Anda di halaman 1dari 7

Rangkuman Mata Kuliah Teori Akuntansi

ASSETS

Oleh:

MONALISA FEBRIANTY LELANG


A031181339

DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
Klasifikasi dari kompnen-komponen yang ada di laporan keuangan adalah hal
yang paling mendasar dalam akuntansi karena akan memengaruhi cara pengguna
laporan keuangan menginterpretasikan kondisi keuangan dan konsekuensi dari
proses pengambilan keputusan. Memengaruhinya melalui persepsi risiko dan
solvabilitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu dibahas mengenai definisi aset,
bagaimana pengakuan dan kriteria pengakuannya, dan dampak dari perbedaan
pendekatan dalam pengukuran aset.

A. Assets Defined

Tiga karakter dalam definisi aset:

 Memberikan manfaat ekonomis di masa depan


 Dikendalikan oleh sebuah entitas
 Didapat dari kejadian masa lampau
 Dapat dipertukarkan  pendukung
1. Manfaat ekonomi di masa depan (future economic benefit)
Manfaat ekonomis di masa depan di dalam aset adalah potensi yang dapat
dikontribusikan secara langsung maupun tidak langsung yang mengalir ke kas
entitas. Dapat juga disebut sebagai manfaat yang membantu entitas untuk
mencapai tujuannya.
Dari berbagai pendapat, jika disimpulkan, maka aset adalah sesuatu yang
ada saat ini, dan memiliki kapabilitas memberikan jasa atau manfaat saat ini dan
juga di masa yang akan datang.
Konsep aset ini membedakan antara objek dengan manfaat yang
diwujudkan di dalamnya. Saat gedung dinyatakan sebagai aset, pada dasarnya
aset yang dimaksudkan adalah manfaat tempat pada gedung itu, bukan batu
bata dan semen yang membangung gedung tersebut.
2. Dikendalikan oleh sebuah entitas (controlled by an entity)
Mengontrol kadang tidak sama dengan memiliki. Misalnya, suatu
perusahaan memiliki aset, tapi ada peraturan pemerintah yang melarang
penggunaanya, sehingga perusahaan kehilangan kontrol atas aset yang
sebenarnya dimilikinya itu.
Secara teknis, aset sebenarnya adalah hak untuk menggunakan aset,
bukan secara fisik. Perusahaan memiliki hak untuk menadapatkan manfaat dari
aset tersebut dan bisa mengontrolnya. Misalnya truk yang dibayar dengan kredit,
meskipun selama mencicil belum memiliki bukti sah kepemilikan, tapi sudah
boleh mengambil manfaat dari truk tersebut.
3. Didapat dari kejadian masa lampau (past event)
Syarat ini untuk menegaskan bahwa aset yang baru direncanakan tidak
dimasukkan dalam pelaporan. Contohnya aset yang ada dalam anggaran.
Perdebatan sering timbul dalam hal seperti wholly executory contract.
4. Dapat dipertukarkan (exchageability) pendukung
Beberapa peneliti berpendapat bahwa definisi dari aset harus
mengikutsertakan kondisi bahwa aset itu harus dapat dipertukarkan, artinya
suatu item terpisah dari entitas dan nilai penghapusan terpisah dari nilai entitas.
Suatu barang yang tidak memiliki exchageability pastilah tidak memiliki nilai
ekonomi (MacNael).
Namun, goodwill menjadi dipertanyakan dengan adanya syarat ini karena
goodwill tidak bisa dipertukarkan apabila tidak melekat pada suatu barang.
Chambers berpendapat agar goodwil dipisahkan dari aset karena sangat rawan
terhadap variasi yang tidak memiliki kualitas jangka panjang. Chambers juga
berpendapat bahwa dalam penentuan neraca diperlukan pengukuran terhadap
aset dan kewajiban, tapi goodwill menggunakan evaluasi bukan pengukuran.
Nilai yang ditetapkan dari goodwill tidak sama dengan jenis nilai aset dan
kewajiban lain.
Untuk yang menentang syarat ini berpendapat bahwa exchangeability
hanyalah cara satu arah untuk mendapatkan benefit dari aset. Contohnya
persediaan. Namun, sebagaian besar aset benefitnya didapatkan selama masa
penggunaan, seperti mesin dan gedung. Sehingga tidak terpengaruh apakah
aset dapat dipertukarkan atau tidak.
Nilai ekonomis juga berdasarkan pada kelangkaan, bukan dapat
dipertukarkan. Pertukaran tidak menciptakan nilai, hanya mengungkapkannya
(Moonitz).
Pengikutsertaan aset tidak nyata sebagai aset tidak dapat menilai bisnis
secara keseluruhan, melainkan hanya untuk mengidentifikasi nilai dari sumber-
sumber khusus benefit di masa yang akan datang bagi perusahaan.
B. Asset Recognition

Pengakuan melibatkan aturan pengakuan, ada yang formal maupun informal.


Contoh informal adalah pengakuan piutang ketika penjualan secara kredit terjadi.
Contoh formal adalah pengakuan financial leases sebagai aset.
Framework recognition criteria (kriteria-kriteria dalam pengakuan):

a. Peluang dari keuntungan ekonomis yagn akan datang


b. Aset harus dapat diukur dengan andal (reliably measured)

Past recognition criteria yang tidak harus semuanya dipenuhi dan tidak mutually
exclusive:

a. Kepercayaan pada hukum (reliance on the law)


Pengakuan aset bergantung pada konsept legal/sah aset tersebut. Contoh:
pembelian aset tetap
b. Penentuan substansi ekonomis pada transaksi atau kejadian
Substabsi ekonomis dari transaksi berhubungan dengan tujuan pelaporan
informal yang relevan dan dapat diandalkan.
c. Penggunaan konservatisme: antisipasi kerugian, tapi tidak pada keuntungan

Beberapa standar yang membatasi pengakuan aset: IAS 38.AASB 138 intangible
assets paragraf 48 melarang pengakuan goodwill yang dihasilkan secara internal.

C. Asset Measurement
1. Tangible Asset
Terdapat dua jenis pengkuran yang dikenal, yaitu historical cost dan fair
value. Untuk historical cost, aset diukur pada saat akuisisi dan dikurangi
akumulasi depresiasi dan penurunan nilai. Pendukung model ini berpendapat
bahwa biaya pada saat akuisisi ini menyediakan tujuan dan bukti-bukti bahwa
pengukuran depresiasi dan penurunan nilai yang telah dihitung merefleksikan
nilai yang sesungguhnya dalam balance sheet.
Sementara itu, revaluasi aset menyediakan informasi yang relevan untuk
para pengguna laporan keuangan. Namun, beberapa berpendapat bahwa
pengukuran ini tidak handal dan subjektif apabila penetuan nilainya diestimasi
padahal seharusnya diobservasi. Dikatakan subjektif karena niali yang didapat
berasal dari perhitungan manajemen sendiri.
2. Intangible Asset
Karena intangible asset tidak memiliki pasar, maka yang biasa yang
digunakan adalah cost (dikurangi oleh akumulasi amortisasi dan impairment).
IAS 38 melarang pengakuan atas internally generated intangible asset karena
hanya dapat dimunculkan di balance sheet hanya atas capitalization of
development cost nya saja.
3. Financial Instrument
Model pengukuran yang paling dominan adalah historical cost. Namun,
banyak yang menentang karena tidak relevan. Contohnya derivatif yang telah
diatur untuk diukur dalam fair value. Sehingga, meskipun harga pasar lebih
dianjurkan, namun perkiraan manajemen juga boleh digunakan (untuk fair value).
Untuk membuat standar yang baku, IASB telah menetapkan penggunaan
fair value guna menyediakan informasi yang relevan bagi pengguna laporan
keuangan. Beberapa pihak menentang karena akan menghasilkan laproan yang
tidak relevan, tidak dapat diantdalkan, diak dapat dimengerti, dan tidak dapat
dibandingkan.
Pengukuran ini sangat konpleks. Belum ada sebuah model pengukuran
yang disetujui oleh pembuat standar di IAS 39. Financial instrument kemudian
dibagi menjadi 4 tipe dengan pengukuran yang berbeda-beda.

Tipe aset finansial Metode pengukuran


Original (pinjaman dan piutang) Amortized cost
Originated loans and receivables Aset tidak dipengaruhi oleh niat untuk
menjual atau hold to maturity.
Hold-to-maturity investment Amortized cost, subject to review for
impairment in value.
Perusahaan tidak diperbolehkan
menggunakan klasifikasi HTM apabila
aset dijual atau ditransfer lebih dari
sebagian kecil
Available for sale securities Fair value.
Gain atau loss dari remeasurement
diakui di ekuitas.
Financial asset held for trading, or Fair value.
classified as fair value through profit Dengan profit atau loss atas
and loss, and derivatives remeasurement diakui sebagai profit
dan loss.
Semua financial intstrument yang
berdasarkan amoritzed cost dan AFS
harus dinilai impairment nya setiap
tanggal pelaporan.

D. Challenges for Standard Setters


1. Which measurement model?
Terdapat dukungan dari IASB dan FASB untuk penggunaan nilai wajar yang
lebih luas dan menjadi fokus beberapa bagian dalam komunitas keuangan.
2. How to calculate fair value measurement?
Dalam SFAS 157 terdapat contoh dari teknik penilaian yang digunakan untuk
memperkirakan niali wajar, termasuk di dalamnya:
a. Pendekatan pasar
Penggunaan dari harga observasi dan informasi dari transaksi aktual untuk
aset dan kewajiban yang identik, mirip, atau sebanding.
b. Pendekatan pendapatan
Konversi dari nilai masa depan ke nilai sekarang.
c. Pendekatan biaya
Nilai yang dibutuhkan untuk mengganti kapasitas dari sebuah jasa.

Tiga kategori untuk input yang digunakan untuk estimasi nilai wajar

1. Tingkat 1
Menggunakan harga terpilih untuk aset dan kewajiban yang identik di pasar
yang aktif yang direkomendasikan kapan pun informasi tersebut tersedia.
Harga tersebut tidak perlu disesuaikan.
2. Tingkat 2
Jika harga terpilih untuk aset dan kewajiban yang identik di pasar yang aktif
yang direkomendasikan tidak tersedia, maka nilai wajar harus diestimasikan
berdasarkan harga yang terpilih untuk aset dan kewajiban yang hampir sama
di pasar aktif. Dibutuhkan adanya penyesuaian pada beberapa perbedaan.
3. Tingkat 3
Jika tingkat 1 dan 2 tidak tersedia, atau jika perbedaan antara set dan
kewajiba yang hampir sama tidak dapat ditentukan secara objektif, maka nilai
wajar dapat diestimasi menggunakan beberapa teknik penilaian yang
konsisten dengan pendekatan pasar, pendapatan dan biaya.
E. Issues for Auditors

Mengaudit fair value menimbulkan kesulitan pada auditor karena


membutuhkan penerapan dari model valuasi dan ahli dari valuasi itu sendiri. Untuk
menciptakan pendekatan audit yang efektif, auditor memiliki peranan penting untuk
memastikan pengukuran yang dilakukan telah sesuai dan tidak terpengaruhi
berlebihan oleh insentif manajer. Auditor harus mengetahui proses dari perusahaan
kliennya dan pengendalian dalam pengukuran fair value, dan auditor harus membuat
penilai an apakah metodae pengukuran dan asumsi yang diguankan dari
perusahaan kliennya tersebut sudah sesuai dan memberikna landasa yang kuat
dalam pengukuran fair value. Ada potensi auditor dikenakan tuntutan legal apabila
gagal untuk mealkukan pendekatan atas audit nilai wajar untuk aset secara sesuai.
Mayoritas masalah yang ditemukan terkait dengan pengujian nilai aset
menggunakan model biaya historis. Situasi spesifik yang mengharusskan
penggunaan nilai wajar untuk berbagai macam tipe aset adalah dalam kombinasi
bisnis.

Anda mungkin juga menyukai