Anda di halaman 1dari 81

PERANAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN


TINDAK PIDANA PASAR MODAL

Diajukan Sebagai Tugas UAS Mata Kuliah Hukum Pasar Modal


Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum pada Program
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi’iyah

Oleh :

Jarot Maryono 2220180037

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2020
i

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada ALLAH SWT, karena hanya


dengan kuasa-NYA makalah ini yang berjudul “Peranan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Otoritas Jasa Keuangan dalam Pengawasan
Tindak Pidana Pasar Modal” dapat selesai dengan baik, sebagai
salah satu tugas dalam mata kuliah Sejarah Hukum dalam Program
Pascasarjana Magister Ilmu Hukum di Universitas Islam As-
Syafi’iyah.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan ada tanpa


bantuan berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Masduki Ahmad, SH., MM., selaku Rektor Universitas Islam
As-Syafi’iyah.
2. Dr. Efridani Lubis, SH., MH., selaku Dekan dan Dosen Fakultas
Hukum Universitas Islam As-syafi’iyah yang telah ikhlas
memberikan kontribusi pemikiran dan waktunya selama ini.
3. Segenap Dosen program pasca sarjana Magister Ilmu Hukum
di Universitas Islam As-Syafi’iyah. yang telah berjasa dalam
pembelajaran hukum Penulis.
4. Ayahandaku dan Ibunda tercinta, yang selalu menjadi motivasi
dalam perjalanan hidup penulis dan yang selalu mendoakan
semasa hidupnya dan selalu memberikan kasih sayang yang
begitu besar kepada penulis dan keluarga.
5. Keluarga tercinta, yang senantiasa memberi spirit dan doa
untuk penulis.
6. Kawan-kawan seperjuangan di Program Pascasarjana Magister
Ilmu Hukum di Universitas Islam As-Syafi’iyah.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu peneliti selalu membuka diri atas
ii

kritik dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak. Akhirnya,


peneliti berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.

Bekasi, 18 Juli 2020

Penulis
iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ....................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................. 4

C. Tujuan Penulisan...................................................................... 5

D. Metode Penulisan..................................................................... 5

BAB II TINJAUAN HUKUM

A. Pengertian Hukum.................................................................... 8

B. Hukum Pasar Modal ................................................................. 11

C. Hukum Pidana .......................................................................... 28

BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Tindak Pidana Pasar Modal ..................................................... 37

B. Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Tindak


Pidana Pasar Modal ................................................................. 58

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................. 71

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pasar modal merupakan salah satu pilihan untuk melakukan

kegiatan perdagangan dalam perkembangan dunia bisnis dan juga

sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana

investasi bagi masyarakat memiliki peran yang strategis dalam

pembangunan dan ekonomi nasional. Pasar Modal bertujuan menunjang

pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan

pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah

peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan

tersebut, pasar modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu

sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha menengah dan

kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain pasar modal

juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal

kecil dan menengah.1

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, perkembangan

perekonomian atau bisnis dan dunia pasar modal yang semakin pesat,

ditambah lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah

1
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
Penjelasan Umum, Alinea (4).
2

memicu timbulnya penyimpangan-penyimpangan dalam aktifitas pasar

modal yang secara faktual menghadirkan berbagai bentuk kejahatan

yang merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana.2 Tindak pidana

pasar modal pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang dilakukan

oleh pihak-pihak yang secara professional menjadi bagian dari kegiatan

pasar modal. Oleh karenanya untuk menghadapi era keterbukaan dalam

bidang pasar modal yang dipengaruhi oleh kebebasan pasar, telah

memicu timbulnya berbagai bentuk kejahatan di bidang pasar modal,

sehingga diperlukan perlindungan hukum atas pasar modal di Indonesia.

Upaya untuk menjaga perkembangan pasar modal tersebut harus

dilakukan dan negara harus hadir dan membuat aturan sebagai landasan

hukum untuk memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum

bagi para pihak yang melakukan kegiatan di Pasar modal juga untuk

melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik-praktik yang

merugikan. Aturan berupa tatanan hukum yang mendorong,

menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di

bidang ekonomi, Salah satunya tatanan hukum yang dapat menunjang

pembangunan ekonomi dan perekonomian khususnya dalam hal ini

pasar modal.

2
Iza Fadri, “Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Ekonomi di Indonesia”,
Jurnal Hukum, No. 3, Vol. 17, Juli 2010, hlm. 431.
3

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang

efektif mulai berlaku tanggal 1 Januari 1996 jauh telah hadir sebelumnya

untuk menjawab apa yang disebutkan di atas. Dalam Undang-Undang ini

pula secara tegas mengatur tentang beberapa aktifitas di bidang pasar

modal yang dapat diancam dengan sanksi pidana yang diatur dalam

Undang-Undang tersebut pada Bab XI, diantaranya:

1. Tindakan Penipuan

2. Manipulasi Pasar

3. Perdagangan Orang Dalam

Munculnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yaitu dalam hal

ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dahulu adalah Badan Pengawas

Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sebagai institusi di

luar Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk membantu tugas-tugas

kepolisian dalam melakukan penyidikan dengan tegas diatur dalam

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari kedua Undang-Undang

tersebut tampak jelas bahwa eksistensi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam proses penyelidikan dan

penyidikan pada tindak pidana pasar modal sangat penting untuk

menemukan suatu tindak pidana dan membuat terang suatu tindak

pidana tersebut dan tentunya menjadi lebih tepat dalam hal merumuskan
4

Pasal-Pasal yang dilanggar. Namun tidak dapat disangkal kendali atas

proses penyidikan tetap ada pada aparat kepolisian, mengingat

kedudukan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai

kordinator pengawas (Korwas), sehingga menjadi hal yang kontra

produktif apabila muncul pandangan bahwa PPNS dapat berjalan sendiri

dalam melakukan penyidikan tanpa perlu koordinasi dengan penyidik

utama yaitu Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan pokok-pokok pemikiran sebagaimana di atas, maka

penulis memandang perlu untuk dilakukan penelitian mengenai peranan

Otoritas Jasa Keuangan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia

dalam penegakkan hukum tindak pidana pasar modal di dalam makalah

ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan pada latar belakang di

atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana ketentuan hukum mengenai tindak pidana pasar modal?


5

2. Bagaimanakah peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam pengawasan

tindak pidana pasar modal berdasarkan ketentuan/aturan yang

berlaku?

C. TUJUAN PENULISAN

Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai

oleh penulisan makalah ini adalah mengetahui bagaimana ketentuan

hukum mengenai tindak pidana pasar modal dan bagaimana peranan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kepolisian Negara Republik

Indonesia dalam penegakkan hukum tindak pidana pasar modal

berdasarkan ketentuan/aturan yang berlaku di Indonesia.

D. METODE PENULISAN

Penelitian makalah hukum ini dilakukan melalui serangkaian

langkah ilmiah yang sistematis dan terukur. Penelitian bertujuan untuk

mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis, dan

konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan


6

konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah. 3 Metode

penelitian yang digunakan pada penulisan makalah ini adalah metode

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian

hukum kepustakaan.4 Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka

merupakan data dasar yang dalam (ilmu) penelitian digolongkan sebagai

data sekunder.5 Di dalam penelitian hukum, data sekunder memiliki

kekuatan mengikat ke dalam, dan dibedakan dalam:6

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,


dan terdiri dari:
a. Norma atau kaidah dasar, yaitu pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945.
b. Peraturan Dasar, yaitu:
1) Batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945.
2) Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
c. Peraturan Perundang-undangan:
1) Undang-undang atau PerPU.
2) Peraturan Pemerintah.
3) Keputusan Presiden.
4) Keputusan Menteri.
5) Peraturan Daerah.
d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, misalnya hukum
adat.
e. Yurisprudensi.
f. Traktat.
g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini
masih berlaku, misalnya KUHP (WvS) dan KUHPerdata
(BW).
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, misalnya Rancangan Undang-
Undang (RUU), Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP), hasil

3
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 3.
4
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan ketujuhbelas,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm. 23.
5
Ibid., hlm. 24.
6
Bambang Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Pers,
2011, hlm. 113.
7

penelitian hukum, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, dan


sebagainya.
3. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder; contohnya adalah kamus-kamus, ensiklopedia,
indeks kumulatif dan sebagainya.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian hukum ini adalah

data sekunder. Data sekunder berupa bahan hukum primer, yaitu

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Bahan hukum sekunder yang digunakan penelitian ini adalah buku-

buku yang relevan dalam penelitian ini. Bahan hukum tersier yang

digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah Kamus Besar Bahasa

Indonesia dan Kamus Hukum.


8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN HUKUM

1. Pengertian Hukum

Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa hukum

merupakan sarana pembangunan masyarakat didasarkan pada

anggapan bahwa adanya keteraturan atau ketertiban dalam usaha

pembangunan atau pembaharuan itu merupakan suatu yang

diinginkan atau bahkan dipandang (mutlak) perlu. Dalam hal ini

bahwa hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang bisa

berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam

arti menyalurkan arah kegiatan manusia kearah yang dikehendaki

oleh pembangunan atau pembaharuan. Kedua fungsi di samping

fungsinya yang tradisionil yakni menjamin adanya kepastian

ketertiban dan meningkatnya fungsi hukum dalam pembangunan, hal

ini berarti hukum, di satu segi, harus mampu menciptakan pola

perilaku masyarakat, sehingga mampu mendukung keberhasilan

pembangunan yang sedang dilaksanakan, juga mampu memelihara

dan menjaga pembangunan yang telah dilaksanakan. Disamping itu,


9

pembentukan hukum harus pula memperhatikan kesadaran

hukumrakyat agar hukum yang dibentuk dapat berperilaku efektif.7

Disamping apa yang diutarakan di atas, Sudirman

Kartohadiprodjo dalam dalam E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi

mengemukakan bahwa hukum itu adalah sesuatu yang bersangkutan

dengan manusia, dalam keadaan hubungannya dengan manusia

lainnya. Dan Tambunan A menambahkan bahwa hukum adalah

refleksi kehidupan masyarakat dalam mencapai cita-citanya.8

Di Indonesia yang menjadi sumber dari segala sumber hukum

Indonesia adalah Pancasila, Pancasila adalah sebagai dasar negara

Republik Indonesia, pandangan hidup masyarakat dan tujuan

Indonesia. Dengan demikian konsepsi hukum Indonesia sudah tegas

padat dituang-rumuskan dalam Pancasila. Di dalamnya terkandung

ketentuan-ketentuan mengenai hubungan sesama manusia baik yang

hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun dengan

segala sesuatu yang bersangkutan dengan manusia; martabat

manusia harus dijunjung tinggi dalam arti melindungi kepentingan

individu dan kepentingan masyarakat dalam keseimbangan yang

7
Mochtar Kusumaatmaja, Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung: Alumni,
Bandung, 2002, hlm. 88.
8
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Cetakan Ketiga, Jakarta: Storia Grafika, 2012, hlm. 2.
10

serasi perwujudan cita-cita bangsa Indonesia dapat hidup adil dan

makmur dalam ketentraman.9

Sesuai dengan ketetapan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat

(MPR), yaitu Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 juncto Ketetapan

MPR No. V/MPR/1973 juncto No. IX/MPR/1978, disebutkan sebagai

sumber tertib hukum di Indonesia adalah:10

a. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum;


b. Perwujudan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum adalah:
1) Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945;
2) Dekrit 5 Juli 1959;
3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
4) Surat Perintah 11 Maret 1966.

Sedangkan tata urutan perundang-undangan baik menurut jenis dan

hirarkinya terdiri atas: 11

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

9
Ibid.
10
Ibid., hlm. 6-7.
11
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, Pasal 7 ayat (1).
11

Dan jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana

dimaksud tersebut di atas, mencakup peraturan yang ditetapkan oleh

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan

Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri,

badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan

Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang,

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala

Desa atau yang setingkat,12 diakui keberadaannya dan mempunyai

kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

kewenangan.

B. HUKUM PASAR MODAL

1. Pengertian Pasar Modal

Marzuki Usman mengemukakan dan memberikan definisi dari

pasar modal, dijelaskannya bahwa secara teoritis pasar modal atau

capital market dapat definisikan sebagai perdagangan instrumen

keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk modal

sendiri (stocks) maupun hutang (bonds), baik yang diterbitkan oleh

12
Republik Indonesia, Ibid., Pasal 8 ayat (1).
12

pemerintah (public authorities) maupun oleh perusahaan swasta

(private sectors). Dengan demikian, Pasar Modal merupakan konsep

yang lebih sempit dari pasar keuangan (financial market).13 Dan

ditambahkan oleh Abdurrahman bahwa istilah pasar modal

merupakan terjemahan dari istilah Capital Market yang berarti suatu

tempat atau sistem bagaimana caranya dipenuhinya kebutuhan-

kebutuhan dana untuk kapital suatu perusahaan dan merupakan

tempat orang membeli dan menjual surat efek yang baru

dikeluarkan.14

Sedangkan menurut pernyataan Hugh T. Patrick dan U Tun Wai

sebagaimana yang dikutip oleh Abdulbasith Anwar, dijelaskan

membedakan pengertian pasar modal menjadi 3 (tiga), yaitu: 15

a. Dalam arti luas:


Pasar modal adalah keseluruhan sistem keuangan yang
terorganisir, termasuk bank-bank komersial dan semua
perantara di bidang keuangan, surat berharga/klaim
panjang pendek primer dan yang tidak langsung.
b. Dalam arti menengah:
Pasar modal adalah semua pasar yang terorganisir dan
lembaga-lembaga yang memperdagangkan warkat-warkat
kredit (biasanya berjangka lebih dari satu tahun) termasuk
saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotik, tabungan dan
deposito berjangka.

13
Marzuki Usman, Pengenalan Dasar Pasar Modal, Jakarta: Jurnal Keuangan dan
Moneter dan LBI, 1991, hlm. 11.
14
Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, Jakarta; PT.
Pradinya Piaramik, 1991, hlm. 169.
15
Abdulbasith Anwar, Manajemen dan Usahawan Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, No.
9, Tahun XIX, September 1990, hlm. 12.
13

c. Dalam arti sempit:


Pasar modal adalah tempat pasar uang terorganisir
yangmemperdagangkan saham dan obligasi dengan
menggunakan jasa makelar dan underwriter.

Dalam pasal 1 butir 13 Undang-Undang Pasar Modal tentang

ketentuan umum menyatakan bahwa Pasar Modal adalah kegiatan

yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan

Efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan Efek yang

diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan

Efek.

2. Landasan Hukum Pasar Modal

Setiap pelaku Pasar Modal harus memahami dan menguasai

sistem hukum yang menjadi landasan bergeraknya industri Pasar

Modal di Indonesia dalam menjalankan setiap fungsinya masing-

masing tersebut. Peraturan perundang-undangan di bidang Pasar

Modal juga mengacu kepada kaidah hukum tersebut secara umum.

Aturan-aturan yang berlaku menjadi pegangan bagi seluruh

pelaku Pasar Modal untuk menentukan apakah penindakan terhadap

pelanggaran yang dilakukan mengacu kepada hukum yang berlaku di

bidang Pasar Modal. Menurut M. Irsan Nasruddin dijelaskan bahwa

kewenangan yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang

dahulu adalah Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga


14

Keuangan (Bapepam-LK) untuk menyeret pelaku pasar yang diduga

melakukan pelanggaran atau kejahatan dipergunakan demi

terciptanya integritas dan terjaganya kredibilitas Pasar Modal. 16

Sumber hukum yang menjadi landasan dan ruang lingkup

kehidupan dari industri Pasar Modal adalah:

a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Upaya untuk menjaga perkembangan pasar modal dan

untuk memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian hukum

bagi para pihak yang melakukan kegiatan di Pasar modal juga

untuk melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik-

praktik yang merugikan. Maka perlu aturan berupa tatanan

hukum yang mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan

berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi, Salah

satunya tatanan hukum yang dapat menunjang pembangunan

ekonomi dan perekonomian khususnya dalam hal ini pasar

modal.

Untuk menjawab hal tersebut di atas, maka dikeluarkanlah

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Undang-Undang ini terdiri dari 18 bab dan 116 pasal yang

16
M. Irsan Nasruddin, dkk, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Prenadi
Media, 2010, hlm. 30.
15

mengatur hal-hal penting dalam kegiatan pasar modal, antara lain

perihal otoritas pasar modal, lembaga dan profesi penunjang,

kegiatan pasar modal, kejahatan dan pelanggaran di bidang

pasar modal serta sanksi yang dikenakan. Secara sistematis

didalam Undang-Undang Pasar Modal diatur hal-hal sebagai

berikut:

1) Bab I : Ketentuan Umum

2) Bab II : Badan Pengawas Pasar Modal

3) Bab III : Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,

serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian

4) Bab IV : Reksadana

5) Bab V : Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek dan

Penasihat Investasi

6) Bab VI : Lembaga Penunjang Pasar Modal

7) Bab VII : Penyelesaian Transaksi Bursa dan Penitipan

Kolektif

8) Bab VIII : Profesi Penunjang Pasar Modal


16

9) Bab IX : Emiten dan Perusahaan Publik

10) Bab X : Pelaporan dan Keterbukaan Informasi

11) Bab XI : Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan

Orang Dalam

12) Bab XII : Pemeriksaan

13) Bab XIII : Penyidikan

14) Bab XIV : Sanksi Adminitrastif

15) Bab XV : Ketentuan Pidana

16) Bab XVI : Ketentuan Lain-lain

17) Bab XVII : Ketentuan Peralihan

18) Bab XVIII : Ketentuan Penutup

b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal (PP ini

mencabut keberlakuan Keppres Nomor 53 Tahun 1990 tentang

Pasar Modal).
17

d. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara

Pemeriksaan di Bidang Pasar Modal.

e. Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999 tentang Perubahan

atas Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata

cara Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan

Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998.

f. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 645/KMK.010/1995 tentang

Pencabutan Keputusan Menteri Keuangan Nomor

1548/KMK.013/1990 tentang Pasar Modal sebagaimana telah

diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan nomor

284/KMK.010/1995.

g. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 646/KMK.010/1995 tentang

Pemilikan Saham atau Unit Penyertaan Reksa Dana oleh

Pemodal Asing.

h. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 647/KMK.010/1995 tentang

PemilikanSaham Efek oleh Pemodal Asing (maksimal 85% dari

modal disetor).

i. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 455/KMK.010/1997 tanggal

4 September 1997 tentang Pembelian Saham Oleh Pemodal

Asing Melalui Pasar Modal.


18

j. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 179/KMK.010/2003 tanggal

17 Juli 2003 tentang Pemodalan Perusahaan Efek.

k. Seperangkat Peraturan Pelaksana yang dikeluarkan Ketua

Bapepam sejak tanggal 17 Januari 1996.

3. Pihak-Pihak yang Terkait dalam Pasar Modal

a. Akuntan Publik

Salah satu Profesi Penunjang Pasar Modal yang melakukan

jasa assurance dan hasil pekerjaannya digunakan secara luas

oleh publik sebagai salah satu pertimbangan penting dalam

pengambilan keputusan. Dalam menjalankan profesi ini wajib

terlebih dahulu terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Akuntan berperan melakukan audit terhadap laporan

keuangan seperti Emiten, Perusahaan Publik, Bursa Efek,

Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, dan Pihak lain

yang melakukan kegiatan di sektor Pasar modal serta

memberikan pendapat atas laporan keuangan tersebut.


19

b. Konsultan Hukum

Ahli hukum yang memberikan pendapat hukum kepada

Pihak lain. Konsultan Hukum memiliki peran penting dalam

proses Penawaran Umum (go public). Hal tersebut berkenaan

dengan adanya kewajiban pemeriksaan dari aspek hukum (legal

audit) dan pendapat hukum (legal opinion) bagi Emiten yang

akan menyampaikan pernyataan pendaftaran ke Otoritas Jasa

Keuangan (OJK). Konsultan Hukum yang melakukan kegiatan di

sektor Pasar Modal wajib terlebih dahulu terdaftar di Otoritas

Jasa Keuangan (OJK). Dalam melakukan pemeriksaan,

Konsultan Hukum wajib mengikuti Standar Pemeriksaan Hukum,

Standar Pendapat Hukum, Kode Etik Profesi, dan bersikap

independen.

Pada saat perusahaan akan melakukan Penawaran Umum

di sektor Pasar Modal, biasanya didahului oleh proses due

diligence atau penelitian yang mendalam. Pemeriksaan hukum

yang dilakukan tersebut meliputi pemeriksaan terhadap

dokumen-dokumen yang dimiliki Emiten dan masalah-masalah

yang berhubungan dengan hukum yang dihadapi oleh Emiten.

Hasil pemeriksaan hukum (legal audit) yang dilakukan Konsultan

Hukum akan menghasilkan pendapat hukum (legal opinion).


20

c. Notaris

Pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan

berperan memberikan jasa khususnya dalam rangka pembuatan

dokumen yang berkekuatan hukum (legal document) terkait

kegiatan dan produk di Pasar Modal. Notaris yang melakukan

kegiatan di sektor Pasar Modal wajib terlebih dahulu terdaftar di

Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kegiatan Notaris di Pasar Modal

antara lain:

1) Membuat risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

2) Menyusun pernyataan keputusan Rapat Umum Pemegang

Saham (RUPS).

3) Meneliti keabsahan hal-hal yang menyangkut

penyelenggaraan RUPS.

4) Membuat Kontrak Investasi Kolektif (KIK) untuk menjamin

kepercayaan para pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut.

d. Penilai

Salah satu Profesi Penunjang Pasar Modal yang dengan

keahliannya menjalankan kegiatan usaha penilaian di sektor

Pasar Modal. Seperti halnya dengan Profesi Penunjang Pasar


21

Modal lainnya, sebelum melakukan kegiatan di sektor Pasar

Modal, Penilai wajib terlebih dahulu terdaftar di OJK. Penilai

memberikan jasa profesional dalam menentukan nilai wajar suatu

aktiva. Suatu contoh yang sering dihadapi dapat dikemukakan

nilai kekayaan tetap (fixed assets) perusahaan seperti tanah,

bangunan, mesin-mesin, kenderaan, dan lain-lain.

Kegiatan Penilaian yang dilakukan Penilai akan

menghasilkan opini. Ruang lingkup kegiatan penilaian yang

dilakukan Penilai Pasar Modal meliputi:

1) Penilaian Properti

Kegiatan penilaian properti ini meliputi: Pengembangan

properti, aset perkebunan, aset perikanan, aset kehutanan,

aset pertambangan, dan penilaian properti lainnya. Untuk

melakukan kegiatan Penilaian Properti, Penilai wajib memiliki

Surat Tanda Terdaftar (STTD) A atau AB.

2) Penilaian Usaha

Kegiatan penilaian usaha meliputi: Penilaian Usaha

Penilaian perusahaan dan/atau badan usaha, penyertaan

dalam perusahaan, instrumen keuangan, aset tak berwujud,

pemberian pendapat kewajaran atas transaksi, penyusunan


22

studi kelayakan proyek dan usaha, penilaian

keuntungan/kerugian ekonomis yang diakibatkan oleh suatu

kegiatan atau suatu peristiwa tertentu, dan penilaian usaha

lainnya. Untuk melakukan kegiatan Penilaian Usaha, Penilai

wajib memiliki STTD B atau AB.

Dalam melakukan penilaian, Penilai wajib mengikuti Standar

Penilaian Indonesia (SPI) dan Kode Etik Profesi serta bersikap

independen.

e. Konsultan Efek (Invesment Advisor)

Konsultan Efek memberikan pendapat atau nasehat kepada

nasabahnya, perihal yang berhubungan dengan penetapan harga

suatu efek, jual beli efek dan pengelolaan portfolio. Konsultan

efek melakukan analisis terhadap efek dan setelahnya

menyampaikan laporannya (hasil analisisnya) kepada nasabah

terkait.

f. Para Pelaku Utama dalam Pasar Modal

1) Emiten

Definisi dari emiten adalah perusahaan-perusahaan

atau pihak-pihak yang memperoleh dana melaalui pasar


23

modal dengan menerbitkan saham atau obligasi dan

menjualnya kepada masyarakat.

2) Investor atau Pemodal

Definisi dari investor atau pemodal adalah Masyarakat

(perorangan atau lembaga) yang memberikan dana kepada

perusahaan dengan membeli saham atau obligasi yang

diterbitkan dan dijual oleh perusahaan.

3) Lembaga Penunjang

Lembaga penunjang berfungsi sebagai penunjang atau

pendukung beroperasinya pasar modal. Keberadaan

lembaga penunjang merupakan salah satu faktor penting.

Dalam menjalankan fungsinya lembaga penunjang berada di

antara Emiten dan Pemodal. Mereka menyediakan jasa yang

diperlukan oleh Emiten atau Investor, atau untuk kedua-

duanya. Lembaga penunjang yang dimaksud antara lain:

a) Penjamin Emisi (Underwriter)

Penjamin Emisi akan mengambil resiko untuk

menjualkan saham. Kesanggupan Penjamin Emisi itu

mengandung risiko, maka sebelum menyatakan

kesanggupannya, Penjamin harus mempelajari dulu


24

kemampuan Emiten, dan juga memperkirakan

kemampuan Pemodal yang bakal tertarik pada

saham/obligasi perusahaannya yang dijaminnya itu.

b) Penanggung (Guarantor)

Jasa Penanggung diperlukan untuk lebih

meningkatkan lagi kepercayaan calon pemodal pada

perusahaan, sehingga obligasi yang diterbitkannya

menarik bagi Pemodal. Atas jasa yang diberikannya itu

Penanggung memperoleh imbalan jasa (fee) dari Emiten.

Besarnya imbalan jasa itu tergantung dari kesepakatan

mereka bersama. Di Pasar Modal Indonesia dewasa ini

yang dapat ditunjuk sebagai Penanggung adalah

Lembaga Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan

Bank (LKBB). Untuk dapat beroperasi sebagai

penanggung, lembaga-lembaga itu harus mendapat izin

dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.

c) Wali Amanat (Trustee)

Jasa Wali Amanat hanya diperlukan pada emisi

obligasi. Lembaga ini akan bertindak sebagai Wali dari si

pemberi amanat. Dalam hubungan penerbitan obligasi,

pemberi amanat adalah Pemodal. Jadi Wali Amanat


25

mewakili kepentingan Pemodal. Saat ini lembaga yang

dapat menjadi Wali Amanat adalah Bank dan Lembaga

Keuangan Bank. Untuk dapat beroperasi sebagai Wali

Amanat, lembaga-lembaga tersebut harus mempunyai

tenaga ahli dalam bidang perwali-amanatan. Setelah

persyaratan dipenuhi, harus pula mendapat persetujuan

dari Menteri Keuangan Republik Indonesia.

d) Perantara Perdagangan Efek (Pialang/Broker)

Pemodal yang ingin membeli atau menjual

saham/obligasi harus menyampaikan amanat jual atau

belinya kepada Pialang yang ia percayai. Pemodal

sendirilah yang menentukan saham/obligasi apa yang

ingin dibeli atau dijual dan dengan harga berapa.

Keinginan itu cukup disampaikan kepada Pialang dengan

mengisi suatu formulir yang disebut formulir pesanan.

Atas jasanya menjualkan maupun membelikan

saham/obligasi bagi Pemodal, Pialang mendapat balas

jasa (fee), yang besarnya ditentukan antara Pemodal dan

Pialang.

Dewasa ini perorangan maupun Badan Usaha

dapat menjadi Perantara Perdagangan Efek. Badan


26

Usaha yang dimaksud dapat berbentuk LKBB, Bank atau

Badan Hukum berbentuk perseroan terbatas yang

khusus bergerak sebagai Perantara Perdagangan Efek.

Badan usaha dan perorangan itu harus berkedudukan di

Indonesia dan mempunyai tenaga ahli di bidang

perdagangan efek. Untuk dapat beroperasi sebagai

Perantara Perdagangan Efek, harus memperoleh izin dari

Menteri Keuangan Republik Indonesia.

e) Pedagang Efek (Dealer)

Pedagang Efek adalah badan atau perusahaan

yang mengambil untung dengan melakukan kegiatan jual

beli (berdagang) efek. Risiko ditanggung

sendiri.Pedagang Efek di Pasar Modal Indonesia dapat

berfungsi ganda. Selain berfungsi sebagai pedagang,

Pedagang Efek diperbolehkan pula untuk bertindak

sebagai Perantara Efek. Untuk dapat melakukan kegiatan

sebagai Pedagang Efek, lembaga-lembaga tersebut di

atas harus memperoleh izin usaha dari Menteri

Keuangan Republik Indonesia.

f) Perusahaan Surat Berharga (Securities Company)


27

Perusahaan Surat Berharga adalah perusahaan

yang mengkhususkan diri dalam perdagangan saham-

saham yang tercatat di Bursa efek dan boleh dibilang

bentuk raksasa dari Pedagang Efek.

g) Perusahaan Pengelola Dana (Investment Company)

Dalam melaksanakan kegiatannya organisasi

Perusahaan Pengelola Dana mempunyai dua unit, yakni

Pengelola Dana dan Penyimpan Dana. Unit Pengelola

Dana yang menentukan saham-saham apa yang harus

dibeli dan saham apa yang harus dijual supaya

memperoleh keuntungan atau mengurangi

kerugian.Kemudian akan diteruskan ke Penyimpan Dana,

untuk melaksanakan pembelian atau penjualan saham-

saham yang telah disetujui oleh Pengelola Dana.

h) Kantor (Biro) Administrasi Efek

Kegiatan Kantor Administrasi Efek antara lain

adalah: a). membantu Emiten dan Penjamin Emisi dalam

rangka emisi efek, misalnya mencetakkan sertifikat

saham emiten, atau mencatat permohonan pembelian

efek pada pasar perdana dan lain-lain, b). Melaksanakan

kegiatan menyimpan dan mengalihkan hak atas saham


28

pada Pemodal, c). Menyusun Daftar Pemegang Saham

dan perubahannya untuk melakukan pembukuan

pemegang saham (pembuatan daftar pemegang saham).

Setiap ada mutasi saham akibat perdagangan di Bursa

tidak lagi dibuat langsung oleh Emiten, tetapi oleh kantor

administrasi efek yang telah diberi kuasa olehnya, d).

Menyimpan korespondensi Emiten kepada pemegang

saham, misalnya menyampaikan panggilan Rapat Umum

Pemegang Saham termasuk pemberitahuan pembayaran

deviden. Semua itu dilakukan atas nama Emiten, dan e)

Membuat laporan-laporan bila diminta oleh instansi

berwenang seperti Bapepam. Laporan itu misalnya

menyangkut pelaksanaan pembayaran dividen,

pencatatan saham, dan lain-lain.

C. HUKUM PIDANA

Simons mengemukakan bahwa hukum pidana termasuk hukum

publik, karena mengatur hubungan antara individu dan

masyarakat/negara dan dijalankan untuk kepentingan masyarakat serta


29

hanya diterapkan jika masyarakat itu sungguh-sungguh

memerlukannya.17

1. Pengertian Hukum Pidana

Pendefinisian Hukum pidana harus dimaknai sesuai dengan

sudut pandang yang menjadi acuannya. Pada prinsipnya secara

umum ada dua pengertian tentang hukum pidana, yaitu dise-but

dengan ius poenale (hukum pidana objektif) dan ius puniend (hukum

pidana subjektif).18

Sebagai bahan perbandingan perlu kiranya dikemukakan

pandangan pakar hukum pidana Indonesia tentang apa yang

dimaksud dengan hukum pidana (objektif) atau ius poenale.

Moeljatno, seorang pakar hukum di Indonesia menjelaskan hukum

pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu

negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh

dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi

yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar

tersebut.

17
Ibid.
18
Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, Jakarta; PT.
Pradinya Piaramik, 1991, hlm. 169.
30

b. Menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka yang telah

melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi

pidana sebagaimana telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pidana itu dapat

dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar

larangan tersebut. 19

Perumusan Moeljatno mengindikasikan bahwa hukum pidana

merupakan seperangkat aturan yang mengatur tentang 3 unsur yakni

aturan tentang tindak pidana, pertanggungjawaban pidana dan

proses verbal penegakan hukum jika terjadi tindak pidana. Unsur ini

menunjukkan keterkaitan antara hukum pidana materil dan hukum

pidana formil, yang bermakna bahwa pelanggaran terhadap hukum

pidana materil tidak akan ada artinya tanpa ditegakkannya hukum

pidana formil (hukum acara pidana). Demikian pula sebaliknya hukum

pidana formil tidak dapat berfungsi tanpa ada pelanggaran norma

hukum pidana materil (tindak pidana).20 Kesimpulannya, Moeljatno

merumuskan hukum pidana materiil pada butir 1 dan butir 2,

sedangkan hukum pidana formiil pada butir 3. Ia merumuskan hukum

19
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Ketiga, Jakarta: Rineka Cipta,
2008, hlm. 3-4.
20
Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Makasar: Pustaka Pena Press, 2016, hlm.
3-4.
31

pidana materiil dengan memisahkan perumusan delik dan sanksi

pada butir 1, sedangkan pertanggungjawaban pidana pada butir 2. 21

Andi Zainal Abidin Farid menambahkan penjelasan istilah

hukum pidana bermakna jamak yang meliputi:22

a. Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau


pengabaian-nya telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh
badan-badan negara yang berwenang; peraturan-peraturan
yang harus ditaati dan diin-dahkan oleh setiap orang;
b. Ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara apa
atau alat apa dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran-
peraturan-peraturan itu; dengan kata lain hukum penitensier
atau hukum sanksi;
c. Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya
peraturan-peraturan itu pada waktu dan wilayah negara
tertentu.

Sementara itu ius puniendi, atau pengertian hukum pidana

subjektif menurut Sudarto memiliki dua pengertian yaitu:

a. Pengertian luas, yaitu hubungan dengan hak negara/ alat-alat

perlengkapannya untuk mengenakan atau menentukan ancaman

pidana terhadap suatu perbuatan.

b. Pengertian sempit, yaitu hak negara untuk menuntut perkara-

perkara pidana, menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap

orang yang melakukan tindak pidana.

21
Andi Hamzah, Op. Cit., hlm. 5.
22
Andi Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1995, hlm. 1.
32

Pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut di atas merupakan

kewenangan dari lembaga legislatif untuk merumuskan perbuatan

pidana sekaligus ancaman pidananya, untuk selanjutnya tugas dan

fungsi memeriksa dan menurut suatu perkara pidana ada dalam

kewenangan lembaga yudikatif.23

Soedarto menjelaskan lebih lanjut sebagai berikut: Perbuatan

yang memenuhi syarat-syarat tertentu, dimaksudkan perbuatan yang

dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian

pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut perbuatan yang dapat

dipidana atau dapat disingkat perbuatan jahat. Oleh karena, dalam

perbuatan jahat ini harus ada orang yang melakukannya, maka

persoalan tentang perbuatan tertentu itu diperinci menjadi dua, yaitu

perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan itu.

Sementara yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang

sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang

memenuhi syarat-syarat tertentu. Termasuk juga dalam hal ini apa

yang disebut tindakan tata tertib.24

23
Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materiil dan Formiil: Pengantar Hukum
Pidana, Jakarta: USAID-The Asia Foundation-Kemitraan Partnership, 2015, hlm. 2.
24
Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2015, hlm. 3.
33

2. Tindak Pidana

Istilah tindak pidana dipakai sebagai terjemahan dari istilah

strafbaar feit atau delict, tetapi di dalam berbagai perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia, dikenal dengan istilah-istilah

yang tidak seragam dalam menerjemahkan strafbaar feit.25 Pompe

menafsirkan strafbaarfeit sebagai suatu pelanggaran norma

(gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau pun

tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana

penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi

terpeliharanya tertib hukum. 26

3. Tindak Pidana

Simons menerangkan unsur-unsur tindak pidana (strafbaarfeit)

adalah:

a. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak

berbuat atau membiarkan).

b. Diancam dengan pidana (strafbaar gesteld).

c. Melawan hukum (onrechtmatig).

25
Ibid., hlm. 4.
26
Ibid., hlm. 6.
34

d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand) oleh

orang yang mampu bertanggungjawab (toerekeningsvatoaar

person). 27

4. Pembagian Hukum Pidana

a. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formiil

Sebagaimana yang dikutip dari Moeljatno, Tongat

menjelaskan hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan

hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-

dasar dan aturan-aturan untuk:28

1) Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak


boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai
ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar tersebut.
2) Menentukan kapan dan hal-hal apa kepada mereka
yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat
dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana telah
diancamkan.
3) Menentukan dengan cara bagaimana pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut.

Berdasarkan hal di atas, kutipan Tongat atas pendapat

Moeljanto dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu rumusan hukum

pidana materiil pada butir 1 dan butir 2, sedangkan rumusan

27
Ibid., hlm. 10-11.
28
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaruan, Malang:
UMM Press, 2009, hlm. 22.
35

hukum pidana formiil pada butir 3. Ia merumuskan hukum pidana

materiil dengan memisahkan perumusan delik dan sanksi pada

butir 1, sedangkan pertanggungjawaban pidana pada butir 2.

b. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus

1) Hukum pidana umum (algemene strafrecht) memuat aturan-

aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap orang dan

tidak membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum

tertentu. Setiap warga negara harus tunduk dan patuh

terhadap hukum pidana umum (KUHP, Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan). Hukum pidana umum secara garis besar mengatur

ketentuan pebuatan atau tindak pidana umum, seperti tindak

pidana penganiayaan, pembunuhan, perampokan dan tindak

pidana umum lainnya.

2) Hukum pidana khusus (bijzonder strafrecht) memuat aturan-

aturan hukum pidana khusus yang menyangkut:

a) Golongan-golongan tertentu.

b) Berkaitan dengan jenis-jenis perbuatan tertentu (Hukum

Pidana Ekonomi seperti Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal).


36

Hukum pidana Khusus secara garis besar mengatur

ketentuan pebuatan atau tindak pidana khusus, seperti tindak

pidana korupsi, tindak pidana korupsi, tindak pidana

pencucian uang, tindak pidana pasar modal dan tindak

pidana khusus lainnya.


37

BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. TINDAK PIDANA PASAR MODAL

Istilah tindak pidana atau kejahatan juga dikenal di Pasar Modal.

Namun yang dinamakan tindak pidana atau kejahatan pasar modal

berbeda dengan tindak pidana pada umumnya. Tindak pidana atau

kejahatan pasar modal bukan seperti membunuh, merampok atau

mencuri sebagaimana tindak pidana atau kejahatan pada umumnya yang

telah dijelaskan sebelumnya, kejahatan ini dikarenakan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemodernan dunia maya seperti

internet, dan lain sebagainya. Pasar Modal juga membuat definisi

tersendiri yang termasuk ke dalam kategori kejahatan Pasar Modal.

Kejahatan pasar modal merupakan bagian dari kejahatan bisnis.

Dalam kegiatan bisnis, seringkali terjadi penyimpangan-penyimpangan

terhadap bisnis yang sehat dan diistilahkan dengan kejahatan bisnis.

Istilah kejahatan bisnis mengandung makna filosofis, yuridis dan

sosiologis. Secara filosofis, pengertin kejahatan bisnis mengandung

makna bahwa telah terjadi perubahan nilai-nilai (values) dalam

masyarakat ketika suatu aktifitas bisnis dioperasikan sedemikian rupa,

sehingga sangat merugikan kepeningan masyarakat luas termasuk


38

golongan menengah ke bawah. Perubahan nilai tersebut adalah sudah

kurang atau tidak dihargai lagi kejujurannya (honesty) di kalangan pelaku

bisnis nasional maupun internasional demi untuk mencapai tujuan

memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Seringkali etika bisnis yang

sehat dikesampingkan, dan tindakan merugikan sesama rekan pelaku

bisnis menjadi hal yang biasa dipergunakan sebagai alat untuk mencapai

tujuan (unusual business practice). 29

Secara yuridis pengertian kejahatan bisnis menunjukan bahwa

terdapat dua sisi dari satu mata uang, yaitu di satu sisi terdapat aspek

hukum perdata dan di sisi lain terdapat aspek hukum pidana. Kedua

aspek hukum tersebut memiliki dua tujuan yang berbeda secara

diametral dan memiliki sifat atau karakteristik yang juga bertentangan

satu dengan yang lainnya. Secara sosiologis, pengertian kejahatan bisnis

telah menunjukkan keadaan yang nyata telah terjadi dalam aktifitas atau

dunia bisnis akan tetapi di sisi lain menunjukkan bahwa kegiatan bisnis

sudah tidak ada lagi keramahan atau seakan-akan sudah tidak ada lagi

yang dapat dipercaya diantara para pelaku bisnis.30

Tindak pidana di bidang Pasar Modal mempunyai karakteristik yang

khas, yaitu antara lain adalah barang yang menjadi obyek dari tindak

pidana adalah informasi, selain itu pelaku tindak pidana tersebut

29
Titik Suharti, “Kejahatan Pasar Modal dalam Kerangka Good Corporate Governance”,
Perspektif, No. 4, Volume IX, Oktober 2004, hlm. 301.
30
Ibid.
39

bukanlah mengandalkan kemampuan fisik seperti halnya pencurian atau

perampokan kendaraan ataupun rumah, akan tetapi lebih mengandalkan

pada kemampuan untuk membaca situasi pasar serta memanfaatkannya

untuk kepentingan pribadi.

Tindak pidana pasar modal merupakan aktifitasnya terkait langsung

dalam ruang lingkup definisi pasar modal Pasal 1 angka 13 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yaitu tindak pidana

atau kejahatan atas kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran

Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan

dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang

berkaitan dengan Efek. Melalui Undang-Undang ini, maka dapat kita lihat

bersama kategori kejahatan atau tindak pidana pasar modal pada Bab XI

tentang penipuan, manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam,

mulai dari pasal 90 sampai dengan pasal 99. Yang dapat di bagi menjadi

3 (tiga) kategori kejahatan Pasar Modal beserta unsur-unsurnya, yaitu

Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 membedakan bentuk

perbuatan pidana dengan mendasarkan pada penggolongan kuantitatif,

yaitu membedakan antara kejahatan pasar modal dan pelanggaran pasar

modal. Pembedaan tersebut didasarkan pada berat ringannya sanks

pidana yang diancarnkan dalam masing-masing pasal. Pada kejahatan

pasar modal mempunyai bentuk sanksi pidana yang lebih berat, yaitu
40

pidana penjara dan denda daripada pelanggaran pasar modal yang

hanya memptrryai bentuk sanksi pidana kurungan dan denda tidak lebih

dari satu miliar rupiah. Penggolongan perbuatan pidana secara kualitatif

dalam Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dibedakan

perbuatan pidana terhadap perizinan dan tindak pidana terhadap aktifitas

pasar modal. Sistem pemidanaan yang dianut Undang Nomor 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal adalah kumulatif, yaitu sanksi pidana yang

dijatuhkan adalah pidana penjara dan pidana denda.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal secara

tegas mengatur tentang beberapa aktifitas di bidang pasar modal yang

dapat diancam dengan sanksi pidana yang diatur dalam Undang-Undang

tersebut pada Bab XI, diantaranya: Tindakan Penipuan, Manipulasi

Pasar, Perdagangan Orang Dalam. Dimana kesemua yang tertera diatas

diatur dalam pasal 90 sampai dengan pasal 99.

1. Tindakan Penipuan

Penipuan di pasar modal diatur dalam Pasal 90 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang

menentukan rumusan deliknya sebagai berikut.31

31
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, Pasal 90, huruf (a)-(e).
41

Dalam kegiatan perdagangan efek, setiap pihak dilarang secara


langsung atau tidak langsung:
a. Menipu atau mengelabui pihak lain dengan menggunakan
sarana atau cara apapun;
b. Turut serta menipu atau mengelabui Pihak lain; dan
c. Membuat pernyataan tidak benar mengenai fakta material
atau tidak mengungkapkan fakta material agar pernyataan
yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan yang
terjadi pada saat perytaaan dibuat dengan maksud untuk
menguntungkan atau menghindarkan kerugian untuk diri
sendiri atau pihak lain atau dengan tujuan untuk membeli
atau menjual efek.

Undang-Undang ini menjelaskan apa yang dimaksud dengan

kegiatan perdagangan efek tersebut dalam penjelasan Pasal 90

menyatakan bahwa kegiatan itu adalah kegiatan yang meliputi

kegiatan penawaran, pembelian dan/atau penjualan efek yang terjadi

dalam rangka penawaran umum, atau terjadi di bursa efek, maupun

kegiatan penawaran, pembelian dan/atau penjualan efek di luar bursa

efek atas efek emiten atau perusahaan publik. Dengan kata lain,

penipuan di pasar modal bisa terjadi dan dilakukan melalui media

prospektus, baik prospektus lengkap maupun prospektus ringkas,

atau dalam kegiatan perdagangan efek di bursa. Bisa juga terjadi dan

dilakukan atas efek yang tercatat (listed) di bursa, ataupun atas efek

yang diperdagangkan di luar bursa (over the corner). Yang pada

intinya adalah larangan ini ditujukan pada semua pihak yang terlibat

dalam kegiatan perdagangan efek. Setiap pelaku yang terbukti


42

melanggar Pasal 90 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 ini,

melalui Pasal 104 Undang-Undang tersebut diberikan sanksi dengan

ancaman hukuman penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

denda paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar

rupiah).

Selanjutnya adalah ketentuan Pasal 90 huruf (c) Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1995, yang mengatur mengenai membuat

pernyataan tidak benar atau tidak mengungkapkan fakta materialtidak

hanya dimaksudkan untuk menangkal isu atau rumors yang memang

banyak terjadi di bursa tetapi juga untuk menjamin bahwa setiap

informasi dan fakta material yang disampaikan memang benar dan

tidak menyesatkan. Kewajiban yang tidak hanya dibebankan kepada

emiten ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi investor

untuk memutuskan membeli, menjual atau tetap menahan efek,

karena keputusan untuk investasi ini memang selalu dilakukan

berdasarkan informasi-informasi yang menyangkut efek tersebut. Di

lantai bursa sendiri pernyataan tidak benar ini dapat muncul baik dari

anggota bursa, investor maupun orang dalam emiten sendiri.

Pada waktu penawaran umum penipuan dapat terjadi melalui

prospektus baik menyangkut laporan keuangan, laporan juru taksir

(penilai) atau isi lain dari prospektus. Salah satu kasus yang belum

lama ini terjadi di Amerika Serikat mengenai penipuan di pasar


43

perdana ini melibatkan sebuah perusahaan perangkat komputer yang

dapat mengenali suara (computerized speech recognition): Kurzweil

Applied Intelligence, Inc. Penipuan (fraud) ini dilakukan dengan

melakukan pembukuan atas penjualan-penjualan yang sebenarnya

fiktif (phony).32

Untuk melakukan kejahatannya, sebagaimana penjelasan dari

Hamud M. Balfas dikatakan bahwa Bernard F. Bradstreet, president

dari perusahaan tersebut, memerintahkan pembukuan atas barang-

barang yang sebenarnya belum terjual sebagai telah terjual. Dengan

demikian barang-barang tersebut telah keluar dari gudang

perusahaan dengan tujuan tempat pembeli. Untuk menutupnya

barang dikirim ke gudang lain, dokumen pengiriman dibuat dan

tandatangan langganan sebagal bukti penerimaan barang

dipalsukan. Tindakan ini dilakukan dua tahun sebelum penawaran

umum dilakukan pada bulan Agustus 1993. Dengan tindakannya ini

pembukuan perusahaan memperlihatkan keuntungan, padahal

sebenarnya rugi, ini semua dilakukan dalam rangka penawaran

umum tersebut.33

Sehubungan dengan cakupan pasal 90 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1995 maka untuk menjamin bahwa penipuan tidak akan

32
Hamud M. Balfas, “Tindak Pidana Pasar Modal dan Pengawasan Perdagangan di
Bursa”, Hukum dan Pembangunan, No. 1-3, Tahun XXVII, Januari-Juni 1998, hlm. 53.
33
Ibid., hlm. 53-54.
44

terjadi selama efek suatu perusahaan diperdagangkan maka

Undang-Undang ini memperluas cakupannya dengan pasal 93. Pasal

terakhir ini dimaksudkan untuk menjamin bahwa informasi yang

disampaikan dalam rangka continuous disclosure baik dalam bentuk

laporan keuangan berkala (tiga bulanan, enam bulanan maupun

tahunan) maupun keterbukaan informasi lainnya akan terjamin

kebenarannya. Contoh dari keterbukaan informasi yang diharuskan

ini adalah seperti yang tercantum dalam Keputusan Ketua Bapepam

nomor Kep-82/PM/1996 mengenai keterbukaan informasi pemegang

saham tertentu dan Kep-86/PM/1996 mengenai keterbukaan

informasi yang harus segera diumumkan kepada publik.

Menurut penulis kewajiban penyampaian informasi

sebagaimana yang telah diatur dalam regulasi memiliki maksud dan

tujuan untuk menjamin bahwa segala informasi dan fakta material

yang dapat mempengaruhi nilai dan harga efek sampai kepada

pemodal secara merata. Sehingga dengan informasi tersebut,

investor dapat mengambil keputusan untuk melakukan investasi.

Informasi yang dipertimbangkan adalah baik yang datang dari

perusahaan maupun yang timbul karena adanya kebijakan ekonomi

tertentu. Oleh karena itu informasi yang disampaikan selain harus

disampaikan secara benar juga harus dilakukan secara merata

sehingga sebanyak mungkin investor dapat mengetahuinya.


45

2. Manipulasi Pasar

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

membagi dalam 2 (dua) ketentuan hal yang berkaitan dengan

larangan manipulasi pasar (market manipulation) ini, yaitu melalui

Pasal 91 dan Pasal 92. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal

91, yang menerangkan bahwa Setiap Pihak dilarang melakukan

tindakan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan tujuan untuk

menciptakan gambaran semu atau menyesatkan mengenai kegiatan

perdagangan, keadaan pasar, atau harga Efek di Bursa Efek.34

Menurut Hasbullah F. Sjawie bahwa manipulasi pasar atau

market manipulation diartikan oleh Black’s Law Dictionary sebagai

the illegal practice of raising or lowering a security’s price by creating

the appearance of active trading.35 Otoritas pasar modal

mengantisipasi setiap pihak yang memiliki kapasitas dan kapabilitas

dalam hal modal dan teknologi atau sarana yang kemungkinan bisa

melakukan penggambaran sedemikian rupa sehingga pasar

memahami dan merespon gambaran tersebut sebagai suatu hal yang

benar. Beberapa pola manipulasi pasar, antara lain:

34
Republik Indonesia, Op. Cit., Pasal 91.
35
Hasbullah F. Sjawie, “Beberapa Catatan terhadap Tindak PIdana Pasar Modal Sebagai
Bagian dari Tindak Pidana Ekonomi”, Era Hukum, No. 2, Th 16, Oktober 2016, hlm. 359.
46

a. Menyebarkan informasi palsu mengenai emiten dengan tujuan

mempengaruhi harga efek perusahaan yang dimaksud di bursa

efek (false information). Misalnya, suatu pihak menyebarkan

rumor bahwa emiten X akan segera dilikuidasi, pasar merespon

kemudian harga efeknya jatuh tajam di bursa;

b. Menyebarkan informasi yang menyesatkan atau tidak lengkap

(misinformation). Misalnya, suatu pihak menyebarkan rumor

bahwa emiten X tidak termasuk perusahaan yang akan dilikuidasi

oleh pemerintah, padahal emiten X termasuk yang diambil alih

oleh pemerintah. Harga efek di pasar modal sangat sensitif

terhadap suatu peristiwa dan informasi yang berkaitan, baik

secara langsung maupun tidak dengan efek tersebut. Informasi

merupakan pedoman pokok para pemodal untuk mengambil

keputusan terhadap suatu efek. Jika informasi tersebut tidak

dilindungi oleh hukum sebagai informasi yang benar, bagaimana

kegiatan perdaganyan pasar modal bisa berjalan? Informasi yang

dihembuskan oleh pihak tertentu dapat menimbulkan dampak

pada pasar, akibatnya harga efek bisa naik atau turun. Begitu

telah ada konfirmasi bahwa informasi itu benar, maka gejolak

pasar akan berhenti dan berjalan normal kembali;

c. Melakukan transaksi efek tanpa mengakibatkan terjadinya

perubahan pemilikan atas efek tersebut (wash sales) atau


47

melakukan penawaran (jual atau beli) efek pada harga tertentu,

dimana pembeli atau penjual ini juga telah bersekongkol dengan

lawan (jual atau belinya) tersebut untuk melakukan penawaran

jual atau penawaran beli pada harga yang kurang lebih sarna.

Transaksi semu ini dilakukan tanpa ada barang sama sekali.

Penjual dalam kasus ini tidak akan menerima saham dari pihak

lain dalam rangka transaksi dan oleh karena ifu pembeli juga

tidak akan menerima saham. Dengan demikian transaksi ini

dimaksudkan hanya untuk menciptakan gambaran semu dan

menyesatkan dalam transaksi.

Transaksi yang dapat menimbulkan gambaran semu adalah

transaksi efek yang tidak mengakibatkan perubahan kepemilikan atau

penawaran jual/beli efek pada harga tertentu dimana pihak tertentu

telah bersekongkol dengan pihak lain yang melakukan penawaran

jual/beli efek yang sama pada harga yang kurang lebih sama. Motif

dari manipulasi pasar antara lain untuk meningkatkan, menurunkan,

atau mempertahankan harga efek.

Disamping itu, ada pula tindakan memanipulasi harga dan

manipulasi pasar, yang merupakan suatu tindakan yang dilarang

karena sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan pasal 91,

masyarakat pemodal sangat memerlukan informasi mengenai

kegiatan perdagangan, keadaan pasar, atau harga efek di Bursa Efek


48

yang tercermin dari kekuatan penawaran jual dan penawaran beli

efek sebagai dasar untuk mengambil keputusan investasi dalam efek.

Dengan kata lain investor ingin apa yang terjadi di pasar memang

cerminan dari kekuatan penawaran dan permintaan, bukan

merupakan sesuatu yang dibuat-buat sehingga pasar dan harga yang

tercermin bukan merupakan keadaan yang sebenarnya. Untuk itu,

tindakan yang dapat menciptakan gambaran semu mengenai

kegiatan perdagangan, keadaan pasar atau harga efek dilarang

dilakukan.

Selanjutnya pasal 92 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal juga melarang adanya manipulasi harga (price

manipulation). Manipulasi harga ini dapat dilakukan apabila ada dua

atau lebih transaksi efek, yang secara langsung atau tidak

dimaksudkan untuk rnenyebabkan harga efek tetap, naik atau turun

yang dengan memiliki tujuan untuk rnempengaruhi pihak lain agar

membeli, menjual atau menahan efek. Tindakan memanipulasi harga

ini biasanya dilakukan dengan persetujuan bersama

(persekongkolan) oleh beberapa anggota bursa (pialang efek).

Anggota bursa ini akan membeli pada harga yang lebih rendah dan

kemudian menjualnya pada harga yang lebih. Oleh karena itu

sebenarnya yang terjadi sama sekali tidak mencerminkan atas

kekuatan pasar yang berlaku. Permintaan beli dan penawaran jual


49

yang terjadi tidaklah merupakan cerminan dari kekuatan pasar yang

sebenarnya pada saat itu. Dalam situasi tertentu pengecualian atas

tindakan ini memang dapat dilakukan rnisalnya dalarn rangka

stabilisasi harga.

Untuk ini Ketua Bapepam dalam Keputusannya nornor Kep-

88/PM/1996 tentang stabilitas harga rnenyatakan bahwa penjamin

emisi efek atau perantara pedagang efek yang berperan dalam

penawaran umum, diperkenankan selama masa penawaran umum

untuk membeli atau menjual efek dengan tujuan mempertahankan

harga pasar efek yang bersangkutan pada bursa. Stabilisasi ini

dilakukan pada hari-hari awal suatu efek pertama kali

diperdagangkan di bursa (setelah saham hasil penawaran umum

tercatat di bursa). Keputusan Ketua Bapepam ini juga menentukan

syarat-syarat dilakukannya stabilisasi harga tersebut, yaitu:

a. Harga stabilitas tidak dapat berbeda dari harga resmi Penawaran

Umum;

b. Jika stabilisasi dipilih maka stabilisasi tersebut harus terus

berjalan selama masa penawaran dan tidak dapat diperpanjang

melampui masa tersebut;

c. Rencana dan maksud untuk mengadakan stabilisasi harus

diungkapkan dalam prospektus;


50

d. Penjamin emisi efek atau perantara pedagang efek yang menjual

kepada atau membeli untuk untuk kepentingan semua pihak, efek

yang sedang berada dalam masa stabilisasi, harus memastikan

bahwa pihak tersebut telah menerima, atau telah mendapat

kesempatan membaca pemyataan tertulis bahwa

pembelian·pembelian dalam rangka stabilisasi harga akan.

sedang atau telah dilakukan; dan

e. Penjamin Pelaksana Emisi Efek harus terlebih dahulu

memberitahu Bapeparn, semua Agen Penjualan Efek dan

masyarakat pemodal mengenai kapan slabilisasi dimulai serta

tanggal dan waktu berakhirnya masa stabilisasi dan Penawaran

Umum.

Selanjutnya sebagaimana yang ditentukan oleh Pasal 93

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal bahwa:36

Setiap pihak dilarang, dengan cara apapun, membuat pernyataan


atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar
atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek di bursa
efek apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan
diberikan:
a. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya
mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut
secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
b. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam
menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangan tersebu mempengaruhi harga efek di bursa efek

36
Republik Indonesia, Loc. Cit., Pasal 91.
51

apabila pada saat pernyataan dibuat atau keterangan


diberikan:
c. Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya
mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut
secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
d. Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam
menentukan kebenaran material dari pernyataan atau
keterangan tersebut.

3. Perdagangan Orang Dalam

Hamud M. Balfas mengatakan bahwa informasi dalam kegiatan

pasar modal sangat mempunyai arti. Aktivitas di pasar modal banyak

mengandalkan ketersediaan dan keakuratan informasi yang

disajikan. Pada ujungnya, harga saham tergantung dengan informasi,

dimana information is money, information is everything. Without

information capital market is gambling.37

Hasbullah F. Sjawie menjelaskan bahwa perdagangan orang

dalam adalah terjemahan dari istilah insider trading yang dikenal

dalam dunia pasar modal. Black’s Law Dictionary membagi insider

trading dalam 2 (dua) arti, yaitu arti sempit atau klasik dan arti luas

atau modern. Dalam arti sempit atau klasik insider trading dimaknai

sebagai the use of material, nonpublic information in trading the

shares of a company by a corporate insider or other person who

owes fiduciary duty to the company. Sedangkan dalam arti luas atau

modern insider trading dikenal sebagai misappropriation theory,

37
Hamud M. Balfas, Hukum Pasar Modal, Jakarta: Tatanusa, 2012, hlm. 502.
52

dimana diartikan sebagai the deceitful acquisition and misuse of

information that properly belings to person to whom one owes a

duty.38 Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal mengatur dengan jelas perihal tindak pidana atau kejahatan

pasar modal yaitu perdangan orang dalam atau insider trading

dengan jelas dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 99.

Tindak pidana atau kejahatan pasar modal jenis perdagangan

oleh orang dalam (insiders trading) adalah yang paling terkenal dari

beberapa kejahatan pasar modal. Perdagangan orang dalam juga

yang membedakan kejahatan yang dilakukan dalam aktifitas pasar

modal dan kejahatan tindak pidana yang lain pada umumnya. Karena

kalau tindak pidana pasar modal lainnya sedikit mempunyai

persamaan dengan tindak pidana umum lainnya maka perdagangan

orang dalam hanyalah ada dan merupakan ciri khas pasar modal. Hal

ini mungkin karena orang yang mengetahul informasi orang dalam

dan mempergunakannya dalam perdagangan sering dianggap smart

dalam perdagangan karena setiap transaksi yang dilakukannya pasti

bertujuan membawa keuntungan besar.

Pada dasamya larangan pedagangan oleh orang daIam

sebagaimana dikatakan di atas adalah agar supaya informasi yang

keluar dari perusahaan dapat sampai kepada semua orang

38
Hasbullah F. Sjawie, Loc. Cit., hlm. 363.
53

(pemodal) secara merata terlebih dahulu sehingga tidak ada satu

pihak pun yang diuntungkan, baik karena hubungan yang

bersangkutan dengan perusahaan maupun karena yang

bersangkutan memperolehnya secara melawan hukum. Hal ini

karena informasi dalam pasar modal merupakan komoditi penting

yang membuat orang memutuskan melakukan atau tidak melakukan

investasi. Oleh karena itu orang-orang yang dianggap mempunyai

hubungan khusus dengan perusahaan (emiten) dilarang untuk

melakukan transaksi dengan mempergunakan informasi orang

dalam. Karenanya dengan larangan tersebut maka tidak seorang pun

akan diuntungkan terutama apabila yang bersangkutan mempunyai

akses terhadap manajemen perusahaan.

Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar

Modal menentukan bahwa, orang dalam dari emiten atau perusahaan

publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan

pembelian atau penjualan atas efek:

a. Emiten atau perusahaan publik dimaksud atau

b. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau

perusahaan publik yang bersangkutan.

Dengan ketentuan terakhir ini sebagaimana yang dimaksud dalam

huruf (b) di atas, maka pihak tertentu di luar perusahaan publik atau
54

emiten, misalnya rekanan dari perusahaan publik atau emiten

tersebut, juga adalah yang termasuk dikenakan larangan ini.

Ketentuan ini memperluas ketentuan mengenai orang dalam

sehingga mencakup juga orang yang sarna sekali tidak pemah

mempunyai ikatan kepegawaian.

Ketentuan selanjutnya dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1995 ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 sampai dengan

Pasal 98 memperluas jangkauan dari Pasal 95 baik terhadap orang

dalam yang mendorong/mempengaruhi orang lain atau memberikan

informasi orang dalam kepada pihak lain sebagaimana yang tertera

dalam pasal 96, atau orang luar yang berusaha untuk memperoleh

informasi orang dalam tersebut secara melawan hukum sebagaimana

yang tertera dalam pasal 97 serta juga terhadap perusahaan

efek/anggota bursa sebagaimana yang tertera pasal 98.

Asril Sitompul menjelaskan bahwa tujuan utama dari insider

trading itu adalah untuk memperoleh keuntungan melalui

pemanfaatan informasi yang belum terpublikasi kepada publik,

sehingga kepada pelakunya dapat dikenakan sanksi. Dengan

pemberian informasi berdasarkan prinsip keterbukaan itu, maka para

stakeholders dalam pasar modal memperoleh jaminan akan

mendapatkan informasi atau fakta materiel yang sebenarnya pada


55

saat yang bersamaan. Fakta menunjukan bahwa harga efek banyak

ditentukan oleh informasi yang tersedia. 39 Dengan terjadinya insider

trading maka jaminan tadi tidak diperoleh oleh para pemangku

kepentingan dari suatu perusahaan publik, karena informasi material

yang ada hanya dikuasai oleh sekelompok orang, yang seharusnya

disebar tapi malah sebaliknya, ditahan oleh sekelompok orang

tertentu dan itu dilakukan dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Hal ini bisa dikatagorikan sebagai suatu tindakan memperkaya diri

secara tidak sah, atau memiliki apa yang sebenarnya bukan

merupakan haknya.40

Mengenai siapa saja yang disebut sebagai insider trading

didapat penegasannya pada Penjelasan Pasal 95 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1995, yaitu:

a. Komisaris, direktur atau pegawai emiten atau perusahaan public;

b. Pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik;

c. Orang perorangan yang karena kedudukannya atau profesinya

atau karena hubungan usahanya dengan emiten atau

perusahaan publik memungkinkan orang tersebut memperoleh

informasoi orang dalam; atau

39
Asril Sitompul, Pasar Modal: Penawaran Umum dan Permasalahannya, Bandung:
Citra Adytia Bakti, 1996, hlm. 149.
40
Najib A. Gisymar, Insider Trading Dalam Transaksi Efek, Bandung: Citra Adytia Bakti,
1999, hlm. 38.
56

d. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi

menjadi pihak sebagaimana disebut pada huruf a, b, dan c di

atas.

Dengan demikian, maka dari penjelasan Pasal 96 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1995 di atas dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud

dengan orang dalam adalah orang yang karena kedudukannya

mendapat informasi orang dalam.41

Dari Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 dan Pasal 98 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1995 di atas, telah dengan tegas ditentukan

aturan yang melarang dilakukannya insider trading, yang bila

dikelompokan akan menjadi sebagai berikut:

a. Orang dalam yang memiliki informasi orang dalam dilarang

melakukan pembelian atau penjualan atas efek emiten atau

perusahaan public maupun atas efek perusahaan lain yang

melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang

bersangkutan (Pasal 95 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995);

b. Orang dalam yang memiliki informasi orang dalam dilarang untuk

mempengaruhi pihak lain untuk melakukan penjualan atau

pembelian atas efek tersebut (Pasal 96 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1995);
57

c. Orang dalam yang memiliki informasi orang dalam dilarang

memberikan informasi orang dalam kepada pihak manapun yang

patut diduga dapat menggunakan informasi tersebut untuk

melakukan penjualan efek tersebut (Pasal 96 Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1995);

d. Setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang

dalam secara melawan hukum (Pasal 97 Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1995);

e. Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam dilarang

melakukan transaksi efek emiten atau perusahaan publik, kecuali

transaksi itu dilakukan atas perintah nasabah dan perusahaan

efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada

nasabahnya mengenai efek yang bersangkutan (Pasal 98

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995).

Mengingat yang menjadi objek pada tindak pidana perdagangan

orang dalam ini adalah informasi, maka yang dijadikan target oleh

para pelaku insider trading dalam melakukan kejahatannya adalah

untuk mendapatkan saham dalam jumlah yang signifikan dengan

harga yang semurah mungkin agar margin keuntungan yang

diperolehnya besar.
58

B. PERANAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN

TINDAK PIDANA PASAR MODAL

Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1995 Bapepam melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan

yang tujuannya adalah untuk mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar

Modal yang teratur, wajar, dan efisien serta melindungi kepentingan

pemodal dan masyarakat. Selanjutnya dalam rangka menjalankan fungsi

pengaturan, Bapepan-LK bertugas membuat peraturan-peraturan di

bidang pasar modal sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pasar modal.

Sedangkan dalam rangka pengawasan, Bapepam-LK harus mengawasi

pelaksanaan peraturan yang telah dibuatnya, dan apabila apa terdapat

pelanggaran-pelanggaran baik yang bersifat administratif maupun tindak

pidana, maka Bapepam dapat memberikan sanksi sesuai peraturan yang

berlaku di pasar modal. Dalam mengemban tugasnya diharapkan

Bapepam-LK dapat mendorong secara optimal pemanfaatan pasar modal

sebagai wahana penghimpun dana jangka panjang sehingga dapat

membantu pendanaan pembangunan nasional.

Pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

Tentang Otoritas Jasa Keuangan, bulan Desember 2012 merupakan

bulan terakhir bagi Bapepam-LK dalam melaksanakan tugasnya. Pasal


59

55 ayat 1 menyebutkan bahwa sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi,

tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa

keuangan di sektor Pasar Modal beralih dari Menteri Keuangan dan

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)

ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ditegaskan dalam Pasal 68 bahwa

sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 55, pemeriksaan dan/ atau penyidikan yang sedang

dilakukan oleh Kementrian Keuangan dan Bapepam-LK,

penyelesaiannya dilanjutkan oleh OJK. Meskipun telah diatur bahwa

sejak tanggal 31 Desember 2012 kedudukan Bapepam-LK khususnya

terhadap fungsi, tugas, dan wewenang pengawasannya di Pasar Modal

telah diambil alih oleh OJK. Namun dalam implementasinya tidak seluruh

fungsi Bapepam-LK di Pasar Modal berakhir. Hal tersebut khususnya

yang berkaitan dengan fungsi pengaturan mengingat seluruh produk

hukum yang diterbitkan oleh Bapepam-LK masih berlaku sepanjang OJK

belum menerbitkan aturan yang baru.

Berakhirnya fungsi, tugas dan wewenang Bapepam-LK di pasar

modal yang kemudian diambil alih oleh OJK berpengaruh terhadap

penyelesaian kasus-kasus di pasar modal. Pasal 68 UUOJK menyatakan

bahwa sejak beralihnya fungsi, tugas, dan wewenang sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55, pemeriksaan dan/atau penyidikan yang

sedang dilakukan oleh Bank Indonesia, Kementerian Keuangan dan


60

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan,

penyelesaiannya dilanjutkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan

demikian dalam rangka tetap menjaga pasar modal yang aman, teratur,

dan memenuhi keadilan, penanganan kasus-kasus di Pasar Modal yang

berada dalam masa transisi dari Bapepam-LK ke OJK tidak dihentikan

atau ditunda penyelesaiannya. Kasus-kasus yang belum diselesaikan

oleh Bapepam-LK, sejak kewenangannya dialihkan maka menjadi

tanggung jawab OJK untuk dilanjutkan penyelesaiannya.

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang dibentuk

berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan

dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di

dalam sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah suatu

lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang

mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan, dan penyidikan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) didirikan

untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan

pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan

peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta

untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.

Visi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah menjadi lembaga

pengawas industri jasa keuangan yang terpercaya, melindungi


61

kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mampu mewujudkan

industri jasa keuangan menjadi pilar perekonomian nasional yang

berdaya saing global serta dapat memajukan kesejahteraan umum. Misi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah mewujudkan terselenggaranya

seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara teratur, adil,

transparan, dan akuntabel mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh

secara berkelanjutan dan stabil. Melindungi kepentingan konsumen dan

masyarakat.

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) mempunyai wewenang:

1. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 21

Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan ini.

2. Menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan.

3. Menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan

(OJK).

4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa

keuangan.

5. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK.


62

6. Menetapkan peraturan mengenai tata carpenetapan perintah tertulis

terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu.

7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola

statuter pada Lembaga Jasa Keuangan.

8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola,

memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban, dan

9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sector jasa

keuangan.

Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan itu sendiri bertujuan untuk

melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dan mewujudkan

sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta

agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat

terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. Karenanya

agar tercapai tujuan dan pelaksanaan tugas pengawasan, Otoritas Jasa

Keuangan diberikan kewenangan-kewenangan sebagai berikut:

1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan

jasa keuangan;

2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh

Kepala Eksekutif;
63

3. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan

Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,

pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaiman

dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan;

4. Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan

dan/atau pihak tertentu;

5. Melakukan penunjukan pengelola statute;

6. Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

7. Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan; dan

8. Memberikan dan/atau mencabut:

a. Izin usaha

b. Izin orang perseorangan.

c. Efektifnya pernyataan pendaftaran.

d. Surat tanda terdaftar.

e. Persetujuan melakukan kegiatan usaha


64

f. Pengesahan.

g. Persetujuan atau penetapan pembubaran, dan

h. Penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan

perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen

dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas,

dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

terhadap kegiatan dibidang jasa keuangan, yaitu kegiatan di sektor

perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

OJK dapat berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam

melaksanakan tugasnya, seperti berkoordinasi dengan lembaga jasa

keuangan terkait dan OJK berwenang untuk membuat peraturan dibidang

jasa keuangan terkait, sebagai contoh OJK dapat berkoordinasi dengan

Bank Indonesia dalam membuat peraturan pengawasan di bidang

perbankan, juga dapat berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik

Indonesia (POLRI) dalam hal penegakkan dan penyelesaian tindak

pidana atau kejahatan pasar modal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

berkedudukan di ibukota Negara, tetapi OJK juga dapat mempunyai

kantor di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.


65

Dalam rangka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan

pemeriksaan dan penyidikan kasus tindak pidana di Pasar Modal, Pasal

49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan menunjuk pihak-pihak yang dapat melaksanakan tugas

tersebut yaitu: 41

1. Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia,


Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya yang meliputi tugas pengawasan sektor
jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus
sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
2. Pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(2) dapat diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
3. Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
Ayat (1) berwenang:
a. Menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari
seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa
keuangan;
b. Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan
berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan;
c. Melakukan penelitian terhadap Setiap Orang yang diduga
melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa
keuangan;
d. Memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang
bukti dari Setiap Orang yang disangka melakukan, atau sebagai
saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;
e. Melakukan pemeriksaan atau pembukuan, catatan, dan
dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa
keuangan;
f. Melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang
diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang

41
Diana Wiyanti, et. Al., “Pemeriksaan Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal dalam
Rangka Melaksanakan Fungsi Pengawasan Pasca Lahirnya Undang-Undang Nonor 21
Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan
PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora, No. 1, Vol. 4., Th 2014, 2014, hlm. 109-110.
66

yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana


di sektor jasa keuangan;
g. Meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun
elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi;
h. Dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang
berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang
diduga telah melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. Meminta bantuan aparat penegak hukum lain;
j. Meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan
pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan;
k. Memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari
pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam ttindak pidana
di sektor jasa keuangan;
l. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas
penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan; dan
m. Menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.

Selanjutnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan tugas

sebagaimana disebutkan dalam Pasal 49 menyampaikan hasil

penyidikan kepada jaksa untuk dilakukan penuntutan, selanjutnya Jaksa

yang menerima laporan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil wajib

menindaklanjuti dan memutuskan tindak lanjut hasil penyidikan sesuai

dengan kewenangannya paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak

diterimanya hasil penyidikan, sebagaimana hal ini diatur dalam Pasal 50

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Jika memperhatikan kembali isi ketentuan di atas, yang menyatakan

bahwa salah satu pihak yang dapat melakukan pemeriksaan dan

penyidikan adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjakan di

OJK, maka hal ini sejalan dengan prinsip OJK sebagai lembaga
67

pengawas yang independen yang tidak berada di bawah dan tidak

bertanggung jawab kepada pihak manapun kecuali langsung kepada

presiden. Terkait hal tersebut, berdasarkan ketentuan Pasal 27 Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

dijelaskan sebagai berikut:

1. Dewan Komisioner mengangkat dan memberhentikan pejabat dan

pegawai OJK.

2. OJK dapat mempekerjakan pegawai negeri sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai kepegawaian diatur dengan

peraturan Dewan Komisioner.

Dalam kegiatan pemeriksaan dan penyidikan dugaan kasus-kasus

di pasar modal, OJK membentuk organisasi Direktorat Penyidikan

sebagai pihak yang akan menjadi penyidik dengan merekrut penyidik dari

POLRI, sementara untuk pemeriksaan OJK akan mempunyai Direktorat

Pemeriksaan.

Fungsi pengawasan OJK bersifat independen terintegrasi, hal ini

dapat diikatakan independen karena OJK merupakan lembaga negara di

luar kementerian negara atau departemen, sehingga OJK tidak

bertanggung jawab terhadap pihak manapun selain bertanggung jawab


68

langsung kepada presiden sehingga OJK tidak dapat diintervensi oleh

pihak manapun baik dari segi pengaturan, operasional, maupun

keuangan. Terintegrasi disini menurut Penulis maksudnya adalah bahwa

OJK didirikan dengan tujuan menjalankan fungsi, tugas, dan wewenang

pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan untuk sektor-

sektor yang berada di bawah bidang Jasa Keuangan yakni Perbankan,

Pasar Modal, Lembaga Pembiayaan Non Bank, Asuransi, dan

Perlindungan Konsumen.

Penulis berpendapat bahwa sifat Independen terintegrasi tersebut

telah dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan, yakni dapat kita lihat pada Pasal 2 ayat (2) yang

menerangkan bahwa:42

OJK adalah lembaga yang independen dalam melaksanakan tugas


dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain, kecuali
untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.

Selanjutnya dalam Pasal 5 Undang-Undang ini ditegaskan sebagai

berikut:43

OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan


pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di
dalam sektor jasa keuangan.

42 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011, Pasal 2 ayat (2).


43 Ibid., Pasal 5.
69

Terkait dengan independensi pengawasan di Pasar Modal,

sebagaimana pendapat yang telah disampaikan Kepala Eksekutif

Pengawas Pasar Modal OJK, Gonthor M. Aziz yang dikutip oleh Diana

Wiyanti dan kawan-kawan, dikatakan bahwa Independensi dapat dilihat

dari 3 sisi, yaitu sebagai berikut:44

1. Independensi secara hukum atau legally independence yaitu


karena undang-undang yang mendasari secara tegas
menyatakan bahwa lembaga tersebut independen, jadi OJK
strongly dengan independency legally. Dikatakanya bahwa
secara hukum OJK memang sudah memenuhi prinsip
independen.
2. Independen secara operasional. OJK tidak dapat diintervensi
secara operasional karena bukan merupakan lembaga
pemerintah.
3. Independen secara keuangan. Pada peraturan sektoral
sebelumnya baik pada pasar modal, asuransi, dana pensiun,
tidak menyebutkan independensi secara keuangan. Menurut
Pasal 34 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa dalam hal
keuangan, OJK dapat menggunakan sumber pembiayaan dari
APBN atau dari industri yang bersangkutan secara pungutan, itu
juga merupakan salah satu karakteristiknya dimana OJK bisa
mengupayakan biaya operasionalnya sendiri tanpa harus
ketergantungan dengan pihak lain.

Selanjutnya terkait pemeriksaan kasus-kasus di Pasar Modal, OJK

memiliki dua organ yakni Direktorat Pemeriksaan yang khusus

berwenang memeriksa dugaan pelanggaran dan/atau tindak pidana di

Pasar Modal, dan Direktorat Penyidikan yang khusus berwenang

melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus yang terdapat unsur tindak

pidananya. OJK akan merekrut penyidik dari kepolisian dan kejaksaan

44
Diana Wiyanti, et. Al., Op. Cit., hlm. 110.
70

untuk memenuhi kewenangan dari Direktorat Penyidikan OJK. Hal ini

mengingat bahwa secara kelembagaan OJK berada di luar Pemerintah,

sehingga tidak menjadi bagian dari kekuasaan Pemerintah maka tidak

ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan OJK yang

melakukan penyidikan.

Dan juga terkait organ lembaga pengawas di Pasar Modal dalam

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

terdapat pemisahan kewenangan antara fungsi fungsi pengaturan dan

fungsi pengawasan. Fungsi pengaturan atau yang dikenal dengan

regulatory body dikepalai oleh Dewan Komisioner, sebagaimana diatur

dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Jasa Keuangan, tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 dilaksanakan oleh Dewan Komisioner. Sementara fungsi pengawasan

yang dikenal dengan supervisory body dikepalai oleh Kepala Eksekutif

Pengawas Pasar Modal.


71

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pasar modal merupakan salah satu pilihan untuk melakukan

kegiatan perdagangan dalam perkembangan dunia bisnis dan juga

sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana

investasi bagi masyarakat memiliki peran yang strategis dalam

pembangunan dan ekonomi nasional sehingga diperlukan aturan sebagai

landasan hukum untuk memberikan jaminan, perlindungan dan kepastian

hukum bagi para pihak yang melakukan kegiatan di Pasar modal juga

untuk melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari tindak pidana

atau kejahatan dalam pasar modal seperti praktik-praktik yang merugikan

diantaranya tindakan penipuan, manipulasi pasar dan perdagangan

orang dalam, yang juga dibutuhkan aturan berupa tatanan hukum yang

mendorong, menggerakkan, dan mengendalikan berbagai kegiatan

pembangunan di bidang ekonomi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal yang efektif mulai berlaku tanggal 1 Januari 1996

jauh telah hadir sebelumnya untuk menjawab apa yang disebutkan di

atas.
72

Oleh karenanya dibentuklah Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

sebelumnya Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

(Bapepam-LK), suatu lembaga negara yang dibentuk berdasarkan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan

yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan, yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain

yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

pemeriksaan, dan penyidikan. OJK bertujuan untuk mewujudkan

terselenggaranya seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara

teratur, adil, transparan, dan akuntabel mewujudkan sistem keuangan

yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Melindungi kepentingan

konsumen dan masyarakat.

Pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan bersifat independen

terintegrasi telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Dalam pelaksanaan pemeriksaan

dan penyidikan di OJK dilakukan oleh Direktorat Pemeriksaan dan

Direktorat Penyidikan yang dibantu oleh Kepolisian atau kejaksaan yang

direkrut oleh OJK. Dan sebagai lembaga negara, OJK juga memiliki

struktur organisasi lembaga pengawas yang memisahkan organ

regulatory body yang dikepalai oleh Dewan Komisioner dengan organ


73

supervisory body yang dikepalai oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar

Modal.
74

DAFTAR PUSTAKA

A. Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111.

B. Buku

Abdurrahman, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan, Jakarta;

PT. Pradinya Piaramik, 1991.

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Ketiga, Jakarta: Rineka

Cipta, 2008.

Andi Sofyan dan Nur Azisa, Hukum Pidana, Makasar: Pustaka Pena Press,

2016.
75

Andi Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta: Sinar Grafika, 1995.

Asril Sitompul, Pasar Modal: Penawaran Umum dan Permasalahannya,

Bandung: Citra Adytia Bakti, 1996.

Bambang Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta:

Rajawali Pers, 2011.

E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan

Penerapannya, Cetakan Ketiga, Jakarta: Storia Grafika, 2012.

Ida Bagus Surya Darma Jaya, Hukum Pidana Materiil dan Formiil: Pengantar

Hukum Pidana, Jakarta: USAID-The Asia Foundation-Kemitraan

Partnership, 2015.

M. Irsan Nasruddin, dkk, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta:

Prenadi Media, 2010.

Marzuki Usman, Pengenalan Dasar Pasar Modal, Jakarta: Jurnal Keuangan

dan Moneter dan LBI, 1991.

Mochtar Kusumaatmaja, Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung:

Alumni, Bandung, 2002.

Mulyati Pawennei dan Rahmanuddin Tomalili, Hukum Pidana, Jakarta: Mitra

Wacana Media, 2015.


76

Najib A. Gisymar, Insider Trading Dalam Transaksi Efek, Bandung: Citra

Adytia Bakti, 1999.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan

ketujuhbelas, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Cetakan Kedelapan, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2006.

Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaruan,

Malang: UMM Press, 2009.

C. Jurnal dan Makalah

Abdulbasith Anwar, Manajemen dan Usahawan Indonesia, Jurnal Hukum

Bisnis, No. 9, Tahun XIX, September 1990.

Diana Wiyanti, et. Al., “Pemeriksaan Tindak Pidana di Bidang Pasar Modal

dalam Rangka Melaksanakan Fungsi Pengawasan Pasca Lahirnya

Undang-Undang Nonor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa

Keuangan”, Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM Sosial,

Ekonomi dan Humaniora, No. 1, Vol. 4., Th 2014, 2014.


77

Hamud M. Balfas, “Tindak Pidana Pasar Modal dan Pengawasan

Perdagangan di Bursa”, Hukum dan Pembangunan, No. 1-3, Tahun

XXVII, Januari-Juni 1998.

Hasbullah F. Sjawie, “Beberapa Catatan terhadap Tindak PIdana Pasar

Modal Sebagai Bagian dari Tindak Pidana Ekonomi”, Era Hukum, No.

2, Th 16, Oktober 2016.

Iza Fadri, “Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Ekonomi di

Indonesia”, Jurnal Hukum, No. 3, Vol. 17, Juli 2010.

Titik Suharti, “Kejahatan Pasar Modal dalam Kerangka Good Corporate

Governance”, Perspektif, No. 4, Volume IX, Oktober 2004.

Anda mungkin juga menyukai