Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

Laporan Kasus
FAKULTAS KEDOKTERAN
Agustus 2020
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

“TINEA CRURIS”

Disusun Oleh :
Ida Wahyuni, S.Ked.
(105505405419)

Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp. KK

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Ida Wahyuni

NIM : 105505405419

Judul Laporan Kasus : Tinea Cruris

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah

Makassar.

Makassar, Agustus 2020

Pembimbing

(DR. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK)

2
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda
Besar Nabi Muhammad SAW. Karena beliaulahsebagai suritauladan dalam
kehidupan dunia ini. Mudah-mudahan kita yang termasuk umatnya selalu
senantiasa dan setia kepadanya.
Laporan Kasus dengan judul “Tinea Cruris” ini dapat terselesaikan dengan
baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Secara khusus
penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada Dr.
dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan
koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna
adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan dari
berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan baik.
Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada
semua orang.

Makassar, Agustus 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................5

BAB II LAPORAN KASUS ...........................................................................8

BAB III PEMBAHASAN ...............................................................................12

BAB IV KESIMPULAN .................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA 120

4
BAB I
PENDAHULUAN

Masalah kesehatan masih menjadi perhatian utama di masyarakat.

Pemeliharaan kesehatan dapat dimulai dari memperhatikan kesehatan organ tubuh

terutama kulit., dimana kulit merupakan organ yang terletak di sisi terluar tubuh

manusia dan menjadi organ yang mendapat pengamatan secara terus menerus baik

oleh diri sendiri maupun orang lain. Di Indonesia yang menjadi penyebab penyakit

kulit biasanya akibat infeksi bakteri, jamur, virus, parasit yang dapat dipengaruhi

oleh beberapa hal sehinnga sering memberikan perbedaan gambaran klinis

penyakit kulit seperti faktor iklim, kebiasaan dan lingkungan.(1)

Dermatofitosis merupakan salah satu penyakit mikosis superfisialis akibat

jamur yang menginvasi jaringan yang mengandung keratin seperti stratum

korneum epidermis, rambut, dan kuku. Seringkali disebut infeksi tinea dan

diklasifikasikan menurut bagian tubuh yang terkena. Organisme penyebab

dermatofitosis termasuk dalam tiga genus, yaitu Trichophyton, Microsporum, dan

Epidermophyton. Di Indonesia, dermatofitosis merupakan 52% dari seluruh

dermatomikosis dan tinea kruris dan tinea korporis merupakan dermatofitosis

terbanyak.(2)

Tinea kruris sebagai salah satu dermatofitosis, disebabkan oleh jamur

golongan dermatofita, terutama suatu kelas Fungi imperfecti, yaitu Genus

Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton. Tinea kruris sering ditemukan

pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal. Penyakit ini

merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan di daerah inguinal, yaitu sekitar 65-

80% dari semua penyakit kulit di inguinal (3). Faktor penting yang berperan dalam

penyebaran dermatofita ini adalah cuaca yang panas, kondisi kebersihan

5
lingkungan yang buruk, tempat tinggal padat penduduk, memiliki aktivitas tinggi

atau olahraga, dan kebiasaan menggunakan pakaian ketat atau lembab. (4)

Pada suatu penelitian didapatkan bahwa pasien tinea kruris dan/atau

korporis mayoritas adalah wanita (52,5%), usia tersering 45-64 tahun. Durasi

penyakit ≤1 bulan, rekurensi sebesar tujuh dari 40 kasus, sumber penularan

antropofilik, lesi kulit makula, papula eritema dan hiperpigmentasi dengan skuama

dan central clearing. Spesies penyebab tinea kruris dan/atau korporis yang paling

banyak ditemukan Trichophyton rubrum (95,8%) diikuti Epidermophyton

floccosum (4,2%). Pasien umumnya memiliki riwayat kebersihan yang cukup baik,

tetapi riwayat kebiasaan menggunakan pakaian berlapis-lapis dan bahan pakaian

yang tidak menyerap keringat cukup tinggi. Hal tersebut yang menyebabkan masih

tingginya angka kejadian tinea kruris dan/atau korporis di Ciamis, Jawa Barat.(5)

Tinea Cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain

seperti bakteri Staphylococcus aureus. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi

likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit. Efloresensi terdiri atas bermacam-macam

bentuk yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi

lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka

efloresensi yang tampak hanya makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya

dan disertai likenifikasi. Garukan kronis dapat menimbulkan gambaran

likenifikasi(6)

Higienitas personal dan lingkungan yang baik dapat mengontrol dan

mencegah kejadian tinea. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa higienitas

personal yang sederhana dan pendidikan kesehatan yang baik tanpa obat lebih

efektif dan lebih murah daripada menggunakan farmakoterapis dalam pengobatan

tinea cruris(7)

6
7
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 59 tahun

B. Anamnesis

 Keluhan utama : Gatal pada daerah selangkangan dan lipatan payudara

 Riwayat penyakit sekarang :

Seorang perempuan 59 tahun, diantar oleh anaknya dengan keluhan

gatal pada daerah sela paha (selangkangan) dan daerah lipatan payudara

sejak 1 minggu yang lalu, awal lesi hanya sedikit tetapi lama kelamaan

semakin menyebar.pasien merasa nyaman apabila digaruk, gatal

dirasakan terus-menerus tidak memberat pada malam hari, gatal

dirasakan memberat saat berkeringat dan nyeri akibat garukan, tidak

ada keluarga dengan keluhan serupa

 Anamnesis tambahan :

 Data demografi : alamat, pekerjaan

 Riwayat penyakit sebelumnya : mis. DM

 Riwayat social : hobi, riwayat bepergian

 Riwayat pengobatan sebelumnya

C. STATUS DERMATOLOGIS

Lokasi : Sela paha (selangkangan) dan daerah lipatan payudara

Distribusi : Regional

Ukuran : Plakat

8
Efloresensi : makula eritematosa yang berbatas tegas dengan tepi aktif,

berukuran plakat, tersusun secara polisiklik dan central healing di tengah lesi

disertai dengan papulovesikel.

Gambar : Pada lipatan paha bilateral tampak efloresensi makula

eritematosa yang berbatas tegas dengan tepi aktif, berukuran plakat, tersusun

secara polisiklik dan central healing di tengah lesi disertai dengan

papulovesikel.

D. DIAGNOSIS BANDING

1. Eritrasma

2. Kandidiasis

3. Psoriasis intertriginosa

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menunjang diagnosis

adalah pemeriksaan kerokan kulit didaerah lesi dengan KOH 20% yaitu akan

tampak elemen jamur seperti hifa, spora dan miselium.

9
Hifa pada sediaan KOH 20%

F. DIAGNOSIS KERJA

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pasien

didiagnosa dengan Tinea Cruris

G. PENATALAKSANAAN

1. Nonfarmakologi

Penatalaksanaan nonfarmakologi yang diberikan kepada pasien

adalah edukasi dan konseling mengenai penyakitnya dan pencegahan agar

penyakit tidak muncul kembali, seperti mengurangi faktor predisposisi,

yaitu menggunakan pakaian yang menyerap keringat, mengeringkan tubuh

setelah mandi atau berkeringat, dan membersihkan pakaian yang

terkontaminasi.

2. Farmakologi

Penatalaksanaan farmakologi yang dapat diberikan berupa :

Oral : Griseofulvin 500 mg/hari (2 – 4 minggu)

Cetirizin 1x10 mg

Topical : Miconazole krim 2 % 2x sehari

10
H. PROGNOSIS

- Baik (ad bonam) dan sembuh (sanam)

- Dapat rekuren bila pengobatan terputus

11
BAB III

PEMBAHASAN

Seorang perempuan 59 tahun, diantar oleh anaknya dengan keluhan gatal

pada daerah sela paha (selangkangan) dan daerah lipatan payudara sejak 1

minggu yang lalu, awal lesi hanya sedikit tetapi lama kelamaan semakin

menyebar.pasien merasa nyaman apabila digaruk, gatal dirasakan terus-

menerus tidak memberat pada malam hari, gatal dirasakan memberat saat

berkeringat dan nyeri akibat garukan, tidak ada keluarga dengan keluhan

serupa. Keluhan ini sesuai dengan gambaran klinis tinea cruris, yaitu gatal yang

semakin lama makin hebat pada daerah lipatan paha, lipat perineum, bokong

dan dapat ke genitalia yang disertai dengan adanya bercak merah yang

semakin lama makin meluas. Gatal terutama dirasakan apabila berkeringat atau

beraktivitas dan saat malam hari sewaktu tidur sehingga digaruk-garuk lalu

menyebabkan timbulnya erosi dan infeksi sekunder.

Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar

anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan

penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah

genito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus

dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea Cruris mempunyai

nama lain Eczema Marginatum, Jockey Itch, Ringworm of the Groin, Dhobie

Itch.(8) Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur dengan golongan dermatofita.

Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan golongan

dermatofitosis. Kebanyakan tinea kruris disebabkan oleh Species Tricophyton

rubrum dan Epidermophyton floccosum, dimana E. floccosum merupakan

spesies yang paling sering menyebabkan terjadinya epidemi.

12
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya tinea cruris antara lain

lingkungan yang padat, social ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan

jamur secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapat

secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,

binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu

yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan

melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita. Iklim yang

lembap dan penggunaan pakaian dalam yang ketat juga dapat memicu

pertumbuhan jamur apabila higienitas daerah tubuh tersebut tidak terjaga


(6)
dengan baik . Obesitas dan diabetes melitus juga merupakan faktor resiko

tambahan oleh karena keadaan tersebut menurunkan imunitas untuk melawan

infeksi. Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat

merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup (3).

Pada pemeriksaan dermatologi dijumpai pada region inguinal dengan

efloresensi makula eritematosa yang berbatas tegas dengan tepi aktif,

berukuran plakat, tersusun secara polisiklik dan central healing di tengah lesi

disertai dengan papulovesikel. Pemeriksaan ini menunjang ke arah diagnosis

tinea cruris. (4)

Untuk menegakkan diagnosis dari tinea cruris dilakukan pemeriksaan

penunjang berupa pemeriksaan mikroskopik langsung dengan KOH 10-20%.

Pada sediaan KOH tampak hifa bersepta dan bercabang tanpa penyempitan.

Terdapatnya hifa pada sediaan mikroskopis dengan potasium hidroksida

(KOH) dapat memastikan diagnosis dermatofitosis. (3)

13
Gambar : Hifa pada sediaan KOH

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosis banding pada

kasus ini adalah eritrasma, candidiasis, psoriasis intertriginosa.

1. Eritrasma

Eritrasma pada daerah inguinal

Eritrasma adalah suatu infeksi dangkal kronik yang biasanya

menyerang daerah yang banyak keringat. Penyebabnya adalah

Corynebacterium minutissimum. Terjadi pada umur dewasa muda.

Frekuensinya sama pada pria dan wanita. Daerah beriklim panas lebih

sering daripada daerah dingin. Higiene yang buruk berperan penting dalam

menimbulkan penyakit. Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan

14
keluhan tambahan. Dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya

meluas ke seluruh regio, menjadi merah, teraba panas seperti kena cabai.

Lokasi predileksi yaitu lipat paha bagian dalam sampai skrotum, aksila, dan

intergluteal. Efloresensi/sifat-sifatnya yaitu eritema luas berbatas tegas,

dengan skuama halus dan terkadang erosif. (10)

Perbedaannya dengan tinea cruris adalah pada eritrasma sering

ditemukan pada lipat paha dengan lesi berupa eritema dan skuama tapi

dengan mudah dapat dibedakan dengan tinea kruris menggunakan lampu

wood dimana pada eritrasma akan tampak fluoresensi merah (coral red)

2. Kandidiasis

Suatu penyakit kulit akut atau subakut, disebabkan jamur

intermediat yang menyerang kulit, subkutan, kuku, selaput lendir dan alat-

alat dalam. Penyebabnya yaitu Candida albicans. Insiden lebih banyak

pada daerah tropis dengan kelembapan udara yang tinggi.

Gambar : Candidiasis dibawah payudara

Gejala pada kulit gatal hebat disertai panas seperti terbakar,

terkadang nyeri jika ada infeksi sekunder. Lokasi predileksi yaitu Kulit:

Bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha, bawah payudara, sekitar pusat,

garis-garis kaki dan tangan dan kuku. Efloresensi : pada kulit terdapat

eritematosa, erosif, kadang-kadang dengan papula dan bersisik. Pada

15
keadaan kronik, daerah-daerah likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis

dan terkadang berfisura. (10)

Perbedaannya dengan tinea cruris adalah Pada kandidosis lesi

akan tampak sangat merah, tanpa adanya central healing, dan lesi biasanya

melibatkan skrotum serta berbentuk satelit

3. Psoriasis intertriginosa

Gambar : Psoriasis intertriginosa (inguinal)

Psoriasis intertriginosa adalah penyakit kulit kronik residif pada

daerah aksila, popliteal, lipat inguinal, inframammae, dan perineum dengan

lesi yang khas berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas padat, ditutupi

oleh skuama tebal berlapis-lapis berwarna putih mengkilat.(10)

Perbedaannya dengan tinea cruris adalah Lesi pada psoriasis

akan tampak lebih merah dengan skuama yang lebih banyak serta lamelar.

Ditemukannya lesi pada tempat lain misalnya siku, lutut, punggung, lipatan

kuku, atau kulit kepala akan mengarahkan diagnosis kearah psoriasis

Penatalaksanan pada pasien ini ada secara medikamentosa dan non-

medikamentosa. Terapi medikamentosa terdiri dari sistemik dan topical. Untuk

16
terapi sistemik dapat diberikan Griseovulfin sesuai referensi dengan dosis pada

dewasa 500 mg microsize (330-375 mg ultramicrosize) pemberian secara oral

selama 2-4minggu, untuk anak 10-25 mg/kg/hari atau 20 mg microsize /kg/hari.

Selain itu, dapat diberikan juga cetirizine 1x 10 mg. Cetirizine adalah metabolit

aktif dan hidroksizin dengan kerja kuat dan panjang. Merupakan antihistamin

selektif, antagonis reseptor H1 dengan efek sedative yang rendah pada dosis aktif

farmakologi dan mempunyai sifat tambahan sebagai antialergi. Cetirizine

menghambat perlepasan histamine pada fase awal dan mengurangi migrasi

disekitar inflamasi. Tujuan diberikan cetirizine pada pasien ini adalah untuk

mengurangi rasa gatal yang dialami pasien dan mengurangi proses peradangan

yang terjadi. Pengobatan topikal dengan menggunakan mikonazole 2%.

Mekanisme kerja dari obat ini berkaitan dengan selaput dinding sel jamur yang

rusak akan menghambat biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas

membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam

bentuk cream 2%, solution, lotion, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu.

Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang

menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata. (6)

Terapi non-medikamentosa yang dilakukan adalah pencegahan dari

kekambuhan penyakit seperti mengurangi faktor predisposisi, yaitu menggunakan

pakaian yang menyerap keringat, mengeringkan tubuh setelah mandi atau

berkeringat, dan membersihkan pakaian yang terkontaminasi. (3)

Prognosis pada pasien ini adalah baik, hal ini sesuai dengan kepustakaan

yang menyatakan bahwa umumnya pasien dengan tinea cruris yang menjalani

17
pengobatan yang sesuai mengalami tingkat kesembuhan mulai dar 80% hingga

90%.

18
BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus dengan diagnosis sementara tinea cruris pada pasien

perempuan 59 tahun. Diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pasien mengeluhkan gatal pada

daerah sela paha (selangkangan) dan daerah lipatan payudara sejak 1 minggu

yang lalu, awal lesi hanya sedikit tetapi lama kelamaan semakin

menyebar.pasien merasa nyaman apabila digaruk, gatal dirasakan terus-

menerus tidak memberat pada malam hari, gatal dirasakan memberat saat

berkeringat dan nyeri akibat garukan, tidak ada keluarga dengan keluhan

serupa.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan efloresensi makula eritematosa yberbatas

tegas dengan tepi aktif, berukuran plakat, tersusun secara polisiklik dan

central healing ditengah lesi disertai dengan papulovesikel.

Pengobatan yang diberikan adalah memberikan terapi oral Griseofulvin 500

mg/hari (2 – 4 minggu) dan Cetirizin 1x10 mg. Obat topical : Miconazole krim

2 % 2x sehari.

Pasien diedukasi agar menggunakan pakaian yang menyerap keringat,

mengeringkan tubuh setelah mandi atau berkeringat, dan membersihkan

pakaian yang terkontaminasi. Prognosis tinea kruris baik jika pasien

melakukan pengobatan secara teratur sesuai anjuran dokter, menghindari factor

resiko, dan menjaga kebersihan serta kelembapan kulit.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sondakh, Pandaleke, Mawu. Profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan

Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari –

Desember 2013. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni

2016. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado

2. Devi D, Evrianti E. Characteristic of Dermatophytosis: A Retrospective

Study. Vol. 30 / No. 1 / April 2018. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan

Kelamin – Periodical of Dermatology and Venereology. Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr.

Soetomo Surabaya

3. Yosella T. Diagnosis And Treatment Of Tinea cruris . J Majority. Volume 4

Nomor 2. Januari 2015. Faculty of Medicine, University of Lampung

4. Gafur AH. Seorang Anak Laki-Laki Usia 15 Tahun dengan Tinea Kruris.

Jmedula Unila. Volume 4. Nomor 3. Januari 2016. Fakultas Kedokteran,

Universitas Lampung

5. Yuwita W, Ramali LM, Risa. Characteristic of Tinea Cruris and/or Tinea

Corporis in Ciamis District Hospital, West Java. Vol. 28. No. 2. Agustus

2016

6. Mujur, Ismail, Sabir. Tinea Cruris. Vol. 3. No. 3. Desember 2019. Jurnal

Medical Profession (MedPro). Faculty of Medicine, Universitas Tadulako

7. Asvita, Nusadewiarti. Penatalaksanaan Holistik pada Remaja Laki-laki

Usia 16 Tahun dengan Tinea . Majority . Volume 8. Nomor 1. Maret 2019.

Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

8. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, Cetakan Ketiga. 2016.

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

20
9. Price SA,Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi Keenam. 2006. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

10. Siregar. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. 2005

11. Pippin MM. Madden ML. Tinea Cruris. In: StatPearls Publishing. Januari

2020.

21

Anda mungkin juga menyukai