Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pemahaman Individu Teknik Non Tes
Disusun oleh :
SALATIGA
2019
PRAKARTA
Puji Syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, dan atas berkat dan perlindungan-Nya
sehingga penulis dapat mengerjakan laporan skala sikap ini dengan topik “Kematangan
Emosional Remaja di Lingkungan Asrama UKSW”
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah sebagai tugas mata kuliah praktikum
Pemahaman Individu Teknik Non Tes. Dalam penyusunan laporan ini, penulis banyak
mendapat bantuan, dukungan doa, saran serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Drs. Tritjahjo Danny Soesilo, M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah praktikum
individu teknik non tes yang telah memberi petunjuk, serta pengarahan dalam
pembuatan laporan skala sikap ini.
2. Teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah senantiasa memberi
bantuan.
Penulis menyadari bahwa laporan skala sikap ini masih jauh dari sempurna, baik isi,
cara penulisannya, serta penyusunannya. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran dari segenap pihak, agar penyusunan laporan skala sikap di masa yang akan datang
dapat lebih baik. Dan bisa digunakan sebagai salah satu sumber data untuk skripsi nantinya.
Harapannya semoga laporan ini berguna bagi kita semua
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Masa remaja sering disebut sebagai masa topan dan badai. Istilah tersebut muncul tidak
lain karena gejolak emosi yang terjadi pada masa remaja yang begitu dinamis. Tidak heran,
jika kita sering kali menjumpai permasalahan yang berkaitan dengan kematangan emosional
di kalangan remaja. Ini karena, remaja sedang berada di masa terjadinya fluktuasi emosi
(naik-turun) yang intensitas waktunya lebih sering. Remaja dapat menjadi manusia yang
paling bahagia suatu waktu dan kemudian menjadi manusia paling menyedihkan di saat
lainnya. Emosi yang terjadi pada masa remaja lebih dapat terprovokasi oleh lingkungan
luarnya, misalnya sewaktu-waktu mereka dapat sangat marah kepada orangtuanya dan
memproyeksikan kemarahan mereka kepada orang lain. Padahal, kematangan emosional pada
diri remaja dapat mempermudah bergaul dengan teman, menyikapi masalah, mempermudah
beradaptasi dimanapun berada dan dapat mempermudah pula bila mereka sudah saatnya
mencari kerja terutama bagi yang merantau. Dan ternyata, banyak diantaranya yang masih
belum menyadari betapa pentingnya kematangan emosional ini.
Jika kita lihat dari fenomena di masa sekarang ini, banyak remaja yang diantaranya sulit
bergaul, tidak mampu mengarahkan dan mengendalikan emosi akibat kematangan
emosionalnya kurang/tidak stabil. Contohnya saja, kebutuhan akan hubungan dengan
individu lainnya, sering kali menyebabkan remaja membutuhkan dan memilih satu atau dua
orang untuk menjadi sahabat baik / teman dekat. Tapi, ketika tidak memiliki kesamaan
diantaranya maka akan terjadi pertengkaran. Semakin kuat emosi yang mendorong untuk
mencari persahabatan, maka hubungan yang terjadi akan semakin sulit dan lemah, bahkan
terkadang menimbulkan frustasi dan kemarahan dalam hubungan tersebut, sehingga akan
menyebabkan ketidakmatangan, penolakan, ketidak-stabilan pada remaja karena emosinya
yang berlebihan dapat mengganggu persahabatan mereka yang bersifat sementara atau
selamanya.
Oleh karena itu, kami memilih topik “Kematangan Emosional Remaja di Lingkungan
Asrama UKSW” untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi kematangan
emosional remaja di lingkungan asrama UKSW dan bagaimana remaja tersebut dapat
mengatasi ketidakmatangan emosinya tersebut.
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
2. Bagi pembaca
Menambah pengetahuan mengenai kematangan emosional remaja di lingkungan
asrama UKSW.
BAB II
LANDASAN TEORI
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”,
suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar (Hurlock, 1980). Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata bahasa latin
‘movere’ yang berarti menggerakkan, bergerak. Kemudian ditambah dengan awalah ‘e’ untuk
memberi arti bergerak menjauh (Darwis, 2006). Campos, Frankel & Camras (dalam
Santrock, 2007) mengatakan emosi sebagai sebuah perasaan afek yang muncul ketika
seseorang berada dalam sebuah kondisi atau berada pada sebuah interaksi. Hurlock (1980)
mengatakan bahwa emosi remaja sering kali menjadi tidak terkendali dan irasional sehingga
dapat menimbulkan dampak buruk yang sangat kuat.
Walgito (2004) mengatakan bahwa kematangan emosi berkaitan erat dengan usia
seseorang dimana seseorang diharapkan akan lebih matang emosinya dan individu akan lebih
menguasai atau mengendalikan emosinya, namun tidak berarti bahwa seseorang bertambah
usianya berarti dapat mengendalikan emosinya secara otomatis. Kapri & Rani (2014)
kematangan emosi tidak berhubungan dengan kematangan fisik karena hal tersebut berbeda
dan mereka memaknai kematangan emosi sebagai seberapa baik seorang individu dapat
menanggapi suatu situasi yang sedang dihadapinya, mengendalikan emosi dan berperilaku
dewasa ketika berhadapan dengan orang lain. Menurut Sukadji (dalam Ratnawati, 2005)
kematangan emosi adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengarahkan emosi dasar yang
kuat kepada penyaluran yang mencapai satu tujuan, dan tujuan ini memuaskan diri sendiri
dan dapat diterima di lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan emosi menurut Hurlock (1980), antara lain:
3) Lingkungan
Kebebasan dan kontrol yang mutlak/ketat dapat menjadi penghalang dalam pencapaian
kematangan emosi seseorang. Lingkungan di sekitar kehidupan seseorang yang
mendukung perkembangan fisik dan mental memungkinkan kematangan emosi dapat
tercapai (Chaube, 2002).
4) Jenis Kelamin
Laki-laki dikenal lebih berkuasa jika dibandingkan dengan perempuan, mereka
memiliki pendapat tentang kemaskulinan terhadap dirinya sehingga cenderung kurang
mampu mengekspresikan emosi seperti yang dilakukan oleh perempuan. Hal ini
menunjukkan laki-laki cenderung memiliki ketidakmatangan emosi jika dibandingkan
dengan perempuan (Santrock, 2003).
5) Usia
Semakin bertambah usia individu, diharapkan emosinya akan lebih matang dan
individu akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan emosinya. Individu semakin
baik dalam kemampuan memandang suatu masalah, menyalurkan dan mengontrol
emosinya secara lebih stabil dan matang secara emosi.
1. Realitas, berbuat sesuai dengan kondisi, mengetahui dan menafsirkan permasalahan tidak
hanya satu sisi.
2. Mengetahui mana yang harus di dahulukan, mampu menimbang dengan baik diantara
beberapa hal dalam kehidupan. Mengetahui mana yang terpenting diantara yang
penting. Tidak mendahulukan permasalahan yang kecil dan mengakhiri masalah yang
besar.
3. Mengetahui tujuan jangka panjang, diwujudkan dengan kemampuan mengendalikan
keinginan atau kebutuhan demi kepentingan yang lebih penting ada masa yang akan
datang.
4. Menerima tanggung jawab dan menunaikan kewajiban dengan teratur, optimis dalam
melakukan tugas, dan mampu hidup di bawah aturan tertentu.
5. Menerima kegagalan, bisa menyikapi kegagalan dan dewasa dalam menghadapi segala
kemungkinan yang tidak menentu guna mencapai sebuah kemakmuran, serta
mencurahkan segala potensi guna mencapai tujuan.
6. Hubungan emosional. Seseorang tidak hanya mempertimbangkan diri sendiri tapi mulai
membiarkan perhatiannya pada orang lain. Pencarian yang serius tentang jati diri serta
komunitas sosial.
7. Bertahap dalam memberikan reaksi. Mampu mengendalikan saat kondisi kejiwaan
memuncak.
8. Kepekaan sosial dan perhatian terhadap nilai-nilai, dapat diwujudkan dengan kemampuan
mengendalikan perangai dan disesuaikan dengan nilai dan kondisi sosial yang bisa
diterima. Baik itu yang bersifat akhlak, agama, maupun adat.
Sedangkan menurut Walgito (2004) seseorang yang telah matang emosinya ciri-cirinya
adalah sebagai berikut:
a) Bahwa orang telah matang emosinya dapat menerima baik keadaan dirinya maupun
keadaan orang lain seperti apa adanya. Hal ini seperti telah dijelaskan di muka bahwa
orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara baik, dapat berpikir secara
obyektif.
b) Orang yang telah matang emosinya pada umumnya tidak bersifat impulsif. Ia akan
merespon stimulus dengan cara berpikir baik, dapat mengatur pikirannya, untuk dapat
memberikan tanggapan terhadap stimulus yang mengenainya. Orang yang bersifat
impulsive, yang segera bertindak sebelum dipikirkan dengan baik, satu pertanda
emosinya belum matang.
c) Orang yang telah matang emosinya seperti telah dikemukakan di muka akan dapat
mengontrol emosinya dengan baik, dapat mengontrol ekspresi emosinya. Walaupun
seseorang dalam keadaan marah, tetapi kemarahan itu tidak ditampakkan keluar, dapat
mengatur kapan kemarahan itu dapat dimanifistasikan.
d) Karena orang yang telah matang emosinya dapat berpikir secara obyektif, maka orang
yang telah matang emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian, dan pada umumnya
cukup mempunyai toleransi yang baik.
e) Orang yang telah matang emosinya akan mempunyai tanggungjawab yang baik, dapat
berdiri sendiri, tidak mudah mengalami frustasi, dan akan menghadapi masalah dengan
penuh pengertian.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Setting Penelitian
Penelitian dan penyebaran angket dilaksanakan di Asrama UKSW Salatiga, pada hari
jum’at tanggal 28 Juni 2019.
B. Subyek
Penelitian ini dilakukan kepada mahasiswa/i UKSW yang tinggal di asrama UKSW,
berjumlah 30 orang yaitu 15 mahasiswa dan 15 mahasiswi UKSW. Adapun subyek yang
diambil adalah mahasiswa dan mahasiswi UKSW sebagai populasi dengan jumlah total 30
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data Primer yaitu
data yang diperoleh langsung dari responden. Data primer dalam penelitian ini adalah
jawaban responden berupa jawaban skala sikap tersebut.
SS 5 1
S 4 2
R 3 3
TS 2 4
STS 1 5
Range : (5x21) – (1x21) = 105 – 21 = 84
Sturges : 1 + 3,3 log n
1 + 3,3 . log 30 = 1 + 3,3 . 1,4
= 1 + 4,62
=5
Interval : Range / Kategori = 84 / 5
= 16,8
= 17
KATEGORI F %
Interval = nilai maks – nilai min
∑ kategori Sangat tinggi
(≥89)
Nilai maks = 21 x 5 = 105 Tinggi
Nilai min = 21 x 1 = 21 (72 - 88)
Cukup
= 105 – 21 = 84 (54 - 71)
5 5
Rendah
= 16,8
(38 - 53)
= 17
Sangat rendah
(21 - 37)
Total
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Sangat tinggi - -
(≥89)
Tinggi 20 66,7%
(72 - 88)
Cukup 10 33,3%
(54 - 71)
Rendah - -
(38 - 53)
Sangat rendah - -
(21 - 37)
Total 30 100 %
Mahasiswa dan mahasiswi penghuni asrama UKSW sebagai populasi dengan jumlah
total 30 orang yang terdiri dari 15 perempuan dan 15 laki-laki. Para responden merupakan
mahasiswa/I dari fakultas kesehatan dan fakultas teknologi informasi dengan kisaran usia 17-
23 tahun, angkatan 2015-2019.
Berdasarkan skala sikap “Kematangan Emosional” yang telah kami sebarkan kepada
mahasiswa/i di lingkungan asrama UKSW, yang termasuk dalam kategori “Sangat Tinggi”
dengan presentase 0%, sedangkan kategori ”Tinggi” dengan jumlah responden sebanyak 20
dengan presentasenya 66,7%, sedangkan kategori “Cukup” dengan jumlah responden 10
dengan presentasenya 33,3%, sedangkan kategori “Rendah” presentasenya 0% dan kategori
“Sangat Rendah” dengan presentase 0%. Jadi, kematangan emosional yang dialami
mahasiswa/i di lingkungan asrama UKSW termasuk kategori yang tinggi. Yang dimaksudkan
tinggi dalam arti tingkat kematangan emosional yaitu kemampuan seseorang dalam
mengontrol dan mengendalikan emosinya secara baik, dalam hal ini berarti mahasiswa/i di
lingkungan asrama UKSW tersebut mampu menggunakan emosinya secara baik (emosinya
sudah matang), tidak cepat terpengaruh oleh rangsangan atau stimulus (pengontrolan diri),
dan pemahaman seberapa jauh baik buruk dan apakah bermanfaat bagi dirinya dalam setiap
tindakan maupun perbuatannya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil skala sikap yang kami sebarkan, kami dapat menyimpulkan bahwa
mahasiswa/i di lingkungan asrama UKSW lebih dominan ke kategori tinggi dengan
presentase 66,7%. Yang dimaksud tinggi adalah mampu mengontrol dan mengendalikan
emosinya secara baik. Berarti dari hasil ini membuktikan bahwa kematangan emosional
sangatlah berpengaruh terhadap kondisi kematangan seseorang dalam mencapai tingkat
kedewasaan. Dengan kondisi perkembangan emosi ini, kita dapat diterima oleh diri sendiri
maupun orang lain yang berada disekitar kehidupan kita.
Saat berada di lingkungan sosial, lingkungan masyarakat maupun lingkungan keluarga
yang berhubungan dengan proses-proses sosialisasi, hal itu dapat membentuk kita menjadi
pribadi yang memiliki emosi matang. Juga, seiring bertambahnya umur dan kedewasaan kita,
maka perubahan kematangan emosi ini akan terjadi secara terus menerus. Oleh karena itu,
kita harus mampu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekitar kita saat ini.
B. Saran
Dalam hal ini kita sebagai umat manusia harus mampu mencapai kematangan emosional
kita dalam menjalin hubungan dengan sesama, karena dengan kematangan emosional, kita
dapat mudah memperoleh teman dan menjalin hubungan yang baik antar sesama manusia.
Tidak hanya itu, kematangan emosional kita juga bisa mengukur seberapa dewasa kita dalam
menyelesaikan masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Panduan Penelitian
Tujuan Penelitian:
Setting Penelitian: Bertempat di lingkungan asrama mahasiswa/i UKSW jl. Kartini no. 11 A
Pelaksanaan;
a. Hari/tanggal : Jum’at, 28 Juni 2019
b. Jam : 10.00 WIB
c. Kondisi Sekitar : Tidak ramai
Jenis Skala Sikap : Skala Sikap Deskriptif
Skala Sikap
Pernyataan Skala Sikap ada dua puluh satu butir. Berikut penulis sajikan pernyataan skala
sikap tersebut:
1) Identitas Responden
Angkatan :
Jenis Kelamin : L / P
Usia : Tahun
2) Petunjuk Pengisian
SS : Sangat setuju
S : Setuju
R : Ragu-ragu
TS : Tidak setuju
Contoh :
NO ITEM SS S R TS STS
NO ITEM SS S R TS STS