Anda di halaman 1dari 13

Hukum Publik dan Hukum Privat

Pengelompokan Hukum dalam Sistem Hukum Indonesia:


HUKUM PUBLIK merupakan hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat alat
kelengkapan negara dan hubungan antara negara dengan warga negara. Termasuk dalam kategori
Hukum Publik antara lain:
1. Hukum Pidana
2. Hukum Internasional
3. Hukum Tata Negara (Konstitusi) 
4. Hukum Administrasi Negara 
5. Hukum Pajak
6. dll
Sedangkan Hukum Privat merupakan hukum yang mengatur hubungan antar individu atau
kelompok individu sebaga subjek hukum dalam hubungan perdata. Yang termasuk dalam
kategori hukum privat antara lain:
1. Hukum Perdata 
2. Hukum Perusahaan 
3. Hukum Dagang
4. Hukum Investasi
5. dll
Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata
Sehingga pada dasarnya, hukum pidana bertujuan untuk melindungi kepentingan umum,
misalnya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yangmemiliki
implikasi secara langsung pada masyarakat secara luas (umum), dimana apabila suatu tindak
pidana dilakukan, berdampak buruk terhadap keamanan, ketenteraman, kesejahteraan dan
ketertiban umum di masyarakat.
 Hukum Pidana sendiri bersifat sebagai ultimum remedium (upaya terakhir) untuk menyelesaikan
suatu perkara. Karenanya, terdapat sanksi yang memaksa yang apabila peraturannya dilanggar,
yang berdampak dijatuhinya pidana pada si pelaku. Penjelasan selengkapnya tentang ultimum
remedium dapat Anda simak Arti Ultimum Remedium.
 Berbeda dengan hukum pidana, hukum perdata sendiri bersifat privat, yang menitikberatkan
dalam mengatur mengenai hubungan antara orang perorangan, dengan kata lain menitikberatkan
kepada kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa akibat dari
ketentuan-ketentuan dalam hukum perdata yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (KUH Per) hanya berdampak langsung bagi para pihak yang terlibat, dan tidak berakibat
secara langsung pada kepentingan umum.
Tugas.1
Studi Kasus

MEDAN, KOMPAS.com

- Wartawan korban penganiayaan oknum TNI Angkatan Udara Medan saat unjuk rasa warga
Sarirejo, Senin (15/8/2016), menuturkan bahwa oknum itu menganiayanya secara membabi buta.

Salah satu wartawan yang dianiaya, Array Argus dari Tribun Medan, mengatakan, kejadian itu
berlangsung ketika ia sedang mewawancarai seorang ibu yang anaknya disekap oleh oknum
TNIAU.

"Sekitar pukul 4 sore tadi (kemarin), aku lagi wawancara dengan ibu-ibu warga Jalan Pipa Dua.
Anaknya Yogi umur 12 tahun disekap. Tiba-tiba kutengok ada 3 truk TNI masuk, mereka bawa
tameng, pentungan dan besi-besi," ujar Array seperti dikutip dari Tribunnews, Selasa
(16/8/2016).

Menurut Array, oknum TNI AU itu langsung turun dari truk dan memukuli rumah warga di
kawasan Simpang Teratai. Oknum itu kemudian mendatanginya dan bertanya.

Array mengingat tiga nama TNI AU yang menganiayanya. Ada tentara lain yang melakukan
kekerasan serupa, tetapi ia tidak hapal nama mereka.

Tak lama kemudian, datanglah Teddy rekan sesama wartawan menghampiri Array. Teddy
meminta agar Array dilepaskan.

Setelah itu, Teddy memboncengkan Array dan mereka berusaha keluar dari lokasi dengan
menggunakan sepeda motor.

"Tapi di tengah jalan, ada pos penjagaan lagi. Kami dihalau-halau, ada yang narik lagi, mau
dipukuli lagi. Tapi Teddy langsung tancap gas," ujarnya.
Setelah itu Array dan Teddy sampai ke lokasi yang lebih aman di sekitar CBD Polonia. Di
situlah beberapa wartawan berkumpul.

Selain Array, Andri Safrin wartawan MNC TV juga menjadi korban kebrutalan oknum TNI AU.
Hingga saat ini Safrin masih menjalani perawatan di RS Mitra Sejati.

Andri menuturkan, saat ia dipukuli, anggota TNI AU juga mengambil telepon seluler dan
dompetnya. Kamera yang dibawanya pun dihancurkan.

"Pas lagi meliput, aku dicekik, langsung dipukuli pakai pentungan dan kayu. Handphone dan
kamera aku pun direbut dirusak. Bahkan dompet aku direbut, diambil sama mereka," katanya.

Andri juga diseret dipukul dengan kayu. Ia sudah mengaku sebagai wartawan, tetapi
pengeroyoknya tidak peduli.

Secara terpisah, Kepala Penerangan TNU AU Lanud Suwondo Mayor Jhoni Tarigan mengatakan
tidak menduga kasus penganiayaan ini bisa terjadi.

"Sebenarnya tadi pagi saya juga sudah jumpa Array dan Teddy, makanya saya enggak menduga
kalau yang jadi korban itu Array," ujarnya.

Selain menganiaya wartawan, oknum TNI AU juga memukuli warga, baik ibu-ibu maupun anak-
anak.

Kekerasan terjadi setelah warga yang melakukan unjuk rasa membakar ban. Anggota TNI AU
terlihat mulai bringas dan belasan anggota TNI AU menyerbu warga yang tengah nongkrong di
sekitar lokasi.

"Semua dihajar. Anak-anak pun yang ada di lokasi dimaki-maki, ada juga yang ditokok (dijitak)
kepalanya," kata Andi.

Selain warga pendemo, masyarakat yang melintas juga tidak lepas dari amukan anggota TNI AU
tersebut. Warga yang hendak melintas diusir, bahkan ada yang helmnya dipukul dengan tongkat.
http://regional.kompas.com/read/2016/08/16/13511131/kronologi.kekerasan.oknum.tni.au.terhad
ap.wartawan.dan.warga.di.medan?page=all

Analisalah kasus diatas

Dalam Kasus tersebut oknum militer akan dikenakan dasar hukum yang mana sebutkan dan
jelaskan?

Apabila ditinjau dari ilmu perundang-undangan posisi dasar hukum tersebut masuk dalam
ketentuan khusus atau umum?

Apabila ditinjau dari ilmu perundang-undangan posisi dasar hukum menggunakan asas ilmu
perundang-undangan yang mana?

Tugas.2
Anda diminta untuk mencari kasus tindak pidana cyber dan membuat ringkasan dari tindak
pidana cyber tersebut. Analisis tindak pidana tersebut secara komprehensif dimulai dari pelaku,
perbuatan, serta sanksi yang harus ditegakan. (Analisis Anda maksimal 1500 kata)

Tugas 3
Alternatif Pengelesaian Sengketa (APS) sering dipergunakan oleh para pencari keadilan untuk
menyelesaiakan permasalahan hukumnya. Apakah kelemahan dan keunggulan dari ketiga bentuk
APS: Negosiasi, Mediasi dan Arbitrasi dibandingkan dengan proses litigasi di pengadilan.
Azas Legalitas
Asas Legalitas tidak hanya ada dalam Hukum Pidana, tetapi juga ada dalam Hukum Administrasi
Negara dan Hukum Tata Negara.

Asas Legalitas disebut dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(“KUHP”)
bahwa suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada.

Sementara, pada HAN dan HTN, Asas Legalitas dinyatakan sebagai berikut:

a. Hukum Administrasi Negara: pejabat dalam wewenangnya harus melaksanakan keputusan


dengan sesuai aturan yang ada;

b. Hukum Tata Negara: Negara terbentuk dan berdiri dengan adanya pemerintahan yang
berdasarkan aturan yang ada dan dalam pemerintahan tersebut adalah rakyat yang ditunjuk oleh
rakyat untuk memimpin.

Dalam Hukum Pidana, Asas Legalitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:

“Suatu Perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada.”

Dari pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hanya perbuatan yang disebut dengan tegas
oleh peraturan perundangan sebagai kejahatan atau pelanggaran, dapat dikenai hukuman
(pidana). Asas ini memberikan jaminan kepada orang untuk tidak diperlakukan sewenang-
wenang oleh alat penegak hukum. Menurut A. Siti Soetami, S.H., dalam bukunya Pengantar Tata
Hukum Indonesia, Nullum delictum nulla poena sinepraevia lege poenali, asas ini oleh Anselm
Von Feuerbach disebut Asas Legalitas.

Sementara, asas legalitas pada Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara,
mempunyai dasar-dasar yang berbeda. Pertama, pengertian dari Hukum Tata Negara pada buku
Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, yang dalam
hal ini Pendapat Ahli yaitu Van Der Pot adalah

“Hukum Tata Negara merupakan aturan dari yang menentukan berat badan yang diperlukan,
kewenangan masing-masing lembaga, hubungan antar lembaga dengan satu sama lain, dan
hubungan antara tubuh individu dalam suatu Negara.”

Sementara, pengertian dari Hukum Administrasi Negara menurut Pendapat Ahli Abdoel Djamali,
dalam buku Pengantar Ilmu Hukum karangan Titik Triwulan Tutik mengatakan,

“Hukum Administrasi Negara ialah peraturan hukum yang mengatur administrasi, yaitu
hubungan antara warga negara dan pemerintahan yang menjadi sebab sampai negara itu
berfungsi ”
Kedua asas Tata Hukum Nasional di atas merupakan tatanan hukum yang menjadi dasar bagi
Negara dalam menjalankan pemerintahan yang menjadi salah satu syarat terbentuknya sebuah
negara. Menurut Prof. Dr. Mr. Prajudi Atmo Sudirdjo, dalam bukunya Hukum Administrasi
Negara, Pemerintah dalam menggunakan wewenang publik wajib mengikuti aturan-aturan
Hukum Administrasi Negara agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Wewenang tersebut
yang menghasilkan sebuah keputusan atau lebih terikat pada 3 (tiga) asas hukum yaitu:

1. Asas Yuridikitas (rechtmatingheid), artinya keputusan pemerintahan maupun administratif


tidak boleh melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad);

2. Asas Legalitas (wetmatigheid), artinya keputusan harus diambil berdasarkan suatu ketentuan
undang-undang;

3. Asas Diskresi (discretie, freies ermessen), artinya pejabat penguasa tidak boleh menolak
mengambil keputusan dengan alasan “tidak ada peraturannya”. Oleh karena itu, diberi kebebasan
untuk mengambil keputusan menurut pendapatnya sendiri asalkan tindak melanggar asas
yuridiktas dan asas legalitas tersebut di atas. Ada dua macam diskresi, yaitu “diskresi bebas”
apabila undang-undang hanya menentukan batas-batasnya dan “diskresi terikat” jika undang-
undang menetapkan beberapa alternatif untuk dipilih salah satu yang oleh pejabat administrasi
dianggap paling dekat.

Menurut pendapat Ahli Titik Triwulan Tutik, S.H., M.H. dalam Konstruksi Hukum Tata Negara
Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Asas-Asas Hukum Tata Negara terutama pada Negara
Indonesia adalah

1. Asas Negara Hukum (Asas Legalitas)


Asas Negara Hukum ini merupakan Asas dimana menjadi dasar dan legalitas pada suatu negara.
Pemikiran Negara dimulai sejak Plato dengan konsepnya “Penyelenggaraan Negara yang baik
adalah didasarkan pada pengaturan hukum yang baik“. Uraian konsep tentang Negara Hukum
tersebut ada dua substansi dasar yaitu:

a. Adanya Paham Kontitusi


memiliki makna bahwa pemerintahan berdasarkan atas hukum dasar (konstitusi), tidak
berdasarkan kekuasaan belaka;

b. Sistem Demokrasi atau Kedaulatan Rakyat


secara harfiah identik dengan makna kedaulatan rakyat yang berarti pemerintahan yang seluruh
rakyatnya turut dan serta memerintah (pemerintahan rakyat).

2. Asas Pembagian Kekuasaan


Secara umum, suatu sistem kenegaraan membagi kekuasaan pemerintahan kedalam“trichotomy”
yang terdiri dari Eksekutif, Legislative, dan Yudikatif dan biasa disebut dengan trias politika.
Asas pembagian kekuasaan yang dianut Indonesia adalah UUD NKRI 1945 pra-amandemen
tidak memberikan ketentuan yang tegas tentang pembagian kekuasaan.
3. Asas Negara Pancasila
Pancasila sering disebut dengan Falsafah Negara dan Ideologi Negara. Namun, dalam hal ini
Pancasila digunakan sebagai dasar mengatur Pemerintahan Negara. Atau dengan kata lain
Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Pancasila
dipandang sebagai dasar Negara Indonesia karena didalamnya mengandung 5 (lima) asas yaitu:

a. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa


b. Asas Perikemanusiaan
c. Asas Kebangsaan
d. Asas Kedaulatan Rakyat
e. Asas Keadilan Sosial

Dari penjelasan di atas jelas bahwa Asas Legalitas tersebut tidak hanya ada dalam Hukum
Pidana, melainkan ada juga dalam Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara,
sehingga dapat disimpulkan:

a. Hukum Administrasi Negara yang menyatakan Asas Legalitas tersebut, pejabat dalam
wewenangnya harus melaksanakan keputusan dengan sesuai aturan yang ada;

b. Hukum Tata Negara menyatakan Asas Legalitas tersebut, bahwa Negara terbentuk dan berdiri
dengan adanya pemerintahan yang berdasarkan aturan yang ada dan dalam pemerintahan
tersebut adalah rakyat yang ditunjuk oleh rakyat untuk memimpin.

SUmber: https://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl6993/apakah-asas-legalitas-hanya-
berlaku-di-hukum-pidana/

1. Alternatif Penyelesaian Sengketa


2. Alternatif Penyelesaian Sengketa Dasar hukum alternatif penyeleseaian sengketa di Indonesia
adalah Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa (“UU Arbitrase”).
3. Alternatif Penyelesaian Sengketa Alternatif penyelesaian sengketa adalah lembaga
penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak yang
didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan
(“APS”). .
4. APS cont’d Jenis APS • Negosiasi; • Mediasi; • Konsiliasi; • Pendapat mengikat; •
Penilaian/pendapat ahli; • Ajudikasi; • Arbitrase.
5. Negosiasi Negosiasi adalah proses tawar-menawar dengan jalan berunding guna mencapai
kesepakatan bersama antara satu pihak dan pihak yang lain; penyelesaian sengketa secara damai
melalui perundingan antara para pihak yang bersengketa.
6. Negosiasi cont’d Negosiasi merupakan mekanisme yang utama dan diberikan prioritas dalam
penyelesaian sengketa. Misalnya dalam hukum acara perdata, pada setiap tahap sidang, para
pihak selalu dianjurkan dan diberi kesempatan dan waktu untuk bernegosiasi. Berbeda dengan
mediasi, komunikasi yang dilaksanakan dalam proses negosiasi tersebut dibangun oleh para
pihak (diwakili kuasa) tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah.
7. Negosiasi cont’d Pihak I Para pihak berkomunikasi mencari inti permasalahan sengketa dan
mulai bernegosiasi. Pihak IISengketa
8. Negosiasi cont’d Negosiasi Jika mencapai kesepakatan, hasil negosiasi dibuat kesepakatan
bersama (tertulis). Jika tidak mencapai kesepakatan, para pihak menempuh upaya penyelesaian
sengketa lain.
9. Negosiasi cont’d Hasil kesepakatan bersama didaftarkan ke PN (UU Arbitrase: paling lama 30
hari sejak penandatanganan). PerMA: Kesepakatan perdamaian diajukan ke PN untuk
memperoleh Akta Perdamaian melalui gugatan. Akta Perdamaian atas gugatan untuk
menguatkan kesepakatan perdamaian diucapkan oleh hakim dalam sidang yang terbuka, paling
lama 14 hari sejak gugatan didaftarkan.
10. Mediasi Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Jenis mediasi, antara lain:
Mediasi untuk sengketa perbankan. Mediasi untuk sengketa pertanahan. Mediasi di pengadilan.
11. Mediasi untuk Sengketa Perbankan Dasar hukum untuk mediasi perbankan adalah Peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan.
12. Mediasi Perbankan Sengketa yang diajukan adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah
atau perwakilan nasabah kepada Bank Indonesia, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan
oleh bank. Sengketa yang memiliki nilai tuntutan finansial paling banyak Rp 500 juta. (bukan
tuntutan kerugian immateriil).
13. Mediasi Perbankan cont’d Persyaratan Diajukan secara tertulis disertai dokumen terkait.
Telah dilakukan upaya penyelesaian oleh bank. Sengketa tidak dalam proses penyelesaian
sengketa lain (pengadilan/APS). Sengketa diajukan tidak lebih 60 hari kerja sejak surat hasil
penyelesaian oleh bank. Sengketa perdata.
14. Mediasi Perbankan cont’d Agreement to mediate, memuat: Kesepakatan untuk memilih
mediasi perbankan sebagai bentuk APS. Pesertujuan untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi
oleh BI. Proses mediasi dilaksanakan setelah nasabah dan bank menandatangani perjanjian
mediasi (agreement to mediate)
15. Mediasi Perbankan cont’d Hasil mediasi dituangkan dalam Akta Kesepakatan yang wajib
dilaksanakan oleh bank yang terkait. Mediasi dilaksanakan 30 hari sejak penandatangan
agreement to mediate dan dapat diperpanjang 30 hari lagi. Mediasi dilakukan oleh lembaga
mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan yang berkoordinasi dengan BI.
16. Mediasi Perbankan cont’d Bank akan dikenakan sanksi administratif oleh BI berupa teguran
tertulis yang dapat diperhitungkan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan bank. Sanksi
bagi bank yang melanggar: Panggilan BI perihal mediasi. Agreement to mediate. Akta
Kesepakatan. Kewajiban publikasi APS mediasi perbankan.
17. Mediasi untuk Sengketa Pertanahan Dasar hukum mediasi untuk penyelesaian sengketa
pertanahan terdapat dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 11
Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
18. Mediasi Sengketa Tanah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia dapat mengambil inisiatif untuk memfasilitasi penyelesaian sengketa atau
konflik mengenai pertanahan melalui mediasi.
19. Mediasi Sengketa Tanah cont’d Mediasi sengketa atau konflik tanah dilakukan oleh peserta
mediasi yang terdiri dari para pihak dan pihak yang ditunjuk oleh kementerian, yaitu: • tim
pengolah; • pejabat kantor pertanahan/kementerian; • mediator; dan/atau • unsur ahli/pakar yang
terkait sengketa dan konflik.
20. Mediasi Sengketa Tanah cont’d Proses mediasi dilaksanakan 30 hari setelah peserta mediasi
terbentuk. Jika mencapai kesepakatan, dibuat perjanjian perdamaian dan didaftarkan di PN
sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat (Pasal 41 Permen). Jika tidak mencapai
kesepakatan, para pihak menempuh upaya penyelesaian sengketa lain.
21. Mediasi di Pengadilan Dasar hukum prosedur mediasi di pengadilan adalah Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
22. Obyek Sengketa Obyek sengketa Wajib Mediasi Semua sengketa perdata yang diajukan ke
pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak
berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan
yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui
mediasi.
23. Obyek Sengketa cont’d Pengecualian • Sengketa dengan tenggang waktu penyelesaiannya
ditentukan oleh perundang-undangan. • Sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya
penggugat atau tergugat. • Gugatan balik (rekonvensi) dan intervensi. • Sengketa mengenai
pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan.
24. Obyek Sengketa cont’d Pengecualian • Sengketa yang telah dilakukan mediasi dengan
mediator yang terdaftar di pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan
pernyataan yang ditandatangani oleh para pihak dan mediator tersebut.
25. Sifat Proses Mediasi a. Bersifat tertutup. (Proses mediasi pada dasarnya tertutup kecuali para
pihak menghendaki lain). b. Kewajiban menghadiri mediasi. (Para pihak wajib menghadiri
secara langsung pertemuan mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum)
26. Sifat Proses Mediasi cont’d c. Iktikad baik menempuh mediasi. Salah satu pihak dinyatakan
tidak beriktikad baik oleh mediator dalam hal bersangkutan: • Tidak hadir setelah dipanggil
secara patut 2 kali berturut-turut dalam mediasi tanpa alasan sah. • Ketidakhadiran berulang-
ulang yang mengganggu jadwal pertemuan mediasi tanpa alasan sah. • Menghadiri pertemuan
mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak menanggapi resume perkara pihak lain. • Tidak
menandatangani Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah.
27. Akibat Hukum Pihak Tidak Beriktikad Baik Penggugat Gugatan tidak dapat diterima.
Dikenai kewajiban pembayaran biaya mediasi. Tergugat Dikenai kewajiban pembayaran biaya
mediasi. Hakim mengeluarkan penetapan bahwa tergugat tidak beriktikad baik sebelum
melanjutkan pemeriksaan.
28. Akibat Hukum cont’d Dalam hal para pihak secara bersama- sama dinyatakan tidak
beriktikad baik oleh mediator, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh hakim pemeriksa
perkara tanpa penghukuman biaya mediasi.
29. Proses Mediasi Para pihak berhak memilih seorang atau lebih mediator yang tercatat dalam
daftar mediator di pengadilan atau ditunjuk oleh hakim. Hakim pemeriksa perkara wajib
menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak. Pada hari sidang yang telah ditentukan dan
dihadiri oleh para pihak, hakim pemeriksa perkara mewajibkan para pihak untuk menempuh
mediasi.
30. Proses Mediasi cont’d Paling lama 5 hari setelah Penetapan perintah untuk melakukan
mediasi dan menunjuk mediator, para pihak menyerahkan resume perkara yang memuat duduk
perkara dan usulan perdamaian. Mediator menentukan hari dan tanggal pertemuan mediasi,
setelah menerima penetapan penunjukan sebagai mediator.
31. Proses Mediasi cont’d Proses mediasi berlangsung paling lama 30 hari terhitung sejak
penetapan perintah melakukan mediasi dan dapat diperpanjang 30 hari lagi. Jika mencapai
kesepakatan, dibuat Kesepakatan Perdamaian. Jika tidak, hakim menerbitkan penetapan untuk
melanjutkan perkara.
32. Proses Mediasi cont’d Jika para pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian
dikuatkan dalam Akta Perdamaian, Kesepakatan Perdamaian wajib memuat pencabutan gugatan.
Para pihak melalui mediator dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada hakim agar
dikuatkan dalam Akta Perdamaian.
33. . • Konsiliasi. • Penilaian. • Pendapat Mengikat. • Penilaian/ Pendapat Ahli. • Ajudikasi
34. Konsiliasi Proses penyelesaian sengketa dimana terdapat pihak ketiga yang memfasilitasi
komunikasi di antara pihak-pihak yang bersengketa dengan tujuan untuk membantu para pihak
menyelesaikan sengketa dan masalah di antara mereka.
35. Konsiliasi Mediasi Proses konsiliasi serupa dengan mediasi yaitu bentuk penyelesaian
sengketa dengan bantuan pihak ketiga, yaitu mediator dan konsiliator. Konsiliasi cont’d
36. Konsiliasi Mediasi Perbedaannya, konsiliator aktif memfasilitasi komunikasi di antara dua
pihak dan memberikan solusi penyelesaian. Mediator tidak selalu aktif memfasilitasi komunikasi
di antara para pihak. Konsiliasi cont’d
37. Pendapat Mengikat • Para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon pendapat
yang mengikat dari lembaga arbitrase (kepada BANI) atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian. • Terhadap pendapat yang mengikat tidak dapat dilakukan perlawanan melalui upaya
hukum apapun.
38. Pendapat Mengikat cont’d Para pihak dapat mengajukan kepada BANI untuk memberikan
suatu pendapat yang mengikat mengenai suatu persoalan berkenaan dengan suatu perjanjian.
Pendapat yang mengikat misalnya mengenai penafsiran ketentuan/pasal dalam kontrak,
penambahan/perubahan ketentuan kontrak, dan lain-lain. Pendapat mengikat yang diberikan
BANI mengikat para pihak dan yang bertindak bertentangan dengan pendapat itu, akan dianggap
melanggar perjanjian.
39. Penilaian/Pendapat Ahli Penilaian/pendapat ahli yaitu dimana para pihak menunjuk seorang
ahli untuk meneliti masalah (sengketa) yang mereka hadapi dan membutuhkan pendapat seorang
ahli khusus (experts determination-experts appraisal).
40. Penilaian/Pendapat Ahli cont’d Proses penilaian/pendapatan ahli Terjadi sengketa di antara
para pihak. Para pihak sepakat untuk meminta pendapat ahli mengenai sengketa yang dihadapi.
Ahli yang ditunjuk oleh para pihak, memberikan penilaian/pendapat.
41. Ajudikasi Cara penyelesaian Sengketa melalui pihak ketiga yang ditunjuk para pihak yang
bersengketa untuk menjatuhkan putusan atas sengketa yang timbul diantara pihak dimaksud.
42. Ajudikasi cont’d Contoh ajudikasi dalam kontrak FIDIC: Para pihak menyetujui metode
penyelesaian sengketa dengan cara ajudikasi dalam perjanjian dan menunjuk dewan sengketa.
Jika terjadi sengketa, sengketa harus diselesaikan terlebih dahulu melalui ajudikasi dengan
meminta keputusan dewan sengketa.
43. Ajudikasi cont’d Para pihak menunjuk dewan sengketa yang beranggotakan (umumnya) 3
orang untuk memutuskan hasil sengketa. Setiap pihak menunjuk satu anggota dewan sengketa
dan menyepakati anggota ke-3 dewan sengketa. Para pihak kemudian menyediakan informasi,
akses dan fasilitas yang diperlukan dewan sengketa dalam proses pengambilan keputusan.
44. Ajudikasi cont’d Dalam jangka waktu yang sudah ditentukan dalam perjanjian atau dalam
waktu yang mungkin diusulkan oleh dewan sengketa dan disetujui oleh para pihak, dewan
sengketa harus memberikan keputusan yang disertai dengan alasan keputusan tersebut.
Keputusan dewan sengketa tersebut mengikat sampai adanya putusan aribtrase/pengadilan.
45. Arbitrase Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa. (Dasar hukum UU Arbitrase)
46. Obyek Sengketa • Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-
undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. • Sengketa yang tidak dapat
diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan
tidak dapat diadakan perdamaian.
47. Perjanjian Arbitrase Para pihak dapat menyetujui dan memperjanjikan dengan tegas bahwa
suatu sengketa yang terjadi atau yang akan terjadi antara mereka untuk diselesaikan melalui
arbitrase.
48. Perjanjian Arbitrase cont’d Suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh
keadaan: • meninggalnya salah satu pihak; • bangkrutnya salah satu pihak; • novasi; • insolvensi
salah satu pihak; • perwarisan; • bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada
pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau •
berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
49. Kompetensi Arbitrase cont’d • Dalam hal para pihak telah menyetujui bahwa sengketa di
antara mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan para pihak telah memberikan wewenang,
maka arbiter berwenang menentukan dalam putusannya mengenai hak dan kewajiban para pihak
jika hal ini tidak diatur dalam perjanjian mereka. • Adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis
meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat yang
termuat dalam perjanjiannya ke pengadilan negeri.
50. Kompetensi Arbitrase cont’d • Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dapat dilakukan
dengan menggunakan lembaga arbitrase nasional (BANI) atau internasional (misal SIAC di
Singapura) berdasarkan kesepakatan para pihak. • Penyelesaian sengketa melalui lembaga
arbitrase dilakukan menurut peraturan dan acara dari lembaga yang dipilih, kecuali ditetapkan
lain oleh para pihak.
51. Kompetensi Arbitrase cont’d • Para pihak dalam suatu perjanjian yang tegas dan tertulis,
bebas untuk menentukan acara arbitrase yang digunakan dalam pemeriksaan sengketa sepanjang
tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU Arbitrase. • Tempat arbitrase ditentukan oleh
arbiter atau majelis arbitrase, kecuali ditentukan sendiri oleh para pihak.
52. Proses Arbitrase Arbiter menyampaikan tuntutan tersebut kepada termohon dengan disertai
perintah untuk menanggapi dan memberikan jawabannya secara tertulis dalam waktu paling
lama 14 hari. Pemohon menyampaikan surat tuntutannya kepada arbiter atau majelis arbitrase
mengenai penyeleseaian sengketa.
53. Proses Arbitrase cont’d Dalam hal sudah ada jawaban dari termohon, perubahan atau
penambahan surat tuntutan hanya diperbolehkan dengan persetujuan termohon. Sebelum ada
jawaban dari termohon, pemohon dapat mencabut surat permohonan arbitrase.
54. Proses Arbitrase cont’d Tuntutan balasan, diperiksa dan diputus oleh arbiter atau majelis
arbitrase bersama-sama dengan pokok sengketa. Dalam jawabannya atau selambat-lambatnya
pada sidang pertama, termohon dapat mengajukan tuntutan balasan dan terhadap tuntutan
balasan tersebut pemohon diberi kesempatan untuk menanggapi.
55. Proses Arbitrase cont’d Apabila pada hari yang telah ditentukan, termohon tanpa suatu alasan
sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah dipanggil secara patut, arbiter atau
majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan sekali lagi. Apabila pada hari yang ditentukan
pemohon tanpa suatu alasan yang sah tidak datang menghadap, sedangkan telah dipanggil secara
patut, surat tuntutannya dinyatakan gugur dan tugas arbiter atau majelis arbitrase dianggap
selesai.
56. Proses Arbitrase cont’d Paling lama 10 hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon
dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan, pemeriksaan
akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali
jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum.
57. Proses Arbitrase cont’d Dalam hal usaha perdamaian tercapai, maka arbiter atau majelis
arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan
memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut. Dalam hal para
pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih
dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang bersengketa. (negosiasi).
58. Proses Arbitrase cont’d Para pihak diberi kesempatan terakhir kali untuk menjelaskan secara
tertulis pendirian masing-masing serta mengajukan bukti yang dianggap perlu untuk menguatkan
pendiriannya dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh arbiter atau majelis arbitrase.
Pemeriksaan terhadap pokok sengketa dilanjutkan apabila usaha perdamaian tidak berhasil.
59. Pemeriksaan Sengketa Putusan diucapkan dalam waktu paling lama 30 hari setelah
pemeriksaan ditutup. Apabila pemeriksaan sengketa telah selesai, pemeriksaan segera ditutup
dan ditetapkan hari sidang untuk mengucapkan putusan arbitrase. Pemeriksaan atas sengketa
harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 hari sejak arbiter atau majelis arbitrase
terbentuk dan dapat diperpanjang.
60. Putusan Abitrase Kepala putusan harus memuat irah-irah: "DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" Dalam putusan ditetapkan suatu jangka
waktu putusan tersebut harus dilaksanakan. Dalam waktu paling lama 14 hari setelah putusan
diterima, para pihak dapat mengajukan permohonan untuk melakukan koreksi terhadap
kekeliruan administratif.
61. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Nasional Nasional Paling lama 30 hari sejak putusan
diucapkan, putusan tersebut diserahkan dan didaftarkan oleh arbiter ke PN dalam wilayah hukum
tempat tinggal termohon. Putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap
dan mengikat para pihak. Dalam hal para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara
sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah ketua PN yang diberikan paling lama 30
hari setelah permohonan salah satu pihak.
62. Putusan Arbitrase Internasional Putusan Arbitrase Internasional hanya diakui serta dapat
dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut: • Dijatuhkan oleh lembaga arbitrase disuatu negara yang terikat perjanjian pengakuan
dan pelaksanaan putusan arbitrase dengan Indonesia. • Putusan sengketa yang termasuk dalam
ruang lingkup hukum perdagangan. • Putusan hanya dapat dilaksanakan jika tidak bertentangan
dengan ketertiban umum.
63. Putusan Arbitrase Internasional cont’d Internasio nal Hanya PN Jakarta Pusat yang
berwenang menangani masalah pengakuan dan pelaksanaan putusan abitrase internasional
(memberikan eksekuatur). Permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional diajukan dan
didaftarkan kepada panitera PN Jakarta Pusat. Terhadap putusan Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat yang mengakui dan melaksanakan Putusan Arbitrase Internasional, tidak dapat
diajukan banding atau kasasi.
64. Putusan Arbitrase Internasional cont’d Internasio nal Terhadap putusan Ketua Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat yang menolak untuk mengakui dan melaksanakan suatu Putusan Arbitrase
Internasional, dapat diajukan kasasi. MA mempertimbangkan serta memutuskan setiap
pengajuan kasasi, dalam jangka waktu paling lama 90 hari setelah permohonan kasasi tersebut
diterima oleh. Terhadap putusan Mahkamah Agung tersebut tidak dapat diajukan upaya
perlawanan.
65. Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional Putusan arbitrase internasional dapat
dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua PN Jakarta Pusat. Putusan
yang menyangkut Negara Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat
dilaksanakan setelah memperoleh eksekuatur dari MA.

Anda mungkin juga menyukai