Laporan Kasus
FAKULTAS KEDOKTERAN
Agustus 2020
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
“TINEA CRURIS”
Disusun Oleh :
Ida Wahyuni, S.Ked.
(105505405419)
Pembimbing :
Dr. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp. KK
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
1
2020
HALAMAN PENGESAHAN
NIM : 105505405419
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Makassar.
Pembimbing
2
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
terutama kulit., dimana kulit merupakan organ yang terletak di sisi terluar tubuh
manusia dan menjadi organ yang mendapat pengamatan secara terus menerus baik
oleh diri sendiri maupun orang lain. Di Indonesia yang menjadi penyebab penyakit
kulit biasanya akibat infeksi bakteri, jamur, virus, parasit yang dapat dipengaruhi
korneum epidermis, rambut, dan kuku. Seringkali disebut infeksi tinea dan
terbanyak.(2)
pada kulit lipat paha, genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal. Penyakit ini
merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan di daerah inguinal, yaitu sekitar 65-
80% dari semua penyakit kulit di inguinal (3). Faktor penting yang berperan dalam
5
lingkungan yang buruk, tempat tinggal padat penduduk, memiliki aktivitas tinggi
atau olahraga, dan kebiasaan menggunakan pakaian ketat atau lembab. (4)
korporis mayoritas adalah wanita (52,5%), usia tersering 45-64 tahun. Durasi
antropofilik, lesi kulit makula, papula eritema dan hiperpigmentasi dengan skuama
dan central clearing. Spesies penyebab tinea kruris dan/atau korporis yang paling
floccosum (4,2%). Pasien umumnya memiliki riwayat kebersihan yang cukup baik,
yang tidak menyerap keringat cukup tinggi. Hal tersebut yang menyebabkan masih
tingginya angka kejadian tinea kruris dan/atau korporis di Ciamis, Jawa Barat.(5)
Tinea Cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain
seperti bakteri Staphylococcus aureus. Pada infeksi jamur yang kronis dapat terjadi
bentuk yang primer dan sekunder. Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi
lebih aktif terdiri dari papula atau pustula. Jika kronis atau menahun maka
likenifikasi(6)
personal yang sederhana dan pendidikan kesehatan yang baik tanpa obat lebih
tinea cruris(7)
6
7
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Umur : 59 tahun
B. Anamnesis
gatal pada daerah sela paha (selangkangan) dan daerah lipatan payudara
sejak 1 minggu yang lalu, awal lesi hanya sedikit tetapi lama kelamaan
Anamnesis tambahan :
C. STATUS DERMATOLOGIS
Distribusi : Regional
Ukuran : Plakat
8
Efloresensi : makula eritematosa yang berbatas tegas dengan tepi aktif,
berukuran plakat, tersusun secara polisiklik dan central healing di tengah lesi
eritematosa yang berbatas tegas dengan tepi aktif, berukuran plakat, tersusun
papulovesikel.
D. DIAGNOSIS BANDING
1. Eritrasma
2. Kandidiasis
3. Psoriasis intertriginosa
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
adalah pemeriksaan kerokan kulit didaerah lesi dengan KOH 20% yaitu akan
9
Hifa pada sediaan KOH 20%
F. DIAGNOSIS KERJA
G. PENATALAKSANAAN
1. Nonfarmakologi
terkontaminasi.
2. Farmakologi
Cetirizin 1x10 mg
10
H. PROGNOSIS
11
BAB III
PEMBAHASAN
pada daerah sela paha (selangkangan) dan daerah lipatan payudara sejak 1
minggu yang lalu, awal lesi hanya sedikit tetapi lama kelamaan semakin
menerus tidak memberat pada malam hari, gatal dirasakan memberat saat
berkeringat dan nyeri akibat garukan, tidak ada keluarga dengan keluhan
serupa. Keluhan ini sesuai dengan gambaran klinis tinea cruris, yaitu gatal yang
semakin lama makin hebat pada daerah lipatan paha, lipat perineum, bokong
dan dapat ke genitalia yang disertai dengan adanya bercak merah yang
semakin lama makin meluas. Gatal terutama dirasakan apabila berkeringat atau
beraktivitas dan saat malam hari sewaktu tidur sehingga digaruk-garuk lalu
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar
anus. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan
penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah
genito-krural saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus
dan perut bagian bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea Cruris mempunyai
nama lain Eczema Marginatum, Jockey Itch, Ringworm of the Groin, Dhobie
Itch.(8) Tinea kruris disebabkan oleh infeksi jamur dengan golongan dermatofita.
12
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya tinea cruris antara lain
lingkungan yang padat, social ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia,
binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu
yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan
melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita. Iklim yang
lembap dan penggunaan pakaian dalam yang ketat juga dapat memicu
infeksi. Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat
berukuran plakat, tersusun secara polisiklik dan central healing di tengah lesi
Pada sediaan KOH tampak hifa bersepta dan bercabang tanpa penyempitan.
13
Gambar : Hifa pada sediaan KOH
1. Eritrasma
Frekuensinya sama pada pria dan wanita. Daerah beriklim panas lebih
sering daripada daerah dingin. Higiene yang buruk berperan penting dalam
14
keluhan tambahan. Dimulai dengan daerah eritema miliar, selanjutnya
meluas ke seluruh regio, menjadi merah, teraba panas seperti kena cabai.
Lokasi predileksi yaitu lipat paha bagian dalam sampai skrotum, aksila, dan
ditemukan pada lipat paha dengan lesi berupa eritema dan skuama tapi
wood dimana pada eritrasma akan tampak fluoresensi merah (coral red)
2. Kandidiasis
intermediat yang menyerang kulit, subkutan, kuku, selaput lendir dan alat-
terkadang nyeri jika ada infeksi sekunder. Lokasi predileksi yaitu Kulit:
Bokong sekitar anus, lipat ketiak, lipat paha, bawah payudara, sekitar pusat,
garis-garis kaki dan tangan dan kuku. Efloresensi : pada kulit terdapat
15
keadaan kronik, daerah-daerah likenifikasi, hiperpigmentasi, hiperkeratosis
akan tampak sangat merah, tanpa adanya central healing, dan lesi biasanya
3. Psoriasis intertriginosa
lesi yang khas berupa bercak-bercak eritema berbatas tegas padat, ditutupi
akan tampak lebih merah dengan skuama yang lebih banyak serta lamelar.
Ditemukannya lesi pada tempat lain misalnya siku, lutut, punggung, lipatan
16
terapi sistemik dapat diberikan Griseovulfin sesuai referensi dengan dosis pada
Selain itu, dapat diberikan juga cetirizine 1x 10 mg. Cetirizine adalah metabolit
aktif dan hidroksizin dengan kerja kuat dan panjang. Merupakan antihistamin
selektif, antagonis reseptor H1 dengan efek sedative yang rendah pada dosis aktif
disekitar inflamasi. Tujuan diberikan cetirizine pada pasien ini adalah untuk
mengurangi rasa gatal yang dialami pasien dan mengurangi proses peradangan
Mekanisme kerja dari obat ini berkaitan dengan selaput dinding sel jamur yang
membran sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam
bentuk cream 2%, solution, lotion, bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu.
Penggunaan pada anak sama dengan dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang
Prognosis pada pasien ini adalah baik, hal ini sesuai dengan kepustakaan
yang menyatakan bahwa umumnya pasien dengan tinea cruris yang menjalani
17
pengobatan yang sesuai mengalami tingkat kesembuhan mulai dar 80% hingga
90%.
18
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus dengan diagnosis sementara tinea cruris pada pasien
daerah sela paha (selangkangan) dan daerah lipatan payudara sejak 1 minggu
yang lalu, awal lesi hanya sedikit tetapi lama kelamaan semakin
menerus tidak memberat pada malam hari, gatal dirasakan memberat saat
berkeringat dan nyeri akibat garukan, tidak ada keluarga dengan keluhan
serupa.
tegas dengan tepi aktif, berukuran plakat, tersusun secara polisiklik dan
mg/hari (2 – 4 minggu) dan Cetirizin 1x10 mg. Obat topical : Miconazole krim
2 % 2x sehari.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sondakh, Pandaleke, Mawu. Profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan
Study. Vol. 30 / No. 1 / April 2018. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan
Soetomo Surabaya
4. Gafur AH. Seorang Anak Laki-Laki Usia 15 Tahun dengan Tinea Kruris.
Universitas Lampung
Corporis in Ciamis District Hospital, West Java. Vol. 28. No. 2. Agustus
2016
6. Mujur, Ismail, Sabir. Tinea Cruris. Vol. 3. No. 3. Desember 2019. Jurnal
8. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7, Cetakan Ketiga. 2016.
20
9. Price SA,Wilson L.M. Patofisiologi. Edisi Keenam. 2006. Jakarta: Penerbit
11. Pippin MM. Madden ML. Tinea Cruris. In: StatPearls Publishing. Januari
2020.
21