ASSETS
Oleh:
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
Klasifikasi dari kompnen-komponen yang ada di laporan keuangan adalah hal
yang paling mendasar dalam akuntansi karena akan memengaruhi cara pengguna
laporan keuangan menginterpretasikan kondisi keuangan dan konsekuensi dari
proses pengambilan keputusan. Memengaruhinya melalui persepsi risiko dan
solvabilitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu dibahas mengenai definisi aset,
bagaimana pengakuan dan kriteria pengakuannya, dan dampak dari perbedaan
pendekatan dalam pengukuran aset.
A. Assets Defined
Past recognition criteria yang tidak harus semuanya dipenuhi dan tidak mutually
exclusive:
Beberapa standar yang membatasi pengakuan aset: IAS 38.AASB 138 intangible
assets paragraf 48 melarang pengakuan goodwill yang dihasilkan secara internal.
C. Asset Measurement
1. Tangible Asset
Terdapat dua jenis pengkuran yang dikenal, yaitu historical cost dan fair
value. Untuk historical cost, aset diukur pada saat akuisisi dan dikurangi
akumulasi depresiasi dan penurunan nilai. Pendukung model ini berpendapat
bahwa biaya pada saat akuisisi ini menyediakan tujuan dan bukti-bukti bahwa
pengukuran depresiasi dan penurunan nilai yang telah dihitung merefleksikan
nilai yang sesungguhnya dalam balance sheet.
Sementara itu, revaluasi aset menyediakan informasi yang relevan untuk
para pengguna laporan keuangan. Namun, beberapa berpendapat bahwa
pengukuran ini tidak handal dan subjektif apabila penetuan nilainya diestimasi
padahal seharusnya diobservasi. Dikatakan subjektif karena niali yang didapat
berasal dari perhitungan manajemen sendiri.
2. Intangible Asset
Karena intangible asset tidak memiliki pasar, maka yang biasa yang
digunakan adalah cost (dikurangi oleh akumulasi amortisasi dan impairment).
IAS 38 melarang pengakuan atas internally generated intangible asset karena
hanya dapat dimunculkan di balance sheet hanya atas capitalization of
development cost nya saja.
3. Financial Instrument
Model pengukuran yang paling dominan adalah historical cost. Namun,
banyak yang menentang karena tidak relevan. Contohnya derivatif yang telah
diatur untuk diukur dalam fair value. Sehingga, meskipun harga pasar lebih
dianjurkan, namun perkiraan manajemen juga boleh digunakan (untuk fair value).
Untuk membuat standar yang baku, IASB telah menetapkan penggunaan
fair value guna menyediakan informasi yang relevan bagi pengguna laporan
keuangan. Beberapa pihak menentang karena akan menghasilkan laproan yang
tidak relevan, tidak dapat diantdalkan, diak dapat dimengerti, dan tidak dapat
dibandingkan.
Pengukuran ini sangat konpleks. Belum ada sebuah model pengukuran
yang disetujui oleh pembuat standar di IAS 39. Financial instrument kemudian
dibagi menjadi 4 tipe dengan pengukuran yang berbeda-beda.
Tiga kategori untuk input yang digunakan untuk estimasi nilai wajar
1. Tingkat 1
Menggunakan harga terpilih untuk aset dan kewajiban yang identik di pasar
yang aktif yang direkomendasikan kapan pun informasi tersebut tersedia.
Harga tersebut tidak perlu disesuaikan.
2. Tingkat 2
Jika harga terpilih untuk aset dan kewajiban yang identik di pasar yang aktif
yang direkomendasikan tidak tersedia, maka nilai wajar harus diestimasikan
berdasarkan harga yang terpilih untuk aset dan kewajiban yang hampir sama
di pasar aktif. Dibutuhkan adanya penyesuaian pada beberapa perbedaan.
3. Tingkat 3
Jika tingkat 1 dan 2 tidak tersedia, atau jika perbedaan antara set dan
kewajiba yang hampir sama tidak dapat ditentukan secara objektif, maka nilai
wajar dapat diestimasi menggunakan beberapa teknik penilaian yang
konsisten dengan pendekatan pasar, pendapatan dan biaya.
E. Issues for Auditors