Kendali otak (yang memediasi) respons segera. Respons ini akan memberikan
sinyal ke medula adrenal untuk melepaskan epinefrin dan norepinefrin
Hipotalamus (area pusat di otak) dan kelenjar pituitari memulai (memicu)
respons yang lebih lambat sebagai respons mempertahankan dengan cara
memberikan sinyal ke korteks adrenal untuk melepaskan kortisol dan hormon
lainnya
Sirkuit saraf yang terlibat dalam respons perilaku. Respons ini meningkatkan
gairah (kewaspadaan, kesadaran), memfokuskan perhatian, menghambat
makan dan perilaku reproduksi, mengurangi persepsi nyeri, dan perubahan
perilaku.
Hasil gabungan dari ketiga komponen respons stres tersebut akan menjaga
keseimbangan internal (homeostasis) dan mengoptimalkan produksi dan
pemanfaatan energi. Respons tersebut juga mempersiapkan individu dengan
sistem saraf simpatik. Saraf simpatik beroperasi dengan meningkatkan denyut
jantung, peningkatan tekanan darah, mengarahkan aliran darah ke jantung,
otot, dan otak, dan melepaskan bahan bakar (glukosa dan asam lemak) untuk
membantu memerangi masalah atau melarikan diri dari bahaya.
(1) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua
sistem.
(2) Respons bersifat adaptif, diperlukan stresor untuk
menstimulasikannya.
(3) Respons bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
(4) Respons bersifat restorative.
1) Fase alarm
1.Adrenalin
Adrenalin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal setelah
mendapatkan sinyal dari otak ketika situasi yang cukup membuat stres muncul.
Adrenalin bekerjasama dengan hormon stres lain, yaitu norepinephrine
bertanggung jawab untuk memutuskan reaksi Anda ketika stres muncul.
Misalkan ketika Anda sedang mengendarai mobil, kemudian ada mobil lain
yang bergerak cepat akan menabrak Anda. Anda membanting setir, berhenti
dan merasakan detak jantung Anda meningkat. Otot Anda menegang, Anda
bernapas lebih cepat, dan berkeringat. Itulah yang dilakukan oleh adrenalin.
Selain meningkatkan detak jantung, adrenalin juga meningkatkan energi
yang memungkinkan Anda melakukan sesuatu untuk menghindar dari bahaya,
serta membuat Anda semakin fokus.
2.Norepinephrine
Hormon ini sama dengan Adrenalin yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal
dan berasal dari otak. Fungsi hormon Norephnephryne adalah untuk membuat
Anda tetap fokus dan terjaga selama mengalami stres. Anda akan menjadi lebih
waspada, tak bisa tidur, dan fokus pada masalah.
Norepinephrine membantu mengalihkan aliran darah pada tempat yang
tak terlalu membutuhkan untuk bagian tubuh lain yang lebih penting, misalkan
otot atau otak yang membuat Anda bisa menghadapi bahaya dengan baik.
3.Kortisol
Hormon kortisol juga dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan disebut juga
sebagai hormon stres. Hormon ini yang menentukan respon Anda terhadap
situasi yang menegangkan dan yang bisa membuat stres.
Dibandingkan dengan hormon lainnya, hormon ini bekerja lebih lambat.
Pertama, bagian otak bernama amygdala akan menentukan ancaman atau
situasi yang bisa menyebabkan stres. Kemudian sinyal dikirimkan pada
hypotalamus. Hypotalamus memproduksi hormon CRH yang berhubungan
dengan ACTH. ACTH kemudian mengirim sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepaskan kortisol.
Dalam banyak keadaan bahaya, hormon kortisol bisa menyelamatkan nyawa
manusia. Meski begitu terlalu banyak produksi hormon kortisol juga tak baik
untuk tubuh. Hormon ini menekan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan
tekanan darah dan gula darah, menyebabkan jerawat, obesitas, dan lainnya
1. Sakit Kepala
Sakit kepala menjadi penyakit akibat stres yang hampir pasti menghinggapi
penderitanya. Tegangnya otot juga saraf di kepala akibat stres, dapat
menimbulkan sakit kepala tegang, migrain hingga kesemutan di satu atau kedua
sisi kepala. Durasinya dapat berlangsung singkat bahkan bertahan lama,
bergantung tingkat stres yang dialami.
2. Flu
Keterkaitan antara stres dan menurunnya imunitas tubuh telah banyak dibuktikan
para ahli. Kadar hormon kortisol yang melonjak tajam ketika stres mampu
melemahkan respon imun terhadap berbagai ancaman, termasuk virus flu.
Akibatnya seseorang yang stres lebih mudah terinfeksi flu. Bahkan dapat
bertambah parah dan sulit pergi, jika stres yang dialami tak kunjung diatasi.
4. Gangguan Tidur
Stres membuat otak dipenuhi dengan beban pikiran juga emosi, akibatnya dapat
memicu timbulnya gangguan tidur seperti insomnia. Jika dibiarkan berlarut-larut,
penyakit akibat stres satu ini dapat berimplikasi pada tekanan darah hingga
dapat memperpendek usia.
5. Masalah Kesuburan
Hingga saat ini, stres menjadi alasan kuat yang memengaruhi tingkat kesuburan
baik pria maupun wanita. Betapa tidak, stres dapat menyebabkan ejakulasi
dini pada pria dan terganggunya siklus menstruasi pada wanita. Meningkatkan
resiko terjadinya kemandulan hingga memicu keretakan rumah tangga.
6. Sakit Punggung
Sikap tubuh yang salah ketika beraktivitas umumnya menjadi penyebab utama
terjadinya sakit punggung. Kendati demikian, bila sakit punggung yang dialami
terus menetap tak kunjung sembuh, bisa jadi tekanan emosional atau stres-lah
penyebabnya.
Stres dapat memicu ketegangan fisik yang menyakitkan dan sering terjadi di
jaringan lunak leher, bahu, punggung hingga bokong. Untuk itu, bila pengobatan
sakit punggung kerap tidak membuahkan hasil positif, cobalah untuk
memperhatikan kondisi mental dan emosional diri.
7. Obesitas
Malas berolahraga bukanlah satu-satunya alasan yang menyebabkan seseorang
terjebak dalam obesitas. Peningkatan hormon kortisol ketika stres mampu
meningkatkan nafsu makan dan memicu keinginan mengonsumsi makanan
manis juga berlemak. Tubuh pun akan menyimpan lebih banyak lemak, terutama
di daerah perut.
8. Gangguan Pencernaan
Perhatikanlah bagaimana fluktuasi emosional acap kali merangsang timbulnya
reaksi di perut. Jangan heran, karena lambung dan usus memiliki saraf yang
terhubung langsung ke otak. Itulah mengapa ketika stres, tak jarang disertai
dengan kedatangan masalah kesehatan pada sistem pencernaan. Stres dapat
menyebabkan maag, GERD hingga sindrom iritasi usus atau irritable bowel
syndrome (IBS).
9. Diabetes
Stres dapat menyebabkan diabetes melalui dua cara. Pertama, mengubah pola
makan menjadi buruk. Kedua, membuat pankreas menjadi kesulitan dalam
mensekresikan hormon insulin sebagai pengendali gula darah.
13. Depresi
Seakan tak cukup untuk terus memperburuk kondisi kesehatan, stres kronis
mampu menempatkan penderitanya berada dalam depresi.Pada tahap ini,
seseorang cenderung terlibat dalam perilaku agresif atau berisiko. Misalnya
pelampiasan pada obat-obatan terlarang, menyakiti diri sendiri atau orang lain
hingga tak jarang dapat melakukan percobaan pembunuhan.