Anda di halaman 1dari 13

MODUL PELAJARAN BAB 4 KELAS XI

KONFLIK, KEKERASAN
DAN UPAYA PENYELESAIAN

Pendahuluan

Modul ini kan membahas (4) Memahami konflik sosial dan bagaimana melakukan respon
untuk melakukan resolusi konflik demi terciptanya kehidupan yang damai di masyaraka

KONFLIK SOSIAL
A. PENGERTIAN KONFLIK
Menurut Soerjono Soekanto konflik adalah suatu proses sosial dimana orang-
perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan
menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan. Proses sosial disini
dimulai dari mempertajam perbedaan diantara individu atau kelompok-kelompok yang
menyangkut ciri fisik, emosi, unsur kebudayaan, pokok pola perilaku gagasan, pendapat,
serta kepentingan sehingga menimbulkan pertikaian/ pertentangan mengalahkan pihak
lawan dengan cara ancaman atau kekerasan.
B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KONFLIK
Konflik merupakan sebuah proses interaksi social manusia untuk mencapai tujuan dan
cita-citanya. Oleh sebab itu konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan-perbedan sosial di
antara individu yang terlibat dalam suatu interaksi social.
Berikut ini beberapa faktor penyebab konflik, antara lain:
1. PERBEDAAN ANTARINDIVIDU
Perbedaan yang menyangkut perasaan, pendirian, pendapat atau ide yang
berkaitan dengan harga diri, kebanggan dan identitas seseorang.
Contoh: dalam sebuah ruangan kantor ada karyawan yang terbiasa bekerja sambil
mendengarkan music dengan suara keras, tetapi karyawan lain lebih menyukai
bekerja dengan suasana tenang, sehingga kebisingan merupakan sesuatu yang
mengganggu konsentrasi bekerja. Perbedaan perasaan tersebut menimbulkan rasa
benci dan amarah sebagai awal timbulnya konflik.
2. PERBEDAAN LATARBELAKANG BUDAYA
Kepribadian seseorang dibentuk dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
Tidak semua masyarakat memiliki nilai dan norma sosial yang sama. Apa yang
dianggap baik oleh suatu masyarakat belum tentu sama dengan apa yang
dianggap baik oleh masyarakat lain.
Contoh: seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat yang
menjunjung tinggi nilai tradisional bertemu dengan seseorang yang dibearkan dalam
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai modern.
3. PERBEDAAN KEPENTINGAN
Setiap individu atau kelompok seringkali memiliki kepentingan yang berbeda
dengan individu atau kelompok lainnya. Perbedaan kepentingan ini bisa
menyangkut kepentingan sosial, ekonomi, budaya, politik.
Contoh: Pemerintah menggusur sebuah pasar karena lahan pasar tersebut akan
dibangun sebuah kantor pajak. Namun para pedagang menginginkan mereka tidak
mau pindah karena ingin mempertahankan kepentingannya yaitu berdagang.
4. PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan sosial dalam sebuah masyarakat yang terjadi terlalu cepat dapat
mengganggu keseimbangan sistem nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat tersebut. Konflik dapat terjadi karena adanya ketidaksesuaian antara
harapan individu atau masyarakat dengan kenyataan social yang timbul akibat
perubahan tersebut.
Contoh: pergeseran dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Semula
masyarakat memegang teguh nilai kebersamaan dan gotong royong berubah menjadi
nilai individualitis dan persaingan.

Secara umum konflik dapat terjadi apabila seseorang atau kelompok terhalang
upayanya dalam mencapai tujuan. Hal ini karena adanya perbedaan paham terhadap
tujuan tersebut. Terlebih apabila sanksi dalam pelanggaran tidak dijalankan dengan
adil maka konflik dapat berubah menjadi kekerasan.
C. BENTUK-BENTUK KONFLIK
Berikut ini adalah bentuk-bentuk konflik menurut pendapat ahli

1. Bentuk-bentuk Konflik menurut Ralf Dahrendorf


Ralf Dahrendorf membedakan konflik atas empat macam, yaitu sebagai berikut :
a. Konflik antara peran-peran sosial, misalnya ialah konflik antara peran seorang suami
dan istri dalam mendapatkan penghasilan.
b. Konflik antara kelompok-kelompok sosial, misalnya konflik antara para buruh
dengan pihak perusahaan.
c. Konflik antara kelompok-kelompok yang terorganisasi dan tidak terorganisasi,
misalnya konflik antara suporter Persib dan suporter Persija.
d. Konflik-konflik di antara satuan nasional, seperti antara partai politik, negara-negara
atau organisasi internasional.

2. Bentuk-bentuk Konflik menurut Lewis Coser


Berdasarkan bentuknya, Lewis Coser membedakan konflik atas dua bentuk, yaitu :
a. Konflik Realistis,
Konflik realistis yaitu konflik yang berasal dari kekecewaan individu atau
kelompok terhadap sistem dan tuntutan-tuntutan yang terdapat dalam hubungan
sosial. Contohnya ialah para karyawan yang mengadakan pemogokan melawan
manajemen perusahaan.
b. Konflik Non Realistis
Konflik non realistis yaitu konflik yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan
pihak tertentu untuk meregakan ketegangan. Contohnya ialah penggunaan jasa ilmu
gaib atau dukun dalam usaha untuk membalas dendam kepada orang yang telah
menyakiti.

3. Bentuk-bentuk Konflik menurut Soerjono Soekanto


Soerjono Soekanto menyebutkan lima bentuk khusus konflik atau pertentangan yang
terjadi dalam masyarakat. Kelima bentuk konflik atau pertentangan itu ialah sebagai
berikut :
a. Konflik pribadi
Konflik pribadi yaitu konflik yang terjadi di antara orang perorangan karena
masalah-masalah pribadi atau perbedaan pandangan antarpribadi dalam menyikapi
sesuatu. Misalnya ialah masalah pembagian warisan dalam keluarga.
b. Konflik rasial
Konflik rasial terjadi karena adanya perbedaan ras (ciri-ciri fisik khusus yang
dimiliki oleh sekelompok bangsa terutama warna kulit). Misalnya konflik antar
bangsa kulit putih dengan bangsa kulit hitam di Afrika Selatan.
c. Konflik antarkelas sosial
Konflik antarkelas sosial yaitu konflik yang muncul karena adanya perbedaan-
perbedaan kepentingan di antara kelas-kelas yang ada di masyarakat. Misalnya
konflik antara buruh dengan pimpinan dalam sebuah perusahaan yang menuntut
kenaikan upah.
d. Konflik politik
Konflik politik yaitu konflik yang terjadi akibat kepentingan atau tujuan politis
yang berbeda antara seseorang atau kelompok. Misalnya ialah konflik partai politik
dalam sebuah negara.
e. Konflik internasional
Konflik internasional merupakan suatu pertentangan yang melibatkan beberapa
negara karena adanya perbedaan kepentingan. Misalnya konflik antar negara untuk
memperebutkan masalah perbatasan wilayah antara Indonesia dan Malaysia.

4. Berdasarkan posisi pelaku konflik


- Konflik vertikal
Konflik antar komponen masyarakat di dalam suatu struktur yang memiliki
tingkatan sosial/pelapisan.
Contoh: Konflik antara atasan dan bawahan dalam sebuah perusahaan.
Gambar 1. Demonstrasi Rakyat Gombong

- Konflik horizontal
Konflik yang terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan
yang sama dalam masyarakat atau tidak ada tingkatan sosial.
Contoh : konflik yang terjadi antar agama, suku, ras, etnis. Misalnya masyarakat
Agama Islam dan Agama Hindu yang berkonflik saat membicarakan isi alkitabnya
masing-masing.

Gambar 2. Pembakaran Klenteg di Tanjung Balai

- Konflik diagonal
Konflik yang terjadi karena adanya ketidakadilan alokasi sumber daya ke seluruh
daerah sehingga menimbulkan pertentangan yang ekstrim.
Contoh: Masyarakat papua yang ingin memisahkan diri dari Indonesia karena
masyarakat merasa pemerintah pusat jarang melakukan pembangunan di daerahnya
dan terkesan kurang diperhatikan.
5. Berdasarkan hubungan pelaku konflik
- Konflik intrapersonal
Konflik yang terjadi dengan dirinya sendiri atau bisa disebut konflik batin. Konflik
bisa muncul karena dua hal yaitu kelebihan beban akibat status dan peranan yang
ia miliki dan ketidaksesuaian seseorang dalam melaksanakan peranan artinya
orang tersebut tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk melaksanakan
peranan sesuai dengan status yang ia sandang.
Contoh: Seseorang yang sebenarnya pendiam, susah bergaul, pendidikan rendah
namun terpilih menjadi Bupati karena ada banyak oknum yang berkepentingan.
Akhirnya orang tersebut tidak mampu menjalankan perannya dengan baik dan
cenderung sering mengalamai stress.
- Konflik interpersonal
Konflik yang dialami satu orang dengan satu orang lain atau lebih. Konflik ini
sering terjadi akibat perbedaan pendapat, gagasan, kepentingan atau emosional
menyangkut perbedaan selera, perasaan suka tidak suka.
Contoh: konflik yang terjadi antara Bu Yeni dan Bu Ira akibat karena perbedaan
pendapat mengenai tempat tujuan wisata.

Gambar 3. Perseteruan antara Depe dan Nasar


6. Berdasarkan sifat pelaku konflik
- Konflik terbuka
Konflik yang diketahui oleh semua pihak.
Contoh: konflik Israel-Palestina

Gambar 4. Konflik Aleppo


- Konflik tertutup
Konflik yang hanya diketahui oleh orang-orang atau kelompok yang terlibat
konflik. Contoh: Ardi menyimpan rasa benci kepada Danu karena Danu sering
mengejeknya. Ardi tidak menceritakan rasa bencinya tersebut kepada orang lain
D. DAMPAK KONFLIK
Meskipun konflik sosial merupakan proses disosiatif yang mengarah pada
kemungkikanan terjadi kekerasan, konflik juga merupakan suatu proses sosial yang
mempunyai segi positif bagi masyarakat. Menurut Harskamp (2015) dijelaskan bahwa
konflik yang ada dimasyarakat dianggap sebagai perjuangan dari nilai-nilai atas
status,kekuasaan, dan sumber daya yang dapat memenuhi fungsi-fungsi positif. Menurut
Lewis A. Coser, konflik merupakan peristiwa normal yang dapat memperkuat struktur
hubungan-hubungan sosial. Adapaun dampak positif dari konflik menurut Coser adalah :
1. Konflik dapat memperjelas aspek-aspek kehidupan yang belum jelas atau masih belum
tuntas ditelaah. Contohnya, perbedaan pendapat tentang suatu permasalahan dalam
diskusi atau seminar biasanya bersifat positif. Perbedaan pendapat justru dapat
memperjelas dan mempertajam kesimpulan seminar atau diskusi tersebut
2. Adanya kemungkinan penyesuaian kembali nilai-nilai norma-norma serta hubungan
sosial dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu atau kelompok.
Contohnya, perbedaan pandangan dalam menentukan norma dan nilai yang ada dalam
suatu kelompok
3. Konflik meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok ketika sedang
bermusuhan dengan kelompok lain.
4. Konflik merupakan jalan untuk mengurangi ketergantungan antarindividu dan
kelompok
5. Konflik dapat membantu menghidupakan kembali norma-norma lama dan
menciptakan norma baru
6. Konflik memunculkan sebuah kompromi.

Sedangkan dampak negatif dari konflik sosial adalah sebagai berikut:


1. Keretakan hubungan antar individu dan persatuan kelompok
2. Kerusakan harta benda dan jatuhnya korban jiwa
3. Berubahnya sikap kepribadian para individu, baik yang mengarah kepada hal negatif
atau positif. Sebagai contoh munculnya rasa benci,curiga,perkelahian, dan sebagainya
4. Munculnya dominasi kelompok pemenang atas kelompok yang kalah
5. Munculnya sikap anarkis, tindak kejahatan dan kekerasan
E. KEKERASAN
1. Pengertian kekerasan
Istilah kekerasan secara etimologis berasal dari bahasa latin “vis” yang artinya
kekuatan, kedahsyatan dan kekerasan dan “latus” yang artinya membawa. Dari istilah
tersebut berarti “vislotus” berarti membawa kekuatan, kehebatan, kedahsyatan dan
kekerasan. Secara etimologi berarti perbuatan yang dilakukan oleh sekelompok orang
yang menyebabkan cidera atau matinya orang atau kelompok lain atau menyebabkan
kerusakan fisik atau barang.
Konflik dan kekerasan terdapat perbedaan pengertian walaupun kenyataannya
banyak orang yang memandang antara konflik dan kekerasan adalah sama. Konflik tidak
mesti berwujud sebagai tindakan kekerasan walaupun pada dasarnya pengertian antara
konflik dan kekerasan terdapat perbedaan, akan tetapi keduanya memiliki hubungan yang
erat, sebab tidak ada kekerasan tanpa diawali oleh gejala konflik terlebih dahulu.
Menurut N. J. Smelser, kekerasan terutama kerusuhan masa terjadi dalam 5 tahap
yakni:
a. Situasi sosial yang memungkinkan munculnya kerusuhan karena struktur sosial
tertentu
b. Terdapatnya tekanan sosial yakni berupa banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran
norma
c. Berkembangnya perasaan benci yang meluas terhadap sasaran tertentu seperti
lembaga/ orang perseorangan
d. Mobilisasi untuk beraksi yakni tindakan nyata pecahnya kekerasan
e. Kontrol sosial yakni tindakan untuk mengendalikan kekerasan dari masyarakat atau
lembaga tertentu.
2. Bentuk kekerasan
a. Kekerasan langsung (direct violence)
Kekerasan oleh seseorang atau kelompok yang menyebabkan cidera atau matinya
orang lain dengan sengaja.
b. Kekerasan tidak langsung (indirect violence)
Kekerasan yang menyangkut tindakan-tindakan seperti mengekang, mengurangi atau
meniadakan hak seseorang, mengintimidasi, memfitnah dan meneror orang lain.
3. Teori kekerasan
a. Teori faktor individual
Teori ini menyatakan bahwa setiap perilaku kelompok, termasuk perilaku kekerasan
selalu berawal dari perilaku individu. Faktor penyebab perilaku kekerasan adalah
faktor pribadi meliputi kelainan jiwa seperti psikopatm psikoneurosis, frustasi kronis,
serta pengaruh obat bius. Faktor yang bersifat social antara lain konflik rumah tangga,
faktor budaya dan media massa.
b. Teori faktor kelompok
Teori ini memiliki pandangan bahwa individu cenderung membentuk kelompok
dengan mengedepankan identitas berdasarkan persamaan ras, agama atau etnis yang
dibawa ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Benturan antara identitas
kelompok yang berbeda sering menjadi penyebab kekerasan.
c. Teori dinamika kelompok
Menurut teori ini, kekerasan timbul karena adanya deprivasi relative (kehilangan rasa
memiliki) yang terjadi dalam kelompok atau masyarakat. Artinya peribahan-perubahan
social yang terjadi demikian cepat dalam sebuah masyarakat dan tidak mampu
ditanggapi dengan seimbang oleh sistem social dan nilai masyarakatnya.
Perkembangan pengaruh perubahan itu berlangsung sangat cepat dan tidak seiring
dengan perubahan atau perkembangan dalam masyarakat.
Teori kekerasan menurut Thomas Santoso:
a. Teori kekerasan sebagai tindakan aktor (individu) atau kelompok
Menurut teori ini agresifitas perilaku seseorang dapat menyebabkan timbulnya
kekerasan. Wujud kekerasan yang dilakukan individu dapat berupa pemukulan,
penganiayaan ataupun kekerasan verbal berupa kata-kata kasar yang merendahkan
martabat seseorang. Sedangkan kekerasan kolektif merupakan kekerasan yang
dilakukan oleh beberapa orang atau sekelompok orang (crowd). Munculnya tindak
kekerasan kolektif ini biasanya karena adanya benturan identitas suatu kelompok
dengan kelompok lain seperti identitas berdasarkan agama atau etnik.
b. Teori kekerasan struktural
Kekerasan struktural bukan berasal dari orang tertentu, melainkan terbentuk dalam
suatu sistem sosial. Kekerasan tidak hanya dilakukan oleh aktor (individu) atau
kelompok semata, tetapi juga dipengaruhi oleh suatu struktur.
c. Teori kekerasan sebagai kaitan antara aktor dan struktur
Konflik merupakan sesuatu yang telah ditentukan sehingga bersifat endemik bagi
kehidupan masyarakat. Menurut Thomas Santoso istilah kekerasan digunakan untuk
menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), dan yang
bersifat menyerang (offensive) atau bertahan (defensive) yang disertai penggunaan
kekuatan kepada orang lain.
4 jenis kekerasan yang dapat diidentifikasi :
1. Kekerasan terbuka (kekerasan yang dapat dilihat)
2. Kekerasan tertutup (kekerasan tersembunyi yang secara tidak langsung dilakukan)
3. Kekerasan agresif (kekerasan yang dilakukan untuk mendapatkan sesuatu)
4. Kekerasan defensif (kekerasan untuk melindungi diri)

F. CARA PENGENDALIAN KONFLIK DAN KEKERASAN


Pengendalian suatu konflik hanya mungkin dapat dilakukan apabila berbagai pihak
yang berkonflik terorganisir secara jelas. Menekankan sebuah konflik agar tidak berlanjut
menjadi sebuah tindak kekerasan memerlukan strategi pendekatan yang tepat.
1. Pengendalian Secara Umum
Secara umum, terdapat beberapa cara dalam upaya mengendalikan atau meredakan
sebuah konflik, yaitu sebagai berikut :
a. Konsiliasi
Konsiliasi merupakan bentuk pengendalian konflik sosial yang dilakukan oleh
lembaga-lembag tertentu yang dapat memberikan keputusan dengan adil. Dalam
konsiliasi berbagai kelompok yang berkonflik duduk bersama mendiskusikan hal-hal
yang menjadi pokok permasalahan. Contoh bentuk pengendalian konflik seperti ini
adalah melalui lembaga perwakilan rakyat.
b. Arbitrasi
Arbitrasi merupakan bantuk pengandalian konflik sosial melalui pihak ketiga dan
kedua belah pihak yang berkonflik menyetujuinya. Keputusan-keputusan yang
diambil pihak ketiga harus dipatuhi oleh pihak-pihak yang berkonflik.
c. Mediasi
Mediasi merupakan bentuk pengendalian konflik sosial dimana pihak-pihak yang
berkonflik sepakat menunjuk pihak ketiga sebagai mediator. Namun berbeda dengan
arbitrasi, keputusan-keputusan pihak ketiga tidak mengikat manapun.
d. Ajudication
Ajudication merupakan cara penyelesaian konflik melalui pengadilan yang tetap
dan adil.
e. Segresi
Upaya saling menghindar atau memisahkan diri untuk mengurangi ketegangan.
f. Stalamate
Konflik yang berhenti dengan sendirinya karena kekuatan yang seimbang.
g. Kompromi
Kedua belah pihak yang bertentangan berusaha mencari penyelesaian dengan
mengurangi tuntutan
h. Coersion
Penyelesaian konflik dengan paksaan
i. Konversi
Salah satu pihak mengalah dan mau menerima pendirian piahk lain.
j. Genjatan senjata
Penghentian konflik untuk sementara waktu yang biasanya dalam bentuk peperangan
untuk menyembuhkan korban.

2. Manajemen Konflik
Disamping cara-cara tersebut diatas, gaya pendekatan seseorang atau kelompok
dalam menghadapi situasi konflik dapat dilaksanakan sehubungan dengan tekanan relatif
atas apa yang dinamakan cooperativeness dan assertiveness. Cooperativiness adalah
keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan minat individu atau kelompoknya lain
sedangkan assertivenes merupakan keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan minat
individu atau kelompok sendiri. Ada lima gaya menejemen konflik berkaitan dengan
adanya tekanan relatif di antara keinginan untuk menuju kearah cooperativeness atau
assertiveness sesuai dengan intensitasnya, yaitu sebagai berikut :
a. Tindakan menghindari
Bersikap tidak kooperatif dan tidak assertif, menarik diri dari situasi yang
berkembang dan atau bersikap netral dalam segala macam cuaca.

b. Kompetisi atau komando otoritatif


Bersikap tidak kooperatif, tetapi asertif, bekerja dengan cara menentang
keinginan pihak lain, berjuang untuk mendominasi dalam situasi menang atau kalah
dan atau memaksakan segala sesuatu agar sesuai dengan kesimpulan tertentu dengan
menggunakan kekuasaan yang ada.

c. Akomodasi atau meratakan


Bersikap kooperatif, tetapi tidak asertif, membiarkan keinginan pihak lain
menonjol, meratakan perbedaan-perbedaan guna mempertahankan harmoni yang
diusahakan secara buatan.

d. Kompromis
Bersikap cukup kooperatif dan juga asertif dalam intensitas yang cukup.
Bekerja menuju kearah pemuasan pihak-pihak yang berkepentingan, mengupayakan
tawar-menawar untuk mencapai pemecahan yang dapat diterima kedua belah pihak
meskipun tidak sampai tingkat optimal, tak seorangpun merasa menang, dan tak
seorangpun merasa bahwa yang bersangkutan menang atau kalah secara mutlak.

e. Kolaborasi (kerjasama)
Bersikap kooperatif maupun asertif, berusaha untuk mencapai kepuasaan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan dengan jalan bekerja melalui perbedaan-perbedaan
yang ada, mencari dan memecahkan masalah hingga setiap individu atau kelompok
mencapai keuntungan masing-masing sesuai dengan harapannya.
DAFTAR PUSTAKA

Maryati ,Kun dan Suryawati, Juju. 2016.Sosiologi 1 untuk SMAN Kelas X.Jakarta:Esis

Soekanto,Soerjono.2010.Pengatar Sosiologi edisi revisi.Jakarta.

Subiyantoro,Slamat dan Rufikasari.2014.Sosiologi XI untuk SMA.Jakarta.Mediatama

Wahyuni,Niniek dan Yusniati.2017.Manusia dan Masyarakat.Jakarta.Ganeca exact

Anda mungkin juga menyukai