Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III


SINDROM STEVEN-JOHNSON

DISUSUN OLEH :
1. Dilla Rista Rosid (1711007)
2. Dwi Cahyo Utomo (1711022)
3. Herlina Binti Mahmudah (1711017)
4. Hipolito Da Cruz Soares (1711014)
5. Ida Parwati (1711025)

PENDIDIKAN NERS SEMESTER IV REGULER


STIKES PATRIA HUSADA BLITAR
TAHUN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan karya tulis ini. Sungguh suatu kesyukuran yang
memiliki makna tersendiri, karena walaupun dalam keadaan terdesak,
kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam penulisan karya tulis ini, kami mencoba membahas
tentang “Asuhan Keperawatan Sindrom Steven-Johnson”. Dalam
karya tulis ini, kami juga menyediakan pembahasan tentang tinjauan
teori dan asuhan keperawatan sindrom steven-johnson.
Apa yang kami lakukan dalam karya tulis ini, masih jauh yang
diharapkan dan isinya masih terdapat kesalahan – kesalahan baik dalam
penulisan kata maupun dalam menggunakan ejaan yang benar. Oleh
karena itu, kritikan dan saran yang sifatnya membangun, kami harapkan
sehingga makalah ini menjadi sempurna.

Blitar, 10 April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................................3
2.1 Definisi.....................................................................................................................3
2.2 Etiologi.....................................................................................................................4
2.3 Manifestasi Klinis....................................................................................................5
2.4 Patofisiologi...........................................................................................................10
2.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang.......................................................................13
2.6 Penatalaksanaan.....................................................................................................13
2.7 Komplikasi..............................................................................................................15
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..............................................................................16
3.1 pengkajian..............................................................................................................16
3.2 Pemeriksaan penunjang..........................................................................................23
3.3 Diagnosa Keperawatan...........................................................................................23
3.4 Intervensi................................................................................................................25
3.5 Implementasi..........................................................................................................28
3.6 Evaluasi..................................................................................................................28
BAB IV PENUTUP....................................................................................................................30
4.1 Kesimpulan............................................................................................................30
4.2 Saran......................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................32

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom Stevens-Johnson, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah


reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini
mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Prediksi : mulut, mata, kulit,
ginjal, dan anus. Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah
kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat
kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai koma, mulainya
penyakit akut dapat disertai gejala prodiomal berupa demam tinggi, malaise,
nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.
Sindrom Steven Johnson ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A.
M. Steven dan S.C Johnson, 1992 Sindrom Steven Johnson yang bisa
disingkat SSJ merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.
Angka kejadian Sindrom Steven Johnson sebenarnya tidak tinggi hanya
sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Sindrom Steven Johnson dapat timbul
sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan
kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan
tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, sariawan pada mulut, mata, anus,
dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti keropeng pada kulit.
Namun pada keadaan-keadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS
angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.
Dari data diatas penulis tertarik mengangkat kasus Sindrom Steven
Johnson karena Sindrom Steven Johnson sangat berbahaya bahkan dapat
menyebabkan kematian. Sindrom tidak menyerang anak dibawah 3 tahun, dan
penyebab Sindrom Steven Johnson sendiri sangat bervariasi ada yang dari
obat-obatan dan dari alergi yang hebat, dan ciri-ciri penyakit Steven Johnson
sendiri gatal-gatal pada kulit dan badan kemerah-merahan dan Sindrom ini

1
bervariasi ada yang berat dan ada yang ringan. ( Support, Edisi November
2008 )

1.2 Rumusan masalah

1. Apa pengertian sindrom steven johnson?


2. Apa etiologi dari sindrom steven johnson?
3. Apa manifestasi dari sindrom steven johnson?
4. Bagaimana patofisiologi dari sindrom steven johnson?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk sindrom steven johnson?
6. Bagaimana penatalaksanaan untuk sindrom steven johnson?
7. Apa komplikasi dari sindrom steven johnson?
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit Steven Johnson?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui pengertian sindrom steven johnson


2. Mengetahui etiologi dari sindrom steven johnson
3. Mengetahui manifestasi klinis dari sindrom steven johnson
4. Mengetahui patofisiologi dari sindrom steven johnson
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Steven Johnson
6. Mengetahui penatalaksanaan untuk sindrom steven johnson
7. Mengetahui komplikasi dari sindrom steven johnson
8. Mengetahui asuhan keperawatan pada Syndrom Steven Johnson

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sindrom Stevens-Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit,


selaput lendir di orifisium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari
ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat
disertai purpura[CITATION Mut13 \l 1057 ].
Sindrom Stevens-Johnson didefinisikan sebagai reaksi kumpulan
gejala sistemik dengan karakteristik yang mengenai kulit, mata dan selaput
lendir orifisium. Sindrom Stevens-Johnson merupakan bentuk berat dari
eritema multiforme, sehingga SSJ dikenal juga dengan sebutan eritema
multiforme mayor[ CITATION Dar14 \l 1057 ].
Menurut Sharma and Sethuraman (1996) dalam [ CITATION Kar13 \l
1057 ], Sindrom Stevens-Johnson adalah bentuk penyakit mukokutan dengan
tanda dan gejala sistemik yang dari ringan sampai berat berupa lesi target
dengan bentuk yang tidak teratur, disertai makula, vesikel, bula dan purpura
yang tersebar luas terutama pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan

3
epidermis kurang lebih 10 % dari area permukaan tubuh, serta melibatkan
lebih dari satu membran mukosa.

2.2 Etiologi

Etiologi pasti Sindrom Stevens – Johnson (SSJ) belum diketahui.


Salah satu penyebabnya ialah alergi obat sistemik, diantaranya penisilin dan
semisintetiknya, streptomisin, sulfonamide, tetrasiklin, antipiretik atau
analgetik (misalnya : derivate salisil atau pirazolon, metamizol, metampiron,
dan parasetamol), klorpromazin, karbamazepin, kinin, antipirin, dan jamu.
Selain itu dapat juga disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit),
neoplasma, psca vaksinasi, radiasi, dan makanan.
Penyebab belum diketahui dengan pasti, namun beberapa factor yang
dapat dianggap sebagai penyebab adalah :

a. Alergi obat secara sistemik (misalnya penisilin, analgetik, antipiretik)


- Penisilline
- Sthreptomicine
- Sulfonamide
- Tetrasiklin
b. Anti piretik atau analgesic (derifat, salisil atau pirazolon, metamizol,
metampiron dan paracetamol)
- Kloepromazin
- Karbamazepin
- Kirin Antipirin
- Tegretol
c. Infeksi mikroorganisme (bakteri, virus, jamur dan parasit)
d. Neoplasma dan factor endokrin
e. Factor fisik (sinar matahari, radiasi, sinar-X, penyakit polagen, keganasan,
kehamilan)
f. Makanan (coklat)

4
2.3 Manifestasi Klinis

Sindrom Stevens-Johnson mempunyai tiga gelaja yang khas yaitu


kelainan pada mata berupa konjungtivitis, kelainan pada genital berupa
balanitis dan vulvovaginitis, serta kelainan oral berupa stomatitis. Lesi oral
didahului oleh makula dan papula yang segera diikuti vesikel atau bula,
kemudian pecah karena trauma mekanik menjadi erosi dan terjadi ekskoriasi
sehingga terbentuk ulkus yang ditutupi oleh jaringan nekrotik berwarna abu-
abu putih atau eksudat abu-abu kuning menyerupai pseudomembran. Ulkus
nekrosis ini mudah mengalami perdarahan dan menjadi krusta kehitaman.
Lesi oral cenderung lebih banyak terjadi pada bagian anterior mulut termasuk
bibir, bagian lain yang sering terlibat adalah lidah, mukosa pipi, palatum
durum, palatum mole, bahkan dapat mencapai faring, saluran pernafasan atas
dan esofagus, namun lesi jarang terjadi pada gusi. Lesi oral yang hebat dapat
menyebabkan pasien tidak dapat makan dan menelan, sedangkan lesi pada
saluran pernafasan bagian atas dapat menyebabkan keluhan sulit
bernafas[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

Berikut adalah manifestasi klinis dari pasien dengan Steven Johnson


Syndrome.
Sindroma prodromal yang non spesifik dan reaksi konstitusional
berupa meningkatnya suhu tubuh, sakit kepala, batuk, sakit tenggorokan,
nyeri dada, mialgi, sehingga penderita berobat. Dalam keadaan ini, sering
penderita mendapat pengobatan antibiotik, dan anti inflamasi sehingga
menyebabkan kesukaran dalam mengidentifikasi obat penyebab SJS[ CITATION
Dju15 \l 1057 ]. Gejala prodromal ini dapat berlangsung selama dua minggu
dan bervariasi dari ringan sampai berat. Pada keadaan ringan kesadaran pasien
baik, sedangkan keadaan yang berat gejala-gejala menjadi lebih hebat,
sehingga kesadaran pasien menurun bahkan sampai koma[ CITATION Ram11 \l
1057 ].

5
Gejala kulit dapat berupa macula eritematus yang menyerupai
morbilliform rash, timbul pada muka, leher, dagu, tubuh, dan ekstermitas.
Lesi taget dan bula dengan Nikolsky sign positif sering didapatkan. Lesi
membesar dan bertambah banyak[ CITATION Dju15 \l 1057 ] . Lesi kulit pada
sindrom Stevens-Johnson dapat timbul sebagai gejala awal atau dapat juga
terjadi setelah gejala klinis dibagian tubuh lainnya. Lesi pada kulit umumnya
bersifat asimetri dan ukuran lesi bervariasi dari kecil sampai besar. Mula-mula
lesi kulit berupa erupsi yang bersifat multiformis yaitu eritema yang menyebar
luas pada rangka tubuh. Eritema ini menyebar luas secara cepat dan biasanya
mencapai maksimal dalam waktu empat hari, bahkan seringkali hanya dalam
hitungan jam. Pada kasus yang sedang, lesi timbul pada permukaan ekstensor
badan, dorsal tangan dan kaki, sedangkan pada kasus yang berat lesi
menyebar luas pada wajah, dada dan seluruh permukaan tubuh. Eritema akan
menjadi vesikel dan bula yang kemudian pecah menjadi erosi, ekskoriasi,
menjadi ulkus yang ditutupi pseudomembran atau eksudat bening.
Pseudomembran akan terlepas meninggalkan ulkus nekrosis, dan apabila
terdapat perdarahan akan menjadi krusta yang umumnya berwarna coklat
gelap sampai kehitaman. Variasi lain dari lesi kulit berupa purpura, urtikaria
dan edema. Selain itu adanya erupsi kulit dapat juga menimbulkan rasa gatal
dan rasa terbakar. Terbentuknya purpura pada lesi kulit memberikan
prognosis yang buruk[ CITATION Ram11 \l 1057 ].
Kelainan membrane mukosa. Bibir mukosa mulut dirasakan sakit,
disertai kelainan mukosa yang eritematus, sembab, dan disertai bula yang
kemudian akan pecah sehingga timbul erosi yag tertutup pseudomembrane.
Bibir diliputi massive hemorarrhagic crusts. Kelainan pada kelmin juga sering
didapat berupa bula yang hemorrhagic dan erosi [ CITATION Dju15 \l 1057 ]. Lesi
oral mempunyai karakteristik yang lebih bervariasi daripada lesi kulit, seluruh
permukaan oral dapat terlibat, namun lesi oral lebih cenderung banyak terjadi
pada bibir, lidah, palatum mole, palatum durum, mukosa pipi sedangkan pada
gusi relative jarang terjadi lesi. Lesi oral didahului oleh macula, papula,

6
segera diikuti oleh vesikel dan bula. Ukuran vesikel maupun bula bervariasi
dan mudah pecah dibandingkan lesi pada kulit. Vesikel maupun bula terutama
pada mukosa bibir mudah pecah Karena gerakan lidah dan friksi pada waktu
mengunyah dan bicara sehingga bentuk yang utuh jarang ditemukan pada
waktu pemeriksaan klinis intra oral[ CITATION Ram11 \l 1057 ].
Vesikel maupun bula yang mudah pecah selanjutnya menjadi erosi,
kemudian mengalami ekskoriasi dan terbentuk ulkus. Ulkus ditutupi oleh
jaringan nekrotik yang berwarna abuabu putih atau eksudat abu-abu kuning
menyerupai pseudomembran. Jaringan nekrotik mudah mengelupas sehingga
meninggalkan suatu ulkus yang berbentuk tidak teratur dengan tepi tidak jelas
dan dasar tidak rata yang berwarna kemerahan. Apabila terjadi trauma
mekanik dan mengalami perdarahan maka ulkus akan menjadi krusta
berwarna coklat sampai kehitaman. Krusta kehitaman yang tebal dapat terlihat
pada mukosa bibir dan seringkali lesi pada mukosa bibir meluas sampai tepi
sebelah luar bibir dan sudut mulut (Gambar 1.1)[ CITATION Ram11 \l 1057 ].
Pada palatum mole maupun palatum durum dapat terjadi lesi oral. Lesi
oral diawali oleh vesikel maupun bula yang mudah pecah menjadi erosi
ekskoriasi dan ulkus. Erosi seringkali ditutupi pseudomembran dan dikelilingi
daerah berwarna kemerahan. Ulkus dapat meluas terutama terjadi pada
palatum durum (Gambar 2.2). Pada mukosa pipi terjadi juga pola
perkembangan lesi seperti lidah, vesikel atau bula di mukosa pipi jarang
ditemukan utuh, hanya berupa erosi atau ulkus yang ditutupi dengan
pseudomembran[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

7
Gambar 1 Krusta kehitaman pada mukosa bibir

Manifestasi oral sindrom Stevens-Johnson biasanya diikuti oleh


pembesaran nodus limfatikus servikalis disertai rasa nyeri yang hebat sekali
dan terjadi peningkatan aliran saliva. Penderita biasanya akan mengalami
dehidrasi karena kekurangan cairan yang masuk ke dalam tubuh. Lesi oral
dapat meluas ke faring, saluran pernafasan bagian atas dan esophagus
sehingga penderita mengalami kesulitan bernafas. Edema pada faring dapat
menyebar ke trakea, apabila keadaan bertambah berat dapat menyerang
bronkus dan bronkioli, sehingga dapat menimbulkan bronkopneumonia serta
trakeobronkitis[ CITATION Ram11 \l 1057 ].
Manifestasi pada mata terjadi pada 70% pasien sindrom Stevens
Johnson. Kelainan yang sering terjadi adalah konjungtivitis. Selain
konjungtivitis kelopak mata seringkali menunjukkan erupsi yang merata
dengan krusta hemoragi pada garis tepi mata. Penderita sindrom Stevens-
Johnson yang parah, kelainan mata dapat berkembang menjadi konjungtivitis
purulen, photophobia, panophtalmitis, deformitas kelopak mata, uveitis
anterior, iritis, simblefaron, iridosiklitis serta sindrom mata kering, komplikasi
lainnya dapat juga mengenai kornea berupa sikatriks kornea, ulserasi kornea,
dan kekeruhan kornea. Bila kelainan mata ini tidak segera diatasi maka dapat
menyebabkan kebutaan[ CITATION Ram11 \l 1057 ].
Manifestasi pada genital. Lesi pada genital dapat menyebabkan
uretritis, balanitis dan vulvovaginitis. Balanitis adalah inflamasi pada glans
penis. Uretritis merupakan peradangan pada uretra dengan gejala klasik
berupa secret uretra, peradangan meatus, rasa terbakar, gatal, dan sering
buang air kecil. Vulvovaginitis adalah peradangan pada vagina yang biasanya
melibatkan vulva dengan gejala-gejala berupa bertambahnya cairan vagina,
iritasi vulva, gatal, bau yang tidak sedap, rasa tidak nyaman, dan gangguan
buang air kecil. Sindrom Stevens-Johnson dapat pula menyerang anal berupa
peradangan anal atau inflammed anal[ CITATION Ram11 \l 1057 ].

8
Menurut Parillo (2010), manifestasi klinis pada pasien sindrom Steven-
Johnson adalah sebagai berikut.

a. Ruam dapat mulai sebagai macula yang berkembang menjadi papul,


vesikel, bula, plak, urtikaria, atau eritma konfluen
b. Lesi khas memiliki penampilan target.target dianggap patogmonic.
Berbeda dengan lesi pada eritema multiforme, lesi pada eritema
multiforme hanya memiliki dua zona warna. Inti mungkin vesikuler,
purpura, ataupun nekrotik. Zona tersebut dikelilingi oleh eritema macular.
Beberapa menyebutnya target lesi
c. Lesi dapat pecah dan meninggalkan kulit yang terbuka. Kulit ini rentan
terhadap infeksi sekunder
d. Lesi urtikarial biasanya tidak gatal
e. Infeksi mungkin bertanggung jawab atas bekas luka yang berhubungan
dengan morbiditas
f. Meskipun lesi dapat terjadi di mana saja, akan tetapi bagian telapak
tangan, punggung tangan, dan permukaan ekstensor paling banyak
dialporkan terjadi
g. Keterlibatan mukosa termasuk adanya eritema, edema, ulserasi, dan
nekrosis

Gambar 2 Pelepasan epidermis pada pasien sindrom Stevens-Johnson

9
2.4 Patofisiologi

Patogenesisnya belum jelas, kemungkinan disebabkan oleh reaksi


hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya
komplek antigen antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi
aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang
kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada
organ sasaran (target organ). Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat
limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama
kemudian limfokin dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Djuanda, 2000:
147). Karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga
terjadi Kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, Stres
hormonal diikuti peningkatan resisitensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuriat, Kegagalan termoregulasi, Kegagalan fungsi imun, Infeksi.

1. Reaksi Hipersensitif tipe III


Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersirkulasi
dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau jaringan sebelah
hilir. Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi
terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen
asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks
antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe III mengaktifkan
komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan
atau kapiler ditempat terjadinya rekasi tersebut. Neutrofil tertarik ke
daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga
terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut (Corwin, 2000 : 72).

2. Reaksi Hipersensitif Tipe IV


Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T
penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga terjadi

10
penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel
ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam
untuk terbentuknya.

11
Pathway

Alergi Infeksi Neoplasma faktor fisik Makanan


obat2an mikroorganisme

Steven Johnson
Syndrome
Reaksi Alergi Type III
Reaksi Alergi Type IV

Kompleks antigen & antibodi


Sel T 

Terperangkap dalam jaringan


kapiler Limfosit & sitotoksin terlepas

Sel Mast 

Reaksi Radang
Jaringan kapiler rusak

Jaringan kulit dan mucosa


Akumulasi neutrofil
eritema, mata

Kelainan selaput Inflamasi dermal dan


lendir dan ofisium epidermal

Kesulitan menelan Respon inflamasi


Nyeri akut
sistemik

Intake tidak adekuat


Integritas kulit Gangguangastrointestinal,
demam, malaise

Kelemahan Fisik
Terjadi evaporasi
kekurangan pada kulit
volume
Nutrisi kurang dari cairan
2.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
kebutuhan tubuh
1. Laboratorium

12
- Bila ditemukan leukositosis penyebab kemungkinan dari infeksi
- Bila eosinophilia penyebab kemungkinan alergi
2. Histopatologi
- Infiltrasi sel ononuklear di sekitar pembuluh darah dermis superficial
- Edema dan extravasasi sel darah merah di dermis papilar.
- Degenerasi hidrofik lapisan absalis sampai terbentuk vesikel
subepidermal
- Nekrosis sel epidermal dan kadang-kadang dianeksa
- Spongiosis dan edema intrasel di epidermis
3. Imunologi
- Deposit IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial dan pada
pembulih darah yang mengalami kerusakan
- Terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA secara
tersendiri atau dalam kombinasi

2.6 Penatalaksanaan

1. Kortikosteroid
Bila keadaan umum baik dan lesi tidak menyeluruh cukup diobati
dengan prednisone 30-40 mg sehari. Namun bila keadaan umumnya buruk
dan lesi menyeluruh harus diobati secara tepat dan cepat. Kortikosteroid
merupakan tindakan file-saving dan digunakan deksametason intravena
dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari.
Umumnya masa kritis diatasi dalam beberapa hari. Pasien steven-
Johnson berat harus segera dirawat dan diberikan deksametason 6×5 mg
intravena. Setelah masa krisis teratasi, keadaan umum membaik, tidak
timbul lesi baru, lesi lama mengalami involusi, dosis diturunkan secara
cepat, setiap hari diturunkan 5 mg. Setelah dosis mencapai 5 mg sehari,
deksametason intravena diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya
prednisone yang diberikan keesokan harinya dengan dosis 20 mg sehari,

13
sehari kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut
dihentikan. Lama pengobatan kira-kira 10 hari.
Seminggu setelah pemberian kortikosteroid dilakukan pemeriksaan
elektrolit (K, Na dan Cl). Bila ada gangguan harus diatasi, misalnya bila
terjadi hipokalemia diberikan KCL 3 x 500 mg/hari dan diet rendah garam
bila terjadi hipermatremia. Untuk mengatasi efek katabolik dari
kortikosteroid diberikan diet tinggi protein/anabolik seperti nandrolok
dekanoat dan nanadrolon. Fenilpropionat dosis 25-50 mg untuk dewasa
(dosis untuk anak tergantung berat badan).

2. Antibiotik
Untuk mencegah terjadinya infeksi misalnya bronkopneumonia
yang dapat menyebabkan kematian, dapat diberi antibiotic yang jarang
menyebabkan alergi, berspektrum luas dan bersifat bakteriosidal misalnya
gentamisin dengan dosis 2 x 80 mg.

3. Infus dan tranfusi darah


Pengaturan keseimbangan cairan/elektrolit dan nutrisi penting
karena pasien sukar atau tidak dapat menelan akibat lesi dimulut dan
tenggorokan serta kesadaran dapat menurun. Untuk itu dapat diberikan
infus misalnya glukosa 5 % dan larutan Darrow. Bila terapi tidak memberi
perbaikan dalam 2-3 hari, maka dapat diberikan transfusi darah sebanyak
300 cc selama 2 hari berturut-turut, terutama pada kasus yang disertai
purpura yang luas. Pada kasus dengan purpura yang luas dapat pula
ditambahkan vitamin C 500 mg atau 1000 mg intravena sehari dan
hemostatik.

4. Topikal

14
Terapi topical untuk lesi di mulut dapat berupa kenalog in oral
base. Untuk lesi di kulit yang erosif dapat diberikan sufratulle atau krim
sulfadiazine perak.

2.7 Komplikasi

Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan


keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.
Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai
berikut:

Kehilangan cairan dan darah


Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
Gastroenterologi - Esophageal strictures
Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring,
stenosis vagina
Pulmonari – pneumonia, bronchopneumoni
Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen,
infeksi kulit sekunder
Infeksi sitemik, sepsis

BAB III

15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Aplikasi Kasus Semu

Seorang anak usia 5 Tahun di bawa ke RS. Sari Mutiara dengan Keluhan sakit
kepala, batuk, pilek dan demam dengan temperatur 39°C, sulit menelan dikarenakan
adanya lesi di bibir dan nyeri tenggorokan, muncul bintik-bintik merah, eritema di
seluruh tubuh dan wajah, tidak selera makan, mual dan muntah. TTV : RR 28 x/i, N
80 x/i. Turgor Kulit Jelek. Ibu mengatakan BB anak menurun dari 25 kg menjadi 22
kg dalam waktu 2 bulan dan anak tidak selesara makan.

3.1 Pengkajian

I. BIODATA
A. Identitas Pasien
Nama : An. V
Umur : 5 Tahun
Status Kesehatan : Sakit
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : -
Pekerjaan : -
Alamat : Jl. Bhakti Luhur
No. Registe : 11112014
Ruang/Kamar : II/Rajawali
Golongan Darah : AB
Tanggal Masuk : 9 April 2019
Tanggal Pengkajian : 10 April 2019
Diagnosa Medis : Sindrom Stevens Jhonson

B. Penanggung Jawab Pasien / Keluarga Terdekat


Nama : Jhon Irwan zega
Pekerjaan : Wiraswasta

16
Hubungan dengan pasien : Ayah pasien
Alamat : Jl. Bhakti Luhur
C. Keluhan Utama : Sakit kepala, batuk, pilek,demam, sulit
menelan, nyeri tenggorokan,muncul bintik-bintik merah pada kulit,
tidak selera makan, mual, muntah, berat badan menurun (sebelum
25kg, sesudah 22kg)

II. RESUME

TTV :
Suhu : 390C
Nadi : 80x/menit
RR : 28x/menit
BB : 22 kg

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Faktor Pencentus                    : alergi obat
2. Lamanya keluhan                    : 2 bulan
3. Bagaimana yang dirasakan     : nyeri
4. Bagaimana yang dilihat          : adanya bintik-bintik merah
5. Faktor yang memperberat       : garukan
6. Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya sendiri : mengaruk
7. Upaya yang dilakukan oleh orang lain : membawa ke rumah sakit
8. Pola nutrisi
- Diet : Bubur
- Nafsu makan : menurun
- Mual : ada
- Muntah : ada
- Frekuensi makan : 2 kali/ hari
- Jumlah makanan dan minuman :
Makan : 1/2 piring / makan

17
Minum : 5 gelas (250 ml/gls)
- Berat badan : 22 kg
- Tinggi badan : 100 cm
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Penyakit yang pernah dialami
 Masa kanan-kanak : flu
 Riwayat kecelakaan : tidak ada
 Pernah dirawat : tidak
 Pernah operasi : tidak
2. Riwayat Alergi
 Tipe alergi : alergi tipe III dan IV
 Reaksi : nyeri yang hebat
 Tindakan : menggaruk
3. Pola nutrisi
 Diet : Nasi biasa
 Nafsu Makan : berkurang
 Mual : ada
 Muntah :  ada
 Frekuensi makan : 2kali/ hari
 Jumlah makanan dan minuman   :
 Makan : 1/2 piring
 Minum : 5gelas (250 ml/gls)
 Berat Badan : 22 kg
 Tinggi Badan : 100 cm

E. Riwayat Kesehatan Keluarga : tidak ada riwayat penyakit dari


keluarga/keturunan.

F. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital

18
 Keadaan umum                 : lemah
 Tingkat kesadaraan           : sadar
 Suhu / Temp                      : 390C
 Denyut Nadi / Pols           : 80X/menit
 Pernafasan / RR                : 28X/menit
2. Head to toe dan pengkajian system
 Kepala, rambut dan wajah
o Kepala : pasien mengeluh sakit
o Bentuk kepala : bulat
o Ukuran : simetris
o Posisi : simetris
o Warna Rambut : hitam
o Bentuk Rambut : keriting
o Kebersihan Kulit kepala : ada ketombe
o Warna : hitam
o Struktur wajah : oval
 Mata
o Bentuk : sipit (simetris)
o Sclera : normal
o Konjungtiva : ananemis
o Pupil : isokor
o Fungsi penglihatan : normal
o Retina : normal
 Hidung / Penciuman
o Bentuk : simetris
o Peradangan : tidak ada
o Perdarahan : tidak ada
o Cairan : tidak ada

19
o Fungsi penciuman : baik
o Lubang hidung : simetris
o Polip : tidak ada
o Sinusitis : tidak ada
 Telinga / Pendegaran
o Bentuk : normal
o Peradangan : tidak ada
o Perdarahan : tidak ada
o Cairan : tidak ada
o Fungsi pendegaran : baik
o Alat bantu pendengaran : tidak
 Rongga mulut dan Faring
o Keadaan bibir : lesi
o Mukosa gigi : kering
o Keadaan gusi dan gigi : kering
o Kesulitan menelan : ada
o Alat bantu bicara : tidak ada
o Gigi : kotor
o Tonsil / faring : tidak ada (Normal)
o Peradangan : tidak ada
o Perdarahan : tidak ada
o Laring : Normal
o Peradangan : tidak ada
o Fungsi pengecapan : baik
 Leher
o Kelenjar getah bening : Normal
o Kelenjar tiroid : Normal
o Vena jugularis : normal

20
o Kekakuan : Tidak ada
 Thorax
o Bentuk rongga : simetris
o Bunyi nafas : tidak ada
o Irama pernafasan : Normal
o Bunyi jantung : tidak ada
o Nyeri dada : tidak ada
 Abdomen
o Bentuk : simetris
o Turgor kulit : jelek
o Massa / cairan : tidak ada
o Hepar : baik
o Ginjal : normal
o Bising usus : normal
 Perineum / Genetalia
o Kebersihan perineum : bersih
o Perdarahan : tidak ada
o Peradangan : tidak ada
o Haemoroid : tidak ada
o Alat genetalia : bersih
 Sirkulasi
o Suara jantung : normal
o Suara jantung tambahan : tidak ada
o Palpitasi : normal
o Perubahan warna kulit, kuku, bibir : ada
o Edema jaringan : tidak ada
o Nadi : tidak normal
 Neurologis

21
o Memori saat ini : normal
o Memori yang lalu : normal
o Keluhan pusing : ada
o Lama tidur : 7 jam
o Gangguan tidur : (+)
o Genggaman tangan kiri/kanan : melemah
 Muskuloskletal
o Pergerakan ekstremitas : lemah
o Kekuatan otot : menurun
o Fraktur : tidak ada
o Kelainan tulang belakang : tidak ada
o Traksi / spalk/ gips : tidak ada
 Pencernaan
o Mulut : kotor dan kering
o Tenggorokan : nyeri
o Abdomen : normal
o Nafsu makan : menurun
o Porsi makan :1/2piring
 Eliminasi
o Pola BAB : 2 kali/Hari
o Konstipasi : tidak ada
o Diare : tidak ada
o Riwayat perdarahan : tidak ada
o Pola BAK : 5 kali/hari
o Jumlah urin : 900 cc
o Inkontinensia : mampu
o Karakter urin : bau ke kuning-kuningan
o Hematuria : tidak ada

22
o Peradangan : tidak ada
o Nyeri / rasa terbakar / kesulitan BAK : ada
 Integumen
o Turgor kulit : jelek
o Tekstur kulit : kering
o Kelembapan : kering
o Lesi : (+)
o Jaringan parut : tidak ada
o Suhu : 390C
o Edema : tidak ada
o Eritema : kemerahan

3.2 Pemeriksaan penunjang

1) Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia


2) Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis
dan edema intrasel di epidermis.
3) Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang
mengandung IgG, IgM, IgA

3.3 Diagnosa Keperawatan

1) Kekurangan volume cairan tubuh b/d kerusakan jaringan kulit


2) Nyeri b/d inflamasi pada kulit
3) Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat
4) Gangguan integritas kulit b/d eritema

Analisa Data :

No Data Etiologi Masalah

23
.
1. DS : Gangguan Kekurangan Volume
- Keluarga px gastrointestinal, demam, Cairan
mengatakan, px malaise
mengalami demam,
mual & muntah Terjadi evaporasi pada kulit
- Px mengatakan
nyeri tenggorokan Kekurangan
volume cairan
DO :
- Suhu 390C
- RR 28 x/i
- Turgor kulit jelek
- Eritema Seluruh
tubuh
DS : Reaksi Radang Nyeri akut
- Px mengatakan
Jaringan kulit dan mucosa
nyeri tenggorokan, eritema
sakit kepala
Inflamasi dermal dan
2. DO : Epidermal
- Wajah meringis
- Lesi di bibir
Nyeri akut
- Eritema
- RR 28x/i
3 DS : Kelainan selaput lendir dan Nutrisi kurang dari
ofisium
- Keluarga px kebutuhan
mengatakan, px Kesulitan menelan
mengalami mual
dan muntah, tidak Intake tidak adekuat
selera makan

24
- Px mengatakan Kelemahan Fisik
sulit menelan
Nutrisi kurang dari
DO : kebutuhan tubuh
- Lesi di bibir
- Nyeri tenggorokan
DO : Reaksi Radang Gangguan integritas
- Bintik-bintik kulit
Jaringan kulit dan mucosa
merah pada kulit eritema
dan wajah
4 - Kulit kering
Inflamasi dermal dan
Epidermal

Gangguan integritas kulit

3.4 Intervensi

Diagnosa
No. NOC NIC
Keperawatan
1. Kekurangan Keseimbangan Cairan Manajemen Cairan
volume cairan Indikator : Aktivitas :
tubuh - Tekanan darah - Timbang berat badan
- Denyut nadi radial setiap hari dan monitor
- Keseimbangan intake status pasien
dan output dalam 24 - Jaga intake/asupan yang
jam akurat dan catat output
- Berat badan stabil (pasien)
- Turgor kulit - Monitor status hidrasi
- Kelembapan (misalnya, membrane
membrane mukosa mukosa lembap, denyut

25
nadi adekuat, dan tekanan
darah ortostatik)
- Monitor tanda-tanda vital
pasien
- Monitor makanan/cairan
yang dikonsumsi dan
hitung asupan kalori
harian
- Distribusikan asupan
cairan selama 24 jam
2. Nyeri akut Kontrol nyeri : Pemberian analgesik :
Indicator : Akrivitas :
- Mengenali kapan nyeri - Tentukan lokasi,
terjadi karakteristik, kualitas dan
- Menggambarkan faktor keparahan nyeri sebelum
penyebab mengobati pasien
- Menggunakan - Cek adanya riwayat alergi
analgesik yang obat
direkomendasikan - Tentukan pilihan obat
- Mengenali apa yang analgesik (narkotik, non
terkait dengan gejala narkotik atau NSAID)
nyeri berdasarkan tipe dan
keparahan nyeri
- Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan setelah
memberikan analgesik
narkotik pada pemberian
dosis pertama kali atau
jika ditemukan tanda-
tanda yang tidak biasa.

26
3. Perubahan pola Status nutrisi Manajemen nutrisi
nutrisi kurang Indicator : Aktivitas :
dari kebutuhan - Asupan gizi - Tentukan status gizi pasien
- Asupan makanan dan kemampuan px untuk
- Asupan cairan memenuhi kebutuhan gizi

- Hidrasi - Identifikasi adanya alergi


atau intoleransi makanan
yang dimiliki px
- Tentukan jumlah kalori
dan jenis nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi perseryatan gizi
- Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi makan.
- Beri obat-obatan sebelum
makan (misalnya,
penghilang rasa sakit,
antiemetic), jika
diperlukan.
4. Gangguan Integritas jaringan : kulit manajemen pengobatan
integritas kulit dan membrane mukosa aktivitas :
Indicator : - Tentukan obat yang
- Sensasi diperlukan dan kelola
- Tekstur menurut resep dan atau
- Perfusi jaringan protocol
- Integritas kulit - Tentukan kemampuan
- Pigmentasi abnormal pasien untuk mengobati
- Lesi pada kulit diri sendiri dengan cara
- Pengelupasan kulit yang tepat

27
- Eritema - Monitor efek samping
- Nekrosis obat
- Pengerasan kulit - Kaji ulang pasien dan
keluarga secara berkala
mengenai jenis dan jumlah
obat yang dikonsumsi
- Monitor respon terhadap
perubahan pengobatan
dengan cara yang tepat
- Pertimbangkan
pengetahuan pasien
mengenai obat-obatan

3.5 Implementasi

Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan


penentuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.

3.6 Evaluasi

No. Diagnosa Keperawatan Evaluasi


1. Kekurangan volume cairan Subjek :
- Demam
tubuh
Objek :
- Lesi (+)
- Turgor jelek
- RR : 26x/m
- N : 80x/m
- S : 38,50C

Assestment :
- Belum Teratasi

Planning :

28
- Intervensi dilanjutkan (1-3)
2. Nyeri akut Subjek :
- Nyeri Tenggorokan

Objek :
- Lesi bibir
- Wajah
- Skala nyeri 4

Assestment :
- Belum  Teratasi

Planning :
- Intervensi dilanjutkan (1-3)
3. Perubahan pola nutrisi kurang Subjek :
- Nyeri tenggorokan
dari kebutuhan
- Sulit menelan
- Mual
- Muntah

Objek :
- Ansietas (+)
- BB turun 3 kg

Assestment :
- Belum Teratasi

Planning :
- Intervensi 1-3 diulangi
4 Gangguan integritas kulit Subjek :
--
Objek :
- Turgor mulai membaik
- Bintik-bintik merah pada kulit dan wajah
- Kulit melai membaik

Assestment :
- Belum teratasi

Planning :

29
- Ulangi intervensi 1-3

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sistem imunitas atau Pertahanan dalam tubuh manusia yang berfungsi


melindungi tubuh manusia dari masuknya infeksi baik itu virus, bakteri,
protozoa maupun penyakit. Apabila pertahanan tubuh manusia tidak dapat
mengenali antigen yang masuk kedalam tubuh maka akan meyebabkan
penyakit sistem imun dan hematologi seperti salah satunya Syndrom Steven
Johnson atau yang biasanya disebut dengan penyakit kulit yang sangat parah
atau akut berat. Penyakit ini disebabkan oleh adanya reaksi hipersensitivitas
terhadap obat, infeksi virus, bakteri, radiasi, makanan dan sebagainya.
Apabila mengalami penyakit ini maka akan mengalami tanda dan gejala
seperti adanya eritema, vesikel, bula, selaput lendir orifisium, dan kelainan
pada mata. Sedangkan penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan
tiga (3) cara yaitu dengan penatalaksanaan umum, khusus sistemik dan
topikal.
Adapun asuhan keperawatan yang akan dilakukan mencakup
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana asuhan keperawatan dan evaluasi.
Pengkajian yang dapat kita lakukan adalah mencakup inspeksi kulit, inspeksi
mulut, kemampuan menelan, TTV, sistem pernafasan, nutrisi / berat badan,
dan tingkat nyeri. Berdasarkan pengkajian diatas maka dapat diangkat empat
(4) diagnosa sekaligus menyusun rencana asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa ini yaitu gangguan integritas kulit yang b.d dengan inflamasi dermal
dan epidermal, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kesulitan

30
menelan, gangguan rasa nyaman nyeri b.d inflamasi pada kulit, gangguan
intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik, dan gangguan persepsi sensori;
kurang penglihatan b.d konjungtivitis.

4.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran


dalam rangak meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Adapun saran-
saran adalah sebagai berikut :

1. Pasien
Apabila sudah mengetahui dan memahami gejala dari penyakit steven
johnson hendaknya segera membawa pasien kerumah sakit agar dapat
dilakukan tindakan keperawatan.

2. Perawat
Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik
secara teoritis maupun praktek tentang penyakit steven johnson agar dapat
melakukan tindakan keperawatan.

3. Rumah Sakit
Bagi rumah sakit hendaknya melengkapi fasilitas rumah sakit sehingga
pada penderita steven johnson mendapatkan ruangan dan fasilitas medis
yang seharusnya ada sehingga dapat melakukan tindakan keperawatan
untuk mengurangi dari gejala dan komplikasi penyakit steven johnson.

31
DAFTAR PUSTAKA

Askep Pasien Dengan Gangguan Sistem Integumen, Sister School Program Dinas
Kesehatan Propinsi Jateng Semarang, 2004

Carpenito, Lynda Jual, 2004 Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth. J. 2001. Buku Saku Patofisiologi.Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E, 2002, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III, Jakarta : EGC

Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: EGC.

Hamzah, Mochtar. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Price dan Wilson. 1991. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi


2. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia Anderson 1995, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit.
Edisi IV, Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, edisi 8, volume 3.Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta: Media Aesculapius.

Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2.Jakarta: Media Aesculapius.

32
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, jilid 2. Media Aesculapius :
Jakarta

33

Anda mungkin juga menyukai