Anda di halaman 1dari 37

MODUL

MATA PELAJARAN SOSIOLOGI


KELAS XI SEMESTER GENAP
KD 3.2 DAN 4.2

Anggota Kelompok

1. Muhammad Alif
2. Rosiana Dwi Teriasih
3. Fitri Permata Sari
4. Nuni Wahyuni
5. Retno Ayu Lestari
6. Winarsih

PPG SM-3T
Program Studi Sosiologi
Universitas Pendidikan Indonesia
2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah melimpahkan karunia dan
rahmat-Nya kepada kami sehingga modul mata pelajaran sosiologi kelas XI semester ganjil
KD 3.2 dan 4.2 ini dapat diselesaikan. Kami yakin tanpa ridha dan izin-Nya tidak mungkin
modul ini dapat terwujud. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahlimpahkan ke
hadirat nabi akhir zaman Muhammad saw. beserta para sahabatnya, dan umatnya hingga
akhir zaman.
Modul ini dibuat untuk menjadi bahan ajar di sekolah tingkat SMA atau MA dan
kemudian dijadikan sebagai salah satu acuan bagi guru dan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar. Modul ini terdiri dari materi-materi yang berkaitan dengan KD 3.2 dan KD 4.2 dan
berisi tentang konsep-konsep dasar Sosiologi untuk memahami permasalahan sosial yang ada
di masyarakat.
Dalam menyusun modul ini kami mendapat bantuan dari berbagai pihak dan sumber.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya karena bantuan mereka, modul ini
dapat tersusun.
Akhir kata, kami berharap modul ini dapat berguna sebagai bahan ajar di sekolah
tingkat SMA dan MA, serta dapat membantu memudahkan guru dan murid dalam proses
belajar mengajar.

Penyusun

i
KI DAN KD SOSIOLOGI DALAM KURIKULUM SMA/MA 2013

KOMPETENSI INTI 3 KOMPETENSI INTI 4


(PENGETAHUAN) (KETRAMPILAN)
3. Memahami, menerapkan, dan menganalisis 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam
pengetahuan faktual, konseptual, ranah konkret dan ranah abstrak terkait
prosedural, dan metakognitif berdasarkan dengan pengembangan dari yang
rasa ingin tahunya tentang ilmu dipelajarinya di sekolah secara mandiri,
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan bertindak secara efektif dan kreatif, serta
humaniora dengan wawasan kemanusiaan, mampu menggunakan metode sesuai
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban kaidah keilmuan
terkait penyebab fenomena dan kejadian,
serta menerapkan pengetahuan prosedural
pada bidang kajian yang spesifik sesuai
dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah

KOMPETENSI DASAR KOMPETENSI DASAR


3.2 Memahami permasalahan sosial dalam 4.2 Melakukan respon mengatasi
kaitannya dengan pengelompokan sosial permasalahan sosial yang terjadi

dan kecenderungan eksklusi sosial di di masyarakat dengan cara

masyarakat dari sudut pandang dan memahami kaitan pengelompokan

pendekatan Sosiologis sosial dengan kecenderungan


eksklusi dan timbulnya
permasalahan sosial

ii
DAFTAR ISI

RAGAM GEJALA SOSIAL DALAM MASYARAKAT Hal

1. Kata Pengantar i
2. KI dan KD Sosiologi dalam Kurikulum SMA/MA 2013 ii
3. Daftar Isi iii
4. Pengertian Masalah Sosial 1
5. Kemiskinan 4
6. Kesenjangan Sosial 6
7. Kriminalitas 8
8. Kenakalan Remaja 12
9. Gelandangan dan Anak Jalanan 18
10. Penyimpangan Seksual 26
11. Dampak dan Pemecahan Masalah Sosial 29
12. Daftar Pustaka 33

iii
KEGIATAN BELAJAR 1

MASALAH SOSIAL
Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarat dan hubungannya dalam
kehidupan masyarakat. Sosiologi memiliki peranan untuk menelaah gejala-gejala yang wajar
dalam kehidupan masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan masyarakat,
lembaga-lembaga kemasyarakatan, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan serta
perwujudannya. Tidak semua gejala tersebut berlangsung secara normal akan tetapi sewaktu-
waktu terjadi keabnormalan. Hal tersebut dikarenakan unsur-unsur masyarakat yang tidak
berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan dan penderitaan.
Gejala-gejala abnormal tersebut dikenal dengan istilah masalah-masalah sosial. Masalah
sosial berbeda dengan problema sosial, karena maslah tersebut berhubungan dengan nilai-
nilai dan lembaga sosial di masyarakat.
A. Definisi masalah sosial
Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau
masyarakat yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Atau, menghambat
terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok sosial tersebut sehingga
menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan
moral. Hal tersebut dikarenakan untuk mengklasifikasikan suatu persoalan sebagai
masalah sosial harus digunakan penilaian sebagai pengukurnya. Masalah sosial juga
dianggap sebagai persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang immoral, berlawanan
dengan hokum, dan bersifat merusak. Oleh karena itu masalah-maslaah sosial tidak akan
mungkin ditelaah tanpa memperhatikan ukuran-ukuran mengenai apa yang dianggap baik
dan apa yang dianggap buruk.
B. Ukuran masalah sosial
Dalam sosiologi terdapat ukuran dalam menentukan apakah suatu masalah termasuk
masalah sosial atau tidak. Ukuran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tidak adanya kesesuaian antara ukuran atau nilai-nilai sosial dengan kenyataan-
kenyataan atau tindakan-tindakan sosial
2. Sumber-sumber sosial dari masalah sosial, yaitu merupakan akibat dari suatu gejala
sosial atau bukan, yang menyebabakan masalah sosial, contohnya: gagal panen
(bukan gejala sosial tetapi menyebabkan masalah sosial)

1
3. Pihak-pihak yang menetapkan apakah suatu kepincangan merupakan gejala sosial
atau tidak., tergantung dari karakteristik masyarakat
4. Manifest social problem dan latent social problem
5. Perhatian masyarakat dan masalah sosial
6. Sistem nilai dan dapatnya suatu maslah sosial diperbaiki.
C. Klasifikasi masalah sosial
Masalah sosial muncul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia atau kelompok
sosial. Sumber-sumber masalah tersebut berasal dari:
1. Ekonomi: masalah yang berasal dari factor ekonomi antara lain kemiskinan,
pengangguran, dsb
2. Biologi: masalah yang berasal dari factor biologi contohnya penyakit.
3. Biopsikologis: persoalannya seperti bunuh diri, disorganisasi jiwa, dsb.
4. Kebudayaan: persoalannya seperti kejahatan, perceraian, kenakalan remaja
D. Contoh masalah sosial dalam masyarakat
Kepincangan-kepincangan yang dihadapi sebagai masalah sosial oleh masyarakat
tergantung sistem nilai dan norma dalam masyarakat. Akan tetapi, terdapat beberapa
masalah sosial yang umum dihadapi masyarakat, yaitu sebagai berikut:
1. Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai keadaan seseorang yang tidak sanggup memelihara
dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok, dan tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut. Dalam
masyarakat modern, kemiskinan dilihat sebagai keadaan seseorang tidak memiliki
harta yang cukup untuk memenuhi standar kehidupan dilingkungannya. Secara
sosiologis, masalah kemiskinan ini timbul karena lembaga kemasyarakatan di bidang
ekonomi tidak berfungsi dengan baik.
2. Kejahatan
Kejahatan terbentuk melalui proses imitasi, pelaksanaan peran sosial, asosiasi
diferensial, kompensasi, identifikasi, konsepsi diri, dan kekecewaan yang agresif.
Kejahatan juga dapat dipicu oleh pola hidup konsumtif yang tidak diimbangi dengan
produktivitas.
3. Disorganisasi Keluarga
Adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal
memenuhi kewajiban yang sesuai dengan peran sosialnya. Bentuk-bentuk
disorganisasi keluarga adalah keluarga yang tidak lengkap karena hubungan diluar

2
nikah, perceraian, buruknya komunikasi antaranggota keluarga, krisis keluarga karena
kepala keluarga meninggalkan keluarga (seperti meninggal, dihukum pidana atau
berperang), serta terganggunya mental salah satu anggota keluarga.
4. Masalah Generasi Muda Masyarakat Modern
Umumnya ditandai oleh dua ciri yang berlawanan, yaitu keinginan untuk melawan
dan sikap apatis. Keinginan untuk melawan antara lain ditunjukan dalam sikap
radikalisme. Sementara, sikap apatis misalnya penyesuaian yang membabi buta
terhadap ukuran moral generasi tua. Dalam masyarakat yang sedang mengalami masa
transisi, generasi muda seolah terjepit antara norma lama dan norma baru (yang
kadang belum terbentuk).
5. Peperangan
Merupakan sebuah bentuk pertentangan antara kelompok atau masyarakat (termasuk
Negara) yang umumnya diakhiri dengan akomodasi.
6. Pelanggaran Terhadap Norma-Norma Masyarakat
Bentuk perilau pelanggaran norma-norma masyarakat seperti :
a. Pelacuran : suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk
melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah
b. Dilinkuensi anak-anak: yang terkenal di Indonesia adlah masalah cross boy dan
cross girl, yaitu sebutan bagi anak-anak muda yang tergabung organisasi formal
atau informal yang kurang disenangi masyarakat
c. Homoseksualitas: seseorang yang cenderung mengutamakan orang yang sejenis
kelaminnya sebagai mitra seksual

3
KEGIATAN BELAJAR 2

KEMISKINAN

A. Pengertian Kemiskinan
Secara sosiologis masalah kemiskinan timbul sebagai akibat adanya lembaga
kemasyarakatan di bidang ekonomi yang tidak berfungsi dengan baik. Contohnya di bidang
produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa.
Menurut Gillin dan Gillin, Kemiskinan adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat
mempertahankan skala hidup yang cukup tinggi untuk memberikan efesiensi fisik dan mental
untuk memungkinkan dia dan keluarganya menjalankan fungsi sebagaimana mestinya sesuai
dengan standar masyarakatnya baik karena pendapatan yang tidak memadai atau pengeluaran
yang tidak bijaksana. Pengertian ini mengandung makna bahwa kemiskinan adalah kondisi
standar hidup yang sangat rendah. Bahkan, kebutuhan dasar pun tidak dapat terpenuhi.
Sedangkan Secara umum kemiskinan diartikan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup pokok atau dasar. Mereka yang dikatakan berada di garis
kemiskinan adalah apabila tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
B. Jenis-Jenis Kemiskinan

Dalam membicarakan masalah kemiskinan, kita akan menemui beberapa jenis-jenis


kemiskinan yaitu:

1. Kemiskinan absolut.
Seseorang dapat dikatakan miskin jika tidak mampu memenuhi kebutuhan minimum
hidupnya untuk memelihara fisiknya agar dapat bekerja penuh dan efisien,
2. Kemiskinan relative.
Kemiskinan relatif muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang
dibandingkan dengan kondisi orang lain dalam suatu daerah,
3. Kemiskinan Struktural.
Kemiskinan struktural lebih menuju kepada orang atau sekelompok orang yang tetap
miskin atau menjadi miskin karena struktur masyarakatnya yang timpang, yang tidak
menguntungkan bagi golongan yang lemah.

4
4. Kemiskinan kultural.
Kemiskinan penduduk terjadi karena kultur atau budaya masyarakatnya yang sudah
turun temurun yang membuat mereka menjadi miskin
C. Faktor Penyebab Kemiskinan

Faktor penyebab kemiskinan menurut Sharp et al. (Sharp, A.M., Register, C.A., Grimes ,
P.W. ( 2000), Economics of Social Issues 14th edition, New York: Irwin/McGraw-Hill
meliputi:

1. Rendahnya kualitas angkatan kerja.


Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan adalah karena rendahnya kualitas
angkatan kerja. Kualitas angkatan kerja ini bisa dilihat dari angka buta huruf. Sebagai
contoh Amerika Serikat hanya mempunyai angka buta huruf sebesar 1%,
dibandingkan dengan Ethiopia yang mempunyai angka diatas 50%.
2. Akses yang sulit terhadap kepemilikan modal.
Kepemilikan modal yang sedikit serta rasio antara modal dan tenaga kerja (capital-to-
labor ratios) menghasilkan produktivitas yang rendah yang pada akhirnya menjadi
faktor penyebab kemiskinan.
3. Rendahnya tingkat penguasaan teknologi.
Negara-negara dengan penguasaan teknologi yang rendah mempunyai tingkat
produktivitas yang rendah pula. Tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan
terjadinya pengangguran. Hal ini disebabkan oleh kegagalan dalam mengadaptasi
teknik produksi yang lebih modern. Ukuran tingkat penguasaan teknologi yang
rendah salah satunya bisa dilihat dari penggunaaan alat-alat produksi yang masih
bersifat tradisional.
4. Penggunaan sumber daya yang tidak efisien.
Negara miskin sumber daya yang tersedia tidak dipergunakan secara penuh dan
efisien. Pada tingkat rumah tangga penggunaan sumber daya biasanya masih bersifat
tradisional yang menyebabkan terjadinya inefisiensi.
5. Pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Menurut teori Malthus jumlah penduduk berkembang sesuai deret ukur sedangkan
produksi bahan pangan berkembang sesuai deret hitung. Hal ini mengakibatkan
kelebihan penduduk dan kekurangan bahan pangan. Kekurangan bahan pangan
merupakan salah satu indikasi terjadinya kemiskinan.

5
KEGIATAN BELAJAR 3

KESENJANGAN SOSIAL-EKONOMI
A. PENGERTIAN KESENJANGAN
Kesenjangan sosial adalah keadaan yang tidak seimbang yang ada di masyarakat yang
mengakibatkan perbedaan yang mencolok. Sedangkan kesenjangan ekonomi adalah sebuah
keadaan di mana terjadinya ketimpangan penghasilan antara masyarakat kelas atas dan kelas
bawah sangat tinggi. Kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial adalah masalah besar bagi
negara Indonesia. Dari setiap periode pemerintahan belum bisa mengatasi akar masalah dari
kesenjangan ini. Akar permasalahan dari kesenjangan ini adalah tidak meratanya pendapatan
dari setiap warga negara Indonesia di setiap daerah, kemudian pembangunan yang tidak
merata di setiap wilayah Indonesia. Pendidikan masyarakat yang masih rendah, dengan
tingkat pendidikan yang rendah akan sangat sulit bagi negara Indonesia untuk mengurangi
permasalahan kesenjangan sosial maupun kesenjangan ekonomi.
Kesenjangan ekonomiglobal menurut Anthony Giddens terutama mengacu pada
perbedaan sistematis kemakmuran, pendapatan dan kondisi kerja yang ada antarnegara. Di
negara-negara termakmur saat ini, jumlah penduduk miskin semakn bertambah. Sementara
itu, negara-negaradunia ketiga menghasilkan banyak orang yang superkaya di dunia.
Perbedaan status sosial dalam masyarakat, status sosial ini muncul karena adanya
stratifikasi dalam masyarakat, seperti halnya lulusan SMA dan lulusan sarjana tentu akan
memiliki status yang berbeda. Kemiskinan yang melanda negara sebagian warga negara
Indonesia, beberapa faktor yang mempengaruhi  lahirnya kemiskinan itu sendiri adalah
sebagai berikut ; fatalisme, rendahnya tingkat aspirasi, rendahnya kemauan mengejar sasaran,
kurang melihat kemajuan pribadi, perasaan ketidakmampuan, dan perasaan untuk selalu
gagal.
Kesenjangan sosial dan stratifikasi sosial saling berkaitan. Stratifikasi sosial
melembagakan pola-pola kesenjangan dan pola-pola kesenjangan menghasilkan stratifikasi
sosial. Stratifikasi sosial mengacu pada distribusi sumber daya yang tidak merata. Sementara
itu, kesenjangan berarti perbedaan kesempatan atau kemampuan untuk mempertahankan atau
meningkatkan status.

6
B. BENTUK KESENJANGAN
1. Kesenjangan klasik
Kesenjangan klasik mencakup perbedaan kelas, status, kekayaan, dan prestise yang
dimediasi oleh gender, pendapatan dan pendidikan.
2. Kesenjangan baru
Kesenjanganbaru mengikuti kesadaran yang lebih besar akan kompleksitas global
yang meningkat dan adanya berbagai rentangpilihan yang lebih besar.
C. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KESENJANGAN SOSIAL EKONOMI
1. Menurunnya pendapatan per kapita
2. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah
3. Rendahnya mobilitas social
4. Pencemaran lingkungan alam
5. Biaya pendidikan mahal
6. Tingginya pengangguran
7. Lahirnya ideologi kapitalis
8. Hilangnya asas gotong royong
D. DAMPAK KESENJANGAN SOSIAL DAN EKONOMI
1. Angka kriminalitas tinggi
2. Kemiskinan semakin menyebar
3. Putus sekolah
4. Kualitas kesehatan menurun
5. Tidak terjalinnya silaturahmi
6. Kesenjangan politik dan budaya
E. UPAYA-UPAYA MENGURANGI KESENJANGAN SOSIAL DAN EKONOMI
1. Mengajarkan nilai-nilai pancasila
2. Menomorsatukan pendidikan
3. Menciptakan lapangan kerja dan meminimalis kemiskinan
4. Meminimalis KKN dan memberantas korupsi
5. Meningkatkan system keadilan di Indonesia serta melakukan pengawasan yang ketat
terhadap mafia hukum
6. Membuat pertumbuhan ekonomi bermanfaat bagi rakyat miskin

7
KEGIATAN BELAJAR 4

KRIMINALITAS

A. Pengertian Kriminalitas
Kriminalitas merupakan segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang merugikan
secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku dalam masyarakat serta
norma-norma sosial. Dapat diartikan bahwa, tindak kriminalitas adalah segala sesuatu
perbuatan yang melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, sehingga masyarakat
menentangnya. (Kartono, 1999: 122).
Secara kriminologi yang berbasis sosiologis, tindak kriminalitas merupakan suatu pola
tingkah laku yang merugikan masyarakat (dengan kata lain terdapat korban) dan suatu pola
tingkah laku yang mendapatkan reaksi sosial dari masyarakat. Reaksi sosial tersebut dapat
berupa reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non-formal.
Pengertian kejahatan sebagai unsur dalam pengertian kriminalitas, secara sosiologis
mempunyai dua unsur-unsur yaitu: 1) Kejahatan itu ialah perbuatan yang merugikan secara
ekonomis dan merugikan secara psikologis. 2) Melukai perasaan susila dari suatu
segerombolan manusia, di mana orang-orang itu berhak melahirkan celaan.
Sutherland berpendapat bahwa kelakuan yang bersifat jahat (Criminal behavior) adalah
kelakuan yang melanggar Undang-Undang/hukum pidana. Bagaimanapun im-moril nya atau
tidak patutnya suatu perbuatan, ia bukan kejahatan kecuali bila dilarang oleh Undang-
Undang/hukum pidana. (Principles of Criminology. 1960:45)
Kriminalitas berasal dari kata crime yang artinya kejahatan. Dalam kamus sosiologi
(Haryanta,2012), kriminalitas adalah semua prilaku warga masyarakat yang bertentangan
dengan norma-norma hukum pidana.
B. Faktor Pendorong Terjadinya Kriminalitas
Menurut Andi Hamzah (1986:64), faktor penyebab kriminalitas dikelompokan menjadi
faktor dari dalam diri pelaku dan faktor dari luar diri prilaku.
1. Kriminalitas terjadi karena faktor dari dalam diri pelaku sendiri (Intern)
Maksudnya bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah kejahatan
itu timbul dari dalam diri si pelaku itu sendiri yang memiliki hubungan dengan
timbulnya tindakan kriminalitas.

8
a. Sifat khusus dalam diri individu
Sifat khusus yang dimaksud adalah keadaan psikologis individu. Beberapa sifat
khusus yang dapat menimbulkan prilaku menyimpang adalah sebagai berikut.
1) orang terkena sakit jiwa mempunyai kecendrungan untuk bersikap antisosial,
meskipun dibawah kesadarannya.
2) Emosi yang tidak seimbang dengan situasi sekitar mendorong seseorang untuk
menyimpang
3) Rendahnya mental individu memiliki hubungan dengan daya intelegensia,
sehingga menyulitkan dia menyesuaikan diri dengan lingkungan
b. Sifat umum dalam diri individu
1) faktor umur manusia yang selalu mengalami perubahan mempengaruhi
prilaku kriminalitas
2) kedudukan individu dalam masyarakat.
3) tingkat pendidikan individu mempengaruhi perilaku dan tingkat intelegensia
4) masalah hiburan atau rekreasi individu
2. Pendapat bahwa kriminalitas itu disebabkan karena pengaruh yang terdapat di luar
diri pelaku (ekstern)
Maksudnya adalah bahwa yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan sebuah
kejahatan itu timbul dari luar diri si pelaku itu sendiri. Faktor-faktor dari luar tersebut
antaralain:
a. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang potensial yaitu mengandung suatu
kemungkinan untuk memberi pengaruh dan terujudnya kemungkinan tindak kriminal
tergantung dari susunan (kombinasi) pembawaan dan lingkungan baik lingkungan
stationnair (tetap) maupun lingkungan temporair (sementara). Menurut Kinberg
(dalam Stephen Hurwitz, 1986:38) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan yang
dahulu sedikit banyak ada dalam kepribadian seseorang sekarang. Dalam batas-batas
tertentu kebalikannya juga benar, yaitu lingkungan yang telah mengelilingi seseorang
untuk sesuatu waktu tertentu mengandung pengaruh pribadinya. Faktor-faktor
dinamik yang bekerja dan saling mempengaruhi adalah baik factor pembawaan
maupun lingkungan.

9
b. Kemiskinan
Kemiskinan menjadi salah satu faktor penyebab dari tindak kriminalitas karena
pasalnya dengan hidup dalam keterbatasaan maupun kekurangan akan mempersulit
seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya baik dari segi kebutuhan sandang
(pakaian), pangan (makanan), papan (tempat tinggal) sehingga untuk memenuhi
segala kebutuhan tersebut seseorang melakukan berbagai cara guna memenuhi
kebutuhan hidupnya termasuk dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan
hukum.

c. Pendidikan
Pendidikan adalah salah satu modal sosial seseorang dalam pencapaian
kesejahteraan. Dimana dengan pendidikan, syarat pekerjaan dapat terpenuhi.
Dengan demikian seseorang yang mempunyai penghasilan dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dari segi ekonomis. Sehingga apabila seseorang memiliki
pendidikan yang rendah hal tersebut dapat mendorong seseoang untuk melakukan
tindakan kriminal.

d. Bacaan, Harian-harian, Film


Bacaan jelek merupakan faktor krimogenik yang kuat, mulai dengan roman-roman
dengan cerita-cerita dan gambar-gambar erotis dan pornografik, buku-buku picisan
lain dan akhirnya cerita-cerita detektif dengan penjahat sebagai pahlawannya, penuh
dengan kejadian berdarah. Pengaruh crimogenis yang lebih langsung dari bacaan
demikian ialah gambaran sesuatu kejahatan tertentu dapat berpengaruh langsung dan
suatu cara teknis tertentu kemudian dapat dipraktekkan oleh si pembaca. Harian-
harian yang mengenai bacaan dan kejahatan pada umumnya juga dapat dikatakan
tentang koran-koran. Di samping bacaan-bacaan tersebut di atas, film (termasuk TV)
dianggap menyebabkan pertumbuhan kriminalitas. Tentu saja ada keuntungan dan
kerugian yang dapat dilihat disamping kegunaan pokok bacaan, harian, dan film
tersebut.

C. Upaya Penanggulangan Tindakan Kriminalitas


Kriminalitas yang kian marak membuat resah masyarakat, untuk itu agar tidak
menambah banyak korban kasus kriminal haruslah tercipta upaya-upaya
penanggulangan maupun pencegahan agar tidak banyak lagi yang mengalami kerugian
materil maupun moril. Upaya-upaya penanggulangan tindak kriminalitas antaralain :

10
1. Upaya preventif.
Penanggulangan kejahatan secara preventif adalah upaya yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya atau timbulnya kejahatan yang pertama kali . Mencegah kejahatan
lebih baik daripada mencoba untuk mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali.
Seperti tidak menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial yang mendorong timbulnya
perbuatan menyimpang juga disamping itu bagaimana meningkatkan kesadaran dan
patisipasi masyarakat bahwa keamanan dan ketertiban merupakan tanggung jawab
bersama . (Ramli Atmasasmita 1983:66)
Langkah-langkah preventif menurut Baharuddin Lopa,( 2001:16-17) itu meliputi :
a. Peningkatan kesejahteraan rakyat untuk mengurangi pengangguran, yang dengan
sendirinya akan mengurangi kejahatan.
b. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan-penyimpangan
c. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum rakyat.
d. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya.
e. Meningkatan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para pelaksana
penegak hukum.
2. Upaya represif
Upaya represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional
yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan. Penanggulangan dengan upaya represif
dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatannya serta
memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya
merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak
akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi
yang akan ditanggungnya sangat berat. (Ramli Atmasasmita,1983:79)

Langkah-langkah konkrit dari upaya represif adalah:

a. Jika menyimpang dari norma hukum adat masyarakat: sanksi diberikan oleh
masyarakat setempat dengan cara dikucilkan dan tidak dihargai didalam dan
masyarakat.
b. Jika melanggar kaidah hukum positif apalagi hukum pidana positif, dapat
dipidana berdasarkan ketentuan hukum tertulis. Hukuman bisa berbentuk pidana
kurungan, denda, penjara, ataupun pidana mati.

11
KEGIATAN BELAJAR 5

KENAKALAN REMAJA
A. Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma hukum
pidana yang dilakukan oleh remaja. Perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri dan
orang-orang di sekitarnya. Para ahli pendidikan sependapat bahwa remaja adalah mereka
yang berusia 13-18 tahun. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampaui masa kanak-kanak,
namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Ia berada pada masa
transisi. Kenakalan remaja sering disebut juga dengan Juvenile Delinquency ialah perilaku
jahat (dursila) atau kejahatan anak-anak muda. Anak-anak muda yang jahat itu disebut juga
sebagai anak cacat secara sosial. Juvenile berasal dari bahasa Latin “Juvenilus”, artinya anak-
anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa remaja dan Delinquent berasal dari kata Latin
“Delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas lagi maknanya
menjadi jahat. Definisi kenakalan remaja menurut para ahli adalah sebagai berikut.
1. Kartono, ilmuwan sosiologi
Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile
delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu
bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang
menyimpang.
2. Santrock
“Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak
dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”
Mengenal siapa remaja dan apa problema yang dihadapinya adalah suatu keharusan
bagi orang tua. Dengan bekal pengetahuan ini orang tua dapat membimbing anaknya
menataki  masa-masa krisis tersebut dengan mulus. Hal ini sangat dirasakan oleh semua
karena di bahu remaja masa kini terletak tanggung jawab moral sebagai generasi
penerus, menggantikan generasi yang ada saat ini. Mereka inilah yang kelak berperan
menjadi sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas, menjadi aset nasional dan
tumpuan harapan bangsa dalam kompetisi global, yang tentunya kian hiruk pikuk di
abad ke XXI.

12
B. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja
Singgih D. Gumarso (1988 : 19), mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja
digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu :
1. Kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diantar dalam undang-undang
sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum.
2. Kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan
undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum
bila dilakukan orang dewasa.
Menurut bentuknya, Sunarwiyati S (1985) membagi kenakalan remaja kedalam tiga
tingkatan :
1. Kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi
dari rumah tanpa pamit .
2. Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan seperti mengendarai mobil
tanpa SIM, mengambil barang orang tua tanpa izin.
3. Kenakalan khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks diluar nikah,
pemerkosaan dan lain-lain
Kategori di atas yang dijadikan ukuran kenakalan remaja dalam penelitian.
C. Penyebab Terjadinya Kenakalan Remaja
Perilaku kenakalan remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal)
maupun faktor dari luar (eksternal).
1. Faktor Internal (Dalam)
a. Reaksi Frustasi Diri
Dengan semakin pesatnya usaha pembangunan, modernisasi yang berakibat pada
banyaknya anak remaja yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap berbagai
perubahan sosial itu. Mereka lalu mengalami banyak kejutan, frustasi, ketegangan
batin dan bahkan sampai kepada gangguan jiwa.
b. Gangguan Pengamatan dan Tanggapan Pada Anak Remaja
Adanya gangguan pengamatan dan tanggapan di atas sangat mengganggu daya
adaptasi dan perkembangan pribadi anak yang sehat. Gangguan pengamatan dan
tanggapan itu, antara lain : halusinasi, ilusi dan gambaran semua. Tanggapan anak
tidak merupakan pencerminan realitas lingkungan yang nyata, tetapi berupa
pengolahan batin yang keliru, sehingga timbul interpretasi dan pengertian yang
salah. Sebabnya ialah semua itu diwarnai harapan yang terlalu muluk, dan
kecemasan yang berlebihan.

13
c. Gangguan Berfikir dan Intelegensi Pada Diri Remaja
Berfikir mutlak perlu bagi kemampuan orientasi yang sehat dan adaptasi yang
wajar terhadap tuntutan lingkungan. Berpikir juga penting bagi upaya pemecahan
kesulitan dan permasalahan hidup sehari-hari. Jika anak remaja tidak mampu
mengoreksi pekiran-pekirannya yang salah dan tidak sesuai dengan realita yang
ada, maka pikirannya terganggu.
d. Gangguan Perasaan Pada Anak Remaja
Perasaan memberikan nilai pada situasi kehidupan dan menentukan sekali besar
kecilnya kebahagiaan serta rasa kepuasan. Perasaan bergandengan dengan
pemuasan terhadap harapan, keinginan dan kebutuhan manusia. Jika semua tadi
terpuaskan, orang merasa senang dan bahagia. Gangguan-gangguan fungsi
perasaan tersebut, antara lain :
1) Inkontinensi emosional ialah tidak terkendalinya perasaan yang meledak-ledak,
tidak bisa dikekang.
2) Labilitas emosional ialah suasana hati yang terus menerus berganti-ganti dan
tidak tetap. Sehingga anak remaja akan cepat marah, gelisah, tidak tenang dan
sebagainya.
3) Ketidak pekaan dan mempunyai perasaan biasa disebabkan oleh sejak kecil
anak tidak pernah diperkenalkan dengan kasih sayang, kelembutan, kebaikan dan
perhatian.
4) Kecemasan merupakan bentuk “ketakutan” pada hal-hal yang tidak jelas, tidak
riil, dan dirasakan sebagai ancaman yang tidak bisa dihindari.
e. Krisis identitas
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam
kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi
karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
e. Kontrol diri yang lemah
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat
diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’.
Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku
tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku
sesuai dengan pengetahuannya.
2. Faktor Eksternal (Luar)

14
Selain faktor dari dalam ada juga faktor yang datang dari luar anak tersebut, antara
lain :
a. Keluarga
Tidak diragukan bahwa keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan
pribadi remaja dan menentukan masa depannya. Mayoritas remaja yang terlibat
dalam kenakalan atau melakukan tindak kekerasan biasanya berasal dari keluarga
yang berantakan, keluarga yang tidak harmonis di mana pertengkaran ayah dan ibu
menjadi santapan sehari-hari remaja. Bapak yang otoriter, pemabuk, suka
menyiksa anak, atau ibu yang acuh tak acuh, ibu yang lemah kepribadian dalam
atri kata tidak tegas menghadapi remaja, kemiskinan yang membelit keluarga,
kurangnya nilai-nilai agama yang diamalkan dll semuanya menjadi faktor yang
mendorong remaja melakukan tindak kekerasan dan kenakalan.
b. Lingkungan Sekolah yang Tidak Menguntungkan
Sekolah kita sampai waktu sekarang masih banyak berfungsi sebagai “sekolah
dengar” daripada memberikan kesempatan luas untuk membangun aktivitas,
kreativitas dan inventivitas anak. Dengan demikian sekolah tidak membangun
dinamisme anak, dan tidak merangsang kegairahan belajar anak. Selanjutnya,
berjam-jam lamanya setiap hari anak-anak harus melakukan kegiatan yang
tertekan, duduk, dan pasif mendengarkan, sehingga mereka menjadi jemu, jengkel
dan apatis. Di kelas, anak-anak-terutama para remajanya sering mengalami frustasi
dan tekanan batin, merasa seperti dihukum atau terbelenggu oleh peraturan yang
“tidak adil”. Di satu pihak pada dirinya anak ada dorongan naluriah untuk bergiat,
aktif dinamis, banyak bergerak dan berbuat; tetapi di pihak lain anak  dikekang
ketat oleh disiplin mati di sekolah serta sistem sekolah dengar. Ada pula guru yang
kurang simpatik, sedikit memiliki dedikasi pada profesi, dan tidak menguasai
metodik mengajar. Tidak jarang profesi guru atau dosen dikomersialkan, dan
pengajar hanya berkepentingan dengan pengoperan materi ajaran belaka.
Perkembangan kepribadian anak sama sekali tidak diperhatikan oleh guru, sebab
mereka lebih berkepentingan dengan  masalah mengajar atau mengoperkan
informasi belaka.
c. Media Elektronik
Tv, video, film dan sebagainya nampaknya ikut berperan merusak mental remaja,
padahal mayoritas ibu-ibu yang sibuk menyuruh anaknya menonton tv sebagai
upaya menghindari tuntutan anak yang tak ada habisnya. Sebuah penelitian

15
lapangan yang pernah dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa film-film yang
memamerkan tindak kekerasan sangat berdampak buruk pada tingkah laku remaja.
Anak yang sering menonton film-film keras lebih terlibat dalam tindak kekerasan
ketika remaja dibandingkan dengan teman-temannya yang jarang menonton film
sejenis. Polisi Amerika menyebutkan bahwa sejumlah tindak kekerasan yang
pernah ditangani polisi ternyata dilakukan oleh remaja persis sama dengan adegan-
adegan film yang ditontonnya. Ternyata anak meniru dan mengindentifikasi film-
film yang ditontonnya.
d. Pengaruh Pergaulan
Di usia remaja, anak mulai meluaskan pergaulan sosialnya dengan teman-tema
sebayanya. Remaja mulai betah berbicara berjam jam melalui telepon. Topik
pembicaraan biasanya seputar pelajaran, film, tv atau membicarakan cowok /
cewek yang ditaksir dsb. Hubungan sosial di masa remaja ini dinilai positif karena
bisa mengembangkan orientasi remaja memperluas visi pandang dan wawasan
serta menambah informasi, bahkan dari hubungan sosial ini remaja menyerap nilai-
nilai sosial yang ada di sekelilingnya. Semua  faktor ini menjadi penyokong dalam
pembentukan kepribadiannya dan menambah rasa percaya diri karena pengaruh
pergaulan yang begitu besar pada diri remaja, maka hubungan remaja dengan
teman sebayanya menentukan kualitas remaja itu. Kalau ini disadari oleh remaja,
maka dengan sadar remaja akan menyeleksi teman pergaulannya.
D. Mengatasi Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh remaja-remaja yang gagal dalam menjalani
proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-
kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan
perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara sosiologis, kenakalan remaja
merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa
kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam
masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma
terhadap kondisi lingkungan, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri,
dan sebagainya. Mengatasi kenakalan remaja, berarti menata kembali emosi remaja yang
tercabik-cabik itu. Emosi dan perasaan mereka rusak karena merasa ditolak oleh keluarga,
orang tua, teman-teman, maupun lingkungannya sejak kecil, dan gagalnya proses
perkembangan jiwa remaja tersebut. Trauma-trauma dalam hidupnya harus diselesaikan,
konflik-konflik psikologis yang menggantung harus diselesaikan, dan mereka harus diberi

16
lingkungan yang berbeda dari lingkungan sebelumnya. Memberikan lingkungan yang baik
sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak
membantu mengurangi kenakalan remaja. Minimal tidak menambah jumlah kasus yang ada.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja :
1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau
diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak
mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan
baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada
tahap ini.
2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga
yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi
arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman
sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
6. Pemberian ilmu yang bermakna yang terkandung dalam pengetahuan dengan
memanfaatkan film-film yang bernuansa moral, media massa ataupun perkembangan
teknologi lainnya.
7. Memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan
perkembangan anakanak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi
kenakalan remaja
8. Membentuk suasana sekolah yang kondusif, nyaman buat remaja agar dapat
berkembang sesuai dengan tahap perkembangan remaja.

17
KEGIATAN BELAJAR 6

PENGEMIS DAN ANAK JALANAN

A. Pengemis
Pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di
muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang
lain. Di masa lalu, menjadi pengemis merupakan suatu keterpaksaan, saat ini merupakan
suatu pilihan yang dilakukan dengan sukarela. Daya tarik yang mengundang banyak orang ini
pada akhirnya menimbulkan persaingan di antara sesama pengemis.
Salah satu dampak dari persaingan adalah timbulnya koordinator lapangan, yang
mengatur jumlah pengemis di setiap titik sekaligus mencari titik-titik yang berpotensi untuk
menghasilkan pendapatan. Selain itu, pengemispun juga harus menggunakan berbagai
strategi untuk menarik perhatian dan mendorong orang untuk memberikan uang kepada
mereka. Jika di masa lalu, penampilan umum pengemis adalah dengan baju yang kumuh,
wajah yang kotor dan memelas, serta perilaku yang menunjukkan kecacatannya, maka
sekarang ini berbagai strategi mereka lakukan, seperti:
1. Berdiri di tengah terik matahari dengan cucuran keringat.

2. Menunjukkan bukti bahwa mereka cacat, misalnya dengan tidak menggunakan baju
atau menggulung celananya.

3. Duduk atau menggeletak di tengah jalan, di antara mobil-mobil, sehingga


menimbulkan lebih banyak perhatian bagi pengemudi agar tidak menabrak mereka
dan lebih memudahkan pengendara memberikan uang.

4. Menggendong anak kecil atau langsung menggunakan anak kecil untuk mengemis.
Penggunaan anak kecil biasanya lebih efektif dalam memancing perhatian dan belas
kasihan, karena itu semakin banyak pengemis yang menggunakan anak dalam bekerja.
Dengan semakin banyaknya pengemis menggunakan strategi ini, maka berkuranglah
efektivitasnya. Lalu mereka bersaing dengan menggunakan anak yang semakin kecil
ataupun bayi. Seorang kompasioner pernah bercerita bertemu dengan pengemis yang
membawa bayinya yang masih berumur beberapa minggu.

18
5. Membawa formulir sumbangan entah dari mesjid atau panti asuhan mana karena surat
permohonan yang terbungkus plastik sudah kotor untuk dibaca.

6. Membawa kardus-kardus sebagai tempat memasukkan sumbangan. Biasanya


permintaan sumbangan ini diikuti dengan tema-tema tertentu, misalnya bencana alam,
Prita, Bilqis, panti jompo, dan lain-lain. Mereka terlihat cukup terpercaya dengan
menggunakan seragam jaket berwarna tertentu, berpenampilan seperti mahasiswa.
Belakangan mereka mengaku dari LSM tertentu, namun yang menjadi permasalahan
adalah tidak ada laporan akuntabilitas atas uang sumbangan yang diterima.

7. Tampil beda dengan membawa sebuah karton yang bertuliskan mereka membutuhkan
biaya sekolah atau biaya hidup.
Saat ini semakin gencar dilakukan kampanye untuk tidak memberikan uang kepada
pengemis, (termasuk dalam bentuk peraturan dan fatwa haram) dan juga pengungkapan
berbagai fakta mengenai kekayaan pengemis Masalahnya adalah tidak memberikan uang
kepada pengemis ternyata tidak membuat orang berhenti menjadi pengemis. Mereka malah
melakukan drama-drama yang lebih menyayat hati, seperti membawa bayi yang masih
berumur beberapa minggu, berpanas-panasan dan berhujan-hujan dengan bayinya,
menggeserkan badannya di antara roda-roda mobil.
Pemerintah daerah pada dasarnya dengan mudah dapat membasmi pengemis. Lokasi
operasi pengemis mudah diketahui. Mereka biasanya beroperasi di jalan-jalan macet,
termasuk di perempatan jalan. Pengemis juga mudah ditemukan di berbagai jembatan
penyeberangan. Usaha untuk menangkap pengemis juga telah dilakukan tapi kemudian
menjadi tayangan yang menyentuh rasa kemanusiaan kita, termasuk pembelaan dari LBH
Jakarta yang menyatakan penangkapan pengemis merupakan tindakan kriminal karena
Pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan kerja. Akhirnya Pemerintah serba salah dan
lebih memilih untuk menghukum orang-orang yang memberikan uangnya kepada pengemis
dan masalah pengemis tidak pernah terselesaikan secara tuntas.

B. Pengamen dan Anak Jalanan


Menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan
sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan, baik untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalan dan tempat-tempat umum lainnya. Anak jalanan
mempunyai ciri-ciri, berusia antara 6 sampai dengan 18 tahun, melakukan kegiatan atau

19
berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus,
mobilitasnya tinggi.
Selain itu, Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Departemen Sosial
(2001: 30) memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar waktunya
dihabiskan untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum
lainnya, usia mereka berkisar dari 6 tahun sampain 18 tahun. Adapun waktu yang dihabiskan
di jalan lebih dari 4 jam dalam satu hari. Pada dasarnya anak jalanan menghabiskan waktunya
di jalan demi mencari nafkah, baik dengan kerelaan hati maupun dengan paksaan orang
tuanya. Dari definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak jalanan adalah anak-
anak yang sebagian waktunya mereka gunakan di jalan atau tempat-tempat umum lainnya
baik untuk mencari nafkahmaupun berkeliaran. Dalam mencari nafkah, ada beberapa anak
yang rela melakukan kegiatan mencari nafkah di jalanan dengan kesadaran sendiri, namun
banyak pula anak-anak yang dipaksa untuk bekerja di jalan (mengemis, mengamen, menjadi
penyemir sepatu, dan lain-lain) oleh orang-orang di sekitar mereka, entah itu orang tua atau
pihak keluarga lain, dengan alasan ekonomi keluarga yang rendah.
Ciri-ciri anak jalanan adalah anak yang berusia 6 – 18 tahun, berada di jalanan lebih dari
4 jam dalam satu hari, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya
kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, dan mobilitasnya tinggi.
1. Karakteristik Anak Jalanan
a. Berdasarkan Usia
Direktorat Kesejahteran Anak, Keluarga dan Lanjut Usia, Departemen Sosial
(2001: 30) memaparkan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar
waktunya dihabiskan untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-
tempat umum lainnya, usia mereka berkisar dari 6 tahun sampain 18 tahun. Selain
itu dijelaskan oleh Departemen Sosial RI (2001: 23–24), indikator anak jalanan
menurut usianya adalah anak yang berusia berkisar antara 6 sampai 18 tahun.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dapat dikategorikan
sebagai anak jalanan adalah yang memiliki usia berkisar antara 6 sampai 18 tahun.
b. Berdasarkan Pengelompokan
Menurut Surbakti dkk. (1997: 59), berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara
garis besar anak jalanan dibedakan dalam 3 kelompok yaitu: Pertama, Children on
the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi – sebagai pekerja
anak- di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua
mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalankan pada kategori ini adalah untuk

20
membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan
kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang
tuanya. Kedua, Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di
jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih
mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka
tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab
lari atau pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa anak-anak pada
kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional,
fisik maupun seksual. Ketiga, Children from families of the street, yakni anak-anak
yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat,
tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan
segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan
kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak anak masih dalam
kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai
kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan pinggiran sungai,
walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.
Menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP di Jakarta dan Surabaya
(BKSN, 2000: 2-4), anak jalanan dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu:
1) Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan kriteria:
a) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya
b) 8 – 10 jam berada di jalanan untuk bekerja (mengamen, mengemis,
memulung) dan sisinya menggelandang/tidur
c) Tidak lagi sekolah
d) Rata-rata berusia di bawah 14 tahun
2) Anak jalanan yang bekerja di jalanan, dengan kriteria:
a) Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya
b) 8 – 16 jam berada di jalanan
c) Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang tua atau saudara,
umumnya di daerah kumuh
d) Tidak lagi sekolah
e) Pekerjaan: penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung, penyemir,
dll.
f) Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.

21
3) Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria:
a) Bertemu teratur setiap hari/tinggal dan tidur dengan keluarganya
b) 4 – 5 jam bekerja di jalanan
c) Masih bersekolah
d) Pekerjaan: penjual koran, penyemir sepatu, pengamen, dll
e) Usia rata-rata di bawah 14 tahun
f) Anak jalanan berusia di atas 16 tahun, dengan kriteria:
g) Tidak lagi berhubungan/berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya
h) 8 – 24 jam berada di jalanan
i) Tidur di jalanan atau rumah orang tua
j) Sudah taman SD atau SMP, namun tidak bersekolah lagi
k) Pekerjaan: calo, mencuci bus, menyemir, dll.
c. Berdasarkan Ciri-ciri Fisik dan Psikis
Anak jalanan memiliki ciri-ciri khusus baik secara fisik dan psikis. Menurut
Departemen Sosial RI (2001: 23–24), karakteristik anak jalanan pada ciri-ciri
fisik dan psikis, yakni 1) Ciri Fisik: warna kulit kusam, rambut kemerah-
merahan, kebanyakan berbadan kurus, pakaian tidak terururs, dan 2) Ciri Psikis
meliputi mobilitas tinggi, acuh tak acuh, penuh curiga, sangat sensitif, berwatak
keras, serta kreatif. Sedang menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), anak
jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 sampai dengan 18 tahun,
melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan
kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.
Dari beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak
jalanan berdasarkan ciri-ciri fisik dan psikis mereka adalah:
1. Ciri-ciri fisik
2. Penampilan dan warna kulit kusam
3. Rambut kemerah-merahan
4. Kebanyakan berbadan kurus
5. Pakaian tidak terurus
6. Ciri-ciri psikis
7. Mobilitas tinggi
8. Acuh tak acuh
9. Penuh curiga
10. Sangat sensitif

22
11. Berwatak keras
12. Kreatif
d. Berdasarkan Intensitas Hubungan dengan Keluarga
Aktivitas utama anak jalanan adalah berada di jalanan baik untuk mencari
nafkah maupun melakukan aktivitas lain. Hal ini membuat intensitas hubungan
anak jalanan dengan keluarga mereka kurang intensif. Menurut Departemen
Sosial RI (2001: 23), indikator anak jalanan menurut intensitas hubungan
dengan keluarga, yaitu:
1) Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari
2) Frekuensi dengan keluarga sangat kurang
3) Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga
Selain itu, menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP (BKSN, 2000:
2-4), intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka dibedakan
menjadi 3 macam, yaitu: putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang
tua, berhubungan tidak teratur dengan orang tua, dan bertemu teratur setiap hari
atau tinggal dan tidur bersama orang tua mereka. Menurut Badan Kesejahteraan
Sosial Nasional (2000: 61-62), beberapa macam intensitas anak jalanan dengan
keluarga mereka adalah: hubungan orang tua sudah putus, masih ada hubungan
dengan orang tua tetapi tidak harmonis, maupun pulang antara 1 sampai 3 bulan
sekali. Dari beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik
anak jalanan berdasarkan intensitas anak jalanan berhubungan dengan keluarga
ada tiga macam, yaitu:
1) Masih berhubungan teratur dengan orang tua atau keluarga
2) Masih berhubungan dengan orang tua atau keluarga tetapi tidak teratur
dengan frekuensi sangat kurang
3) Sudah tidak berhubungan lagi dengan orang tua maupun keluarga.
e. Berdasarkan Tempat Tinggal
Anak jalanan yang ditemui memiliki berbagai macam tempat tinggal. Menurut
Departemen Sosial RI (2001: 24), indikator anak jalanan menurut tempat
tinggalnya adalah:
1) Tinggal bersama orang tua
2) Tinggal berkelompok bersama teman-temannya
3) Tidak mempunyai tempat tinggal

23
Sedangkan menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP (BKSN, 2002:
13-15), beberapa macam tempat tinggal anak jalanan adalah: menggelandang
atau tidur di jalanan, mengontrak kamar sendiri atau bersama teman, maupun
ikut bersama orang tua atau keluarga yang biasanya tinggal di daerah kumuh.
Menurut BKSN(2000: 61-62), beberapa tempat tinggal anak jalanan adalah:
1) bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti emper
toko, kolong jembatan, taman, terminal, maupun stasiun;
2) bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama teman; dan
3) tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali.
Dari berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan beberapa tempat tinggal anak
jalanan adalah:
1) Tidak mempunyai tempat tinggal sehingga menggelandang dan tinggal di
jalanan serta tidur di sembarang tempat
2) Mengontrak sendiri atau bersama dengan teman
3) Tinggal bersama orang tua atau wali.
f. Berdasarkan Aktivitas
Dari definisi anak jalanan, dapat diidentifikasi bahwa anak jalanan
menghabiskan sebagian besar waktu mereka di jalanan. Berbagai macam
aktivitas banyak dilakukan di jalanan. Menurut Departemen Sosial RI (2001:
24), indikator anak jalanan menurut aktivitas yang dilakukan oleh anak jalanan
adalah antara lain memiliki aktivitas: menyemir sepatu, mengasong, menjadi
calo, menjajakan koran atau majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan,
menjadi pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung,
menjadi penghubung atau penjual jasa. Menurut Departemen Sosial RI (2002:
13-15), aktivitas yang dilakukan anak jalanan di jalanan di antaranya adalah
bekerja baik itu mengamen, mengemis, memulung, menjual koran, mengasong,
mencuci bus, menyemir sepatu, menjadi calo, dan menggelandang. Selain itu
Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (2000: 61-62) menyebutkan bahwa
beberapa aktivitas yang dilakukan oleh anak jalanan adalah bekerja sebagai
pengamen, pemulung, pengemis, penjual koran, pengasong, pencuci bus,
penyemis, maupun calo; dan menggelandang.
Dari berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa macam
aktivitas anak yang dilakukan di jalanan di antaranya adalah untuk bekerja
maupun sekedar menggelandang. Aktivitas bekerja anak jalanan di antaranya

24
adalah menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran atau
majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, pengamen,
menjadi kuli angkut, menyewakan payung, dan menjadi penghubung atau
penjual jasa.
2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Munculnya Anak Jalanan
Departemen Sosial (2001: 25-26) menyebutkan bahwa penyebab keberadaan anak
jalanan ada 3 macam, yakni faktor pada tingkat mikro (immediate causes), faktor
pada tingkat messo (underlying causes), dan faktor pada tingkat makro (basic
causes). a. Tingkat Mikro (Immediate Causes) Faktor pada tingkat mikro ini yaitu
faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya. Departemen Sosial (2001:
25-26) menjelaskan pula bahwa pada tingkat mikro sebab yang bisa diidentifikasi
dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga berdiri sendiri, yakni:
a. Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus,
berpetualangan, bermain-main atau diajak teman.
b. Sebab dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan
kebutuhan dasar, ditolak orang tua, salah perawatan atau kekerasan di rumah,
kesulitan berhubungan dengan keluarga atau tetangga, terpisah dengan orang tua,
sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang
mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial. Hal ini
dipengaruhi pula oleh meningkatnya masalah keluarga yang disebabkan oleh
kemiskinan pengangguran, perceraian, kawin muda, maupun kekerasan dalam
keluarga.
c. Melemahnya keluarga besar, dimana keluarga besar tidak mampu lagi membantu
terhadap keluarga-keluarga inti, hal ini diakibatkan oleh pergeseran nilai, kondisi
ekonomi, dan kebijakan pembangunan pemerintah.
d. Kesenjangan komunikasi antara orang tua dan anak, dimana orang tua sudah
tidak mampu lagi memahami kondisi serta harapan anak-anak, telah
menyebabkan anak-anak mencari kebebasan.

25
KEGIATAN BELAJAR 7

PENYIMPANGAN SEKSUAL

A. Penyimpangan Seksual
1. Pengertian Penyimpangan Seksual
Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk
mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang
digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar.
Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman
sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan. Ada dua jenis perilaku seks, yaitu perilaku
yang dilakukan sendiri, seperti masturbasi, fantasi seksual, membaca/ melihat bacaan
porno, dll, serta perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain, seperti berpegangan
tangan, berciuman, bercumbu berat hingga berhubungan intim.
2. Bentuk-Bentuk Penyimpangan Seksual
a. Homoseksual
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan
seksualnya. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita
perempuan. Hal yang memprihatinkan disini adalah kaitan yang erat antara
homoseksual dengan peningkatan risiko AIDS. Pernyataan ini dipertegas dalam
jurnal kedokteran Amerika (JAMA tahun 2000), kaum homoseksual yang
"mencari" pasangannya melalui internet, terpapar risiko penyakit menular seksual
(termasuk AIDS) lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak.
b. Sadomasokisme
Sadisme seksual termasuk kelainan seksual. Dalam hal ini kepuasan seksual
diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu

26
menyakiti atau menyiksa pasangannya. Sedangkan masokisme seksual
merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja
membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual.
c. Ekshibisionisme
Penderita ekshibisionisme akan memperoleh kepuasan seksualnya dengan
memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai dengan
kehendaknya. Bila korban terkejut, jijik dan menjerit ketakutan, ia akan semakin
terangsang. Kondisi begini sering diderita pria, dengan memperlihatkan penisnya
yang dilanjutkan dengan masturbasi hingga ejakulasi.
d. Incest
Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri
seperti antara ayah dan anak perempuan dan ibu dengna anak cowok.
e. Necrophilia/Necrofil
Adalah orang yang suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah
menjadi mayat / orang mati.
f. Voyeurisme
Istilah voyeurisme (disebut juga scoptophilia) berasal dari bahasa Prancis yakni
vayeur yang artinya mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan
seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang sedang telanjang,
mandi atau bahkan berhubungan seksual. Setelah melakukan kegiatan
mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban
yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat, tidak lebih. Ejakuasinya
dilakukan dengan cara bermasturbasi setelah atau selama mengintip atau melihat
korbannya. Dengan kata lain, kegiatan mengintip atau melihat tadi merupakan
rangsangan seksual bagi penderita untuk memperoleh kepuasan seksual.
g. Fetishisme
Fatishi berarti sesuatu yang dipuja. Jadi pada penderita fetishisme, aktivitas
seksualnya disalurkan melalui bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana
dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan
seksual. Sehingga, orang tersebut mengalami ejakulasi dan mendapatkan
kepuasan. Namun, ada juga penderita yang meminta pasangannya untuk
mengenakan benda-benda favoritnya, kemudian melakukan hubungan seksual
yang sebenarnya dengan pasangannya tersebut.
h. Pedophilia / Pedophil / Pedofilia / Pedofil

27
Adalah orang dewasa yang yang suka melakukan hubungan seks / kontak fisik
yang merangsang dengan anak di bawah umur.
i. Bestially
Bestially adalah manusia yang suka melakukan hubungan seks dengan binatang
seperti kambing, kerbau, sapi, kuda, ayam, bebek, anjing, kucing, dan lain
sebagainya.

j. Zoophilia
Zoofilia adalah orang yang senang dan terangsang melihat hewan melakukan
hubungan seks dengan hewan.
k. Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks
baik pasangan sesama jenis (homo) maupun dengan pasangan perempuan.
l. Frotteurisme/Frotteuris
Yaitu suatu bentuk kelainan sexual di mana seseorang laki-laki mendapatkan
kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek / menggosok-gosok alat
kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik / umum seperti di kereta,
pesawat, bis, dan lain-lainya.
m.Gerontopilia
Gerontopilia adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku
jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut
(nenek-nenek atau kakek-kakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu
diagnosis gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan seksual.Keluhan
awalnya adalah merasa impoten bila menghadapi istri/suami sebagai pasangan
hidupnya, karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh pasangannya
maka ia semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya
kepada pasangan yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu
dengan idamannya (kakek/nenek).
3. Faktor-Faktor Penyebab Penyimpangan Seksual
a. Faktor sosial atau pergaulan merupakan faktor terbesar yang menjadi
penyebabhomoseksual, sekali pernah merasakan hubungan seksual (seperti
sodomi misalnya), terus jadi ketularan walaupun tidak sepenuhnya gay.
b. Faktor penyebab kedua adalah faktor trauma atau korban perkosaan pada masa
kecil

28
c. Faktor terkecil penyebab Homoseks terakhir adalah faktor penyebab dari
herediter atau keturunan alias bawaan,dimana secara rootedness atau garis
keturunan ada buyutnya yang punya riwayat homo kasus homoseksualitas

KEGIATAN BELAJAR 8

DAMPAK DAN UPAYA PEMECAHAN MASALAH SOSIAL

A. Dampak Permasalahan Sosial Terhadap Kehidupan Publik


1. Dampak masalah Kemiskinan
Dampak kemiskinan begitu bervariasi karena kondisi dan penyebab yang berbeda
memunculkan akibat yang berbeda juga.
Pengangguran merupakan dampak dari kemiskinan, berhubung pendidikan dan
keterampilan merupakan hal yang sulit diraih masyarakat, maka masyarakat sulit
untuk berkembang dan mencari pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan.
Dikarenakan sulit untuk bekerja, maka tidak adanya pendapatan membuat pemenuhan
kebutuhan sulit, kekurangan nutrisi dan kesehatan, dan tak dapat memenuhi
kebutuhan penting lainnya. Misalnya saja harga beras yang semakin meningkat, orang
yang pengangguran sulit untuk membeli beras, maka mereka makan seadanya.
Seorang pengangguran yang tak dapat memberikan makan kepada anaknya akan
menjadi dampak yang buruk bagi masa depan sehingga akan mendapat kesulitan
untuk waktu yang lama.
Kriminalitas merupakan dampak lain dari kemiskinan. Kesulitan mencari nafkah
mengakibatkan orang lupa diri sehingga mencari jalan cepat tanpa memedulikan halal
atau haramnya uang sebagai alat tukar guna memenuhi kebutuhan. Misalnya saja
perampokan, penodongan, pencurian, penipuan, pembegalan, penjambretan dan masih
banyak lagi contoh kriminalitas yang bersumber dari kemiskinan. Mereka melakukan
itu semua karena kondisi yang sulit mencari penghasilan untuk keberlangsungan

29
hidup dan lupa akan nilai-nilai yang berhubungan dengan Tuhan. Di era global dan
materialisme seperti sekarang ini tak heran jika kriminalitas terjadi dimanapun.
Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak
kemiskinan. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan rakyat miskin putus sekolah
karena tak lagi mampu membiayai sekolah. Putus sekolah dan hilangnya kesempatan
pendidikan akan menjadi penghambat rakyat miskin dalam menambah keterampilan,
menjangkau cita-cita dan mimpi mereka. Ini menyebabkan kemiskinan yang dalam
karena hilangnya kesempatan untuk bersaing dengan global dan hilangnya
kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak.
Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari akibat
kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya. Belum lagi biaya
pengobatan yang mahal di klinik atau rumah sakit yang tidak dapat dijangkau
masyarakat miskin. Ini menyebabkan gizi buruk atau banyaknya penyakit yang
menyebar.
Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan. Jika
anak-anak putus sekolah dan bekerja karena terpaksa, maka akan ada gangguan pada
anak-anak itu sendiri seperti gangguan pada perkembangan mental, fisik dan cara
berfikir mereka. Contohnya adalah anak-anak jalanan yang tak mempunyai tempat
tinggal, tidur dijalan, tidak sekolah, mengamen untuk mencari makan dan lain
sebagainya. Dampak kemiskinan pada generasi penerus merupakan dampak yang
panjang dan buruk karena anak-anak seharusnya mendapatkan hak mereka untuk
bahagia, mendapat pendidikan, mendapat nutrisi baik dan lain sebagainya. Ini dapat
menyebabkan mereka terjebak dalam kesulitan hingga dewasa dan berdampak pada
generasi penerusnya.
2. Dampak masalah kriminalitas
Dampak negative kriminalitas antara lain, Kartono (1999: 151):
a. Maraknya kejahatan memberikan efek yang mendemoralisir/merusak tatanan orde.
b. Menimbulkan rasa tidak aman, kecemasan, ketakutan dan kepanikan di tengah
masyarakat.
c. Banyak materi dan energi terbuang dengan sia-sia oleh gangguan-gangguan
kriminalitas.
d. Menambah beban ekonomis yang semakin besar kepada sebagian besar warga
masyarakatnya.

30
e. Adanya pemberitaan criminal menyebabkan peningkatkan kejahatan dengan
mengundang peniruan oleh pembaca yang bernaluri jahat, melukai perasaan
keluarga dari si penjahat atau korban kejahatan, dan menimbulkan kengerian
dengan gambar-gambar yang menakutkan dan mengerikan (misalnya gambar
berwarna dari peristiwa kejahatan/pembunuhan/kejahatan.
Sementara itu dampak positif munculnya kejahatan antara lain:
a. Menumbuhkan rasa solidaritas dalam kelompok-kelompok yang tengah diteror
penjahat.
b. Munculah tanda-tanda baru, degan norma susila lebih baik, yang diharapkan
mampu mengatur masyarakat dengan cara yang lebih baik dimasa mendatang.
c. Orang berusaha memperbesar kekuatan hukum, danmenambah kekuatan fisik
lainnya untuk memberantas kejahatan.
d. Pemberitaan criminal memberi ganjaran kepada penjahat, membantu pihak
pengusut kejahatan, membekuk si penjahat (pemuatan foto penjahat yang akhirnya
berhasil membekuk penjahat), penjera yang mujarab untuk mencegah orang-orang
berjiwa kecil/jahat melaksanakan niat jahatnya, dan pemberitaan proses peradilan
dan penangkapan si penjahat, juga membantu si penjahat dari perbuatan
sewenang-wenang pihak penegak hukum.
3. Dampak masalah kesenjangan sosial ekonomi
a. terdapat pembagian kerja yang merata karna rakyat miskin dapat bekerja keras di
bawah perintah orang kaya
b. Terjadinya kecemburuan sosial karna di perlakukan berbeda di mata hukum

4. Dampak masalah Ketidakadilan


Salah satu dampak dari masalah ketidakadilan adalah terjadinya konflik dan
perpecahan, tidak meratanya pembagian sumber daya, timbulnya kemiskinan
struktural, dll.
B. Pemecahan Masalah Sosial untuk Mencapai Kehidupan Publik yang Lebih Baik
Menurut Soetomo, ada tiga tindakan baku yang biasanya dapat dilakukan dalam upaya
pemecahan masalah sosial, yaitu:
1. Identifikasi

31
Tahap identifikasi dilakukan untuk membuka kesadaran dan keyakinan bahwa dalam
kehidupan masyarakat terkandung gejala masalah sosial. Pada tahap ini, dibutukan
kepekaan untuk dapat mengenali suatu gejala sebagai masalah sosial.
Untuk menentukan suatu gejala sebagai masalah sosial, ada dua ukuran yang dapat
dilakukan. Raab dan Selznik menyebut ukuran itu dengan ukuran objektif dan
subjektif.
Ukuran objektif merupakan instrumen untuk mengetahui keberadaan gejala masalah
sosial dalam masyarakat dengan menggunakan parameter yang dianggap baku
dengan memanfaatkan data yang ada termasuk angka statistik.
2. Diagnosis
Tahap diagnosis merupakan upaya yang dilakukan untuk mencari dan mempelajari
latar belakang masalah, faktor yang terkait dan terutama faktor yang menjadi
penyebab atau sumber masalah.
3. Treatment
Merupaka upaya pemecahan masalah sosial yang didasari oleh hasil identifikasi dan
diagnosis. Tindakan treatment atau upaya pemecahan masalah yang ideal adalah
apabila dapat menghapus atau menghilangkan masalahnya dari realitas kehidupan
sosial. Walaupun demikian, untuk penanganan masalah sosial harapan tersebut jarang
atau sulit untuk dapat diwujudkan.
Berikut usaha yang dapat dilakukan:
a. Usaha Rehabilitatif
b. Usaha Preventif
c. Usaha

32
DAFTAR PUSTAKA

Eitzen, Stanlen D. (1986). Social Problems. Allyn and Bacon inc, Boston, Sydney, Toronto.

Kaufman, James M. (1989). Characteristics of Behaviour Disorders of Children and Youth.


Merril Publishing Company, Columbus, London, Toronto.

Maryati, K, Suryawati J. (2016). Sosiologi untuk SMA/MA Kelas X Kelopok Peminatan Ilmu-
Ilmu Sosial. Jakarta: ESIS

Mulyono, B. (1995). Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya.


Yogyakarta: Kanisius

Soerjono, Soekanto. (1988). Sosiologi Penyimpangan. Jakarta: Rajawali.

Soetomo. (2013). Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE – UI.

Willis, S. (1994). Problema Remaja dan Pemecahannya. Bandung: Penerbit Angkasa.

http://satriadholan.blogspot.com/2010/11/makalah-kenakalan-remaja-mata-kul.html

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Microsoft%20Word%20%20KENAKALAN
%20REMAJA_PENYEBAB%20DAN%20SOLUSI_.pdf

33

Anda mungkin juga menyukai