Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian kejang demam diperkirakan 2- 4% di Amerika Serikat,
Amerika Selatan dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi. Kira-
kira 20% kasus merupakan kejang demam yang kompleks. Umumnya
kejang demam timbul pada tahun kehidupan (17-23 bulan). Kejang demam
sedikit lebih sering terjadi pada anak lakilaki (Manjoer, dkk, 2000).
Kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya. Jika Anda
terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit
epilepsi, atau bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di
kemudian hari, merupakan kondisi yang menyedihkan ini bisa berlangsung
seumur hidupnya (Pdpersi,2004). Untuk itu diperlukan adanya penanganan
kejang demam yang cepat dan benar.
Kejang demam (febrile convulsion) adalah serangan kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 derajat celsius),
yang disebabkan oleh prose ekstrakranium. Kejang demam merupakan
kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada
golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang
berumur dibawah 5 tahun pernah menderita kejang demam.
Penyebab kejang pada anak dapat karena infeksi, kerusakan
jaringan otak dan faktor lain yang dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi otak. Keadaan tersebut dapat dijumpai pada kejang demam,
epilepsi, meningitis purulenta, meningitis tuberkulosa, hidrosefalus,
paralisi serebral, hemiplegia infantil akut, spina bifida.

1 |KEJANG DEMAM
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Dasar Medis Kejang Demam Pada Anak?
2. Bagaimana Konsep Dasar Keperawatan Kejang Demam Pada Anak?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Medis Kejang Demam Pada Anak.
2. Untuk Mengetahui Konsep Dasar Keperawatan Kejang Demam Pada
Anak.

2 |KEJANG DEMAM
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Medis


1. Defenisi
Kejang demam (febrile convulsion) adalah serangan kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 derajat
celsius), yang disebabkan oleh prose ekstrakranium (Hasan & Alatas,
dkk, 2002). Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang
paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur
6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% dari anak yang berumur dibawah
5 tahun pernah menderita kejang demam (Ngastiyah, 1997).
2. Etiologi
Penyebab dari kejang demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu:
a. Obat-obatan: racun, alkohol, obat yang diminum berlebihan.
b. Ketidakseimbangan kimiawi: hiperkalemia, hipoglikemia, dan
asidosis.
c. Demam, paling sering terjadi pada anak balita
d. Patologis otak: akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi.
e. Eklampsia: hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
f. Idiopatik: penyebab tidak diketahui
3. Patofisiologi
Infeksi yang terjadi pada jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis,
otitis media akut, bronkitis, penyebab terbanyaknya ialah bakteri yang
bersifat toksik. Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat
menyebar ke seluruh tubuh melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh
hipotalamus dengan menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus
sebagai tanda tubuh mengalami bahaya secara sistemik. Naikknya
pengaturan suhu di hipotalamus akan merangsang kenaikan suhu di

3 |KEJANG DEMAM
bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit, sehingga terjadi peningkatan
kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit, dan jaringan tubuh akan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan
prostaglandin. Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang
peningkatan potensial aksi pada neuron. Peningkatan potensial inilah
yang merangsang perpindahan ion Natrium, ion Kalium dengan cepat
dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa inilah yang diduga dapat
manaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat sehingga timbul
kejang.
Serangan yang cepat itulah yang dapat menjadikan anak
mengalami penurunan respon kesadaran, otot ekstermitas maupun
bronkus juga dapat mengalami spasma sehingga anak beresiko
terhadap injuri dan kelangsungan jalan napas oleh penutupan lidah dan
spasma bronkus.

4 |KEJANG DEMAM
4. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut American Academy of Pediatrics (2011), kejang


demam di bagi menjadi dua jenis diantaranya yaitu:

a. Simple febrile seizure atau kejang demam sederhana


Kejang demam sederhana adalah kejang general yang
berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum
(tonik dan atau klonik) serta tidak berulang dalam waktu 24 jam
dan hanya terjadi satu kali dalam periode 24 jam dari demam anak
yang secara neurologis normal. Kejang demam sederhana
merupakan 80% yang sering terjadi di masyarakat dan sebagian
besar berlangsung kurang dari 5 menit dan dapat berhenti sendiri
b. complex febrile seizure atau kejang demam kompleks.
kejang demam kompleks memiliki ciri berlangsung selama
lebih dari 15 menit , kejang fokal atau parsial dan disebut juga
kejang demam umum didahului kejang parsial dan berulang atau
lebih dari satu kali dalam waktu 24 jam. Menurut Chung (2014),
pada kejang demam sederhana umumnya terdiri dari tonik umum
dan tanpa adanya komponen fokus dan juga tidak dapat menusak
otak anak, tidak menyebabkan gangguan perkembangan, bukan
merupakan faktor terjadinya epilepsy dan kejang demam kompleks
umumnya memerlukan pengamatan lebih lanjut dengan rawat inap
24 jam.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita kejang demam
antara lain:
a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38 derajat celsius
b. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal
atau akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak
memberikan reaksi apapun, tetapi beberapa saat kemudian anak
akan tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan.

5 |KEJANG DEMAM
c. Saat kejang, anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti
panggilan, cahaya (penurunan kesadaran)

Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut


Livingstone juga dapat kita jadikan pedoman untuk menentukan
manifestasi klinik kejang demam. Ada 7 kriteria, yaitu:

1) Umur anak saat kejang antara 6 bulan – 4 tahun


2) Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit
3) Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti
pada otot rahang saja)
4) Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5) Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang
tidak ada kelainan
6) Pemeriksaan electro encephalography dalam kurun waktu 1
minggu atau lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7) Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Darah
1) Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N
< > BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
2) Elektrolit: K, NA
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium (N 3,8-5,00 meq/dl)
Natrium (N 135-144 meq/dl)
b. Cairan cerebrospinal: mendeteksi tekanan sbnormal dari CSS,
tanda infeksi, pendarahan penyebab kejang.

6 |KEJANG DEMAM
c. Skull ray: untuk mengidentifikasi adanya preses desak ruang dan
adanya lesi
d. Tansiluminasi: suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB
masih terbuka (dibawa 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu
khusus untuk transiluminasi kepala.
e. Tehnik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak
yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya
normal.
f. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma,
cerebral oedem, trauma, abses, tumor dengan atau tanpa kontras.
7. Penatalaksanaan Medis
a. Pemberian diazepam
1) Dosis awal: 0,3-0,5 mg/kg BB/ dosis IV (perlahan)
2) Bila kejang belum terhenti dapat diulang dengan dosis ulang
setelah 20 menit.
b. Turunkan demam
1) Antipiretik: paracetamol atau salisilat 10 mg/kg BB/ dosis
2) Kompres air hangat
c. Penanganan suportif:
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
Dalam penanggulangan kejang demam, ada 4 faktor yang perlu
dikerjakan, yaitu:
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila pasien datang dalam keadaan status konvulsivus, obat
pilihan utama adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Setelah suntikan pertama setelah suntikan pertama ditunggu 15
menit, bila masih terdapat kejang, diulangi suntikan kedua dengan
dosis yang sama juga intravena. Setalah 15 menit suntikan kedua
masih kejang, diberikan suntikan ketiga dengan dosis yang sama

7 |KEJANG DEMAM
tetapi tetapi pemberiannya secara intramuskular, diharapkan kejang
akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4% secara intravena.
b. Pengobatan penunjang
Salah satu pengobatan penunjang yaitu: semua pakaian
ketat dibuka, posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah
aspirasi isi lambung, usahakan agar jalan napas bebas untuk
menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau
trakeostomi, dan penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur
dan diberikan oksigen.
Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernapasan, dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Cairan
intravena sebaiknya diberikan dengan dipantau untuk kelainan
metabolik dan elektrolit. Bila terdapat tekanan intra kranial yang
meninggi jangan diberikan cairan dengan kadar natrium yang
terlalu tinggi. Jika suhu meningkat sampai hiperpireksia, dilakukan
hibernasi dengan kompres alkohol dan es. Obat untuk hibernasi
adalah klorpromazin 2-4 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis,
prometazon 4-6 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis secara
suntikan. Untuk mencegah edema otak diberikan kortikosteroid
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 3 dosis atau
sebaiknya glukokortiroid misanya deksametazon 0,5-1 ampul
setiap 6 jam sampai keadaan membaik.
c. Pengobatan rumat
Pengobatan rumatan hanya diberikan bila kejang demam
menunjukkan ciri sebagai berikut:
1) Kejang lama > 15 menit
2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang, misalnya hemiparesis cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus.

8 |KEJANG DEMAM
3) Kejang fokal
4) Pengobatan rumatan dipertimbangkan bila:
a) Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
b) Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan
c) Kejang demam > 4 kali pertahun

Obat pilihan untuk rumatan adalah asam valproat dengan dosis


15-40 mg/kgBB/hari 2-3 dosis. Lama pengobatan rumatan adalah
1 tahun bebas kejang lalu dihentikan bertahap selama 1-2 bulan.

d. Mencari dan mengobati penyebab


Penyebab kejang demam sederhana maupun epilepsi yang
diprovokasi oleh demam biasanya adalah infeksi respiratorius
bagian atas dan otitis media akut. Pemberian antibiotik yang
adekuat perlu untuk mengobati prnyakit tersebut.
Secara akademis pasien kejang demam yang datang untuk
pertama kalisebaiknya dilakukan fungsi lumbal untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya faktor infeksi di dalam otak
misalnya meningitis. Pada pasien yang diketahui kejang lama
pemeriksaan lebih intensif seperti fungsi lumbal, darah lengkap,
gula darah, kalsium, magnesium, kalium, natrium dan faal hati.
Bila perlu rontgen foto tengkorak , EEG, ensefalografi, dll.
8. Komplikasi
a. Kejang berulang, kemungkinan terjadinya ulangan pada 6 bulan
pertama dari serangan pertama.
b. Epilepsi, terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus
temporalis yang berlangsung lama dan dapt menjadi matang.
c. Hemiparese, biasanya terjadi pada penderita yang mengalami
kejang lama (berlangsung lebih dari setengah jam) baik kejang
yang bersifat umum maupun kejang fokal.
d. Gangguan mental dan belajar, terjadi pada anak yang sebelumnya
mengalami gangguan perkembangan atau kelainan neurologok

9 |KEJANG DEMAM
ditemukan IQ yang lebih rendah. Apabila kejang demam diikuti
dengan terulangnya kejang tanpa demam, kemungkinan retardasi
mental adalah 5 kali lebih besar.
e. Kematina, dengan penanganan kejang yang tepat dan cepat,
prognosa biasanya baik, tidak sampai kematian.

10 |KEJANG DEMAM
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian 11 Pola Gordon
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Keadaan umum sangat lemah, kesadaran menurun, kulit teraba
panas, tampak demam, kulit tampak pucat, tanda-tanda vital (suhu
dan pernapasan meningkat), pasien tampak dijaga kebersihannya,
lingkungan tempat tidur dan alat bermain tampak bersih.
b. Pola Nutrisi – metabolic
Berapa jumlah intake dan output pasien, terpasang NGT, tidak
mual dan muntah, belum mampu mengunyah keras, terpasang
cairan infus, kunjungitva anemis, penurunan berat badan, membran
mukosa tampak kering, turgor kulit tidak elastik.
c. Pola Eliminasi
Tampak terpasang pampers/tidak, buang air besar lancar, frekuensi
1-2 kali sehari, konsistensi padat, tampak ada /tidak ada masalah
dalam pengontrolan buang air besar, berapa jumlah/volume buang
air besar/buang air kecil/hari, urine tampak kuning, buang air kecil
lancar, sering ngompol, palpasi kandung kemih kosong, tidak
tampak adanya peradangan pada anus.
d. Pola Aktivitas-latihan
Tampak terpasang spalak, tampak terpasang oksigen, tampak batuk
berlendir, tampak sesak, rewel, menangis merintih, aktivitas
dibantu penuh, tidak ada anggota gerak yang cacat, tampak tidak
ada keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.
e. Pola Istirahat-tidur
Tampak pasien tidur, ekspresi wajah mengantuk, banyak menguap,
tamapak batuk berlendir dan sesak serta tampak mengompol.
f. Pola Kognitif-perceptual
Tampak kesadaran menurun, tampak kontak mata kurang, tidak
ada perhatian, tidak ada gangguan dalam pendengaran,

11 |KEJANG DEMAM
penglihatan, penghiduan, dan pengecapan, tampak rewel dan
menangis merintih.
g. Pola Persepsi diri / konsep diri
Tampak kesadaran menurun,tampak kontak mata kurang, rentang
perhatian kurang,tampak pasien hanya diam, postur tubuh tegap,
kelainan bawahan yang nyat tidak ada.
h. Pola Peran-hubungan
Tampak pasien lebih dekat dengan ibunya, pasien langsung
menangis dan takut bila perawat mendekati.
i. Pola Seksual-reproduksi
Tampak pasien memakai pampers/tidak, buang air kecil/buang air
besar di pempars, tidak tampak adanya kelainan pada alat kelamin
pasien.
j. Pola Koping
Tampak pasien menangis bila di dekati oleh perawat
k. Pola Nilai-kepercayaan
Tampak terdapat buku doa, tampak orang berdoa/tidak berdoa.
(Marilynn E.Doenges ,1999 & Wong, 2004)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi yang tertahan
terkait dengan spasme jalan nafas
c. Hipertermia terkait dengan peningkatan laju metabolisme
d. Risiko cedera dengan faktor risiko hambatan fisik
3. Intervensi Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas b/d hiperventilasi
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x/24 jam
diharapkan ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi dengan
kriteria hasil:
1) Status pernafasan: ventilasi:

12 |KEJANG DEMAM
a) Frekuensi pernafasan dipertahankan pada skala 3
ditingkatkan ke skala 4
b) Irama pernafasan dipertahankan pada skala 3 ditingkatkan
ke skala 4
c) Kedalaman inspirasi dipertahankan pada skala 3
ditingkatkan ke skala 4

NIC: Monitor pernafasan

1) Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas


2) Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi
3) Monitor pola nafas (misalnya: bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, pernafasan kusmaul, pernafasan 1:1,
apneusitik, respirasi biot, dan pola ataxis)
4) Monitor peningkatan kelelahan, kecemasan, dan kekurangan
udara pada pasien
5) Pasang sensor pemantauan oksigen non-invasif (misalnya:
pasang alat pada jari, hidung dan dahi) dengan mengatur
alarm pada pasien beresiko tinggi (misalnya: pasien yang
obesitas, , melaporkan pernah mengalami apnea saat tidur,
mempunyai riwayat penyakit dengan terapi oksigen menetap,
usia ekstrem) sesuai dengan prosedur tetap yang ada.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d sekresi yang
tertahan terkait dengan spasme jalan nafas
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x/24 jam
diharapkan ketidakefektifan bersihan jalan nafas dapat teratasi
dengan kriteria hasil:
1) Status pernafasan: kepatenan jalan nafas:
a) Frekuensi pernafasan dipertahankan pada skala 3
ditingkatkan ke skala 4
b) Irama pernafasan dipertahankan pada skala 3 ditingkatkan
ke skala 4

13 |KEJANG DEMAM
c) Kedalaman inspirasi dipertahankan pada skala 3
ditingkatkan ke skala 4
d) Akumulasi sputum dipertahankan pada skala 3 ditingkatlan
ke skala 4

NIC:

1) Manajemen jalan nafas


a) Buka jalan nafas dengan tehnik chin lift atau jaw thrust,
sebagaimana mestinya
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c) Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien
d) Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya
menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
e) Posisikan untuk meringankan sesak nafas
f) Monitor status pernafasan dan oksigenasi sebagimana
mestinya.
2) Penghisapan lendir pada jalan nafas
a) Lakukan tindakan cuci tangan
b) Lakukan tindakan pencegahan umum
c) Tentukan perlunya suksion mulut atau trakhea
d) Msukkan nasopharingeal airway untuk melakukan suction
nasotracheal sesuai kebutuhan
e) Auskultasi suara nafas sebelum dan setelah tindakan
suksion
f) Instruksikan pasien dan atau keluarga untuk melakukan
suksion jalan nafas, sebagaimana mestinya
c. Hipertermia terkait dengan peningkatan laju metabolisme
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x/24 jam
diharpakan hipertermia dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Status Neurologi:

14 |KEJANG DEMAM
Aktivitas kejang dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan ke skala
4

NIC:
1) Manajemen kejang
a) Pertahankan jalan nafas
b) Tetap di sisi klien selama [klien mengalami] kejang
c) Monitor status neurologis
d) Monitor tanda-tanda vital
e) Catat karakteristik kejang (misalnya: keterlibatan anggota
tubuh, aktivitas motorik dan kejang progresif
f) Berikan obat-obatan dengan benar
2) Pengaturan suhu
a) Monitor suhu paling tidak setiap 2 jam, sesuai kebutuhan
b) Monitor tekana darah, nadi, dan respirasi sesuai kebutuhan
c) Monitor suhu dan warna kulit
d) Selimuti bayi segera setelah lahir untuk mencegah
kehilangan panas
e) Imformasikan pasien mengenai indikasi adanya kelelahan
akibat panas dan penanganan emergenci yang tepat sesuai
kebutuhan
f) Berikan pengobatan antipiretik, sesuai kebutuhan
d. Risiko cedera dengan faktor risiko hambatan fisik
NOC: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x/24 jam
diharapakn risiko cedera dapat teratasi dengan kriteria hasil:
Pencegahan jatuh:
Menempatkan penghalang untuk mencegah jatuh dipertahankan
pada skala 3 ditingkatkan ke skala 4.
NIC:
Pencegahan jatuh

15 |KEJANG DEMAM
a) Identifikasi kekurangan baik kognitif atau fisik dari pasien
yang mungkin meningkatakan potensi jatuh pada
lingkungan tertentu
b) Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko
jatuh
c) Ajarkan pasien bagaimana jika jatuh, untuk meminimalkan
cedera
d) Berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain untuk
meminimalkan efek samping dari pengobatan yang
berkontribusi pada kejadian jatuh (misalnya: hipotensi
ortostatik dan cara berjalan (terutama kecepatan) yang tidak
mantap atau seimbang.
4. Discharge planning
Adapun Discharge Planning yang dapat diberikan pada pasien atau
keluarga pasien, yaitu :
a. Hindari mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan
rapat lebih-lebih pada anak yang demam karena dapat
meningkatkan kebutuhan metabolisme tubuh.
b. Apabila selama perawatan di rumah keadaan anak semakin
memburuk seperti demam tidak turun atau kejang terus menerus,
maka dianjurkan untuk membawa segera ke dokter atau petugas
kesehatan.
c. Apabila mendapat obat antibiotik, usahakan agar obat yang
diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5-7 hari penuh.
d. Apabila anak mendapatkan obat antibiotik, usahakan agar setelah 2
hari anak di bawa kembali ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan
ulang.
e. Anjurkan orang tua untuk tidak panic, berfikirlah dengan
jernih apabila pasien kejang, ini dapat membantu orang tua
mengatasi kecemasan yang berlebihan.

16 |KEJANG DEMAM
f. Anjurkan untuk kompres hangat bila anak demam pada dahi dan
leher. Basahi kulit bagian tubuh lainnya dengan spons. Jangan
gosok dengan alkohol.
g. Berikan paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg jika diperlukan,
jangan berikan aspirin atau apapun yang mengandung salisilat
kepada anak berusia dibawah 19 tahun karena dapat menimbulkan
komplikasi serius jika pasien demam.
h. Pada saat kejang anjurkan agar anak dihindarkan dari benda-benda
tajam karena ini dapat melukai pasien, tidak memegangi pasien
saat kejang, longgarkan pakaian anak pada daerah leher, jangan
berikan makanan dan minuman dan jangan berikan obat apapun,
selain itu lindungi kepala anak dari trauma serta letakkan anak
pada posis tidur menyamping sehingga jika terdapat cairan atau
benda asing pada mulut dapat keluar dan tidak menyumbat saluran
pernapasan. (sujono Riyadi & sukarmin, 2009).

17 |KEJANG DEMAM
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejang demam (febrile convulsion) adalah serangan kejang yang
terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 derajat
celsius), yang disebabkan oleh prose ekstrakranium (Hasan & Alatas,
dkk, 2002).
Kejang demam disebabkan oleh penggunaan obat-obatan,
ketidakseimbangan kimiawi, demam, patologis otak, eklampsia, dan
faktor idiopatik.
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita kejang demam
antara lain: Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38 derajat celsius,
Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau
akinetik. Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak
memberikan reaksi apapun, tetapi beberapa saat kemudian anak akan
tersadar kembali tanpa ada kelainan persarafan, Saat kejang, anak tidak
berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya (penurunan
kesadaran)
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca khususnya
para ibu dapat segera membawa anak-anak mereka ke pelayanan
kesehatan jika anak mereka mengalami demam untuk untuk
mendapatkan tindakan yang tepat.

18 |KEJANG DEMAM
Daftar Pustaka

Ngastiyah,2003,perawatan anak sakit,edisi 2,EGC,Jakarta

Sujono Riyadi & Sukarmin,2009,Asuhan keperawatan pada anak,Graha


ilmu,Yogyakarta

https://www.academia.edu/25595741/Askep_Asuhan_Keperawatan_Anak_Kejan
g_Demam_Kejang_Demam

file:///C:/Users/ASUS/Downloads/3744-7921-1-SM.pdf

http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/viewFile/605/491

NANDA, NIC, NOC

19 |KEJANG DEMAM

Anda mungkin juga menyukai