MEDAN, KOMPAS.com
- Wartawan korban penganiayaan oknum TNI Angkatan Udara Medan saat unjuk rasa warga
Sarirejo, Senin (15/8/2016), menuturkan bahwa oknum itu menganiayanya secara membabi buta.
Salah satu wartawan yang dianiaya, Array Argus dari Tribun Medan, mengatakan, kejadian itu
berlangsung ketika ia sedang mewawancarai seorang ibu yang anaknya disekap oleh oknum
TNIAU.
"Sekitar pukul 4 sore tadi (kemarin), aku lagi wawancara dengan ibu-ibu warga Jalan Pipa Dua.
Anaknya Yogi umur 12 tahun disekap. Tiba-tiba kutengok ada 3 truk TNI masuk, mereka bawa
tameng, pentungan dan besi-besi," ujar Array seperti dikutip dari Tribunnews, Selasa
(16/8/2016).
Menurut Array, oknum TNI AU itu langsung turun dari truk dan memukuli rumah warga di
kawasan Simpang Teratai. Oknum itu kemudian mendatanginya dan bertanya.
Array mengingat tiga nama TNI AU yang menganiayanya. Ada tentara lain yang melakukan
kekerasan serupa, tetapi ia tidak hapal nama mereka.
Tak lama kemudian, datanglah Teddy rekan sesama wartawan menghampiri Array. Teddy
meminta agar Array dilepaskan.
Setelah itu, Teddy memboncengkan Array dan mereka berusaha keluar dari lokasi dengan
menggunakan sepeda motor.
"Tapi di tengah jalan, ada pos penjagaan lagi. Kami dihalau-halau, ada yang narik lagi, mau
dipukuli lagi. Tapi Teddy langsung tancap gas," ujarnya.
Setelah itu Array dan Teddy sampai ke lokasi yang lebih aman di sekitar CBD Polonia. Di
situlah beberapa wartawan berkumpul.
Selain Array, Andri Safrin wartawan MNC TV juga menjadi korban kebrutalan oknum TNI AU.
Hingga saat ini Safrin masih menjalani perawatan di RS Mitra Sejati.
Andri menuturkan, saat ia dipukuli, anggota TNI AU juga mengambil telepon seluler dan
dompetnya. Kamera yang dibawanya pun dihancurkan.
"Pas lagi meliput, aku dicekik, langsung dipukuli pakai pentungan dan kayu. Handphone dan
kamera aku pun direbut dirusak. Bahkan dompet aku direbut, diambil sama mereka," katanya.
Andri juga diseret dipukul dengan kayu. Ia sudah mengaku sebagai wartawan, tetapi
pengeroyoknya tidak peduli.
Secara terpisah, Kepala Penerangan TNU AU Lanud Suwondo Mayor Jhoni Tarigan mengatakan
tidak menduga kasus penganiayaan ini bisa terjadi.
"Sebenarnya tadi pagi saya juga sudah jumpa Array dan Teddy, makanya saya enggak menduga
kalau yang jadi korban itu Array," ujarnya.
Selain menganiaya wartawan, oknum TNI AU juga memukuli warga, baik ibu-ibu maupun anak-
anak.
Kekerasan terjadi setelah warga yang melakukan unjuk rasa membakar ban. Anggota TNI AU
terlihat mulai bringas dan belasan anggota TNI AU menyerbu warga yang tengah nongkrong di
sekitar lokasi.
"Semua dihajar. Anak-anak pun yang ada di lokasi dimaki-maki, ada juga yang ditokok (dijitak)
kepalanya," kata Andi.
Selain warga pendemo, masyarakat yang melintas juga tidak lepas dari amukan anggota TNI AU
tersebut. Warga yang hendak melintas diusir, bahkan ada yang helmnya dipukul dengan tongkat.
http://regional.kompas.com/read/2016/08/16/13511131/kronologi.kekerasan.oknum.tni.au.terhad
ap.wartawan.dan.warga.di.medan?page=all
Dalam Kasus tersebut oknum militer akan dikenakan dasar hukum yang mana sebutkan dan
jelaskan?
Apabila ditinjau dari ilmu perundang-undangan posisi dasar hukum tersebut masuk dalam
ketentuan khusus atau umum?
Apabila ditinjau dari ilmu perundang-undangan posisi dasar hukum menggunakan asas ilmu
perundang-undangan yang mana?
Tugas.2
Anda diminta untuk mencari kasus tindak pidana cyber dan membuat ringkasan dari tindak
pidana cyber tersebut. Analisis tindak pidana tersebut secara komprehensif dimulai dari pelaku,
perbuatan, serta sanksi yang harus ditegakan. (Analisis Anda maksimal 1500 kata)
Tugas 3
Alternatif Pengelesaian Sengketa (APS) sering dipergunakan oleh para pencari keadilan untuk
menyelesaiakan permasalahan hukumnya. Apakah kelemahan dan keunggulan dari ketiga bentuk
APS: Negosiasi, Mediasi dan Arbitrasi dibandingkan dengan proses litigasi di pengadilan.
Azas Legalitas
Asas Legalitas tidak hanya ada dalam Hukum Pidana, tetapi juga ada dalam Hukum Administrasi
Negara dan Hukum Tata Negara.
Asas Legalitas disebut dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”)
bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada.
Sementara, pada HAN dan HTN, Asas Legalitas dinyatakan sebagai berikut:
b. Hukum Tata Negara: Negara terbentuk dan berdiri dengan adanya pemerintahan yang
berdasarkan aturan yang ada dan dalam pemerintahan tersebut adalah rakyat yang ditunjuk oleh
rakyat untuk memimpin.
Dalam Hukum Pidana, Asas Legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
“Suatu Perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada.”
Dari pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya perbuatan yang disebut dengan tegas
oleh peraturan perundangan sebagai kejahatan atau pelanggaran, dapat dikenai hukuman
(pidana). Asas ini memberikan jaminan kepada orang untuk tidak diperlakukan sewenang-
wenang oleh alat penegak hukum. Menurut A. Siti Soetami, S.H., dalam bukunya Pengantar Tata
Hukum Indonesia, Nullum delictum nulla poena sinepraevia lege poenali, asas ini oleh Anselm
Von Feuerbach disebut Asas Legalitas.
Sementara, asas legalitas pada Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara,
mempunyai dasar-dasar yang berbeda. Pertama, pengertian dari Hukum Tata Negara pada buku
Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, yang dalam
hal ini Pendapat Ahli yaitu Van Der Pot adalah
“Hukum Tata Negara merupakan aturan dari yang menentukan berat badan yang diperlukan,
kewenangan masing-masing lembaga, hubungan antar lembaga dengan satu sama lain, dan
hubungan antara tubuh individu dalam suatu Negara.”
Sementara, pengertian dari Hukum Administrasi Negara menurut Pendapat Ahli Abdoel Djamali,
dalam buku Pengantar Ilmu Hukum karangan Titik Triwulan Tutik mengatakan,
“Hukum Administrasi Negara ialah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu
hubungan antara warga negara dan pemerintahan yang menjadi sebab sampai negara itu
berfungsi ”
Kedua asas Tata Hukum Nasional di atas merupakan tatanan hukum yang menjadi dasar bagi
Negara dalam menjalankan pemerintahan yang menjadi salah satu syarat terbentuknya sebuah
negara. Menurut Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmo Sudirdjo, dalam bukunya Hukum Administrasi
Negara, Pemerintah dalam menggunakan wewenang publik wajib mengikuti aturan-aturan
Hukum Administrasi Negara agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Wewenang tersebut
yang menghasilkan sebuah keputusan atau lebih terikat pada 3 (tiga) asas hukum yaitu:
2. Asas Legalitas (wetmatigheid), artinya keputusan harus diambil berdasarkan suatu ketentuan
undang-undang;
3. Asas Diskresi (discretie, freies ermessen), artinya pejabat penguasa tidak boleh menolak
mengambil keputusan dengan alasan “tidak ada peraturannya”. Oleh karena itu, diberi kebebasan
untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tindak melanggar asas
yuridiktas dan asas legalitas tersebut di atas. Ada dua macam diskresi, yaitu “diskresi bebas”
apabila undang-undang hanya menentukan batas-batasnya dan “diskresi terikat” jika undang-
undang menetapkan beberapa alternatif untuk dipilih salah satu yang oleh pejabat administrasi
dianggap paling dekat.
Menurut pendapat Ahli Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H. dalam Konstruksi Hukum Tata Negara
Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Asas-Asas Hukum Tata Negara terutama pada Negara
Indonesia adalah
Dari penjelasan di atas jelas bahwa Asas Legalitas tersebut tidak hanya ada dalam Hukum
Pidana, melainkan ada juga dalam Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara,
sehingga dapat disimpulkan:
a. Hukum Administrasi Negara yang menyatakan Asas Legalitas tersebut, pejabat dalam
wewenangnya harus melaksanakan keputusan dengan sesuai aturan yang ada;
b. Hukum Tata Negara menyatakan Asas Legalitas tersebut, bahwa Negara terbentuk dan berdiri
dengan adanya pemerintahan yang berdasarkan aturan yang ada dan dalam pemerintahan
tersebut adalah rakyat yang ditunjuk oleh rakyat untuk memimpin.
SUmber: https://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6993/apakah-asas-legalitas-hanya-
berlaku-di-hukum-pidana/