Anda di halaman 1dari 30

 

REFARAT
Abses Submandibula

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mengikuti Kepanitraan Klinik Senior Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Di RSUD Dr. R M Djoelham Kota Binjai

Oleh
Adek Ayu Tuti Alawiyah
102119019

Pembimbing :

dr. Sri Utami Wulandari, Sp.THT-KL

KEPANITRAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN BEDAH KEPALA LEHER (THT-KL)
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. R M DJOELHAM KOTA BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat degan judul “Abses Submandibula”.

Penulisan refarat ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik
Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan Bedah Kepala Leher (THT-KL), Fakultas Kedokteran Universitas Batam.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, yakni
dr. Sri Utami Wulandari, Sp.THT-KL yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan refarat ini tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih jauh dalam kata sempurna.Oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
refarat selanjutnya semoga refarat ini bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Binjai, Juni 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………….......................... . iii

DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………….. 1

BAB II. PEMBAHASAN

A. Anatomi Ruang Leher……..…...…………........................................ 2

B. Definisi Abses Submandibula............................................................. 8

C. Epidemiologi Abses Submandibula………………………………… 9

D. Etiologi Abses Submandibula...........................................……….…. 9

E. Patofisiologi Abses Submandibula................……………………….. 10

F. Manifestasi Klinis Abses Submandibula.............................................. 10

G. Diagnosis Abses Submandibula........................................................... 11

H. Penatalaksanaan Abses Submandibula................................................. 14

I. Komplikasi Abses Submandibula........................................................... 17

J. Prognosis Abses Submandibula.............................................................. 18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………............ 19

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Potongan Sagital Leher....................………………………. 5


Gambar 2.2 Potongan Axial Kepala........................................................ 6
Gambar 2.3 Submandibular Space.......................................................... 7
Gambar 2.4 Pembengkakan Abses Submandibula.................................. 11
Gambar 2.5 Foto Polos Kepala Lateral................................................... 12
Gambar 2.6 Foto Panoramic Terdapat Abses......................................... 13
Gambar 2.7 Foto Thoraks dengan Trakea Terdorong............................ 13
Gambar 2.8 CT-scan pasien Abses submandibula.................................. 14
Gambar 2.9 Insisi Abses Submandibula.................................................. 16
Gambar 2.10 Trakeostomi......................................................................... 17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abses submandibula merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Nyeri
tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan
leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher
dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal,
telinga tengah, dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan
pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kebanyakan kuman penyebab adalah
golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman
campuran. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses
submandibulla, dan ludovici (Ludwig’s Angina). (1)
Anatomi dari abses leher dalam sangat komplek, sehingga sulit untuk mementukan
lokasi infeksi. Untuk diagnosis dari abses leher dalam cukup sulit karena abses ini
ditutupi beberapa jaringan lunak yang ada pada leher dan juga sulit untuk mempalpasi
serta menginspeksi dari luar.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi Ruang Leher


Ruang potensial leher dalam dibagi menjadi ruang yang melibatkan daerah sepanjang
leher, ruang suprahioid dan ruang infrahioid.(2)
1. Ruang-Ruang Sepanjang Leher
a. Ruang Retrofaringeal (Retroviseral, Retroesofageal,Space viscera dalam)
Space ini merupakan space potensial diantara bagian viscera dari fascia
cervikalis dalam lapis media yang mengelilingi faring dan esophagus
dianterior dan pada bagian posterior mulai dari alar lapis dalam fascia
servikalis dalam.
Dibatasi oleh :
 Superior: Basis cranii
 Inferior: Mediastinum superior, percabangan trakea (V.Th4), lapisan
tengah yang bersatu dengan lapisan alar “fascia servikalis dalam”.
 Anterior: faring dan esophagus
 Posterior: Alar fascia
 Lateral: Selubung carotid

b. Danger Space
Adalah ruang potensial antara daerah alar dan prevertebra lapis dalam dari
fascia servikalis dalam. Terletak di posterior space retrofaringeal dan di
anterior dari space prevertebra.
Dibatasi oleh:
 Superior: Basis cranii
 Inferior: Diafragma
 Anterior: fascia alaris
 Posterior: Fascia prevertebra
 Lateral: Prosesus transversa vertebra

2
c. Space Prevertebra
Adalah ruang potensial yang padat dan terletak posterior dari Danger space.
Dibatasi oleh:
 Superior: Basis cranii
 Inferior: Coccyx
 Anterior: Fascia prevertebra
 Posterior: Corpus vertebral
 Lateral: Prosesus transversa vertebra

d. Space vascular dalam


Adalah space potensial didalam carotid sheath. Berisi Arteri carotis, Vena
jugularis interna, Nervus vagus.
Dibatasi oleh:
 Anterior : m. Sternocleidomastoideus
 Posterior: rongga prevertebra
 Medial: rongga visceral
 Lateral: m. Sternocleidomastoideus

2. Ruang-Ruang Diatas Os Hyoid


a. Pharyngeal Space
Batas-batasnya adalah:
 Superior: Basis cranii
 Inferior: Os hyhoid
 Anterior: Raphe pterygomandibular
 Posterior: fascia prevertebra
 Medial: Dinding lateral faring
 Lateral: Fascia servikalis lapisan superficial dari m. Pterygomandibular,
kelenjar parotis dan mandibula.

3
b. Parotis Space
Fascia servikalis profunda lapis superficial terpecah diseputar kelenjar
parotis dan bergabung dengan kelenjar limph untuk membentuk ruang parotis.
Fascia ini tidak tertutup komplit dibagian atas dalam permukaan
kelenjar yang berhubungan langsung dengan space pharyngomaxillary.
Space ini berisi Arteri Carotis eksterna, Vena Fasialis posterior, Nervus
Fasialis tranverses, Kelenjar parotis.

c. Masticator Space
Ruang ini terletak di anterior dan lateral dari pharyngomaxillary space
dan di inferior dari Temporal space. Lapis superfisial dari fascia servikalis
dalam terpecah untuk mengelilingi mandibula sehingga membentuk ruang
potensial ini dan menutupi otot mastikator. Ruang ini berisi m. Massester, m.
Pterygoid internal dan eksternal, Rumus dan Corpus mandibula, tendo m.
Temporalis, Nervus Alveolaris inferior, Aerteri Maxillaris interna.

d. Peritonsillar Space
Batas-batasnya:
 Medial: Tonsila palatina
 Lateral: M. Konstriktor faringeus superior

e. Temporal Space
Ruang ini terletak diantara fascia temporalis di lateral dan di medial
dengan periosteum os. Temporal. Rongga ini berisi Arteri Maxillaris interna,
Pembuluh darah mandibula, Nervus mandibularis.

4
f. Submandibular Space
Space ini dipisahkan oleh m. Mylohyoid menjadi ruang Sublingual di
superior dan ruang submaksilaris di inferior. Seluruh kompartemen terletak
antara dasar mukosa mulut dan fascia servikalis profunda lapis superficial.
Adapun batas-batasnya adalah :
Adapun batas-batasnya adalah:
 Superior: Mukosa mulut
 Inferior: m. Digastricus, Fascia servikalis profunda lapis superficial
 Anterior: m. Mylohyoid dan digasticus belly anterior
 Posterior: m. Digastricus belly posterior dan ligamentum stylomandibular
 Medial: m. Hyglosus dan m. Mylohyoid
 Lateral: Kulit, platysma dan mandibular

 Superior : Basis cranii


 Inferior : mediastinum superior, percabangan trakea (V.Th4), lapisan teng

1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
5
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
6
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
7
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
8
 Ruang prevertebral.
1. Di bawah hyoid:
 Carotid Sheath
 Ruang Pretrakeal
 Ruang Retroviseral
 Ruang Viseral
 Ruang prevertebral.

Gambar 2.1 Potongan Sagital Leher

9
Gambar 2.2 Potongan Axial Kepala
Ruang submndibula terletak diantara mukosa dasar mulut (sebagai batas superior) dan
lapisan superficial pada fasia servikalis bagian dalam ( sebagai batas inferior). Di bagian
inferiornya dibentuk oleh otot digastrikus. Batas lateralnya berupa kulit, otot platysma,
dan korpus mandibula. Sedangkan dibagian medialnya berbatasan dengan hyoglosus dan
milohioid. Di bagian anteriornya, ruang ini berbatasan dengan otot digastrikus anterior
dan milohioid. Bagianposteriornya berbatasan dengan ligamentum submandibula dan otot
digastrikus posteriornya.(2,3,4,5,6,7)
Ruang submandibula merupakan ruang di atas hyoid yang terdiri dari ruang sublingual
dan ruang submaksila. Ruang sublingual dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot
milohioid. Ruang submaksila selanjutnya dibagi atas ruang submental dan ruang
submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior tetapi kedua ruang ini berhubungan
secara bebas. Namun ada pembagian lain yang tidak menyertakan ruang sublingual
kedalam ruang submandibula, dan membagi ruang submandibula atas ruang submental
dan ruang submaksila saja.(1,4,6)

10
Gambar 2.3 Submandibular Space
Ruang sublingual mengandung kelenjar sublingual, duktus Wharton, dan
saraf hipoglosal. Ruang ini terletak dia atas otot milohioid tetapi masih
dianterior lidah, dan dilateral otot intrinsic lidah (genioglosus dan geniohioid)
dan superior dan medial dengan otot milohioid. Dibagian anteriornya,
berbatasan dengan sepanjang genu mandibula dan bagian posteriornya
berhubungan bebas dengan ruang submaksila .(4,6,8)
Ruang submaksila berada di bawah otot milohioid, dan mengandung
kelenjar submandibula dan kelenjar getah bening. Ruang submksila ini
berhubungan bebas dengan ruang sublingual sepanjang tepi posterior otot
milohioid. Kelenjar submandibula terletak diantara kedua ruang tersebut. (2,4)
Ruang submental merupakan ruang yang terbentuk segitiga yang terletak di
garis tengah dibawah mandibula dimana batas superior dan lateralnya dibatasi
bagian anterior otot digastricus. Dasar pada ruangan ini adalah otot
milohyoid sedangkan atapnya adalah kulit, facia superficial, otot platysma.
Ruang submental mengandung beberapa nodus limfe dan jaringan lemak
fibrous.(2)

11
3. Ruang-Ruang Dibawah Os. Hyoid
a. Anterior Visceral Space
Sering disebut juga sebagai pretracheal space, terletak dianterior leher
berjalan dari kartilago tiroid kemudian turun ke mediastinum superior
setinggi Vert.Th 4 dekat dengan arkus aorta. Ruang ini ditutupi oleh fascia
servikalis profunda lapis media. Ruang ini dimulai dari strap muscles anterior
kemudian mengelilingi trakea dan kemudian mencapai dinding anterior
esophagus.
Batas-batasnya:
 Superior: Os. Hyoid
 Inferior: Mediastinum
 Anterior: Lapis superficial dari fascia cervicalis dalam
 Posterior: ruang retrofaring, ruang prevertebra
 Lateral: ruang parafaring, fascia carotis

B. Definisi Abses Submandibula


Abses submandibula adalah peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah
submandibula.(8,9) Keadaan ini merupakan salahsatu infeksi pada leher bagian dalam
(deep neck infection). Pada umumnya, sumber infeksi pada ruang submandibula berasal
dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula. Mungkin
juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain. (9)
Akhir-akhir ini abses leher bagian dalam termasuk abses submandibular sudah
semakin jarang dijumpai.(8,10) Hal ini disebabkan penggunaan antibiotik yang luas dan
kesehatan mulut yang meningkat.Walaupun demikian, angka morbiditas dari komplikasi
yang timbul akibat abses submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan
penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan.

12
C. Epidemiologi Abses Submandibula
Dari penelitian didapatkan bahwa angka kejadian abses submandibula berada
dibawah abses peritonsil dan retrofaring. Namun dewasa ini, angka kejadian menduduki
urutan tertinggi dari seluruh abses leher dalam. Sekitar 70-85% dari kasus disebabkan
oleh infeksi dari gigi, selebihnya karena sialadenitis, limfadenitis, laserasi dinding mulut
atau fraktur mandibula.(11)
Abses submandibula masih sering ditemukan dan lebih sering pada kelompok umur
21-30 tahun (masa produktif). Dibagian THT-KL Rumah Sakit Dr. Djamil Padang
selama periode oktober 2009-september 2010 didapatkan abses leher sebanyak 33 orang
dengan abses peritonsil 32%, abses submandibula 26%, abses parafaring 18%, abses
retrofaring12%, abses mastikator 9%, abses pretrkeal 3%.(11)

D. Etiologi Abses Submandibula


Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur atau kelenjar limfa
submandibula. Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. Kuman
penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.(1,5)
Infeksi dapat timbul dari gigi berbagai ruang, yang paling ruang submental,
sublingual, dan submandibula. Ketiga ruang tersebut dapat terinfeksi melalui penyebaran
langsung dari gigi dan tulang atau melalui kelenjar limfe.(5)
Faktor yang dapat menentukan apakah infeksi terjadi pada ruang sublingual atau
ruang submandibula adalah lokasi perforasi infeksi dengan perlekatanya m.mylohyoid,
jika lokasi akar gigi lebih tinggi dari perlekatan m.mylohyoid (premolar molar 1) maka
infeksi melibatkan ruang sublingual sedangkan jika lokasi akar gigi lebih rendah dari
perlekatan m.mylohyoid (molar 3) maka infeksi melibatkan ruang submandibula, dan
infeksi dapat melibatkan kedua ruang jika berasal dari molar 2. (3)
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai
kuman, baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang
sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis, Klebsiell sp, Neisseria sp.
Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang
gram negatif, seperti Bacteroides, Prevotella, maupun Fusobacterium.(10)
E. Patofisiologi Abses Submandibula

13
Berawal dari etiologi diatas seperti infesi gigi. Nekrosis pulpa karena karies dalam
yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang banyak, maka infeksi yang
terjadi akan menyebar ke tulang spongiosa sampai tulang cortical. Jika tulang ini tipis,
maka infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak. Penyebaran infeksi ini
tergantung dari daya tahan jaringan dan tubuh.
Infeksi odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat (perikontinuitatum),
pembuluh darah (hematogenous), dan pembuluh limfe (limfogenous). Yang paling sering
terjadi adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya celah/ruang di antara
jaringan berpotensi sebagai tempat berkumpulnya pus. Penjalaran infeksi pada rahang
atas dapat membentuk abses palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses facial. Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat
membentuk abses subingual, abses submental, abses submandibular, abses submaseter,
dan angina ludwig. Ujung akar molar kedua dan ketiga terletak dibelakang bawah linea
mylohyoidea (tempat melekatnya m. Mylohyoideus) yang terletak di aspek daam
mandibula, sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan membentuk abses, pus
nya dapat menyebar ke ruang submandibula dan dapat meluas ke ruang parafaringeal.
Abses pada akar gigi menyebar ke ruang submandibula akan menyebabkan sedikit
ketidaknyamanan pada gigi, dan pembengkakan sekitar wajah di daerah bawah. Setelah 3
hari. pembengkakan akan terisi pus. Jika tidak diberikan penanganan, maka
pus akan keluar, menyebabkan terbentuknya fistel pada kulit. Pus tersebut juga dapat
menyebar ke jaringan lain sekitar tenggorokan, dan ini dapat menyebabkan problem
pernafasan. Jadi abses submandibular merupakan kondisi yang serius. (2,12,13)
F. Manifestasi Klinis Abses Submandibula

Gejala Umum Abses Gejala Pembengkakan Abses


Nyeri Terasa nyeri
Bengkak Panas
Eritema pada jaringan Kurang dari 2 minggu
Trismus Berkembang sangat cepat
Demam Disertai sakit gigi atau terlihat karies gigi (9)
Gejala klinis abses submandibula meliputi demam tinggi, nyeri leher disertai
pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah lidah, mungkin berfluktuasi.

14
Dapat juga terjadi sakit pada dasar mulut, trismus, indurasi submandibula dan kulit di
bawah dagu eritema dan oedem. (1,9)

G. Diagnosis Abses Submandibula


1. Anamnesis
Pasien biasanya akan mengeluhkan leher bengkak, nyeri, suara sengau, demam,
air liur yang banyak, trismus akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan
sesak nafas akibat sumbatan jalan nafas oleh lidah yang terangkat ke atas dan
terdorong ke belakang.(8,9)
Sesuai etiologi yang paling sering mengakibatkan abses submandibula, dari
anamnesis di dapatkan adanya riwayat sakit gigi, mengorek atau mencabut gigi atau
adanya riwayat higiene gigi yang buruk. Dari anamnesis juga didapatkan gejala
berupa sakit pada dasar mulut dan sukar membuka mulut. (1,5,9)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda vital biasa ditemukan demam. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya pembengkakan di daerah submandibular , fluktuatif, dan
nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent (merupakan
tanda khas). Angulus mandibula dapat diraba. Lidah terangkat ke atas dan terdorong
ke belakang.(14,15)

Gambar 2.4 Pembengkakan Abses Submandibula


3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
15
1) Pemeriksaan Darah Rutin
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Peningkatan
leukositosis yang merupakan tanda dari infeksi.(20)
2) Pemeriksaan Kultur Darah
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik
yang sesuai untuk pengobatan.(20)

b. Radiologis
1) Rontgen jaringan lunak kepala posisi anterior, posterior dan lateral
Pemeriksaan radiologi sederhana berupa foto jaringan lunak leher dengan
posisi anterior posterior dan lateral, biasanya dapat menjelaskan terdapatnya
pembengkakan jaringan lunak pada leher, udara subkutis, kelainan yang lain
serta ada tidaknya ancaman sumbatan jalan nafas. Udara didalam jalan nafas
atas merupakan kontras alamiah sehingga dapat dibedakan struktur jaringan
lunak leher satu dengan lainnya, juga dapat mendeteksi proses inflamasi serta
pembentukan pus.(19) Gamabar dibawah terdapat gambaran Soft Tissue Lateral,
tampak adanya radiolusen dan penyemoitan saluran nafas atas.

Gambar 2.5 Foto Polos Kepala Lateral


2) Rontgen panoramic

16
Untuk melihat fokal gigi dapat dilakukan pemeriksaan rontgen panoramic
gigi atau OPG karena sebagian besar penyebab abses submandibula karena
infeksi gigi.(19)

Gambar 2.6 Foto Panoramic terdapat abses.

3) Rontgen thoraks
Perlu dilakukan untuk evaluasi mediastinum, empisema subkutis,
pendorongan saluran nafas, dan pneumonia akibat aspirasi abses.(20)

Gambar 2.7 Foto Thoraks dengan trakea terdorong.

4) Tomografi komputer (CT-scan)

17
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses
leher dalam. Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan
pemeriksaan klinis tanpa CT-scan mengakibatkan estimasi terhadap
luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien (dikutip dari
Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens
(intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level. (10,16)

Gambar 2.8 CT-scan pasien Abses submandibula


Gambar diatas menunjukkan CT-scan pasien dengan keluhan trismus,
pembengkakan submandibular yang nyeri dan berwarna kemerahan selama 12
hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran musculus pterygoid medial
(tanda panah), peningkatan intensitas ruang submandibular dan batas
yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).(10)

H. Penatalaksanaan Abses Submandibula


Penanganan abses submandibula yakni dengan hospitalisasi dengan terpasangnya
infus, perbaikan keadaan umum, pemberian obat-obatan yang adequat kemudian rujuk ke
bidang spesialisasi terkait untuk memantau keadaan terkini pasien. Terapi yang diberikan
pada abses submandibula adalah :

1. Pemberian Obat (Parenteral)

18
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji
kepekaan perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya
diberikan secepatnya tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi
(mencakup terhadap kuman aerob dan anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah
pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya adalah campuran dari berbagai
kuman. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan antibiotika adalah
efektifitas obat terhadap kuman target, risiko peningkatan resistensi kuman minimal,
toksisitas obat rendah, stabilitas tinggi dan masa kerja yang lebih lama.(2,4,6,13)
Pemberian antibiotic berdasarkan hasil biakan kuman dan tes kepekaan antibiotic
terhadap kuman penyebab infeksi. Biakan kuman membutuhkan waktu yang
lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus segera diberikan.
Sebelum hasil kultur kuman dan uji sensitifitas keluar, diberikan antibiotik kuman
aerob dan anaerob secara empiris. Yang SW, dkk melaporkan pemberian antibiotik
kombinasi pada abses leher dalam, yaitu Kombinasi penesilin G, klindamisin dan
gentamisin, kombinasi ceftriaxone dan; klindamisin, kombinasi ceftriaxone
dan metronidazole, kombinasi cefuroxime dan klindamisin, kombinasi
pinisilin dan metronidazole, masingmasing didapatkan angka perlindungan
(keberhasilan) 67,4%, 76,4%, 70,8%, 61,9%. Avest ET, dkk, memberikan
antibiotik empiris, kombinasi metronidazole dengan ceftriaxone. (2,4,6,13)
Penesilin G merupakan obat terpilih untuk infeksi kuman streptokokus dan
stafilokokus yang tidak menghasilkan enzim penecilinase. Gentamisin menunjukkan
efek sinergis dengan pinisilin. Klindamisin efektif terhadap streptokokus,
pneumokokus dan stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Lebih khusus
pemakaian klindamisin pada infeksi polimicrobial termasuk Bacteroides sp maupun
kuman anaerob lainnya pada daerah oral.(4)
Pada kultur didapatkan kuman anaerob, maka antibiotik metronidazole,
klindamisin, carbapenem, sefoxitin, atau kombinasi penisilin dan βlactam
inhibitor merupakan obat terpilih. Metronidazole juga efektif sebagai amubisid.
Aminoglikosida, quinolone atau cefalosforin generasi ke III dapat ditambahkan jika
terdapat kuman enterik gram negatif. Cefalosporin generasi III mempunyai
efektifitas yang lebih baik terhadap gram negative enterik. Dibanding dengan

19
cefalosporin generasi I, generasi III kurang efektif terhadap kokus gram positif,
tapi sangat efektif terhadap Haemofillus infeluenza, Neisseria sp dan Pneumokokus.
Ceftriaxone dan cefotaxime mempunyai efektifitas terhadap streptokokus.
Ceftriaxone sangat efektif terhadap gram negatif dan Haemofillus sp,
kebanyakan Streptococcus pneumonia dan Neisseriae sp yang resisiten terhadap
penesilin. (2,4,6,13)
2. Evakuasi (Insisi)
Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses
dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat
yang paling berflluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses. Bila
abses belum terbentuk, dilakukan penatalaksanaan secar konservatif dengan antibiotik
IV, setelah terbentuk abses (biasanya 48-72 jam) maka evaluasi abses dapat
dilakukan. (17)

Gambar 2.9 Insisi Abses Submandibula

3. Trakeostomi

20
Mengingat adanya kemungkinan sumbatan jalan nafas, maka tindakan
trakeostomi perlu dipertimbangkan. (17)

Gambar 2.10 Trakeostomi


4. Rawat Inap
Pasien dirawat inap 1-2 hari hingga gejala dan tanda infeksi reda.(2)
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan gigi ke dokter secara rutin dan
teratur, penanganan infeksi gigi dan mulut yang tepat dapat mencegah kondisi yang akan
meningkatkan terjadinya Ludwig’s angina.

I. Komplikasi Abses Submandibula


Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibular paling sering
meluas ke ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.(3) Perluasan
ini dapat secara langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid
medial kemudian ke parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial
lainnya.(6)
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri
selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan medistinitis. Abses juga dapat
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami
nekrosis, dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis
atau endoflebitis, dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.(3)

21
J. Prognosis Abses Submandibula
Pada umumnya prognosis abses submandibular baik apabila dapat didiagnosis
secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi. Pada fase awal
dimana abses masih kecil maka tindakan insisi dan pemberian antibiotika yang
tepat dan adekuat menghasilkan penyembuhan yang sempurna.Apabila telah terjadi
mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40-50% walaupun dengan pemberian antibiotik.
Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20-40% sedangkan trombosis vena
jugularis mempunyai angka mortalitas 60%. (2,17,18)

BAB III

22
KESIMPULAN

Abses submandibula meerupakan peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah
submandibula. Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh camouran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob.
Abses submandibula ditandai dengan kelugan deman, produksi air liur yang banyak, trismus
akibat keterlibatan musculus pterygoid, disfagia dan sesak nafas akibatan sumbatan jalan nafas
oleh lidah yang terangkat ke atas dan terdorong ke belakang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembengkakan didaerah submandibula,
fluktuatif,dan nyeri tekan. Pada insisi didapatkan material yang bernanah atau purulent
(merupakan tanda khas).
Untuk tatalaksana abses submandibula dapat dilakukan dengan pemberian antibiotuk dan
insisi abses ditempat yang berfluktuatif. Tatalaksana harus segera dilakukan untuk menghindari
terjadinya komplikasi yang dapat membahayakan kondisi pasien. Prognosis umumnya baik bila
ditangani secara tepat dan cepat.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Fachruddin, D. Abses Leher Dalam. In: Soepardi EA, Iskandar N, bashiruddin J eds. Buku
Ajar Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokkan Kepala & Leher. Edisi ke-7. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2007.
2. Ludwig’s Angina. Available in: http:/dilamhealth.blogspot.com/2010/03/angina-
ludwig.html.
3. Hibbert J. Laryngology and Head and neck Surgery. Oxford: Butterworth-Heinemann.
1997. Page 5,16,17.
4. Murray AD, Marcincuk MC. Deep Neck Infection. Available in:
http:/emedicine.medscape.com/article/837048-overview.
5. Lee KJ. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery. New York: McGraw-Hill.
2003. Page 422-432.
6. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4
Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. Page 668-680.
7. Ruckenstein MJ. Comprehensive Riview of Otolaryngology. Philadephia: Saunders. 2004.
Page 178-179.
8. Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal infection.
International Journal of Infection Disease 2009;13:327-33.
9. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007. 145-48.
10. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita, Natsume N, et all. Odontogenic infection
pathway to the submandibular space: imaging assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg.
2002; 3: 165-9.
11. Novialdi, Ade Asyari. 2011. Penatalaksanaan Abses Submandibula dengan Penyulit
Uremia dan Infark Miokardium Lama. Bagian Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala
Leher (THT-KL). Fakultas Kedokteran Andalas. Padang.
12. Mansjoer A, Trianti K, Savitri R, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ke-3. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius. 2001. Page 149-150.
13. Dental Health International Netherland. Available in: http.//www.dhin.nl/boh_part4.hm.
14. Ballenger JJ. Penyskit Telings Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher Jilid I. Edisi ke-
13. Jakarta: Bina Rupa Aksara 1994.295-304.
15. Calhoun KH. Head and neck surgery-otolaryngology Volume two. 3 Edition. USA:
Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3.
16. Rambe AYM. 2003. Abses Retrofaring. Fakultas Kedokteran Ilmu Penyakit Telinga
Hidung Tenggorokan Universitas Sumatra Utara.
17. Gomez CM, Iglesia V, Palleiro O, Lopez CB. Phlegmon in the submandibular region
secondary to odontogenic infection. Emergencias. 2007;19;52-53.
18. Brook I. Microbiology of polymicrobial oabsess and implication for therapy. J antimicrob
chemother 2002;50:805-10.
19. Miller RH, Gianoli GJ. Airway Evaluation In Bailey BJ ed. Head and Neck Surgery
Otolaryngology. JB. Lippincott Co. Philadelphia 1993: 509-519.
20. Kusuma H. Infeksi Leher Bagian Dalam. Konggers PERHATI XI. Yogyakarta. 1995.

. Brook I, Microbiology of
polymicrobial abscess and
implicatherapy. J antimicrob
chemother 2002;50:805-10
Rizzo PB, Mosto MCD.
Submandibular space
infection: a potentiall
Rizzo PB, Mosto MCD. Submandibular space infection: a potentially lethal infection.
International Jounal of Infection Disease 2009; 13;327-33.

. Rizzo PB, Mosto MCD.


Submandibular space
infection: a potentially
Fachruddin, D. Abses Leher
Dalam. In: Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J eds.

Anda mungkin juga menyukai