yang ditulis agak sistematis, yang terjadi pada masa kekuasaan raja-raja nusantara
dari perkembangan kelompok sosial masyarakat nusantara yang tersebar luas di
seluruh kepulauan nusantara pada kejayaan-kejayaan sistem kerajaan nusantara,
yang meliputi: (1) Sriwijaya; (2) Padjajaran; (3) Singosari; (4) Majapahit; (5)
Mataram; (6) Kutai dan lain sebagainya.

Di bawah penguasa kerajaan-kerajaan nusantara yang tersebar pada wilayah


kepulauan nusantara itu, maka tata hukum bangsa Indonesia saat itu pula masih
bersifat kewilayahan berdasarkan batas wilayah kekuasaan dari masing-masing
kerajaan. Tata hukum yang berlaku pun sesuai dengan aturan hukum yang berlaku
dan berkembang pada setiap masing-masing wilayah kerajaan. Sehingga tata
hukum sebagai aturan hukum yang merupakan salah satu pengaturan di bidang
politik hukum di antara masing-masing kerajaan berbeda-beda satu sama lainnya.
Lalu kemudian bangsa Indonesia dalam bidang hukum mulai jelas dan tanpak
yang dapat diketahui sebagai embrio tata hukum nasional bangsa Indonesia, yaitu
setelah kedatangan bangsa Eropa yang bertujuan melakukan penjajahan kepada
bangsa Indonesia yang tersebar pada wilayah nusantara.

Kedatangan bangsa Eropa dengan tujuan penjajahan terutama orang-orang


Belanda dengan usaha menanamkan pengaruhnya melalui penjajahan tersebut.
Kemudian, apakah yang dilakukan oleh orang-orang Belanda dalam bidang
hukum selama masa penjajahan itu? Orang Belanda mulai menjajah bangsa
Indonesia yang mendiami kepulauan nusantara ini sejak abad XVII sampai abad
XX yang diselingi oleh orang Inggris dan terakhir orang Jepang sebelum
perjuangan bangsa Indonesia mencapai kemerdekaannya dengan
diproklamirkannya kemerdekaan itu tanggal 17 Agustus 1945. Dengan demikian,
embrio tata hukum Indonesia itu yang sebelumnya tersebar pada tiap-tiap wilayah
kekuasaan kerajaan-kerajaan nusantara itu sebagai aturan hukumnya sudah
berakhir ketika lepas dari penjajahan bangsa lain, terutama bangsa Belanda dan
bangsa Jepang. Untuk mengetahui politik hukum dalam tatahukum Indonesia
masa Hindia Belanda kita jelaskan berikut ini.

C. Fase Kolonial

1. Masa Vereenigde Oost IndischeCompagnie 1602-1799


Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang didirikan oleh para
pedagang oarang Belanda tahun 1602 maksudnya supaya tidak terjadi persaingan
antar para pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang-orang pribumi
dengan tujuan dapat memperoleh keuntungan yang besar dari pasaran
Eropa.Sebagai kompeni dagang oleh pemerintah Belanda kemudian hak-hak
istimewa (octrooi), seperti hak monopoli pelayaran dan perdagangan, hak
membentuk angkatan perang, hak mendirikan benteng, mengumumkan perang,
mengadakan perdamaian dan hak mencetak uang.38 Dengan hak "octrooi" itu
VOC melakukan ekspansi penjajahan di daerah-daerah kepulauan nusantara yang
didatangi terutama kepulauan Maluku dan menanamkan penekanan dalam bidang
perekonomian dengan memaksakan aturan-aturan hukumnya yang dibawa.
Pada tahun 1610 pengurus pusat VOC di Belanda memberikan wewenang
kepada Gubernur Jenderal Pieter Both untuk membuat peraturan dalam
menyelesaikan perkara istimewa yang harus disesuaikan dengan kebutuhan para
pegawai VOC di daerah-daerah yang dikuasai, di samping ia dapat memutuskan
perkara perdata dan pidana. Peraturan yang dibuat oleh Gubernur Jenderal itu
kemudian berlaku berdampingan dengan peraturan yang dibuat sendiri oleh
Direksi VOC di Belanda dengan nama "Heeren Zeventien. Setelah penyusunan
selesai, maka pada tahun 1642 diumumkan di Batavia dengan nama "Statuta van
Batavia. Usaha semacam ini dilakukan lagi yang selesai pada tahun 1766 dan
diberi nama "Nieuwe Bataviase Statuten".
Terhadap aturan-aturan hukum itu pernah dicoba suatu penelitian antara lain
dilakukan oleh Freijer dan menghasil kan suatu kitab hukum pada tahun 1760,
kitab hukum (kompendium) Freijer itu ternyata hanya berisi aturan-aturan hukum
perkawinan dan hukum waris Islam. Sampai berakhirnya masa VOC yang
dibubarkan oleh pemerintah Belanda pada tanggal 13 Desember 1799, karena
banyak menanggung hutang, tidak ada aturan-aturan hukum lainnya lagi yang
berlaku, kecuali yang disebutkan tadi dimasa VOC.
Berlakunya peraturan VOC secara langsung tidaklah menghapus kaedah
hukum adat yang berlaku. Untuk kepentingan orang pribumi, VOC tetap
memberlakukan hukum adat, akan tetapi dengan melakukan campur tangan di
jenjang peradilan adat. Campur tangan tersebut dilandasi dengan alasan-alasan,
bahwa :

 Sistem hukum pada hukum adat, tidak memadai untuk memaksakan rakyat
menaati peraturan-peraturan;
 Hukum adat kalanya tidak mampu menyelesaikan suatu perkara, karena
persoalan alat-alat bukti;
 adanya tindakan-tindakan tertentu yang menurut hukum adat bukan
merupakan kejahatan, sedangkan menurut hukum positif merupakan
tindakan pidana yang harus diberikan suatu sanksi

2. Masa Pemerintahan Hidia-Belanda 1800-1942


Memasuki periode 1816- 1848, kedudukan hukum adat mulai terancam
karena penguasa Hindia Belanda pada waktu itu mulai memperkenalkan dan
menganut prinsip unifikasi hukum untuk seluruh wilayah jajahannya dengan
pengecualian berlakunya hukum adat oleh bumiputera. Jadi secara prinsip hukum
adat mulai terdesak oleh berlakunya hukum Hindia Belanda akan tetapi dalam
praktis pemerintahan masih dianut persamaan kedudukan antara hukum adat dan
hukum barat. Pada tahun 1816 Peraturan-peraturan umum termuat dalam
lembaran yang diterbitkan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang disebut dengan
“Staatsblad” beserta “Bijblad”-nya. Staatsblad dan Bijblad yang pertama kali
terbit dalam tahun 1816 sampai dengan 8 Maret 1942.
Tata hukum Hindia Belanda pada saat itu terdiri dari : 1. Peraturan-
peraturan tertulis yang dikodifikasikan, 2. Peraturan-peratauran tertulis yang tidak
dikodifikasikan, 3. Peraturan-peraturan tidak tertulis (hukum adat) yang khusus
berlaku bagi golongan Eropa. Pada masa ini, raja mempunyai kekuasaan mutlak
dan tertinggi atas daerah-daerah jajahan termasuk kekuasaan mutlak terhadap
harta milik negara bagian yang lain. Kekuasaan mutlak raja itu diterapkan pula
dalam membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum dengan nama
Algemene Verordening (Peraturan pusat). Ada 2 macam keputusan raja :
1. Ketetapan raja sebagai tindakan eksekutif disebut Besluit. Seperti
ketetapan pengangkatan Gubernur Jenderal.
2. Ketetapan raja sebagai tindakan legislatif disebut Algemene Verodening
atau Algemene Maatregel van Bestuur (AMVB)
Pada 1854 di Hindia Belanda diterbitkan Regeringsreglement (selanjutnya
disebut RR 1854) atau Peraturan tentang Tata Pemerintahan (di Hindia Belanda)
yang tujuan utamanya melindungi kepentingan kepentingan usaha-usaha swasta di
negeri jajahan dan untuk pertama kalinya mengatur perlindungan hukum terhadap
kaum pribumi dari kesewenang-wenangan pemerintahan jajahan. Hal ini dapat
ditemukan dalam (Regeringsreglement) RR 1854 yang mengatur tentang
pembatasan terhadap eksekutif (terutama Residen) dan kepolisian, dan jaminan
terhadap proses peradilan yang bebas.

3. Masa Bala Tentara Jepang


Pada bulan Maret 1942 Balatentara Jepang dengan mudah dapat menduduki
seluruh daerah Hindia Belanda. Dalam keadaan darurat waktu itu (Perang Dunia
I) pemerintah Jepang di Indonesia dilakukan oleh Bala tentara Jepang. Untuk
melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, pemerintahan Balatentara Jepang
berpedoman kepada undang-undangnya yang disebut "Gunseirei". Setiap
peraturan yang diperlukan demi kepentingan pemerintah di Jawa dan Madura
dibuat berpedomankan kepada Gunseirei melalui "Osamu Seirei". Dan Osamu
Seirei itu mengatur segala hal yang diperlukan untuk melaksanakan
pemerintahan; melalui peraturan pelaksana yang disebut "Osamu Kanrei"
Peraturan Osamu Seirei berlaku secara umum, Osamu Kanırei sebagai
peraturan pelaksana isinya juga mengatur hal-hal yang diperlukan untuk menjaga
keamanan ketertiban umum. Bagi daerahdaerah di luar Jawa dan Madura ada
sedikit perbedaan dalam membuat dan melaksanakan peraturan. Yang sejenis
dengan Osamu Seirei dinamakan "Tomi Kanrei", tetapi lebih tepat kalau
dikatakan sebagai UU Darurat atau yang sekarang dikenal dengan sebutan PP
Pengganti UU (Perpu), karena tidak memerlukan peraturan pelaksana. Selain itu
bagi tiap-tiap daerah secara otonomi dapat membuat dan melaksanakan peraturan
daerah yang berlaku hanya untuk kepentingan dan keamanan daerahnya sendiri.
Peraturan itu dibuat oleh Komandan Balatentara Jepang dalam Tomi Seirei.
Dalam masa Interregnum ini, penguasa Balatentara Jepang dengan peraturan
yang disebut Osamu Seirei No. 1 Tahun 1942, yakni dalam Pasal 3, menetapkan
bahwa: "semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan
undanig-undang dari pemerintah yang dulu, tetap diakui sah buat sementara
waktu, asal saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintah Militer"Dengan
demikian, pada masa Interregnum itu tata hukum Hindia Belanda masih tetap
berlaku sebagai hukum positif. Perubahan penting yang dilakukan oleh penguasa
Balatentara Jepang tidak banyak, hanya terbatas pada perubahan susunan badan-
badan pengadilan dengan penyesuaian hukum acaranya serta menetapkan
hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran di bidang hukum pidana.

D. Fase Kemerdekaan

1. Periode Demokrasi Liberal


UUDS 1950 yang telah mengakui hak asasi manusia.Namun pada masa ini
pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada adalah
dilema untuk mempertahankan hukum dan peradilan adat atau
mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka
terhadap perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian
yang berjalan hanyalah unifikasi peradilan dengan menghapuskan seluruh
badan-badan dan mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar
pengadilan negara, yang ditetapkan melalui UU No. 9/1950 tentang
Mahkamah Agung dan UU Darurat No. 1/1951 tentang Susunan dan
Kekuasaan Pengadilan.

2. Periode Demokrasi Terpimpin


Langkah-langkah pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dianggap
sangat berpengaruh dalam dinamika hukum dan peradilan adalah:
 Menghapuskan doktrin pemisahan kekuasaan dan mendudukan MA
dan badan-badan pengadilan di bawah lembaga eksekutif;
 Mengganti lambang hokum
 Memberikan peluang kepada eksekutif untuk melakukan campur
tangan secara langsung atas proses peradilan berdasarkan UU
No.19/1964 dan UU No.13/1965;
 Menyatakan bahwa hukum perdata pada masa kolonial tidak berlaku
kecuali sebagai rujukan, sehingga hakim mesti mengembangkan
putusan-putusan yang lebih situasional dan kontekstual.

3. Periode Orde Baru


Perkembangan dan dinamika hukum dan tata peradilan di bawah Orde
Baru justru diawali oleh penyingkiran hukum dalam proses politik dan
pemerintahan. Di bidang perundang-undangan, rezim Orde Baru
?membekukan? pelaksanaan UU Pokok Agraria, dan pada saat yang sama
membentuk beberapa undang-undang yang memudahkan modal asing
berinvestasi di Indonesia; di antaranya adalah UU Penanaman Modal Asing,
UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Selain itu, orde baru juga melakukan:
1) Penundukan lembaga-lembaga hukum di bawah eksekutif; 2) Pengendalian
sistem pendidikan dan penghancuran pemikiran kritis, termasuk dalam
pemikiran hukum; Singkatnya, pada masa orde baru tak ada perkembangan
yang baik dalam hukum Nasional.

4. Periode Pasca Orde Baru (1998 – Sekarang)


Sejak pucuk eksekutif di pegang Presiden Habibie hingga sekarang, sudah
terjadi empat kali amandemen UUD RI. Di arah perundang-undangan dan
kelembagaan negara, beberapa pembaruan formal yang mengemuka adalah:
 Pembaruan sistem politik dan ketetanegaraan;
 Pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia; dan
 Pembaruan sistem ekonomi.

Penyakit lama orde baru, yaitu KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)
masih kokoh mengakar pada masa pasca orde baru, bahkan kian luas
jangkauannya.Selain itu, kemampuan perangkat hukum pun dinilai belum
memadai untuk dapat menjerat para pelaku semacam itu. Aparat penegak
hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim (kini ditambah advokat) dilihat masih
belum mampu mengartikulasikan tuntutan permbaruan hukum, hal ini dapat
dilihat dari ketidakmampuan Kejaksaan Agung meneruskan proses peradilan
mantan Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan para
konglomerat hitam.

Sisi baiknya, pemberdayaan rakyat untuk menuntut hak-haknya dan


mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri, semakin gencar dan
luas dilaksanakan.Walaupun begitu, pembaruan hukum tetap terasa lambat
dan masih tak tentu arahnya.

Hokum di Indonesia itu sendiri di bagi menjadi beberapa hokum yaitu


hukum perdata, hukum publik, hukum pidana, hukum acara, hukum tata
negara, hukum internasional.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dalam sejarah sistem hukum di Indonesia pada masa kerajaan sebelum VOC
datang adalah menggunakan hukum adat sebagai hukum positip di tiap-tiap
daerah nusantara Indonesia yang ditaati dan dilaksanakan sebagai suatu adat
kebiasaan, yang secara turun temurun dihormati oleh masyarakat sebagai
tradisi bangsa indonesia.
2. Bahwa seiring dengan penjajahan Belanda, lambat laun Pemerintahan Hindia
Belanda menggeser hukum adat sedikit demi sedikit digantikan dengan
sistem hukum kodifikasi hukum Barat yang secara efektif berlaku sejak tahun
1848. Sejak tahun 1848, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Perdata dan Acara Pidana berdasarkan pada pola Belanda berlaku bagi
penduduk Belanda di Indonesia.
3. Bahwa Pada masa penjajahan Jepangpun hukum kolonial Belanda masih
digunakan karena Jepang tidak sempat mengeluarkan berbagai peraturan
perundang-undangan karena masa menjajah hanya 31/2 (tiga setengah) tahun
kecuali Undang-Undang Nomor 1 tahun 1942 yang berisi pemberlakuan
berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia Belanda.
4. Jadi pada era orde lama, Indonesia menggunakan hukum Tiban yaitu hukum
yang serta merta berlaku pada saat Indonesia merdeka. Oleh karena pada saat
itu Indonesia belum memiliki atau merumuskan hukum, sehingga dipastikan
bahwa produk hukumnya cenderung represif.Selanjutnya pada masa orde
baru, pemerintah memfokuskan perhatiannya pada aspek pembangunan
ekonomi.Pengurutan hukum juga menjadi agenda yang begitu penting dalam
hal ini UUD 1945, UU/Perpu, dan lain sebagainya.Sedangkan pada era
reformasi, wewenang presiden dikurangi serta ditelanjangi. Dimana setiap
kali mengangkat pejabat Negara dalam hal ini Panglima, Kapolri, Jaksa
Agung dan lain sebagainya mesti harus Fit and proper Test oleh lembaga
legislatif, dengan tujuan agar supaya gaya kepemimpinan otoriter pada masa
era orde baru tidak terulang kembali. Sehingga wewenang Presiden disatu sisi
tidak otonom.
DAFTAR PUSTAKA

Najih, Mohammad. 2016. Pengantar Hukum Indonesia. Malang: Setara Press.

Bisri, Ilham. 2004, Sistem Hukum Indonesia (Prinsip-Prinsip & Implementasi


Hukum di Indonesia). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai