Anda di halaman 1dari 15

PEMBAHARUAN UNDANG-UNDANG MINERBA DITINJAU

DARI SUDUT PANDANG TEORI PERANAN HUKUM


DALAM MENDORONG PEMBANGUNAN EKONOMI
(TEORI J. D. NY. HART.)

Oleh :

Jarot Maryono 2220180037

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH
2020
PEMBAHARUAN UNDANG-UNDANG MINERBA DITINJAU DARI
SUDUT PANDANG TEORI PERANAN HUKUM DALAM
MENDORONG PEMBANGUNAN EKONOMI
(TEORI J. D. NY. HART.)

Jarot Maryono
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Islam As-Syafi’iyah, Jakarta
email: adv.jarot@gmail.com

ABSTRAK

Pertambangan adalah salah satu sumber daya alam yang berpotensi besar untuk
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia yang karenanya perlu regulasi yang pro
terhadap kepentingan dan pembangunan ekonomi nasional. Namun antara harapan
dan kenyataan cenderung bertolak belakang, regulasi pertambangan masih tidak
berpihak bagi kesejahteraan dan sebesar-besarnya kemakmuran seluruh rakyat
Indonesia. Pembaharuan regulasi pertambangan mineral dan batu bara diperlukan
dengan pendekatan teori peranan hukum dalam mendorong pembangunan
ekonomi.
Kata Kunci: Pertambangan, Regulasi, Pembangunan Ekonomi

ABSTRACT

Mining is one of the natural resources that has great potential for the prosperity
of all the Indonesian people, which therefore needs regulations that are pro to the
interests and development of the national economy. However, between
expectations and reality tend to be the opposite, mining regulations still do not
favor the welfare and prosperity of the entire Indonesian people. Renewal of
mineral and coal mining regulations is needed with a theoretical approach to the
role of law in driving economic development.
Keywords: Mining, Regulation, Economic Development

A. PENDAHULUAN

Seluruh wilayah negara Republik Indonesia sebagian besar memiliki sumber


daya alam yang berpotensi besar untuk menyejahterakan rakyat. Salah satu
sumber daya alam yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
adalah pertambangan. Kekayaan alam yang melimpah ini digunakan untuk
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia namun penguasaannya ada pada negara,

1
sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yaitu Bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Hasil tambang berupa minyak bumi, bijih besi, granit, dan hasil tambang
lainnya dimiliki Pulau Jawa. Kekayaan alam hasil tambang berupa minyak bumi,
batu bara, tembaga, timah, granit, dan beberapa hasil tambang lainnya dimiliki
oleh Pulau Sumatera. Kekayaan tambang berupa batu bara dan minyak bumi
tersimpan di Pulau Kalimantan. Dan di Pulau Sulawesi tersebar hasil tambang
mangaan, fosfat, tembaga, nikel, dan beberapa hasil tambang lainnya, serta di
pulau paling timur di Indonesia yaitu Jayapura menyimpan kekayaan tambang
minyak bumi, emas, perak, dan beberapa hasil tambang lainnya.

Berdasarkan data Price Waterhouse Cooper dalam Victor Imanuel


Williamson Nalle, industri pertambangan di Indonesia telah menyumbang sekitar
4% – 5% dari keseluruhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Industri
pertambangan juga berperan penting bagi beberapa provinsi yang kaya sumber
daya mineral dan batubara, antara lain Papua, Bangka Belitung, Nusa Tenggara
Barat, dan Kalimantan Timur. Walaupun sejak 2009 terjadi fluktuasi hasil
produksi, yang cenderung mengalami penurunan bagi komoditas tembaga, emas,
dan nikel, tetapi penurunan tersebut lebih disebabkan faktor harga pasar atau
aspek operasional. Hal ini mengandung arti bahwa sektor pertambangan masih
merupakan potensi besar bagi Indonesia dalam mensejahterakan rakyat. 1

Oleh karena itu dibutuhkan peran pemerintah sebagai regulator dalam


mengatur eksploitasi di bidang pertambangan. Peran pemerintah sangat penting
karena sektor pertambangan merupakan sektor yang diminati oleh investor asing.
Sejalan dengan rumusan konstitusi dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) tersebut menunjukkan
bahwa Negara memiliki kedaulatan penuh sumber daya alam yang dikandungnya

1
Victor Imanuel Williamson Nalle, “Hak Menguasai Negara Atas Mineraal dan Batubara
Pasca Berlakunya Undang-Undang Minerba)”, Jurnal Konstitusi, Vol. 9, No. 3, September 2012,
hlm. 475.

2
sehingga bilamana ada investor asing yang bermaksud untuk melakukan
pengelolaan kekayaan alam seperti kekayaan alam dan batubara tersebut harus
sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh regulator.

Dalam rangka mengatur sektor pertambangan tersebut, tercatat beberapa


regulasi yang telah diterbitkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
data sebagai berikut:

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok


Pertambangan.

Pada tahun 1967 Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 11


Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. UU Nomor
11 Tahun 1967 sekaligus menandai politik pintu terbuka di bidang
pertambangan setelah sebelumnya diawali dengan ditetapkannya Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Seiring
dengan dinamika pemikiran pasca reformasi.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-


Ketentuan Pokok Pertambangan dikenal istilah sistem kontrak karya
(Contract of Work) sebagaimana penerapan di masa Hindia Belanda yg lebih
dahulu ada dengan istilah Indische Mijn Wet 1899 (IMW). Berdasarkan
ketentuan Pasal 5a IMW, Pemerintah Hindia Belanda berwenang untuk
melakukan penyelidikan dan eksploitasi dimana penyelidikan dan eksploitasi
tersebut dapat dilakukan sendiri atau oleh perorangan atau perusahaan
berdasarkan perjanjian.2

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan


Batu Bara.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan


Pokok Pertambangan dianggap sudah tidak sesuai dengan politik ekonomi
yang ingin dijalankan oleh pemerintah, khususnya di bidang pertambangan.
Oleh karena itu ditetapkanlah Undang-Undang baru sebagai pengganti UU
2
Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta: UII Press, 2004, hlm.65.

3
No.11 Tahun 1967, yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Pergantian
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan menjadi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara ini menandai era baru di bidang
pertambangan dimana terdapat ketentuan-ketentuan baru yang menunjukkan
adanya pergeseran paradigma dalam pengelolaan sumber daya mineral dan
batubara. Pergeseran paradigma tersebut terkait hubungan antara negara dan
pemodal, khususnya kepada investasi asing.

Perubahan mendasar yang terjadi adalah perubahan dari sistem kontrak


karya dan perjanjian menjadi sistem perijinan, sehingga Pemerintah tidak lagi
berada dalam posisi yang sejajar dengan pelaku usaha dan menjadi pihak
yang memberi ijin kepada pelaku usaha di industri pertambangan mineral dan
batubara. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 mengenal ijin di bidang
pertambangan sebagai Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dimana kontrak
karya dan izin merupakan dua figur yang sama sekali berbeda. Perbedaan
diantara keduanya bukan sebatas kulit konsep saja, tetapi merupakan
perbedaan yang paradigmatik.

Sistem perizinan berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009


secara normatif lebih tegas menempatkan kedudukan hak menguasai negara
atas mineral dan batubara. Tetapi kedudukan hak menguasai negara tersebut
akan menjadi sia-sia jika implementasi penegakan hukum dalam hal
pelanggaran atas Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak dilaksanakan secara
tegas. Dan Ketentuan divestasi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009,
yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2012, semakin memperkuat superioritas negara terhadap perusahaan
asing. Victor Imanuel Williamson Nalle mengemukakan bahwa secara umum,
kebijakan perizinan maupun divestasi telah menempatkan paradigma
penguasaan negara atas sumber daya mineral dan batu bara berada di jalur
yang benar untuk mencapai negara kesejahteraan.3

3
Victor Imanuel Williamson Nalle, Op. Cit., hlm. 491.

4
B. PEMBAHARUAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN
MINERAL DAN BATU BARA DALAM SUDUT PANDANG TEORI
PERANAN HUKUM DALAM MENDORONG PEMBANGUNAN
EKONOMI (TEORI J. D. NY. HART.)

1. Perubahan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara


(Pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara)

DPR akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang


Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batu Bara menjadi Undang-Undang. Dari sembilan fraksi di
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), hampir semua menyetujui Undang-
Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang baru ini. Mereka yaitu
PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PKS, PAN, dan PPP.
Hanya satu fraksi yang menolak yaitu Partai Demokrat.

Usulan revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara


sudah muncul sejak 2014. Namun di tahun-tahun berikutnya, pembahasan
RUU ini tak pernah rampung. Pembahasan Undang-Undang Pertambangan
Mineral dan Batubara ini sempat diminta untuk ditunda sementara oleh
Presiden Joko Widodo pada 23 September 2019, dikarena banyak mahasiswa
yang berunjuk rasa tidak setuju dan melakukan demonstrasi secara besar-
besaran di berbagai kota di tanah air.

Penundaan sementara dilakukan sampai dengan Desember 2019,


setelahnya tetap berlanjut beberapa hari setelahnya. Dan pada 17 Desember
2019, DPR pun menyepakati RUU Pertambangan Mineral dan Batubara
untuk dimasukan ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas 2020-
2021 untuk menjadi Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Pada 2 April 2020, Panitia Kerja Revisi Undang-Undang

5
Pertambangan Mineral dan Batubara menyelesaikan pembahasan 938 daftar
inventarisasi masalah (DIM). Adapun 11 Mei 2020, Komisi Energi DPR
menyetujui Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara ini.
Barulah pada tanggal 12 Mei 2020 dalam rapat paripurna, DPR menyepakati
Rancangan Undang-Undang tersebut menjadi Undang-Undang. Proses inilah
yang dianggap sejumlah pihak sangat cepat dan tertutup. Selain itu, beberapa
pasal di dalamnya dianggap menguntungkan pengusaha. 4 Pemerintah bersama
dengan Tim Panja RUU Minerba DPR RI mulai tanggal 18 Februari 2019
hingga tanggal 11 Maret 2020 telah menyepakati pasal-pasal yang akan
dilakukan perubahan dalam RUU Minerba antara lain sebagai berikut:5

1. Penyelesaian permasalahan antar sektor, yaitu melalui demarkasi


kewenangan perizinan pengolahan dan pemurnian antara KESDM
dengan Kemenperin serta adanya jaminan pemanfaatan ruang pada
wilayah yang telah diberikan kepada pemegang izin;
2. Konsepsi Wilayah Hukum Pertambangan, melalui pengaturan ini,
kegiatan penyelidikan dan penelitian pertambangan dapat
dilakukan di seluruh wilayah hukum Indonesia;
3. Penguatan Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah, yaitu melaIui
pemberian insentif jangka waktu perizinan bagi Izin Usaha
Pertambangan (IUP)/Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)
yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian;
4. Mendorong Kegiatan Eksplorasi untuk Penemuan Deposit
Minerba, yaitu melalui penugasan penyelidikan dan penelitian
kepada lembaga riset negara, BUMN, BUMD, atau Badan Usaha
Swasta serta dengan pengenaan kewajiban penyediaan Dana
Ketahanan Cadangan kepada pelaku usaha;
5. Pengaturan Khusus Tentang Izin Pengusahaan Batuan,
menghadirkan Perizinan baru yakni Surat Izin Penambangan
Batuan (SIPB) yang mekanisme perizinannya lebih mudah dan
sederhana;
6. Reklamasi dan Pascatambang, yaitu melalui pengaturan sanksi
pidana bagi pemegang izin yang tidak melakukan reklamasi dan
pasca tambang;
7. Jangka Waktu Perizinan untuk IUP atau IUPK yang Terintegrasi,
Perizinan yang Terintegrasi dengan Fasilitas Pengolahan dan/atau
Pemurnian logam atau Kegiatan Pengembangan dan/atau

4
..“Kontroversi UU Minerba yang Bakal Diujimaterikan ke MK”,
https://fokus.tempo.co/read/1341880/kontroversi-uu-minerba-yang-bakal-diujimaterikan-ke-
mk.htm., 28 Juni 2020.
5
..“RUU Minerba Sah Jadi UU, Intip Aturan Baru soal Perpanjangan Izin Tambang”,
https://economy.okezone.com/read/2020/05/13/320/2213235/ruu-minerba-sah-jadi-uu-intip-
aturan-baru-soal-perpanjangan-izin-tambang.htm., 28 Juni 2020.

6
Pemanfaatan Batubara diberikan untuk jangka waktu 30 tahun dan
diberikan perpanjangan selama 10 tahun setiap kali perpanjangan
setelah memenuhi persyaratan;
8. Mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi, Penetapan Wilayah
Pertambangan dilakukan setelah ditentukan oleh Pemda Provinsi
serta penghapusan besaran luas minimum pada Wilayah Izin Usaha
Pertambangan (WIUP) Eksplorasi;
9. Status Mineral dan Batubara dengan Keadaan Tertentu, pengaturan
status mineral atau batubara yang diperoleh dari penambangan
tanpa izin ditetapkan sebagai Barang Sitaan dan/atau Barang Milik
Negara;
10. Penguatan Peran BUMN, di antaranya pengaturan bahwa eks
WIUP dan Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK) dapat
ditetapkan sebagai WIUPK yang penawarannya diprioritaskan
kepada BUMN, serta BUMN mendapatkan prioritas dalam
pembelian saham divestasi;
11. Kelanjutan Operasi Kontrak Karya (KK)/Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi IUPK
sebagai Kelanjutan Operasi dengan mempertimbangkan upaya
peningkatan penerimaan negara;
12. Izin Pertambangan Rakyat, menambahkan luas maksimal Wilayah
Pertambangan Rakyat (WPR) yang semula 25 hektare menjadi 100
hektare serta menambahkan jenis pendapatan daerah berupa iuran
pertambangan rakyat; dan
13. Tersedianya Rencana Pengelolaan Minerba Nasional, sebagai
pedoman pengelolaan mineral dan batubara secara berkelanjutan.

Di samping itu, Pemerintah juga telah melakukan sinkronisasi


keseluruhan menyetujui Revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan
Batubara dengan melibatkan Tim Ahli DPR RI, terdapat beberapa usulan
tambahan Pasal dalam rangka sinkronisasi dan penyempurnaan legal drafting
di antaranya: 6

1. Menghapus Pasal 1 angka 6a, mengenai definisi Kuasa


Pertambangan Mineral dan Batubara;
2. Mengubah Pasal 1 angka 31, bahwa WIUP diberikan kepada
pemegang IUP dan SIPB;
3. Mengubah Pasal 1 angka 34, bahwa WUPK adalah wilayah yang
dapat diusahakan untuk kepentingan strategis nasional;
4. Mengubah Pasal 161B ayat (1), menyesuaikan pidana denda bagi
pemegang IUP/IUPK yang tidak melakukan kegiatan
reklamasi/pascatambang dari 10 Miliar Rupiah menjadi 100 Miliar
Rupiah;

6
..Ibid.

7
5. Menambah Pasal 169C huruf f, terkait ketentuan peralihan bahwa
pengawasan tetap dapat dilakukan Pejabat Pengawas yang ditunjuk
Menteri sebelum pejabat pengawas yang ditentukan dalam UU
terbentuk;
6. Menambah Pasal 169C huruf g, terkait ketentuan pemaknaan
kewenangan Pemerintah Daerah dalam Undang-Undang Nomor
4/2009 dan UU lainnya sebagai kewenangan Pemerintah Pusat;
7. Menambah Pasal 172E, terkait pengaturan jangka waktu penetapan
Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara Nasional;
8. Menambah Pasal 173B, terkait pengaturan pencabutan Lampiran
CC Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan
Daerah, khususnya mengenai pembagian kewenangan pengelolaan
pertambangan mineral dan batubara kepada pemerintah daerah
provinsi;
9. Menambah Pasal 173C, terkait pengaturan jangka waktu
pemberlakuan kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan
batubara menjadi kewenangan pemerintah pusat selama 6 (enam)
bulan dan larangan adanya penerbitan izin baru selama jangka
waktu tersebut; dan
10. Menghapus Pasal 174 ayat (2), mengenai pelaporan pelaksanaan
Undang-Undang kepada DPR dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun,
mengingat kewajiban pelaporan pemerintah kepada DPR telah
diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, khususnya
yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi DPR.

Setelah disetujui oleh Pemerintah, maka Revisi Undang-Undang


Pertambangan Mineral dan Batubara tersebut ditandatangani oleh Presiden
Joko Widodo dan mulai diundangkan pada tanggal 10 Juni 2020 menjadi
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
(UU Minerba) dan dicatatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 147.

2. Perubahan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dalam


Sudut Pandang Teori Peranan Hukum dalam Mendorong Pembangunan
Ekonomi (J. D. Ny. Hart)

Secara filosofis, kekayaan alam termasuk mineral dan batubara


dikuasakan kepada negara oleh rakyat, untuk dikelola bagi sebesar-besar

8
kemakmuran rakyat. Ini tertuang dalam aturan dasar negara (state
fundamental norm) yaitu Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Pasal ini memberikan mandat
negara untuk mengusai sumber daya alam dengan tujuan kemakmuran bagi
rakyat, selaku pemberi mandat, dalam teori kontrak sosial berdirinya suatu
negara. Dengan demikian, pasal ini harus ditafsirkan sepaket dengan
bagaimana negara harus mengelola sumber daya alam (SDA) sebagai sumber
daya publik secara baik. Dalam melakukan pengelolaan sumber daya alam,
Pemerintah seharusnya mengacu pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran terhadap klausul dikuasai


negara sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) tersebut, dimana dikuasai
negara mencakup makna penguasaan oleh negara dalam arti luas yang
bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas
segala sumber kekayaan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh
kolektivitas rakyat atas sumber sumber kekayaan yang dimaksud. Rakyat
secara kolektif itu dikonstruksikan oleh Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan mandat kepada
negara untuk melakukan fungsinya dalam mengadakan:

a. Kebijakan (beleid);

b. Tindakan pengurusan (bestuursdaad);

c. Pengaturan (regelendaad);

d. Pengelolaan (beheersdaad);

e. Pengawasan (toezichthoudensdaad) oleh negara.7

7
Republik Indonesia, Putusan Mahkamah Kosntitusi Nomor 01-021-022/PUU-I/2003.

9
Mengacu pada penafsiran tersebut, hasil ambang di Indonesia dikuasai oleh
negara yang dikelola dengan tujuan untuk kesejahteraan rakyat sebesar-
besarnya, sebagaimana prinsip welfare state.

Oleh karenanya, setidaknya ada empat syarat agar pengelolaan sumber


daya pertambangan dilakukan secara baik:

a. Pengakuan terhadap hak-hak masyarakat, terutama yang memiliki


keterkaitan langsung dengan sumber daya pertambangan dan
lingkungan.

b. Pengakuan dan pengaturan secara jelas dan tegas tentang transparansi,


partisipasi, dan akuntabilitas dalam pengelolaannya. Ini merupakan
tiga pilar penting mewujudkan good governance dan demokratisasi
dalam pengelolaan pertambangan.

c. Akses keadilan, apabila hak-hak masyarakat dan prinsip transparansi


dan partisipasi dilanggar.

d. Pengakuan keterbatasan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Menurut Penulis dengan menganalisis dan meninjau terhadap perubahan


tentang Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dengan sudut
pada dari salah satu teorinya J. D. Ny. Hart yaitu Teori peranan hukum dalam
mendorong pembangunan ekonomi yang terbagi atas tiga unsur, yaitu:

1. Unsur Predictability (Jaminan Kepastian Hukum)

Penulis menilai bahwa sepintas bila dilihat dari struktur yang


dibentuk dan pasal-pasal yang ada, Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara ini lebih menjamin
kepastian hukum kepada investor. Dan bila dikaitkan dengan
kewajiban-kewajiban si pemegang izin terhadap pemerintah, itu
terbilang ketat. Dan juga apabila ada investor (pemegang izin) tidak

10
memenuhi kewajiban, misalnya reklamasi dan sebagainya, tentunya
akan ada mekanisme sanksi berat.

Namun menurut penulis di sisi yang lain untuk menjamin


kepastian hukum bagi investor (pemegang izin) tersebut, misalnya
barang siapa yang menghalangi perusahaan yang sudah memiliki izin
akan dikenakan sanksi yang sangat berat sebagaimana yang dengan
terang dan jelas diatur dalam Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, yaitu:8

Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan Usaha


Pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang
telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
136 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu)
tahun atau denda paling banyak 100.000.000,00 (Seratus Juta
Rupiah).

Dan menurut asumsi penulis dengan melihat fakta dan aktual


yang terjadi dalam sesuai realita, kecenderungan masyarakat yang
merasa berkeberatan dengan aktifitas dan terkena dampak atas kegiatan
pertambangan selalu dalam kondisi yang lemah dan dalam kondisi yang
tidak pernah diuntungkan sama sekali, bahkan dikhawatirkan akan
menjadi sebab dan alasan terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia
dalam penegakkan hukum bagi masyarakat yang menolak dan tidak
setuju dengan aktifitas dan operasional pertambangan baik itu yang
secara hukum telah memiliki ijin terkait.

2. Unsur Stability (Keseimbangan Antara Kepentingan Individu,


kelompok maupun Kepentingan Umum).

Penulis menilai bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020


Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

8
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 162.

11
Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara ini direvisi dan secara
tidak langsung disesuaikan dengan kepentingan suatu kelompok atau
pihak, yang dalam hal ini dapat diasumsikan dan dikatakan bahwa
revisi tersebut pesanan dari para Pengusaha yang bergerak dalam dunia
pertambangan, hal ini mengingat bahwa berdasarkan data Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral, ada tujuh tambang raksasa generasi
pertama yang menanti kepastian perpanjangan Perjanjian Kerjasama
Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B) dan perubahan status
menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi (IUPK-
OP).

Ketujuh perusahaan PKP2B yang akan habis masa kontrak


beberapa tahun ke depan adalah:

a. PT Arutmin Indonesia dengan luas lahan 57.107 hektare habis


masa kontraknya pada 1 November 2020.

b. PT Kendilo Coal Indonesia dengan luas 1.869 hektare yang habis


pada 13 September 2021.

c. PT Kaltim Prima Coal luas lahan 84.938 hektare yang selesai 31


Desember 2021.

d. PT Multi Harapan Utama luas lahan 39.972 hektare yang habis di 1


Oktober 2022.

e. PT Adaro Indonesia luas lahan 31.380 hektare yang kontraknya


habis pada 1 Oktober 2022.

f. PT Kideco Jaya Agung yang kontraknya berakhir pada 13 Maret


2023 mendatang luas areanya mencapai 47.500 hektare.

g. PT Berau Coal luas lahan 108.009 hektare habis 26 April tahun


2025.9

9
..“Kontroversi UU Minerba yang Bakal Diujimaterikan ke MK”, Loc. Cit.

12
3. Unsur Fairness (Keadilan dan Non Diskriminatif).

Penulis menilai bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020


Pertambangan Mineral dan Batu Bara ini tidak memberikan keadilan
dimana Pasal-pasal dalam Undang-Undang ini lebih banyak mengurus
para pemodal. Dalam Undang-Undang tersebut tidak memberikan
pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat. Yang
diatur hanya Hak dan Kewajiban yang diatur hanya sebatas hak dan
kewajiban bagi pemegang izin pertambangan.

Undang-Undang tersebut tetap tak mau mengakui bahwa rakyat


memiliki hak untuk membuat keputusan apakah investasi tambang bisa
ditanamkan di tanah mereka atau diwilayah-wilayah yang jika
ditambang akan mengancam sumber-sumber kehidupan mereka, yang
belakangan dikenal dengan istilah Free and Prior Inform Consent.
Terkait tanahnya, rakyat hanya diberi dua pilihan dalam Undang-
Undang ini, menerima ganti rugi yang ditentukan sepihak oleh
pemerintah/perusahaan atau jalur pengadilan.

C. DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, Yogyakarta: UII Press, 2004.

2. Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 162.

13
Victor Imanuel Williamson Nalle, “Hak Menguasai Negara Atas Mineraal
dan Batubara Pasca Berlakunya Undang-Undang Minerba)”, Jurnal
Konstitusi, Vol. 9, No. 3, September 2012.

3. Internet

“Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan”,


http://www.ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/421-
harmonisasi-peraturan-perundang-undangan. htm., 28 Juni 2020.

“Kontroversi UU Minerba yang Bakal Diujimaterikan ke MK”,


https://fokus.tempo.co/read/1341880/kontroversi-uu-minerba-yang-
bakal-diujimaterikan-ke-mk.htm., 28 Juni 2020.

“RUU Minerba Sah Jadi UU, Intip Aturan Baru soal Perpanjangan Izin
Tambang”,
https://economy.okezone.com/read/2020/05/13/320/2213235/ruu-
minerba-sah-jadi-uu-intip-aturan-baru-soal-perpanjangan-izin-
tambang.htm., 28 Juni 2020.

14

Anda mungkin juga menyukai