Anda di halaman 1dari 12

GIZI BURUKDIBERTA

SUSUN OLEH :
FADILLAH
INTAN

DOSEN PEMBIMBING :
HARLENI,MPD.T
STIKES PERINTIS PADANG

2019/2020
DAFTAR ISI

A p a i t u g i z i b u r u k ............................................................................2

G e j a l a u m u m gi z i b ur u k p a d a a n a k ...........................................2

Masalah gizi buruk pada anak ..............................................3


Panduan penanganan gizi pada anak .............................8

1
Apa itu gizi buruk?
Gizi buruk adalah suatu kondisi yang ditandai dengan berat badan dan tinggi badan anak jauh
di bawah rata-rata. Maka itu, untuk mengetahui status gizi yang satu ini, indikator yang
digunakan adalah graik berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Selain berat dan tinggi
badan, lingkar lengan atas (LILA) juga masuk ke dalam pemeriksaan klinis gizi buruk.

Kondisi gizi buruk tidak terjadi secara instan atau singkat. Artinya, anak yang masuk ke
dalam kategori gizi buruk sudah mengalami kekurangan berbagai zat gizi dalam jangka
waktu yang sangat lama.

Jika diukur menggunakan Grafik Pertumbuhan Anak (GPA) yang mengacu pada


WHO dengan berbagai indikator pendukung, gizi buruk memiliki kategori sendiri. Anak
dikatakan mengalami gizi buruk ketika hasil pengukuran indikator BB/TB untuk status
gizinya kurang dari 70 persen nilai median.

Atau mudahnya, nilai cut off z score berada nilai pada kurang dari -3 SD. Gizi buruk paling
sering dialami oleh anak dengan usia di bawah 5 tahun, ketika tubuhnya kekurangan energi
protein (KEP) kronis.

Gejala umum gizi buruk pada anak

Menurut Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk dari Kementerian Kesehatan RI, berikut gejala
gizi buruk yang umum pada anak-anak:

1. Gizi buruk tanpa komplikasi

 Terlihat sangat kurus.


 Mengalami edema, paling tidak pada kedua punggung tangan atau pun kaki.
 Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang dari -3 SD.
 LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan.
 Nafsu makan baik.
 Tidak disertai dengan komplikasi medis.

2
2. Gizi buruk dengan komplikasi

 Terlihat sangat kurus.


 Edema pada seluruh tubuh.
 Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang dari -3 SD.
 LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan.
 Memiliki satu atau lebih komplikasi medis seperti anoreksia, pneumonia berat,
anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi, dan penurunan kesadaran.

Apa saja masalah gizi buruk pada anak?


Secara klinis, permasalahan gizi buruk pada anak terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:

1. Marasmus

Marasmus adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya asupan energi
harian. Padahal seharusnya, penting untuk mencukupi kebutuhan energi setiap harinya guna
mendukung semua fungsi organ, sel, serta jaringan tubuh.

Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa sebenarnya bisa mengalami marasmus. Namun,
kondisi ini paling sering dialami oleh usia anak-anak yang biasanya terjadi di negara-negara
berkembang.

Bahkan menurut data dari UNICEF, kekurangan asupan zat gizi merupakan salah satu dalang
penyebab kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun. Kasus ini bisa memakan korban
hingga mencapai angka sekitar 3 juta setiap tahunnya.

Apa saja gejala marasmus?

Gejala utama yang terjadi ketika seorang anak mengalami marasmus yakni penurunan berat
badan drastis. Jika diperhatikan, anak dengan marasmus telah kehilangan banyak jaringan
lemak subkutan di bawah kulit dan massa otot pada tubuh.

Akibatnya, indeks massa tubuh (IMT) anak merosot tajam hingga tergolong sangat rendah,
yang membuatnya mengalami gizi buruk. Tak bisa disepelekan, karena marasmus pada anak
bisa mengakibatkan terhambatnya perkembangan fisik dan mental, alias gagal untuk tumbuh
dengan normal.

Seorang anak yang mengalami marasmus bisa merasa sangat lapar, bahkan sampai mengisap
tangan seolah sedang mencari sesuatu untuk dimakan. Sementara di sisi lain, anak dengan
marasmus bisa sampai mengalami anoreksia nervosa, sehingga membuat tubuhnya tampak
sangat kurus.

3
Hal ini dikarenakan anak tersebut tidak bisa makan atau menolak untuk makan. Seiring
berjalannya waktu, jaringan lemak pada tubuh dan wajah anak yang mengalami marasmus
perlahan menghilang. Bukan hanya itu, tulang penyokong tubuh pun akan tampak sangat
kentara di bawah kulit.

Selain itu, berikut beberapa gejala marasmus yang juga terjadi pada anak:

 Diare kronis
 Infeksi saluran pernapasan
 Terhambatnya perkembangan intelektual
 Pertumbuhan tubuh terganggu
 Rambut rapuh dan mudah rontok
 Pusing
 Kulit kering

Anak yang mengalami kurang gizi kronis biasanya terlihat tua, serta seolah tidak punya
energi untuk melakukan berbagai aktivitas.

Apa penyebab marasmus?

Kurangnya asupan nutrisi merupakan penyebab marasmus yang paling utama. Secara garis
besarnya, marasmus bisa terjadi pada anak yang tidak mendapatkan asupan nutrisi yang
cukup. Mulai dari kalori, karbohidrat, protein, serta beragam nutrisi penting lainnya.

Beberapa hal berikut ini bisa menjadi penyebab marasmus:

 Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi harian


 Makan dalam porsi yang terlalu sedikit, sehingga asupan nutrisi kurang optimal
 Memiliki satu atau lebih kondisi kesehatan yang menyulitkan proses penyerapan
nutrisi di dalam tubuh

Perlu diingat dan dipahami oleh para orangtua. Ketidakcukupan kebutuhan nutrisi harian dan
kondisi kesehatan tertentu, sebenarnya tidak serta-merta langsung berujung pada marasmus.

Jika kedua kondisi tersebut masih diimbangi dengan tersedianya kebutuhan kalori harian,
tentu rendah kemungkinannya untuk mengalami marasmus. Akan tetapi, sebaliknya, kalau
ternyata persediaan kalori tidak terpenuhi dengan baik, marasmus bisa saja terjadi.

Risiko marasmus biasanya mengintai para bayi yang mendapatkan ASI maupun susu formula
selama lebih dari 6 bulan, tapi tanpa disertai pemberian makanan padat. Di samping itu, bayi
yang lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) juga memiliki kemungkinan
mengalami gizi buruk.

Itu sebabnya, penting bagi para orangtua untuk senantiasa memenuhi kebutuhan nutrisi
selama kehamilan dan tahun-tahun awal kehidupan anak. Dengan begitu, asupan nutrisinya
dapat terpenuhi sehingga mencegah kemungkinan mengalami marasmus.

4
Bagaimana cara mendiagnosis marasmus?

Pemeriksaan awal yang biasanya dilakukan dokter untuk mendiagnosis adanya marasmus
yakni dengan melakukan pemeriksaan fisik. Misalnya dengan melakukan pengukuran tinggi
dan berat badan, yang kemudian dapat menunjukkan kemungkinan seorang anak mengalami
gizi buruk.

Jika ternyata pengukuran menunjukkan hasil yang terpaut jauh dari normal, atau dari yang
seharusnya dimiliki anak di usia tersebut, marasmus bisa menjadi penyebabnya. Terlebih
ketika didukung dengan keseharian anak yang cenderung malas dan kurang gerak, tandanya
kebutuhan energinya mungkin tidak terpenuhi dengan baik.

Sayangnya, marasmus sulit untuk didiagnosis melalui pemeriksaan darah. Pasalnya,


kebanyakan anak yang mengalami marasmus juga memiliki penyakit infeksi. Bukan tidak
mungkin, kalau kondisi tersebut dapat memengaruhi hasil tes darah.

Apa pengobatan untuk mengatasi marasmus?

Setelah anak dipastikan mengalami marasmus, perawatan harus dilakukan sesegera mungkin.
Salah satu langkah utama yang bisa dilakukan dokter serta ahli gizi yakni dengan
memberikan susu formula F 75 yang dicampurkan bersama air matang.

Bukan sembarang susu, karena di dalam susu tersebut terbuat dari campuran gula, minyak
sayur, dan kasein (protein susu). Setelah kondisinya cukup membaik, dokter akan membuat
rencana makan khusus untuk anak.

Aturan makan yang harus dijalani oleh anak dengan marasmus sebaiknya kaya akan berbagai
nutrisi, termasuk di dalamnya karbohidrat dan kalori.

Bahkan, kebutuhan kalori anak yang mengalami marasmus cenderung lebih tinggi ketimbang
anak-anak lain seusianya. Dalam kasus lain, tubuh anak bisa saja kesulitan dalam mencerna
makanan karena sudah kehilangan terlalu banyak lemak dan jaringan tubuh.

Oleh karena itu, dokter dapat menanganinya dengan menyediakan makanan dalam porsi
kecil, yang biasanya dialirkan melalui selang makanan melewati hidung. Selanjutnya, selang
tersebut akan langsung masuk kedalam lambung. Selain itu, jika anak juga mengalami
dehidrasi, maka akan diberikan cairan infus ke tubuhnya.

Jika kondisi anak dengan gizi buruk disertai dengan infeksi, mungkin dibutuhkan pengobatan
tambahan. Misalnya dengan pemberian antibiotik maupun jenis obat-obatan lainnya sesuai
kondisi yang dimiliki anak.

2. Kwashiorkor

5
Kwashiorkor adalah kondisi kekurangan gizi yang penyebab utamanya karena rendahnya
asupan protein. Berbeda dengan marasmus yang yang mengalami penurunan berat badan,
kwashiorkor tidak demikian.

Gizi buruk karena kwashiorkor membuat tubuh anak membengkak karena mengalami
penumpukan cairan (edema). Itu sebabnya, meski telah kehilangan massa otot dan lemak
tubuh, anak dengan khwarshiorkor tidak mengalami penurunan berat badan yang drastis.

Apa saja gejala kwashiorkor?

Salah satu ciri utama yang menandakan anak mengalami kwashiorkor, yakni tubuhnya yang
terlihat sangat kurus. Berbagai gejala kwashiorkor pada anak meliputi:

 Kehilangan massa otot dan jaringan lemak


 Kehilangan selera makan
 Warna serta tekstur kulit dan rambut berubah
 Kelelahan parah
 Diare
 Pertumbuhan tubuh terhambat
 Edema (pembengkakan) di bagian tungkai bawah, kaki, lengan, tangan, serta wajah
 Terganggunya sistem kekebalan tubuh, sehingga sering menimbulkan infeksi
 Mudah marah
 Ruam dan bersisik pada kulit
 Bekas jari menetap pada kulit setelah ditekan

Meski sebenarnya bertubuh kurus, tak jarang kondisi kwashiorkor bisa membuat anak tampak
gemuk bahkan normal. Sebenarnya ini bukanlah kondisi normal yang sesungguhnya.

Adanya pembengkakan atau edema yang terjadi di beberapa bagian tubuhlah, yang kemudian
seolah menggantikan hilangnya jaringan lemak dan massa otot. Padahal aslinya, tubuh anak
dengan kwashiorkor sangat kurus dan hanya berisi cairan.

Apa penyebab kwashiorkor?

Kwashiorkor paling umum terjadi pada anak-anak di bawah usia 4 tahun. Penyebab
kwashiorkor adalah karena tubuh anak kekurangan asupan protein yang didapat dari sumber
makanan harian.

Normalnya, setiap sel di dalam tubuh seharusnya mengandung protein yang dibutuhkan untuk
memproduksi sekaligus memperbaiki sel yang rusak. Itulah alasan mengapa fungsi tubuh
dapat terganggu jika kekurangan asupan protein. Bahkan, hingga membuat anak-anak
mengalami kwashiorkor.

Kondisi gizi buruk karena kwashiorkor bisa terjadi negara-negara, khususnya di daerah
dengan kasus kelaparan yang tinggi akibat kurangnya pasokan makanan. Di sisi lain,

6
pengetahuan seputar kebutuhan gizi secara tidak langsung juga turut memiliki andil sebagai
penyebab kwashiorkor.

Bagaimana cara mendiagnosis kwashiorkor?

Pertama-tama, pemeriksaan untuk mendiagnosis kwashiorkor dilakukan dengan cara


mengecek kondisi fisik anak. Dokter akan mencari adanya ruam khas pada kulit, serta edema
(pembengkakan) di beberapa bagian tubuh. Misalnya di kaki, lengan, tangan, maupun wajah
anak.

Pengukuran dan perbandingan berat serta tinggi badan juga tak luput dari pemeriksaan
dokter, guna memastikan kemungkinan kwashiorkor. Selain dari menilai gejala fisik dan pola
makan harian, diagnosis kwashiorkor juga bisa dilakukan dengan metode lainnya.

Selanjutnya, dokter biasanya melakukan pemeriksaan terkait adanya pembengkakan hati


(hepatomegali).

Pemeriksaan bisanya dilanjutkan dengan mengukur kadar protein, elektrolit, gula, albumin,
serta kreatinin melalui tes darah. Hal ini karena tidak sedikit anak dengan kwashiorkor yang
memiliki kadar gula darah, protein, natrium, serta magnesium yang rendah.

Apa pengobatan untuk mengatasi kwashiorkor?

Menangani anak yang mengalami kwashiorkor tidak bisa dilakukan hanya dengan asal
memberikan makanan saja. Sebaiknya perhatikan juga zat gizi yang terkandung di dalam
makanan tersebut. Penting untuk memberikan lebih banyak makanan sumber protein dan
kalori guna memenuhi kebutuhan zat gizi yang tidak tercukupi.

Awalnya, dokter dan ahli gizi biasanya menyarankan pemberian susu formula khusus F 75.
Kemudian dilanjutkan dengan memberikan makanan sumber kalori dalam bentuk
karbohidrat, gula, maupun lemak. Selang beberapa waktu setelahnya, anak baru akan
diberikan makanan tinggi protein.

Penting untuk diperhatikan bagi para orangtua. Anak yang mengalami gizi buruk, terlebih
kwashiorkor, harus didekatkan secara perlahan dengan beragam makanan guna memulihkan
kondisinya.

Pasalnya, tubuh anak butuh penyesuaian kembali karena telah lama kehilangan nutrisi
tertentu. Alih-alih mempercepat proses pengobatan, terlalu banyak dan terlalu sering
memberikan makanan justru dapat mengagetkan sistem pencernaannya.

Jika diperlukan, dokter juga dapat merekomendasikan pemberian suplemen vitamin dan
mineral harian, tergantung kondisi dan kebutuhan anak.

3. Marasmik-kwashiorkor

7
Sesuai dengan namanya, marasmik-kwashiorkor adalah bentuk lain dari gizi buruk yang
menggabungan kondisi dan gejala antara marasmus dan kwashiorkor. Kondisi gizi buruk ini
ditentukan dengan indikator berat badan berdasarkan usia (BB/U) kurang dari 60 persen baku
median WHO.

Apa saja gejala marasmik-kwashiorkor?

Anak yang mengalami marasmik-kwashiorkor memiliki beberapa ciri utama, seperti:

 Bertubuh sangat kurus


 Menunjukkan tanda-tanda tubuh kurus (wasting) di beberapa bagian tubuh. Misalnya
hilangnya jaringan dan massa otot, serta tulang yang langsung kentara pada kulit
seolah tidak terlapisi oleh daging.
 Mengalami penumpukan cairan di beberapa bagian tubuh.

Namun, tidak seperti kwashiorkor yang mengalami pembengkakan pada perut, sehingga
membuat anak terlihat buncit. Adanya edema atau pembengkakan pada anak dengan
marasmus dan kwashiorkor sekaligus, biasanya tidak terlalu mencolok.

Bukan hanya itu saja. Berat badan anak yang mengamai marasmus dan kwashiorkor
sekaligus biasanya berada di bawah 60 persen dari berat normal di usia tersebut.

Apa penyebab marasmik-kwashiorkor?

Oleh karena marasmik-kwashiorkor merupakan kondisi yang menggabungkan antara


maramus dan kwashiorkor, tentu penyebabnya pun demikian.

Secara garis besarnya, marasmik-kwashiorkor dikarenakan anak  kekurangan asupan zat gizi
tertentu. Dalam hal ini meliputi kalori dan protein.

Apa pengobatan untuk mengatasi marasmik-kwashiorkor?

Secara umum, sebenarnya pengobatan yang bisa dilakukan untuk anak gizi buruk dengan
marasmik-kwashiorkor merupakan gabungan dari dua kondisi sebelumnya. Di antaranya
meliputi pemberian susu formula khusus, serta pengaturan asupan makanan harian.

Panduan penanganan gizi buruk pada anak

Sesuai dengan penatalaksanaannya, Kementerian Kesehatan RI membagi penanganan gizi


buruk pada anak atas 3 fase.

1. Fase stabilisasi

8
Fase stabilisasi adalah keadaan ketika kondisi klinis dan metabolisme anak belum
sepenuhnya stabil. Dibutuhkan waktu sekitar 1-2 hari untuk memulihkannya, atau bahkan
bisa lebih, tergantung dari kondisi kesehatan anak.

Tujuan dari fase stabilisasi yakni untuk memulihkan fungsi organ-organ yang terganggu serta
pencernaan anak agar kembali normal. Dalam fase ini, anak akan diberikan formula khusus
berupa F 75 atau modifikasinya, dengan rincian:

 Susu skim bubuk (25 gr)


 Gula pasir (100 gr)
 Minyak goreng (30 gr)
 Larutan elektrolit (20 ml)
 Tambahan air sampai dengan 1000 ml

Fase stabilisasi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 Pemberian formula khusus dilakukan sedikit demi sedikit tapi dalam frekuensi yang
sering. Cara ini bisa membantu mencegah kadar gula darah rendah (hipoglikemia),
serta tidak membebankan saluran pencernaan, hati, dan ginjal.
 Pemberian formula khusus dilakukan selama 24 jam penuh. Jika dilakukan setiap 2
jam sekali, berarti ada 12 kali pemberian. Jika dilakukan setiap 3 jam sekali, berarti
ada 8 kali pemberian.
 Bila anak bisa menghabiskan porsi yang diberikan, pemberian formula khusus bisa
dilakukan setiap 4 jam sekali. Otomatis ada 6 kali pemberian makanan.
 Jika anak masih mendapatkan ASI, pemberian ASI bisa dilakukan setelah anak
mendapatkan formula khusus.

Bagi orangtua, sebaiknya perhatikan aturan pemberian formula seperti:

 Lebih baik gunakan cangkir dan sendok daripada botol susu, meskipun anak masih
bayi.
 Gunakan alat bantu pipet tetes untuk anak dengan kondisi sangat lemah.

2. Fase transisi

Fase transisi adalah masa ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan masalah
bagi kondisi anak. Fase transisi biasanya berlangsung selama 3-7 hari, dengan pemberian
susu formula khusus berupa F 100 atau modifikasinya.

Kandungan di dalam susu formula F 100 meliputi:

 Susu skim bubuk (85 gr)


 Gula pasir (50 gr)
 Minyak goreng (60 gr)
 Larutan elektrolit (20 ml)
 Tambahan air sampai dengan 1000 ml

9
Fase transisi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:

 Pemberian formula khusus dengan frekuensi sering dan porsi kecil. Paling tidak setiap
4 jam sekali.
 Jumlah volume yang diberikan pada 2 hari pertama (48 jam) tetap menggunakan F 75.
Namun di hari ketiga, ada perubahan volume menjadi F 100 dengan jumlah
disesuaikan kembali tergantung kondisi anak.
 ASI tetap diberikan setelah anak menghabiskan porsi formulanya.
 Jika volume pemberian formula khusus tersebut telah tercapai, tandanya anak sudah
siap untuk masuk ke fase rehabilitasi.

3. Fase rehabilitasi

Fase rehabilitasi adalah masa ketika nafsu makan anak sudah kembali normal dan sudah bisa
diberikan makanan agak padat melalui mulut atau oral. Akan tetapi, bila anak belum
sepenuhnya bisa makan secara oral, pemberiannya bisa dilakukan melalui selang makanan
(NGT).

Fase ini umumnya berlangsung selama 2-4 minggu sampai indiktor status gizin BB/TB-nya
mencapai -2 SD, dengan memberikan F 100. Dalam fase transisi, pemberian F 100 bisa
dilakukan dengan menambah volumenya setiap hari. Hal ini dilakukan sampai saat anak tidak
mampu lagi menghabiskan porsinya.

F 100 merupakan energi total yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, serta berguna dalam
pemberian makanan di tahap selanjutnya. Secara bertahap, nantinya porsi makanan padat
anak bisa mulai ditambah dengan mengurangi pemberian F 100.

Panduan menangani anak gizi buruk di rumah

Setelah menjalankan pengobatan yang disarankan, anak dapat dikatakan sembuh bila BB/TB
atau BB/PB sudah lebih dari -2 SD. Meski begitu, aturan pemberian makan yang tepat tetap
masih harus dijalankan.

Bagi orangtua, bisa menerapkan saran seperti:

 Memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering sesuai dengan usia anak.
 Rutin membawa anak untuk kontrol tepat waktu. Pada bulan pertama sebanyak 1 kali
seminggu, bulan kedua sebanyak 1 kali setiap 2 minggu, dan bulan ketiga sampai
keempat sebanyak 1 kali per bulan.

10
11

Anda mungkin juga menyukai