Disini menjelaskan pengulangan diri Allah. Yaitu keberadaan yang pertama dari Allah sebagai Bapa, dan hadir serentak dengan keberadaan kedua dari Allah dalam Yesus Kristus, yakni Allah Anak. Kehadiran Allah untuk kali pertama (Allah di atas kita) tidak berhenti atau hilang ketika Allah itu juga hadir untuk kali kedua yakni sebagai Allah diantara kita. Ketika Allah menjadi Tuhan yang imanen, Allah dalam momen pertama, yakni Tuhan yang transenden, tidak habis. Saat Yesus Kristus datang kepada kita sebagai Allah yang menyatakan diri ( Deus relevatus ), Allah yang tersembunyi (Deus absconditus) tidak berhenti ada atau hilang, Allah tetap ada sebagai misteri saat Ia menyingkapkan diri-Nya kepada manusia. Allah sudah ada sejak zaman kekekalan sebagai Bapa dan Anak. Jadi, kita mempunyai dua cara berada Allah yang berbeda: cara berada Allah sebagai Bapa dan cara berada Allah sebagai Anak. Allah yang satu itu melakukan dua gerakan, gerakan pertama sebagai Allah yang tidak dikenal ( Allah Bapa) yang berdiam ditempat mahatinggi, dan gerakan kedua sebagai Allah yang dikenal (Yesus Kristus) yang berdiam diantara kita. Kedua gerakan ini saling melengkapi dan saling mengisi. Seperti yang ditegaskan oleh Alkitab bahwa Yesus Kristus tidak menggantikan Allah Bapa, tetapi datang menyatakan Allah Bapa kepada kita. Dan ketika Ia datang, Allah Bapa tetap sebagai Allah Bapa. Seperti dikatakan oleh Yohanes 1:1-3, “ Firman itu Bersama-sama dengan Allah dan firman itu adalaha Allah.” Allah Bappa tidak berhenti ada ketika Yesus Kristus ada, melainkan ada Bersama-sama dengan Yesus Kristus. Jadi, kehadiran Yesus Kristus sebagai perwujudan sempurna Allah diantara manusia tidak membuat Allah yang tersembunyi itu hilang.
2. Kesetaraan Yesus Kristus dengan Allah Bapa
Yesus bukanlah Allah yang lebih rendah dari sang Bapa seperti yang dipropagandakan oleh beberapa orang orang seperti ajaran Arius. Arius adalah pentolan utama dari ajaran ini. Ajaran ini telah dikenakan anathema (kutukan atau larangan keras untuk dipakai dalam gereja sebba bertentangan dengan kesaksian Alkitab dengan Allah). Mereka menggunakan Alkitab untuk untuk membenarkan pikiran mereka. Prinsip berteologi thinking after the bible tidak mereka gunakan, melainkan thinking before the bible. Alkitaba dengan jelas mengatakan bahwa Yesus itu adalah Allah, setara, sehakikat dengan sang Bapa (Yoh 1:1-3), sehingga siapa yang telah melihat Dia, ia melihat Bapa (Yoh 14:9-10,20). Di dalam Dia berdiam secara jasmani seluruh kepenuhan Alllah (Kol 2:9). Memang ada bagian dalam Alkitab yang memberi kesan bahwa Yesus Kristus tidak sama dengan Allah. Ia lebih rendah hakikatnya dari sang Bapa. Dan Yohanes 14:28 merupakan ayat favorit dari para penentang dogma Trinitas. Arius memakai ayat ini untuk memperlihatkan kelemahan dogma Kristen tentang keilahian Yesus. Begitupun dengan pengikut Saksi Yehova pada masa kini menggunakan referensi yang sama untuk menolak kesetaraan Yesus dengan Allah Bapa. Bunyi ayat ini adalah, “Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekirannya Aku kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.” Ada banyak tafsiran yang dibuat berdasarkan ungkapan terakhir Yt ini “ Sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.” Semua tafsirran itu pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua, yang pertama melihat ayat ini sebagai penyangkalan akan kesetaraan Yesus dan Allah Bapa. Tafsiran seperti ini bisa saja dibenarkan secara harfiah, tetapi bersifat statis. Tetapi bertentangan dengan prinsip dogmatis Kristen yang melihat Alkitab sebagai sebagai sebuah kesaksian yang tidak terbagi. Jadi jika kita mengikuti cara membaca ini, apakah yang akan kita katakana nanti sewaktu bertemu dengan ayat-ayat lain yang berasal dari Yesus sendiri tentang kesetaraan Yesus dengan Allah Bapa ? Kelompok kedua mengajukan cara memahami ayat ini dalam konteks yang lebih dinamis dan perspektif, yaitu dalam hubungan dengan satu seri khutbah Yesus yang beermula dari Yohanes pasal 13, “ Sebab Bapa lebih besar dari pada Aku,” menurut Raimond E. Brown adalah pasal 13:16, “ Sesungguhnya seorang utusan tidaklah lebih tinggi dari pada yang mengutusnya”. Jadi, yang mau ditegaskan disini adalah statuus Yesus sebagai utusan Allah. Yesus, sang Anak bersedia untuk meninggalkan keilahian-Nya dan mmenjadi rendah dalam rangka menjalani tugas yang Ia emban dari Allah.