Anda di halaman 1dari 9

1.

1 Pengertian Kurikulum Pendidikan


Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan di sana dijelaskan, bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum adalah suatu perangkat pendidikan yang menjadi jawaban terhadap berbagai
kebutuhan dan tantangan di dalam masyarakat, atau Kurikulum dapat di artikan sebagai suatu
perangkat mata pelajaran maupun program pendidikan yang memuat rancangan berbagai jenis
pelajaran di sekolah. Dengan adanya kurikulum maka proses belajar-mengajar di sekolah dapat
berjalan dengan baik dan teratur. Kurikulum tentunya wajib di terapkan di setiap sekolah yang
ada di Indonesia sesuai dengan ketentuan dan kebijakan yang berlaku. Dengan adanya kurikulum
maka aktivitas dalam belajar-mengajar yang dilakukan di sekolah mampu memenuhi standar
pendidikan. Kurikulum juga harus di gunakan sesuai dengan jenjang pendidikan siswa.
Kurikulum di susun, di siapkan dan di kembangkan untuk kepentingan pendidikan,
terutama untuk mempersiapkan pelajar atau siswa supaya mereka dapat hidup di dalam
masyarakat. Maksudnya di dalam masyarakat, jadi bukan hanya menerapkan kemampuan atau
skill saja tapi siswa juga harus dapat menerapkan nilai hidup serta norma yang baik di dalam
masyarakat. Kurikulum bukan hanya berisi tentang tujuan dan arah pendidikan saja tapi
berisikan pengalaman belajar yang perlu di miliki siswa serta bagaimana cara menerapkan
pengalaman itu sendiri. Mengingat betapa pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan dalam
kehidupan, maka dalam menyusun kurikulum harus memahami konsep dasar dari kurikulum itu
sendiri.
1.2 Prinsip-Prinsip Kurikulum
Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada
dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum.
Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang
dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena
itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi
penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga
pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan
dalam suatu pengembangan kurikulum.
Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip – prinsip
umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip
khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi
pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan
dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan
penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam
pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara
komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi).
Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi
dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan
potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan
masyarakat (relevansi sosilogis).
2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang
dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya,
memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi
tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta
didik.
3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal,
maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum
harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang
pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.
4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat
mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat
dan tepat sehingga hasilnya memadai.
5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum
mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-
prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik
memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan
kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
2. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik,
kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku,
budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri
secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan
tepat antarsubstansi.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong
peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni.
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia
usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi,
keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan
vokasional merupakan keniscayaan.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan
secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal
dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum
dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah
untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan
nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali
terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum.
2.1 Ciri-ciri Kurikulum dari dulu sampai sekarang
1. Rencana Pelajaran 1947
a. Kisi-kisi pendidikannya bersifat politis
b. Menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka
c. Bentuknya memuat daftar mata pelajaran dan garis-garis besar pengajaran
d. Fokus pelajarannya pada pengembangan Pancawardhana

2. Rencana Pelajaran Terurai 1952

a. Memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari


b. Membentuk Kelas Masyarakat. yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak
melanjutkan ke SMP.
c. Mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.
3. Kurikulum Rencana Pendidikan 1964

a. Berharap rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD


b. Menitik beratkan pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral
c. Cara belajar dijalankan dengan metode disebut gotong royong terpimpin
d. Alat untuk membentuk manusia pacasialis yang sosialis Indonesia

4. Kurikulum 1968

a. Struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila,


pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
b. Perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen
c. Menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila,
pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
d. Muatan materi pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di
lapangan.
e. Bidang studi pada kurikulum ini dikelompokkan pada tiga kelompok besar: pembinaan
pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.

5. Kurikulum 1975

a. Berorientasi pada tujuan. Pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yang harus dikuasai oleh
siswa yang lebih dikenal dengan khirarki tujuan pendidikan.
b. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
c. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu
d. Pembelajaran lebih banyak menggunaan teori Behaviorisme, yakni memandang
keberhasilan dalam belajar ditentukan oleh lingkungan dengan stimulus dari luar, dalam
hal ini sekolah dan guru.

6. Kurikulum 1984

a. Terdapat beberapa unsur dalam GBHN 1983 yang belum tertampung ke dalam kurikulum
pendidikan dasar dan menengah.
b. Terdapat ketidakserasian antara materi kurikulum berbagai bidang studi dengan
kemampuan anak didik.
c. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
d. Materi pelajaran dikemas dengan nenggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah
pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman dan
keluasan materi pelajaran.
7. Kurikulum 1994

a. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan. Diharapkan agar


siswa memperoleh materi yang cukup banyak.
b. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
c. Bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum inti untuk semua
siswa di seluruh Indonesia.
d. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan
pemahaman siswa.

8. Kurikulum KTSP 2006

a. KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun
klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat yang pada akhirnya akan membentuk
pribadi yang terampil dan mandiri
b. KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaian suatu kompetensi

9. Kurikulum 2013

a. Mengembangkan keseimbangan antara sikap spiritual dan sosial, pengetahuan, dan


keterampilan, serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat
b. Menempatkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman
belajar agar peserta didik mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke
masyarakat dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar
c. Memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan,
dan keterampilan
d. Mengembangkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti kelas yang
dirinci lebih lanjut dalam kompetensi dasar mata pelajaran

2.2 Aspek-aspek Kurikulum Pendidikan


Proses perencanaan program pembelajaran harus disusun sistematis dan hirarki
disesuaikan dengan tingkatan kemampuan peserta didik. Kurikulum tidak boleh disusun
sedimikian rupa hanya berdasarkan tujua dari suatu lembaga penyusun kurikulum agar tujuan
tercapai akan tetapi harus memperhatikan aspek-aspek yang melekat pada peserta didik. Carter
(1973) menjelaskan bahwa kurikulum harus disusun berdasarkan sekumpulan kursus-kurusu
ataupun urutan pembelajaran yang sistematik. Tujuan dari penysusunan ini agar peserta didik
dapat dengan mudah mengikuti keseluruhan program yang telah direncanakan.

Dalam proses penyelesaian beban yang telah ditentukan dalam kurikulum maka tidak seluruh
peserta didik mampu menyelsaikan beban dengan beban dan waktu yang sama. Kurikulum tentu
saja memberikan hasil yang berbeda dari setiap peserta didik apakah mereka tetap berjalan sesuai
dengan gerbong atau keluar dari lintasan oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem penilaian yang
dapat menunjukkan kesimpulan mengenai proses yang dilakukan oleh peserta didik. Hasil ini
harus dievaluasi agar bisa diambil keputusan mengenai pembuatan, pelaksanaan dan hasil dari
implementasi dari kurikulum.

Berdasarkan uraian yang telah dilakukan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum
terdiri 4 aspek penting yakni : 
1. Kompetensi : Beban yang harus dikuasai oleh peserta didik selama mengikuti program
pembelajaran. Komptensi tersebut tertuang dalam mata pelajaran atau mata kuliah yang
diberikan dengan kriteria tertentu.
2. Peserta Didik : Subjek yang melakukan belajara (pebelajara). Peserta didik dituntut untuk
menguasai beberapa kompetensi minimal agar dapat dikatakan melewati suatu jenjang
tertentu.
3. Pelaksana : Suatu lembaga yang bertanggung jawab dalam meingimplemtasikan
kurikulum. Pelaksana pada awalnya hanya terdiri dari satu lembaga yakni sekolah yang
menanungi peserta didik, namun dalam skala nasional tentu saja dibutuhkan banyak
lembaga yang berperan untuk mengarahkan peserat didik tetap berada pada jalur yang
sesuai.
4. Evaluasi : Sistem evaluasi adalah proses penilaian proses implemntasi kurikulum secara
keseluruhan. Evaluasi akan menilai seluruh proses baik secara partial maupun terintegrasi
dengan tujuan melakukan perbaikan terhadap aspek-aspek yang ada dalam program atau
bahkan program secara keseluruhan jika dianggap gagal dalam melaksanakan tujuan
kurikulum.

2.3 Tujuan Kurikulum Pendidikan Dan Domain Kurikulum


Tujuan Institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setip lembaga pendidikan.
Tujuan institusional merupan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang dirumuskan
dalam bentuk kompetensi lulusan setiap jenjang pendidikan, misalnya standar kompetensi
pendidikan dasar, menengah, kejuruan, dan jejnjang pendidikan tinggi.

Tujuan Kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang setudi atau mata
pelajaran. Tujuan kurikuler juga pada dasarnya merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan
lembaga pendidikan. Dengan demikian, setiap tujuan kurikuler harus dpat mendukung dan
diarahkan untuk mencapai tujuan institusional.
Tujuan Pembelajaran yang merupakn bagian dari tujuan kurikuler,dapat didefinisikan
sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasan
tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan. Karena hanya guru yang
memahami kondisi lapangan, termasuk memahami karakteristik siswa yang akan melakukan
pembelajaran disuatu sekolah, maka menjabarkan tujuan pembelajaran adalah tugas guru.
Menurut Bloom, dalam bukunya yang berjudul Taxonomy of Educational Objectives yang terbit
pada tahun 1965, bentuk perilaku sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan
kedalam 3 klasifikasi atau 3 domain ( bidang ), yaitu domain kognitif, afektif dan psikomotor.
a. Domain Kognitif
Domain Kognitif adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kemampuan intelektual
atau kemampuan berfikir seperti kemampuan mengingat dan kemampuan memecahkan masalah.
Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari 6 tingkatan yaitu :
1. Pengetahuan ( Knowledge )
Pengetahuan ( knowledge ) adalah kemampuan mengingat dan kemampuan mengingkapkan
kembali informasi yang sudah dipelajarinya ( recall ). Kemapuan pengetahuan ini merupakan
kemampuan taraf yang paling rendah. Kemampuan dalam bidang kemampuan ini dapat berupa :
Pertama, pengetahuan tentang sesuatu yang khusus ; pengetahuan tentang fakta. Pengetahuan
mengingat fakta smacam ini sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan yang lebih tinggi.
Kedua, pengetahuan tentang cara/ prosedur atau cara suatu proses tertentu.
2. Pemahaman ( comprehension )
Pemahaman adalah kemampuan untuk memahami suatu objek atau subjek pembelajaran.
Kemampuan untuk memahami akan mungkin terjadi manakala didahului oleh sejumlak
pengetahuan ( knowledge ). Oleh sebab itu, pemahaman lebih tinggi ditingkatkanya dari
pengetahuan. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, tetapi berkenaan dengan
kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan mengankap makna atau
arti suatu konsep. Kemampuan pemahaman ini bisa merupakan kemampuan menerjemahkan,
menafsirkan ataupun kemampuan ekstrapolasi. Kemampuan menjelaskan yakni kesanggupan
untuk menjelaskan makna yang terkandung dalam sesuatu, pemahaman menafsirkan sesuatu, dan
pemahaman ekstrapolasi.
3. Penerapan ( application )
Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip, prosedur ada situasi tertentu.
Kemampuan menerapkan merupakan tujuan kognitif yang lebih tinggi tingkatannya
dibandingkan dengan pengetahuan dan pemahaman. Tujuan ini berhubungan dengan
kemampuan mengamplikasikan suatu bahan pelajaran yang sudah dipelajari seperti teori, rumus-
rumus, dalil, hokum,konsep, ide dan lain sebagainya kedalam sesuatu yang lebih konkrit.
4. Analisis
Analisis adalah kemampuan menguraikan atau memecah suatu bahan pelajaran kedalam bagian-
bagian atau unsur-unsur serta hubungn antar bagian bahan itu. Analisis merupakan tujuan
pembelajaran yang komplek yang hanya mungkin dipahami dan dikuasai oleh siswa yang telah
dapat menguasai kemampuan memahami dan menerapkan. Analisis berhubungan dengan
kemampuan nalar. Oleh karena itu biasanya analisis diperuntukan bagi pencapaian tujuan
pembelajaran untuk siswa-siswa tingkat atas.
5. Sintesis
Sintesis adalah kemampuan untuk menghimpun bagian-bagian kedalam suatu keseluruhan yang
bermakna, seperti merumuskan tema, rencana atau melihat hubungan abstrak dari berbagai
informasi yang tersedia. Sintesis merupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis mampu
menguraikan menjadi bagian-bagian, maka sisntesis adalah kemampuan menyatukan unsure atau
bagian-bagian menjadi sesuatu yang utuh. Kemampuan menganalisis dan sintesis, merupakan
kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan atau menciptakan inovasi dan kreasi baru.
6) Evaluasi
Evaluasi adalah tujuan yang paling tinggi dalam doain kognitif tujuan ini berkenaan dengan
kemampuan membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu.
Dalam tujuan ini, terkandung pula kemampuan untuk memberikan suatu keputusan dengan
berbagi pertimbangan dan ukuran-ukuran tertentu. Untik dapat memiliki kemampuan
memberikan penilaian dibutuhkan kemampuan-kemampuan sebelumnya.
Tiga tingkatan tujuan kognitif yang pertama, yaitu pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi,
dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat rendah ; sedangkan tiga tingkatan selanjutnya yaitu
analisis, sintesis, dan evaluasi dikatakan sebagai tujuan kognitif tingkat tinggi.
b. Domain afektif
Domain afektif berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi. Domain ini merupakan bidang
tujuan pendidikan kelanjutan dari domain kognitif. Artinya, seseorang hanya akan memiliki
sikap tertentu terhadap suatu objek manakala telah memiliki kemampuan kognitif tingkat tinggi.
Menurut Krathwohl dan kawan-kawan ( 1964 ), dalam bukunya Taxonomi of Educational
Objectives : Affective Domain, Domain afektif memiliki tingkatan yaitu :
1. Penerimaan
Penerimaan adalah sikap kesadaran atau kepekaan seseorang terhadap gejala, kondisi, keadaan
atau suatu masalah. Seseorang memiliki perhatian yang positif terhadap gejala-gejala tertentu
manakal mereka memiliki kesadaran tentang gejala, kondisi atau kondisi yang ada. Kemudian
mereka juga menunjukan kerelaan untuk menerima, bersedia untuk memerhatikan gejala, atau
kondisi yang diamatinya itu. Akhirnya, mereka memiliki kemauan untuk mengarahkan segala
perhatiannya terhadap objek itu.
2. Merspon
Merespon atau menanggapi ditunjukan oleh kemauan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
tertentu seperti kemauan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu, kemauan untuk mengikuti
diskusi, kemauan untuk membantu orang lain dan sebagainya. Respon biasanya diawali dengan
diam-diam, kemudian dilakukan dengan sungguh-sungguh dan kesadaran, setelah itu baru
dilakukan dengan penuh kegembiraan dan kepuasan.
3. Menghargai
Tujuan ini berkenaan dengan kemauan untuj memberi penilaian atau kepercayaan kepada gejala
atau suatu objek tertentu. Menghargai terdiri dari penerimaan suatu nilai dengan keyakinan
tertentu seperti menerima adanya keasan atau persamaan hak antara laki-laki dan perempuan;
mengutamakan suatu nilai seperti memiliki keyakinan akan kebenaran suatu ajaran tertentu, serta
komitmen akan kebenaran yang diyakininya dengan aktivitas.
4. Mengorganisasi
Tujuan yang berhubungan dengan organisasi ini berkenaan dengan pengembangan nilai kedalam
system organisai tertentu, termasuk hubungan antar nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu.
Tujuan ini terdiri dari mengkonseptualisasikan nilai, yaitu memahami insur-unsur abstrak dari
suatu nilai yang dimiliki dengan nilai-nilai yang datang kemudian; serta mengorganisasi suatu
system nilai, yaitu nengembangkan suatu system nilai yang saling berhubungan yang konsisten
dan bulat dan termasuk nilai-nilai yang lepas-lepas.
5. Karakterisasi Nilai
Tujuan ini adalah mengadakan sintesis dan internalisasi system nilai dengan pengkajian secara
mendalam , sehingga nilai-nilai yang dibangunkannya itu dijadikan pandangan ( falsafah ) hidup
serta dijadikan pedoman dalam bertindak dan berperilaku.
c. Domain Psikomotor
Domain psikomotor adalah tujuan yang berhubungan dengan kemampuan keterampilan atau skill
seseorang. Ada tujuh tingkatan yang termasuk kedalam domain ini :
1) Persepsi ( Perception )
2) Kesiapan ( Set )
3) Meniru ( Imitation )
4) Membiasakan ( habitual )
5) Menyesuaikan ( Adaptation )
6) Menciptakan ( Organization )
Persepsi merupanan kemampuan seseorang dalam memandang sesuatu yang dipermasalahkan.
Persepsi pada dasarnya hanya mungkin dimiliki oleh seseorang sesuai dengan sikapnya.
Kesiapan berhubungan dengan kesediaan seseorng untuk melatih diri tentang keterampilan
tertentu yang direfleksikan dengan perilaku-perilaku khusus.
Meniru adalah kemampuan seseorang dalam mempraktekkan dalam gerakan-gerakan sesuai
dengan contoh yang diamatinya. Kemampuan meniru tidak selamanya diikuti oleh pemahaman
tentang pentingnya serta makna gerakan yang dilakukannya.
Kemampuan habitual sudah merupakan kemampuan yang didorong oleh kesadaran dirinya
walaupun gerakan yang dilakukannya masih seperti pola yang ada. Baru dalam tahapan
berikutnya yaitu kemampuan yang berhadaptasi gerakan atau kemampuan itu sudah disesuaikan
dengan keadaan situasi dan kondisi yang ada. Tahap akhir dari ketrampilan ini adalah tahap
mengorganisasian, yakni kemampuan seseorang untuk berkreasi dan mencipta sendiri suatu
karya. Tahap ini merupakan tahap puncak dari keseluruhan kemampuan yang tergambar dari
kemampuan yang menghasilkan sesuatu yang baru.

DAFTAR PUSTAKA

Dakir, H. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Yogyakarta: Rineka Cipta.


Suryosubroto. 2004. Manajemen Pendidikan Di Sekolah. Jakarta: PT Asdi Mahastya.
Nurgiyantoro, Burhan, 1988. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah: Sebuah
Pengantar Teoritis dan Pelaksanaan, Yogyakarta: BPFE.
Nasution, S. 1989. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bina Aksara
Nasution, S. 2010. Kurikulum dan Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai