Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Lingkungan laut, termasuk estuaria, dengan kualitas air yang tinggi menjadi
faktor penentu utama dalam menjaga kondisi kesehatan manusia dan ekosistem
sebagai penyedia sumberdaya hayati dan lingkungan. Namun sejalan dengan
perkembangan jumlah buangan bahan kimia baik dari industri manufaktur dan
pertanian, input atmosfer, aktifitas pertambangan serta pembuangan limbah secara
langsung, tak ayal lagi menjadikan lingkungan perairan dipenuhi oleh bahan-bahan
kimia toksik, termasuk logam berat. Logam-logam berat terpenting dalam konteks
pencemaran perairan adalah: Zn, Cu, Pb, Cd, Hg, Ni dan Cr. Walaupun beberapa dari
jenis logam berat ini (mis. Cu, Ni, Cr and Zn) bersifat essensial bagi organisme
perairan, namun dapat menjadi toksik bila konsentrasinya tinggi. Selebihnya, seperti
Pb, Hg dan Cd tidak memiliki fungsi dalam sistem biologis dan merupakan elemen
yang bersifat sangat toksik bagi organisme.
Menurut Tahir (2011) menyatakan bahwa input antropogenik bahan-bahan
kimia pencemar logam berat ke lingkungan laut semakin meningkat dalam beberapa
dekade terakhir. Bahan-bahan pencemar tersebut memiliki kecenderungan untuk
terakumulasi pada sedimen di bagian dasar perairan. Sehingga tidak mengherankan
apabila pada lingkungan pelabuhan atau wilayah pesisir dari suatu kawasan industri
yang menerima input secara terus-menerus akan memiliki sedimen dengan
konsentrasi tinggi dari bahan pencemar logam berat. Kondisi ini yang semakin
meningkatkan kekhawatiran terhadap timbulnya dampak ekologis yang berasosiasi
dengan kualitas sedimen yang terkontaminasi dengan bahan-bahan pencemar logam
berat.
Kekhawatiran terutama terfokus pada dampak toksik dan potensi
bioakumulasi logam-logam berat terhadap biota yang terpapar pada sedimen yang
terkontaminasi. Ketersediaan biologis (bioavailabilitas) logam berat bagi biomasa

1
dari suatu area yang tercemar merupakan inti dari kekhawatiran kita, baik dalam hal
potensi dampak pada ekosistem maupun pada potensi dampak terhadap gangguan
kesehatan pada manusia sebagai pemanfaat sumber daya dan jasa lingkungan yang
disediakan oleh ekosistem.

I.2. Tujuan
Adapun tujuan yang dapat dicapai dari makalah ini yaitu Untuk mengetahui
bioavaibilitas toksikan terutama pada lingkungan laut.

I.3. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh diantaranya dapat menambah
pengetahuan mengenai bioavaibilitas toksikan dan dijadikan sebagai acuan untuk
penelitian lanjutan.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Logam Berat


Logam berat didefinisikan sebagai sekelompok logam yang memiliki nilai
gravitasi spesifik antara 4,5 (Ti) hingga 22,5 (Os) (Lapedes, 1974). Logam berat
seperti Kadmium (Cd), Merkuri (Hg), Timbel (Pb), Tembaga (Cu) dan Seng (Zn)
dianggap sebagai bahan pencemar ‘serius’ oleh karena sifat toksik yang dimiliki
dengan kecenderungan untuk masuk ke dalam sistem rantai makanan (food chain)
dan kemampuan untuk tetap berada (residence time) dalam suatu lingkungan untuk
waktu yang lama. Walaupun terdapat variasi dalam istilah logam berat, namun secara
umum disepakati bahwa penggunaan istilah ‘logam berat’ (heavy metals) terkait erat
dengan konotasi toksisitas yang dimilikinya (Ansari et al., 2004). Oleh karena
sedimen dasar perairan berfungsi sebagai reservoir bagi logam berat, maka sedimen
perairan mutlak untuk dijadikan sebagai subyek utama dalam melakukan perencanaan
dan perancangan riset mengenai pencemaran logam berat di lingkungan perairan.
Peningkatan konsentrasi logam berat di wilayah pesisir dan lautan terjadi
sejak era revolusi industri di abad XIX dan secara pasti terus meningkat seiring
dengan perkembangan populasi yang mendiami wilayah pesisir, industrialisasi serta
berbagai aktifitas manusia seperti pengerukan kawasan pelabuhan (dredging) dan
pariwisata. Keberadaan, distribusi dan potensi akumulasi logam berat di lingkungan
perairan, termasuk laut, dipengaruhi oleh banyak faktor seperti pengayaan dari
limbah lokal, suhu, salinitas dan sifat-sifat fisika-kimiawi dari logam itu sendiri (Lay
and Szolnay, 1989). Bahan pencemar logam berat (baik dalam bentuk terlarut
maupun dalam bentuk partikulat) yang masuk ke dalam lingkungan laut pada
akhirnya akan menetap pada bagian dasar perairan.

3
II.2. Bioavailabilitas Logam Berat Di Perairan Laut
Ketersediaan biologis (bioavailability) logam berat adalah hal penting dan
sangat menarik perhatian dalam konteks pencemaran di wilayah pesisir dan laut, yang
merupakan porsi dari konsentrasi atau kuantitas totalnya di dalam lingkungan
perairan atau porsi dari bahan pencemar logam berat yang berpotensi tersedia bagi
suatu aksi biologis seperti diasup oleh suatu organisme. Oleh karena itu, terminologi
bioavailabilitas melibatkan sifat-sifat bahan kimia, spesiasi bahan kimia di
lingkungan serta tingkah laku dan fisiologi organisme.
Secara umum konsentrasi logam berat di dalam sedimen lebih tinggi sekitar 3-
10 kali dari konsentrasi di kolom air sekitarnya, karena logam berat yang tersedia
untuk diasup (uptake) oleh organisme hanya merupakan konsentrasi yang sangat
kecil. Bryan dan Langston (1992) melaporkan konsentrasi dan bioavailabilitas logam
berat pada sedimen wilayah estuaria Mercey di Inggris dipengaruhi oleh beberapa
proses, yaitu:
a. Mobilisasi logam pada air interstitial dan spesiasi kimiawinya,
b. Transformasi logam (mis. methylasi) termasuk As, Hg, Pb dan Sn,
c. Kompetisi diantara logam-logam sedimen untuk posisi diasup oleh organisme (mis.
Ag dan Cu atau Zn dan Cd), dan
d.Pengaruh perturbasi biologi, salinitas, reaksi redoks atau pH pada proses-proses ini.
Pada sedimen terdapat bentuk asosiasi antara partikel organik-anorganik
dengan organisme. Polutan organik dapat diadsorbsi oleh partikel sedimen, sehingga
membatasi mobilitas polutan dan availibilitas terhadap organisme akuatik. Namun,
keberadaan polutan dalam sedimen memungkinkan teruptakenya polutan tersebut
oleh organisme benthic tertentu, misalnya makroinvertebrata benthik (grazer), yang
menggunakan partikel sedimen (organik) sebagai somber makanannya. Selain itu
organism benthik yang bersifat filter feeder (bivalvia), memungkinkan berinteraksi
langsung dengan polutan. Dalam ekosistem akuatik adanya proses makan memakan
(rantai makanan) menyebabkan terjadinya transfer polutan. Keberadaan atau lama

4
waktu suatu polutan dalam suatu rantai makanan sangat tergantung dari waktu paruh
dan bioavailibilitas senyawa polutan tersebut dalam organism (Nugroho, 2004).
Bioavailabilitas logam berat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang saling
terkait secara kompleks, yaitu: sifat-sifat fisika-kimia logam dan sedimen, serta
strategi biologis dari organisme yang terlibat. Secara umum, strategi yang digunakan
oleh organisme dalam menghadapi dampak toksik dari elemen-elemen logam berat
dikenal sebagai ‘regulator’ yakni organisme yang memiliki nilai asupan bersih logam
berat rendah karena memiliki mekanisme eksklusi dan ekskresi efisien, dan ‘non-
regulator’ yang mengakumulasi logam berat dalam konsentrasi tinggi dan memiliki
kapasitas untuk menumpuk elemen logam dalam bentuk-bentuk tidak toksik
(detoxified) di dalam jaringan tubuhnya, seperti mengikatnya dalam protein
‘metallothionein’ atau granula korpuskel pada intestin atau jaringan lunak/adiposa
lainnya (Philips, 1981; Depledge and Rainbow, 1990).
Estimasi bioavailabilitas logam berat dari sedimen yang tercemar merupakan
aspek penting dalam ekotoksikologi, karena sejumlah kecil atau fraksi dari bahan
pencemar dapat terabsorpsi atau terakumulasi oleh organisme laut yang pada
akhirnya menimbulkan dampak buruk yang tidak diinginkan. Hal ini dapat dilakukan,
antara lain, dengan mengukur konsentrasi toksikan dalam jaringan tubuh tertentu,
sebagian atau seluruh tubuh lengkap dari suatu organisme bentik (Rinderhagen et al.,
2000). Sederet faktor, seperti: fisika-kimia, biologi dan lingkungan, telah dilaporkan
mempengaruhi laju asupan (uptake rate) dan masa tinggal (retention) logam berat
pada organisme laut.
Secara umum, hampir seluruh jaringan lunak pada organisme laut memiliki
konsentrasi logam berat yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi pada
lingkungan perairan sekitarnya. Namun tidak jarang, konsentrasi logam berat pada
organisme laut sebanding dengan konsentrasi lingkungan perairan, yang membuat
organisme tersebut menjadi ideal untuk digunakan sebagai bioindikator dalam studi
tentang pencemaran logam berat. Faktor-faktor lain seperti sifat fisika-kimia

5
lingkungan (mis. suhu, pH dan salinitas) serta interaksi antara logam berat satu
dengan lainnya diketahui mempengaruhi laju asupan logam berat pada organisme di
lingkungan laut.
Tabel. Bentuk Terlarut dan Konsentrasi Logam Dalam Air Laut.

Konsentrasi rata-
Jenis
Simbol rata dalam air laut Bentuk terlarut
Logam
(ppb)

Perak Ag 0,1 AgCl43-; AgCl32- ; AgCl2-


Aluminium Al 5 Al(OH)4-
Arsen As 2,3 HAsO42-
Cadmium Cd 0,05 CdCl2 ; CdCl+ ; CdCl3-
Chromium Cr 0,6 Cr(OH) ??
Tembaga Cu 3 CuCO3 ; Cu2+ ;
CuOH+
Besi Fe 3
Fe(OH)3 ??
Merkuri Hg 0,05
HgCl42- ;HgCl3Br2- ; HgCl3-
Mangan Mn 2
Mn(OH)3 ; Mn(OH)4
Nikel Ni 2
??
Timbel Pb 0,03
Ni2+ : NiCl+
Selenium Se 0,45
PbCl2 ; PbCl+ ;
Tin Sn 0,01 PbOH+
Vanadium V 1,5 SeO42-
Zinc Zn 5 Sn(OH) ??
(H2V4O13)4- ; HVO42-
Zn2+ ; ZnCl+

II.3. Bioavaibilitas dan Toksisitas Logam Berat


Toksisitas logam berat ditentukan oleh sejumlah faktor seperti :
a. spesiasi bahan kimia apakah dalam bentuk ion bebas atau molekul organometalik
yang terdistribusi dalam bentuk terlarut atau partikulat,

6
b. keberadaan toksikan logam berat lain yang dapat bersifat mengurangi (antagonis)
atau meningkatkan (sinergis) sifat toksik dari masing-masing elemen,
c. kondisi lingkungan (suhu, pH, salinitas dan oksigen terlarut) yang mempengaruhi
aktifitas fisiologi dan metabolisme organisme laut, yang dapat menjadikan mereka
lebih rentan atau resisten terhadap pengaruh toksik elemen logam berat
d. kondisi organisme (mis. ukuran, usia, jenis kelamin, status gizi, reproduksi) yang
mempengaruhi sensitifitasnya terhadap toksikan logam berat, dan
e. adaptasi organisme terhadap elemen logam berat yang terabsorpsi terkait dengan
mekanisme detoksifikasi pada organsime, yang meliputi :
(i) disimpan dalam sel-sel terspesialisasi seperti amibocyte pada Oyster untuk
penyimpanan logam-logam Cu dan Zn
(ii) terblok oleh molekul protein-thio berberat molekul rendah antara 600 - 7000
(Metallothionein) melalui mekanisme biosintesis yang dihasilkannya, seperti
pada logam-logam Ag, Au, Cd, Cu, Hg dan Zn pada moluska, krustase dan
mammalia, serta
(iii) ter-immobilisasi oleh senyawa-senyawa stabil yang disusun dari keberadaan
elemen-elemen antagonistic seperti Hg dan Sn yang membentuk senyawa
merkuri selenida seperti yang ditemukan pada ikan tuna (Alzieu, 1998; Acker
et al., 2005).
Penentuan dampak biologis signifikan dari logam berat pada sedimen dalam
suatu lingkungan perairan merupakan masalah kompleks. Hal ini terutama
disebabkan karena kebanyakan organisme perairan berinteraksi pada kedua fase
logam berat (terlarut dan partikulat), sehingga akumulasi dapat terjadi secara
langsung, baik dari fase terlarut atau fase solid. Pengasupan dari salah satu kedua fase
tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor fisika-kimia, baik pada fase cair atau
fase padat.
Oleh karena itu, bioavailabilitas dan toksisitas logam berat bersifat independen,
baik dari konsentrasi total pada air maupun terhadap konsentrasi total pada sedimen.

7
Namun kekuatan daya ikat logam pada padatan (terlarut atau sedimen) merupakan hal
yang paling mempengaruhi ketersediaan logam bagi organisme. Semakin lemah daya
ikat logam berat, maka semakin besar porsinya yang bioavailable. Manakala logam
membentuk ikatan senyawa gabungan, maka ketersediaan dan toksisitas kebanyakan
logam akan semakin menurun, walaupun ada beberapa jenis logam tertentu yang
menunjukkan peningkatan. Beberapa peneliti menemukan korelasi antara
bioavailabilitas dengan ekstraksi logam berat dari sedimen terhadap bioakumulasinya
pada hewan bentik terutama dipengaruhi oleh konsentrasi oksida besi, bahan organik
dan fase-fase geokimia logam berat tertentu yang terkait dengannya. Yang dan Shang
(1999) mengevaluasi sumbangsi spesiasi pada bioavailabilitas (melalui
penggabungan data lapangan dan data laboratorium) menggunakan regresi linier
berganda untuk melihat laju asupan logam berat Cu dan Cd pada siput laut,
menemukan bahwa ion-exchangeable dan ikatan pada senyawa karbonat-lah yang
paling besar sumbangsihnya (dari berbagai bentuk spesiasi dan asupan logam berat)
dengan nilai 105 kali lebih besar dibandingkan dengan bentuk spesiasi residu pada
sedimen.
Karakterisasi proses-proses yang mengendalikan ketersediaan biologis logam
dalam sedimen akan memfasilitasi pengembangan model untuk memprediksi
konsentrasi toksik threshold logam pada sedimen-sedimen yang berbeda. Temuan
dari studi logam yang tergabung dalam sedimen yang memberi penekanan pada
kation divalen dalam kondisi anaerobik, dimana pada kondisi ini, asam sulfida volatil
(AVS) secara jelas lebih menyukai terikat pada kation divalen. Hal ini ditunjukkan
oleh logam Cd yang dapat bereaksi dengan fase-padat AVS untuk menggantikan
posisi Fe dan membentuk endapan kadmium sulfida, seperti ditunjukkan dalam reaksi
berikut :
Cd2+ + FeS(s) ↔ CdS(s) + Fe2+
Jika jumlah AVS dalam sedimen melampaui jumlah Cd yang ditambahkan,
maka konsentrasi Cd dalam air interstitial (perbatasan sedimen dan kolom air) tidak

8
terdeteksi dan oleh karenanya tidak bersifat toksik. Proses ini dapat dilanjutkan
dengan kation-kation lain seperti: Ni, Zn, Pb, Cu, Hg, Cr, As dan Ag. Oleh karena itu
fraksi logam yang tersedia untuk organisme dalam sedimen dapat diprediksi melalui
pengukuran AVS. Selain itu, faktor-faktor lain sedimen seperti lapisan oksida dan
hidroksida juga memiliki peran besar dalam ketersediaan biologis logam berat dalam
sedimen. Demikian pula dengan organisme yang hidup pada (di atas ataupun
menimbun diri) sedimen memiliki kemampuan untuk mengoksidasi lingkungan
sekitarnya, yang dapat secara langsung memutus ikatan metal-sulfida.

9
III. PENUTUP

III.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan, diantaranya:
1. Bahan pencemar logam berat yang masuk ke dalam lingkungan laut pada akhirnya
akan menetap dan terakumulasi pada bagian dasar perairan.
2. Keberadaan logam berat dalam sedimen memungkinkan teruptakenya bahan
tersebut oleh organisme benthic tertentu.
3. Bioavailabilitas logam berat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang saling terkait
secara kompleks, yaitu: sifat-sifat fisika-kimia logam dan sedimen, serta strategi
biologis dari organisme yang terlibat.
4. Dengan mengukur konsentrasi toksikan dalam jaringan tubuh tertentu, maka kita
dapat mengetahui seberapa besar dampak yang ditimbulkan terhadap organism
tersebut.
5. Bioavailabilitas dan toksisitas logam berat bersifat independen, baik dari
konsentrasi total pada air maupun terhadap konsentrasi total pada sedimen.

III.2. Saran
Sebaiknya di dalam makalah ini harus dijelaskan dengan soal bioavaibilitas
logam berat bukan bioavaibilitas toksikan dikarenakan terlalu umum dan sulit untuk
dipahami.Selain itu, referensi yang didapat mengenai tugas ini juga sangat sedikit
sehingga penyajian materi hanya cukup sebatas pemahaman penulis saja.

10

Anda mungkin juga menyukai