Anda di halaman 1dari 5

METODE-METODE PRODUKTIVITAS

1. Metode Biomassa (Biomassa methods)

Perhitungan produksi dari komunitas tanaman dengan pengukuran "standing", material yang
hidup telah ditemukan pada beberapa lingkungan, terutama pada komunitas makrofita air
tawar dan air laut (WESTLAKE 1965, WETZEL 1965). WESTLAKE (1965) telah mencatat bahwa
jika tidak ada material tanaman yang hilang kecuali respirasi antara dua waktu sampling, maka
produksi bersih sesuai dengan definisi adalah sama dengan biomassa. Metode ini lebih baik
untuk mengukur produksi tanaman tahunan (annual plants), dimana kehilangan akan mudah
diukur. Problema akan muncul dan rumit bila dilakukan pada tanaman yang bertahun-tahun
(perennial plants).

Metode biomassa yang lebih mudah, jika hanya mengukur biomassa maksimum atau yang
dikehendaki, misalnya biomassa pada satu suksesi waktu seluruh musim pertumbuhan atau
perhitungan produksi berdasarkan penambahan-penambahan (WESTLAKE 1965). Metode ini
akan lebih akurat jika berdasarkan metode "split-plot" dari WEIGERT & EVANS (1964). Metode
ini akan menghitung kehilangan dari mated yang mati dan serasah. Metode ini telah
dikembangkan pada studi beberapa tanaman dan aplikasinya sukses pada tanaman payau atau
laut.

Ada dua problema dalam menggunakan metode ini pada lamun yaitu: (1). Beberapalamun baik
yang tumbuh di daerah tropis maupun yang tumbuh di daerah kutub adalah tanaman
bertahun-tahun. (2). Lamun tumbuh pada daerah yang arus sedang sampai arus tinggi, sehingga
material yang mati dapat terbawa. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan produksi tidak
dapat dihitung.

PETERSON pada penelitiannya tahun 1913 (ZIEMAN & WETZEL 1980) telah menghitung
produksi bersih dari Zostera marina dengan mengduakalikan biomassa maksimun pada akhir
musim panas. Lebih lanjut GRONTVED (1958) menghitung hasil Zostera marina per tahun
dengan nilai biomassa pada musim semi dari maksimum akhir musim panas, tetapi dia tidak
menggunakan perhitungan koreksi untuk menghitung daun yang hilang selama periode
penelitian. Karena hasil ini tidak akurat, maka metode ini hanya untuk perhitungan kasar dari
produktivitas dan biasanya jarang digunakan.

2. Metode Penandaan (Marking Methods)


Hasil pengkuran produksi dari metode penandaan adalah sebuah peningkatan yang besar dari
nilai biomassa mentah. Proses penandaan mengatur (menyediakan) sejumlah biomassa pada
waktu tertentu dan dibolehkan pengukuran lebih tepat dari pertumbuhan tanaman pada
interval waktu.

Setelah penentuan sebuah plot pada padang lamun yang terpilih, maka area penelitian tersebut
ditandai dengan menekan bingkai kawat/besi ke dalam sedimen. Ukuran bingkai bervariasi
tergantung jenis lamun yang akan kita teliti dan kerapatan dari padang lamun tersebut. Semua
tegakan lamun dalam bingkai tersebut ditandai dengan menggunakan stapler kecil. Hal ini
biasanya dimodifikasi untuk menghindari terjadinya patahan pada daun (ZIEMAN 1968, 1975).
Setelah 2 atau 4 minggu, semua daun dalam bingkai diambil dengan memotongnya (memakai
gunting atau pisau) dan dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk dibawa ke laboratorium
untuk dianalisis.

Di laboratorium daun-daun tersebut dibagi dua grup, grup pertama adalah daun-daun baru
yaitu daun-daun yang muncul sejak mulai waktu penandaan sehingga tidak ada bekas stapler.
Grup kedua adalah daun-daun tua yaitu semua daun-daun yang mempunyai tanda stapler.
Kemudian daun-daun tersebut dihitung, diukur panjang dan lebar, dicatat daun yang masih
mempunyai ujung daun atau tidak. Umumnya daun-daun yang sudah diberi tanda (tidak
semuanya) tumbuh antara pangkal daun dengan daun yang di stapler, tetapi untuk daun-daun
baru pertumbuhannya adalah panjang daun seluruhnya.

Setelah pengukuran, daun-daun tua dipotong persis dibawah yang di stapler dan dipisahkan
dari daun muda. Panjang pertumbuhan yaitu antara yang ditandai dengan pangkal daun.
Kemudian dicuci dan dibersihkan dari karbonat dan epifit dan dikeringkan dengan oven 105°C,
kemudian ditimbang. Prosedur ini sama perlakuannya pada daun baru. Jangan lupa dicatat
jumlah tegakan dan lembar daun dalam bingkai yang diberi tanda dan yang dikoleksi.

Pergantian daun dapat dihitung dengan cara mengstapler semua seludang daun mulai yang
tegakan pendek bersama dengan yang lain pada pangkal daun. Hal ini nantinya akan
menunjukan bahwa semua yang diberi tanda akan tumbuh dan terlihat perubahannnya dengan
memperhatikan pada bagian yang distapler.

Jumlah daun baru yang muncul selama priode penandaan akan diketahui dengan metode
penandaan ini biasanya periode koleksi dapat 10, 20, atau 30 hari, sehingga kisaran waktu pada
daun yang muncul dapat diketahui. Jika rata-rata berat daun diketahui, maka rata-rata
produktivitas daun dapat dihitung.
Penandaan dengan stapler memberikan hasil yang cukup baik untuk daun-daun yang lebar
seperti Thalassia dan Zostera, tetapi sangat sulit untuk daun-daun yang sempit seperti Halodule
atau Syringodium. SAND-JENSEN (1975) telah menggunakan spidol tahan air (Penol 70) untuk
menandai daun Zostera di Denmark, tehnik ini akan lebih mudah digunakan untuk Halodule
atau Syringodium.

3. Metode Metabolisme

Metode ini merupakan proses foto-sintesa yang merupakan dasar dari reakasi redoks dengan
bentuk:

CO2 + 2AH2 h . v (HCOH) + 2A + H2O,

dimana AH2 merupakan sumbangan hidrogen di air yang merupakan sistem reseptor pigmen
(h) untuk energi cahaya (v). Pada fotosintesa qyang konvensional di lamun, H2O dan hasil O2.
Secara prakteknya, evolusi dari oksigen dan pengambilan karbon merupakan segmen utama
dari persamaan tersebut, dimana dapat diukur berdasarkan kecepatan fotosintesa.

Metode botol ruang terang-gelap sangat umum digunakan untuk menghitung produktivitas
primer dari fitoplankton. Metode ini hanya digunakan pada analisis in situ untuk tanaman
berpembuluh. Pada beberapa karakteristik metabolisme dari perubahan gas yang spesifik untuk
tumbuhan air berbunga (seperti penimbunan dan penggunaannya), saat ini metode oksigen
hasilnya kurang akurat sehingga tidak digunakan. Metode CO2 memerlukan peninjauan kembali
sebelum digunakan untuk analisis in situ.

Pada metode oksigen, sampel populasi makrofita tertutup dari pencahayaan, sehingga
konsentarsi oksigen disekitar air (C1) ada kecendrungan menjadi rendah (c2) oleh respirasi
tanaman pada ruang yang gelap, dan meningkat tinggi konsentrasinya (c3) jika ruang terang.
Hal ini akan memberikan respon yang berbeda antara kegiatan produksi fotosintesa dan
konsumsi respirasi dari tanaman. Perbedaan (c1-c2) merupakan aktivitas respirasi pada interval
waktu dari inkubasi, sedangkan perbedaan (c3-c2) adalah kegiatan fotosintesis bersih. Jadi (c3-
c1) + (c1,- c2) = (c3-c2), kegiatan fotosintesa kotor.

Beberapa asumsi telah dibuat bahwa metode oksigen dapat menyebabkan kesalahan besar.
Kecepatan respirasi tidak penting pada saat yang sama dengan terang dan gelap, jika
fotorespirasi jelas muncul pada tumbuhan berbunga dan algae. Proses lain seperti hewan,
bakteri dan algae, dan foto-oksidasi dari senyawa organik menggunakan oksigen secara
terpisah dari respirasi tanaman. Lebih lanjut oksigen dapat diproduksi oleh plankton dan algae
yang menempel. Sering diassumsikan bahwa sumberdaya produksi oksigen dan
pemanfaatannya adalah kecil dalam analisis komunitas dari produksitivitas yang berkaitan
dengan makrofita, dimana kadang-kadang kurang tepat untuk lamun yang mempunyai epifit
melimpah. Telah diasumsikan bahwa produksi oksigen dari makrofita yang dibuang dari
tanaman masuk ke sekitar perairan pada proporsi umum sebagai kecepatan fotosintesa. Selama
periode fotosintesa, akumulasi oksigen dalam antar sel dan hanya berdiffusi lambat (keluar-
masuk) ke perairan (HARTMAN & BROWN 1967). Kecepatan relatif diffusi oksigen yang masuk
ke air tidak berhubungan langsung dengan intensitas fotosintesa. Akumulasi dalam antar sel
dapat digunakan untuk fotorespirasi dan respirasi gelap mitokhondria oleh kedua sistem
dedaunan dan akar pada periode fotosintesa dan dalam keadaan gelap, tanpa adanya efek
terhadap konsentrasi oksigen sekitar media.

Menurut ZIEMAN (1975) bahwa gelembung udara, oksigen yang banyak sering dibuang dari
tumbuhan air selama periode fotositentesa yang intesif pada air hangat dimana daya larut
menurun. Banyak produksi oksigen yang digunakan dalam metabolisme respirasi atau diffusi
masuk ke air dalam bentuk larutan. Beberapa metode separti metode O2 pada air mengalir
atau metode kurva diurnal dan perubahan penggunanan pada pH air yang berdasarkan prinsip-
prinsip bio-kimia.

Pada sistem terbuka, tehnik air mengalir telah dikembangkan oleh ODUM & HOSKIN (1958)
dengan menggunakan dasar asumsi tehnik ruangan. Tetapi asumsi ini pada airyang banyak pada
suatu ruangan. Hanya saja, hal ini sangat rumit dimana O2 dan CO2 yang berdiffusi dari udara
ke air. Pada metode kurva diurnal, stasiun harus diseleksi dan konsentrasi O2 di atas air pada
stasiun penelitian diukur pada setiap interval 1-2 jam. Data temperatur dan kedalaman serta
beberapa pengukuran arus juga harus diketahui. Dari informasi tersebut, respirasi pada malam
had dan angka diffusi O2 dapat dihitung dan metabolisme komunitas dapat dikalkulasi. Metode
ini lebih sederhana, tetapi perhitungan dari diffusi agak sulit dan semua metode di atas dalam
penyediaan oksigen kurang tepat (error).

Beberapa penelitian telah menghitung produksi padang lamun dengan mengukur perubahan
pada pH dan alkalinitas di perairan terbuka atau sistem air mengalir (PARKE et al. 1958).
Metode ini agak lebih akurat dari metode O2 sistem terbuka, tetapi lebih sulit digunakan dalam
praktek secara luas karena perbedaan antara kandungan CO2 ditentukan oleh pH dan
pengukuran alkaliniti pada sistem air laut. SMITH (1974) telah memperlihatkan perubahah
kecepatan O2 dan CO2 mungkin digunakan untuk menghitung produksi yang akurat pada
komunitas laut perairan dangkal dengan mengukur pH dan alkaliniti di air laut. Sampel diambil
secara terus menerus dengan transek di terumbu karang selama priode arus rendah dan
produksi dihitung dari konsumsi CO2. Dengan beberapa kekurangan metode ini lebih dapat
diterima dibandingkan metode yang lain di atas.

Semua metode di atas harus di uji atau diteliti kembali, kecuali untuk metode 14C. Metode 14C,
berkembang lebih cepat untuk menghitung produktivitas fitoplankton yang merupakan metode
yang pertama sukses diadaptasi untuk mengukur produtivitas tanaman air berpembuluh
(WETZEL 1965). Metode 14C telah diaplikasikan untuk pengukuran produktivitas beberapa
tumbuhanlaut berbunga dan tumbuhan air tawar (DILLON 1971; BRYLINSKY 1971; McROY)
1974; BITTAKER & IVERSON 1976). Lebih lanjut metode 14C ini telah dilakukan pada Thalassia
oleh BITTAKER & IVERSON (1976) dan membandingkannya dengan metode penandaan.
Perbedaan pengukuran pada kedua metode ini sangat berarti dimana metode 14C sangat
akurat yaitu untuk kehilangan an organik (13%), inkubasi absorpsi energi (14%) dan total
perbedaan penyinaran dari percoban (7,7%). Hasil ini menunjukkan bahwa pengamatan dengan
metode 14C hampir sama dengan produktivitas bersih.

Anda mungkin juga menyukai