Anda di halaman 1dari 6

Tugas Kelompok Dogmatika 1

5. Makna Iman kepada Allah Tritunggal dalam kondisi-kondisi kekinian.


 Bagaimana bagi Covid-19,artikel : Apa makna Iman kepada Allah yang
berhadapan dengan Covid-19.
 Radikalisme Agama, ( Tindakan-tindakan ekstrim, intoleran, bagi makna ajaran
Trinitas ).
 Apa makna ajaran Trinitas untuk Ekologi ( Keselamatan Lingkungan Hidup ).
Jawab :
Makna Iman kepada Allah Tritunggal dalam Konteks Kekinian.

Kita telah berbicara secara luas tentang isi pengakuan iman orang Kristen kepada Allah
Tritunggal. Saatnya untuk kita menarik makna dari pengakuan itu bagi hidup dan pergumulan
orang percaya dalam konteks kekinian.Dalam Allah ada kejamakan, ada pluralitas. Kebhinekaan
dalam Allah berelasi begitu rupa sehingga terciptalah keharmonisan, melahirkan keindahan. Cara
berada yang berbeda-beda dalam Allah itu tidak ingin ada untuk diri sendiri dan tanpa cara
berada yang lain. Yang satu tidak berdiri di atas dan yang lain berada di bawah. Mereka selalu
ada bersama-sama dan saling mengisi. Pribadi yang satu memberi diri sepenuhnya kepada
pribadi yang lain dan sebaliknya. Inilah sesungguhnya model pluralisme yang dikehendaki
Allah. Kepelbagaian yang kita temui dalam masyarkat perlu dibangun menurut model pluralism
dalam Allah, di mana tiap komponen yang berbeda-beda ada untuk sling mengisi dan
melengkapi. Pluralisme dalam masyarkat yang berpola pada pluralism dalam Allah pasti
menikmati banyak berkat dalam kehidupan bersama.
Jika dikaitkan pada masa sekarang bagaimana Iman kita terus bertumbuh kepada Allah.
Seperti dikatakan dalam buku Iman Kristen dalam buku Harun Hadiwijono, dalam Perjanjian
Lama kata iman berasal dari kata kerja aman, yang berarti “memegang teguh”. Kata ini dapat
muncul dalam bentuk yang bermacam-macam, umpamanya dalam arti “memegang teguh kepada
janji “ seseorang, karena itu dianggap teguh atau kuat, sehingga dapat diamine, dipercaya. Jika
diterapkan kepada Tuhan Allah, maka kata iman berarti, bahwa Allah harus dianggap sebagai
Yang Teguh atau Yang Kuat. Orang harus percaya kepada-Nya, berarti bahwa ia harus
mengamini bahwa Allah adalah teguh atau kuat. Oleh karena itu, menurut Perjanjian Lama,
beriman kepada Allah berarti mengamini, bukan hanya dengan akalnya, melainkan juga dengan
segenap kepribadian dan cara hidupnya, kepada segala janji Allah yang telah diberikan dengan
perantaraan firman dan karya-Nya. Barangsiapa yang beriman dengan cara demikian itu segenap
hidupnya dikuasai oleh janji-janji Allah.

 Iman Kristen di tengah pandemi

Dampak virus corona Covid-19 semakin meluas dan semakin bertambah jumlahnya.
Hampir semua negara merasakan dampaknya. Sebagian gereja, baik di Indonesia maupun luar
negeri (Singapura, Hong Kong, dan lainnya) sudah tidak lagi mengadakan pertemuan bersama di
gedung gereja. Mereka mulai melakukan ibadah secara online (live streaming atau recorded
sermon). Beberapa menawarkan beberapa opsi ibadah yang beragam sekaligus, tergantung pada
preferensi jemaat masing-masing.Fenomena ini menimbulkan pro dan kontra. Sudah banyak
jemaat, hamba Tuhan, gereja maupun sinode yang menanyakan pendapat tentang hal ini.
Saya mengutip dari buku Iman Kristen di tengah Pandemi yang diulis oleh Pdt. Dr.
Daniel L. Lukito .Pandemi COVID-19 sudah melanda seluruh dunia kira-kira setengah tahun dan
hari-hari belakangan ini semua orang secara global mau tidak mau, siap atau tidak, suka atau
tidak, harus menjalani kehidupannya kebanyakan dari dalam rumah dalam ketidakpastian,
kesepian, kekhawatiran, ketakutan, kepanikan (khususnya bila ada anggota keluarga yang
terinfeksi), dan sangat mungkin, kehilangan harapan bagi masa depan (terutama bila sedang
terbaring di ruang isolasi rumah sakit). Tambahan lagi, tidak ada seorang pun yang dapat
memastikan kapan pandemi ini akan berakhir, dan berapa besar kerusakan yang diakibatkannya
dalam lingkup kesehatan, ekonomi, perdagangan, lingkup finansial, dunia entertainment-
tourisme-olahraga, kehidupan sosial, agama/ibadah, dan budaya. Di tengah situasi tidak menentu
inilah semua orang, termasuk orang Kristen, dipaksa (atau terpaksa?) beradaptasi (menyesuaikan
diri) dengan pola kehidupan yang tidak seperti biasa dan di luar kendali akal dan kemampuan
kita. Namun demikian, menurut saya, sebagai orang percaya, kita jangan hanya beradaptasi saja,
apalagi hanya berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa yang sifatnya kontributif bagi orang lain
dan dunia di sekitar kita. Jadi, bagaimana seharusnya seorang Kristen bersikap dan bertindak
ketika Corona virus ini semakin merajalela? Menurut saya, orang percaya harus hidup secara
realistis mengedepankan iman yang teguh dan hikmat dari Atas, khususnya ketika dunia di
sekeliling kita sedang berhadapan dengan penyakit, penderitaan, dan kematian. Pada bagian
pertama dalama buku itu di Bahas mengenai tentang tikus-tikus yang mati hingga adanya
kematian dan kota itu di lockdown. Sama dengan Virus Corona mula-mula di Wuhan, China dan
menyebar keseluruh dunia hingga sekarang ini,

Pada saat kebanyakan orang sedang mengalami kebingungan, kepanikan, dan ketakutan,
marilah kita melihat kepada firman Tuhan, firman yang hidup dan firman yang kekal.
Renungkan baik-baik yang dikatakan oleh rasul Paulus dalam Filipi 1:21 di mana ia menulis:
“Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Perhatikan: Kata kunci yang
dipergunakannya adalah “Kristus,” dan Yohanes Calvin (1509-1564) pernah
menginterpretasikan ayat ini secara unik dan tepat sekali. Menurutnya, “Kristus” harus
menjadi subjek dan predikatnya adalah “keuntung-an” (jadi predikatnya tidak boleh “hidup
[bersama Kristus]” dan “mati [memperoleh keuntungan]”). Jadi yang tampak menonjol pada ayat
ini adalah frasa: “Kristus [adalah] keuntungan.”

Saya juga mengutip tulisan Pdt. Ebenhaizer Nuban Timo dalam paper nya berjudul
Gereja belajar dari Covid-19, dikatakan dengan adanya berita yang terbesar di media sosial
bahwa Covid-19 adalah Masa Penghakiman Gereja Tuhan. Dan penulis menjawab dalam
tulisannya “Memahami Covid 19 sebagai hukuman, apalagi kutuk dari Allah itu sama dengan
memposisikan Allah sebagai hakim yang menyeramkan dan raja yang ganas, yang pekerjaanNya
ialah memata-matai manusia untuk dihukum. Gambaran ini bertolak belakang dengan Allah yang
diperkenalkan oleh Yesus, yakni sebagai Bapa yang berbela rasa. Marcus J. Borg menyampaikan
sebuah ceramah berjudul God in 2000 yang menyoroti perbedaan hakiki antara Allah sebagai
hakim yang menyeramkan dan sebagai Bapa yang berbela rasa. Masih dibutuhkan penelitian dan
penyelidikan yang saksama mengenai asal-usul Covid 19, apakah ini sebuah fenomena alami
ataukah rekayasa genetika ciptaan manusia dalam rangka mengendalikan persaingan ekonomi
global. Jadi Covid 19 bukanlah hukuman atau kutuk dari Tuhan. Itu merupakan buah dari
ketamakan dan keserakahan manusia dalam mengeksploitasi alam. Covid 19 adalah wujud dari
perlawanan makhluk-makhluk alam karena ulah manusia yang mengancam kehidupan mereka
dan mencoba menghapuskan peran mereka dalam opera kosmos untuk mengagungkan kebesaran
Sang Pencipta.

Menurut Calvin, Paulus sendiri tidak terlalu mempermasalahkan antara hidup atau mati,
karena (baik hidup atau mati) Kristus adalah keuntungan. Inilah kestabilan iman seorang yang
mengikut dan melayani Kristus, yaitu ia tidak terbuai oleh kehidupan sekarang dan sekaligus
tidak dihantui oleh “momok” kematian yang ada di depannya, “Sebab jika kita hidup, kita hidup
untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah
milik Tuhan” (Rm. 14:8). Dengan demikian, sekalipun kematian tetap merupakan sebuah
ancaman, mendatangkan ketakutan, dan setara dengan malapetaka yang mengerikan, kestabilan
iman orang percaya yang memiliki dan dimiliki oleh Kristus yang mengendalikan kehidupannya
sekarang ini. Jadi tetap berpengharapan dan beriman teguh pada kasih Allah dalam masa
pandemi Covid-19, Jangan Panik, Tetap Berdoa dan Percayalah bahwa Tuhan selalu Menyertai
kita. membentuk kelompok radikal Kristen yang melakukan tindakan kekerasan karena itu
adalah cara yang salah dan tidak dikehendaki oleh Allah. Sebab Allah membenci segala bentuk
tindakan kekerasan, termasuk kekerasan yang mengatasnamakan agama. Untuk itu membela
iman Kristen haruslah dengan cara melakukan kesalehan hidup dalam kehidupan sehari-hari
seperti yang telah diajarkan di dalam Alkitab.

 Iman Kristen dalam Radikalisme Agama

Radikalisme agama merupakan isu yang masih hangat untuk diperbincangkan, khususnya
di negara Indonesia pada saat ini. Radikalisme agama terjadi akibat pemahaman yang salah
dalam mengerti ajaran kepercayaan yang dianut, sehingga mengakibatkan sikap intoleransi.
Sikap intoleransi dapat mengakibatkan perpecahan. Contohnya yang terjadi di negara Indonesia
saat ini, di Desa Sukahurip Kabupaten Bekasi di mana terjadi penonalakan terhadap
pembangunan pura/rumah ibadah umat Hindu yang sudah memenuhi syarat, memiliki izin, dan
dukungan dari warga lokal, namun ada saja sekelompok orang yang bersikap intoleransi sampai
ingin berjihat apabila pembangunan rumah ibadah tersebut tetap dilaksanakan. 1 Kasus lainnya
juga terjadi terhadap pembangunan gereja/rumah ibadah umat Kristiani pada gereja Katolik
Santo Joseph di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, di mana sekelompok orang menolak
pembangunan gereja dan melakukan bentuk tindakan persekusi terhadap setiap panitia
pembangunan gereja. 2 Tindakan ini dilakukan oleh orang-orang yang salah dalam memahami
ajaran agamanya. Tindakan kekerasan yang dilakukan dengan mengatasnamakan agama akan
mengancam keharmonisan masyarakat di Indonesia. Intoleransi, di mana mereka memiliki sikap
yang tidak dapat menghargai pendapat atau keyakinan orang lain, di karenakan mereka merasa
bahwa ajaran agama mereka sajalah yang benar. Radikalisme agama tidak terjadi begitu saja,
penyebab dari hal tersebut menurut Zuly Qodir dalam jurnalnya yang berjudul Kaum Muda,
Intoleransi, dan Radikalisme Agama, menjelaskan bahwa, terjadinya radikalisme yang
menyebabkan kekerasan atas nama agama: Pertama, pemahaman yang salah dalam manafsirkan
ayat-ayat Kitab Suci. Kedua, disebabkan karena adanya ketidak adilan politik, hukum, dan
ekonomi yang berjalan di sebuah negara. Ketiga, buruknya penegakan hukum yang ada di
sebuah negara sehingga mengakibatkan ketidak adilan hukum. Keempat, pendidikan yang
memperbolehkan kekerasan untuk membela agama atau pendidikan yang lebih menekankan
aspek indoktrinasi, di mana melihat kebenaran hanya ada di dalam agamanya saja dan tidak
menerima padangan lainnya.7 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa,
radikalisme agama merupakan suatu paham atau aliran yang melakukan tindakan kekerasan
dengan mengatasnamakan ajaran agama, di mana penganutnya memiliki karakter intoleransi,
fanatik, eksklusif, dan revolusioner.
Penting untuk diketahui bahwa setiap orang Kristen harus dapat membela iman dan
kepercayaannya. Ada beberapa contoh di Alkitab, sebagai orang Kristen harus berani membela
iman dan kepercayaannya. Salah satunya ialah Rasul Paulus di mana dalam kehidupannya dia
berani memberikan pembelaan untuk memberitakan kebenaran Injil di ruang pengadilan (Kis.
24:10; 25:8, 16; 26:1; Flp. 1:7). Di dalam membela Iman Kristen yang perlu diketahui bahwa,
bukan dengan membentuk kelompok radikal Kristen yang melakukan tindakan kekerasan karena
itu adalah cara yang salah dan tidak dikehendaki oleh Allah. Sebab Allah membenci segala
bentuk tindakan kekerasan, termasuk kekerasan yang mengatasnamakan agama. Untuk itu
membela iman Kristen haruslah dengan cara melakukan kesalehan hidup dalam kehidupan
sehari-hari seperti yang telah diajarkan di dalam Alkitab.

 Iman Kristen dalam Ekologi ( Keselamatan Lingkungan Hidup )

Berbicara tentang Lingkungan berarti berbicara tentang Sampah. Keberadaan Sampah yang
sangat dekat dengan kehidupan manusia berdampak bagi kehidupan manusia dan lingkungannya.
Sampah sangat berperan dalam penyebarn penyakit seperti diare. Tifus,penyakit jamur,
kecacingan dan keracunan. Dampak yang ditimbulkan oleh sampah terjadi akibat pengelolaan
yang tidak optimal. Lalu siapakah yang harus mengelola sampah ? Seringkali masyarakat
berdalih bahwa pemerintahlah yang harus mengelola sampah. Tetapi, sebenarnya selain
pemerintah, setiap individu wajib mengelola sampah karena individu adalah penghasil sampah.
Semua orang sangat berperan penting dalam mengelola dan berpartisipasi di dalamnya. Jika
demikian gereja harusnya berperan serta dengan mendorong warga jemaat untuk berpartisipasi
dalam pengelolaan sampah. Sebagaimana yang dikatakan diatas, gereja dapat mendorong
warganya terlibat aktif dalam pengelolaan sampah melalui ajaran Tritunggal. Dalam upaya ini,
hal penting yang harus dipahami orang Kristen adalah bahwa Tritunggal itu dogmatis sekaligus
praktis. Catherine M. LaCugna, seorang teolog Khatolik, mengatakan bahwa Tritunggal ajaran
yang hakekatnya memiliki konsekuensi yang radikal terhadap kehidupan Kristen. [1] Ajaran ini
tidak hanya memberi pengetahuan tentang siapa Allah pada diriNya yang dipercaya dan
disembah orang Kristen, tetapi juga membawa pengetahuan itu secara tegas ke dalam kehidupan
praktis. LaCugna mendasari pandangannya pada fakta bahwa pengetahuan orang Kristen tentang
Allah Tritunggal itu berasal dari penyataan diri Allah melalui perbuatan-perbuatan atau tindakan-
tindakanNya, yang secara sempurna nyata melalui Yesus Kristus, untuk membawa keselamatan
bagi segenap ciptaan. [2] dapat dikatakan bahwa perbuatan atau tindakan Allah ( ad extra )
adalah hal praktis yang keluar dari dalam diri/keberadaan Allah ( ad intra ) itu sendiri. [3] hal ini
menegaskan bahwa keberadaan dan perbuatan Allah Tritunggal tidak bisa dipisahkan. [4] Dari
karya nyata Allah dalam diri Yesus Kristus dan kemudian Roh Kudus, orang Kristen percaya
bahwa Bapa, Putera, dan Roh Kudus adalah Allah yang Esa. Pengakuan ini diucapkan dalam tiap
minggu dan dalam KJ. 242 “Muliakan Allah Bapa”. Seperti apa hakekat Allah pada diriNya
dalam tiga pribadi atau bagaiman relasi antara ketiga pribadi yang berbeda ini telah menjadi
topik berdebatan. Bapa, Putera dan Roh Kudus berada dalam satu relasi kasih. [5] Dalam relasi
ini, ketiga pribadi berada dan berdiam bersama-sama dan dalam satu persekutuan yang begitu
rupa sehingga tiga pribadi itu berada dalam ke-Esa-an.

Jadi dengan dasar konsep Tritunggal yang dogmatis sekaligus praktis inilah orang Kristen
I dalam memelihara lingkungan hidupnya. Dan fungsi konsep ini juga membaw kembali orang
percaya kepada fungsinya terhadap alam yaitu memelihara alam dan mengelola alam untuk
kebaikkan sesama.

Anda mungkin juga menyukai