Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Ketuban Pecah Dini

1. Pengertian

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda

persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum ada tanda persalinan

(Mitayani, 2012).

Menurut Saifudin (2002) dalam Aspiani (2017) ketuban pecah dini

adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22

minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada

kehamilan preterm sebelurm kehamilan 37 minggu maupun kehamilan

aterm.

2. Etiologi

Menurut Aspiani (2017) penyebab dari ketuban pecah dini masih

belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pas. Beberapa laporan

menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun

faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang

menjadi faktor predesposisi adalah:


a. Infeksi

Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asen

denen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan

terjadinya KPD.

b. Serviks yang inkompetensia

Kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada serviks

uteri (akibat persalinan, curetage).

c. Tekanan intra uterin yang meningkat

Tekanan intrauterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi

uterus misalnya karena hidramnion, gemelli dan trauma. Trauma yang

didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam. maupun

amnosintesis menyebabakan terjadinya KPD karena biasanya disertai

infeksi.

d. Kelainan letak

Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak ada bagian terendah

yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekan

an terhadap membran bagian bawah.

Faktor lain:

a. Faktor golongan darah


Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat

menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit

ketuban.

b. Disproporsi sefalopeluiks (kepala janin tidak sesuai dengan panggul).

c. Kehamilan preterm (kehamilan kurang bulan).

d. Multiparitas.

e. Malposisi (kelainan presentase janin).

f. Deisiesnsi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamim C).

3. Klasifikasi

Menurut Manuaba (2010) klasifikasi dari ketuban pecah dini antara lain

sebagai berikut :

a. Ketuban pecah sebelum waktunya adalah kelarnya cairan dari jalan lahir

atau vagina sebelum proses persalinan.

b. Ketuban pecah premature yaitu membrane choiro-amniotik sebelum

onset persalinan atau disebut juga premature of membrane atau

prelabour rupture of membrane (PROM).

4. Manifestasi klinis

Menurut Mansjoer (2000) dalam Aspiani (2017) tanda dan gejala

ketuban pecah dini :


a. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau

kecoklat an sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.

b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.

c. Janin mudah diraba.

d. Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah

kering.

e. Inspeksi: Tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada

dan air ketuban sudah kering

5. Patofisiologi

Menurut Aspiani (2017) mekanisme terjadinya ketuban pecah dini

dimulai serviks mulai membuka atau mendatar dan juga karena adanya

tekanan pada saat pertama osteum uteri. Internum akan membuka lebih

dahulu sehingga serviks akan mendatar dan menipis baru kemudian ostium

eksternum, ostium uteri internum dan ostium uteri eksternum, serta

penipisan dan mendatar serviks terjadi. Pada saat itulah ketuban pecah

dengan sendirinya yang diakibatkan oleh tekanan dan pergeseran pada saat

pembukaan serviks lengkap (sebelum pembukaan 5 cm) Jumlah air ketuban

pada saat kehamilan + 500 cc. Apabila kurang dari normal dinamakan

oligohidron. Hal ini dapat menyebabkan dinding rahim mengecil dan

menekan pada bayi sehingga dapat menimbulkan aspeksia pada bayi.

Sedangkan air ketuban yang berlebihan +1,5 liter dapat menyebabkan


kelainan pada ibu dan bayi yang dinamakan Hidramnion, juga bila kepala

tertahan pada pintu atas panggul seluruh tenaga dari atas diarahkan ke

bagian membran yang menyentuh as internal, akibatnya ketuban pecah dini

lebih mudah terjadi.

6. Pemeriksaan penunjang

a. Laboratorium

1) Hitung darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis digabung

dengan peningkatan bentuk batang pada apusan tepi menunjukkan

infeksi intrauterin.

2) Pemeriksaan leukosit darah: >15.000/ul bila terjadi infeksi.

3) Tes lakmus berubah menjadi biru.

4) Amniosentisis.

b. USG (Ultrasonograi): Menentukan usia kehamilan, indeks cairan

amnion berkurang.

7. Penatalaksanaan

a. Injeksi oksitosin sesuai indikasi kehamilan.

b. Pemantauan bunyi jantung janin.

c. Partus spontan.

d. Ekstraksi vakum.

e. Ekstraksi forsep.

f. Embriotomi bila anak sudah meninggal.


g. Sectio sesarea bila ada indikasi obstetri.

h. Tes maturasi janin.

i. Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina), berikan anti biotik.

j. Kateter tekanan intrauterus

k. Jika tidak ada infeksi kehamilan <37 minggu: Berikan antibiotika untuk

morbidi tas ibu dan janin.

Jika tidak ada infeksi dan kehamilan> 37 minggu:

a. Jika ketuban telah pecah> 18 jam, benkan antibiotika proilaksis

b. Nilai serviks.

1) Jika serviks sudah matang. lakukan induksi persalinan dengan

oksitosin.

2) Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan

prostaglandin dan infus oksitosin atau sektio caesaria.

Sebagai gambaran umum untuk penatalaksanaan KPD dapat dijabarkan

sebagai berikut :

a. Pertahankan kehamilan sampai cukup matang, khususnya maturitas paru

sehingga mengurangi kejadian kegagalan perkembangan paru yang

sehat.

b. Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi pemicu

sepsis, meningitis janin dan persalinan prematuritas.


c. Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan diharapkan

berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan kortikosteroid,

melihat-ga kematangan paru janin dapat terjamin.

d. Pada kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan menunggu

berat janin cukup, perlu dicoba untuk melakukan induksi perih, dengan

kemungkinan janin tidak dapat diselamatkan

e. Menghadapi KPD, diperlukan KIM terhadap ibu dan keluarga sehingga

terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak dapat dilakukan de ngan

pertimbargan untuk menyelamatkan ibu dan mungkin harus me

ngorbankan janinnya.

f. Pemeriksaan yang nutin dilakukan adalah USG untuk mengukur

distarisia biparietal dan peerlu melakukan aspirasi udara ketuban untuk

melakukan pemeriksaan kematangan paru melalui perbandingan L / S.

7) Waktu terminasi pada kehamilan aterm dapat ditingkatkan selang

waktu 6 jam sampai 24 jam. bila tidak terjadi spontannya.

(Aspiani, 2017).

7. Komplikasi

a. Perdarahan.

b. Amnionitis.

c. Partus prematur.

d. Prolaps tali pusat.


e. Distorsi (partus kering).

f. Partus lama.

g. Korioarmnionitis.

h. Kompresi tali pusat.

(Aspiani, 2017).

Pada anak: IUFD (intra uteri fetal death) dan IPFD (intra partum fetal

defect), asfiksia dan prematuritas.Sedangkan pada ibu: Infeksi, atonia uteri,

perdarahan postpartum atau infeksi nifas (Aspiani, 2017).

B. Manajemen Asuhan Keperawatan

1. Konsep Dasar Post Partum

a. Pengertian Post Partum

Post partum atau puerperium adalah masa yang dimulai sejak 1 jam

setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) (Walyani,

2015).

Post partum merupakan masa setelah melahirkan bayi dan plasenta

sampai 6 minggu atau 40 hari yang dimulai sesaat setelah keluarnya

plasenta dan selaput janin serta berakhir ketika alat-alat kandungan

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Waktu 6 minggu setelah

persalinan tersebut dimungkinkan agar semua sistem tubuh ibu dapat

pulih dari efek kehamilan dan kembali pada kondisi seperti saat sebelum

hamil (Astutik, 2015).


b. Etiologi

Masa post partum atau nifas terjadi karena adanya proses persalinan,

dimana akan terjadi proses kehamilan berjalan terbalik selama enam

minggu sejak bayi dilahirkan. Masa post partum dimulai sejak dua jam

setelah plasenta dilahirkan sampai enam minggu (42 hari) setelah itu.

Pada masa ini organ-organ reproduksi akan berangsur kembali ke

keadaan seperti sebelum hamil (Dewi, 2014).

c. Klasifikasi Post Partum

Post Partum dibagi menjadi 3 tahap yaitu puerperiun dini,

puerperium intermedial, dan remote puerperium (Astutik, 2015).

1) Puerperium dini

Puerperium dini merupakan masa pemulihan, dimana ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan. Pada masa ini dianggap tidak

perlu lagi menahan ibu setelah persalinan terlentang di tempat

tidurnya selama 7-14 hari setelah persalinan. Ibu sudah

diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam setelah

persalinan. Keuntungan dari puerperium dini adalah ibu akan merasa

lebih sehat dan kuat, faal usus dan kandung kemih lebih baik, ibu

dapat segera belajar merawat bayinya.

2) Puerperium intermedial

Puerperium intermedial merupakan masa pemulihan

menyeluruh alat-alat genitalia eksterna dan interna yang lamanya


sekitar 6 sampai 8 minggu. Alat genetalia tersebut meliputi uterus,

bekas implantasi plasenta, luka jalan lahir, servik, endometrium dan

ligamen-ligamen.

3) Remote puerperium

Remote puerperium merupakan masa yang diperbolehkan untuk

pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu

persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk bebas sempurna

dapat berlangsung selama berminggu-minggu, bulan, bahkan

tahunan.

d. Patofisiologi

Pada masa Post Partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna

maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam

keseluruhannya disebut “involusi”. Proses ini dimulai segera setelah

plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Icesmi, 2013).

Uterus yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum

hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g satu minggu setelah

melahirkan dan 350 g (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir.

Seminggu setelah melahirkan uterus berada didalam panggul sejati lagi.


Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50 sampai 60 g. Peningkatan

kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan

masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung

pada hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi,

pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pasca partum penurunan

kadar hormon hormon ini menyebabkan terjadinya autolysis, perusakan

secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan

yang terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab ukuran

uterus sedikit lebih besar setelah hamil (Bobak dkk, 2012).

e. Perubahan Pada Masa Post Partum

Pada masa post partum perubahan-perubahan yang terjadi

meliputi:

1) Perubahan Fisiologis

a) Tanda-tanda vital menurut Walyani (2015):

(I) Suhu Badan

24 jam post partum suhu badan akan sedikit naik (37,5ºC-38

ºC) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan

cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal suhu badan

akan biasa lagi. Nifas dianggap terganggu kalau ada demam

lebih dari 38ºC pada dua hari berturut-turut pada 10 hari

pertama post partum.

(II) Nadi
Denyut nadi normal orang dewasa 60-80 kali/menit. Setelah

melahirkan biasanya nadi akan meningkat lebih cepat.

(III) Tekanan Darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah, kemungkinan

tekanan darah rendah setelah ibu melahirkan karena ada

perdarahan. Tekanan darah pada post partum dapat

menandakan terjadinya preeklamsi post partum.

(IV) Pernapasan

Keadaan pernapasan akan selalu berhubungan dengan

keadaan suhu dan denyut nadi. Apabila suhu dan

denyut nadi tidak normal pernapasan juga akan

mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada

gangguan pernapasan.

b) Involusio

Involusi adalah perubahan yang merupakan proses

kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah

bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil

(Aspiani, 2017). Proses involusi terjadi karena:


(I) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang

tumbuh karena adanya hiperplasi dan jaringan otot yang

membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi

lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut

kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan

tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh

ginjal yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing

setelah melahirkan.

(II) Aktivitas otot-otot yaitu adanya kontraksi dan retraksi dari

otot-otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit

pembuluh darah yang pecah karena adanya pelepasan

plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang

tidak berguna.

(III) Iskemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang

menyebabkan atropi pada jaringan otot uterus.

Involusi pada alat kandungan meliputi:

(I) Fundus uteri

Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras

karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Perubahan

uterus setelah melahirkan dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.
Tabel 2.1 TFU Menurut Masa Involusi
Involusi TFU Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Plasenta lahir ± 2cm dibawah ± 1000 gram
umbilikus dengan
bagian fundus
bersandar pada
promontorium
sakralis
1 minggu Pertengahan antara 500 gram
umbilikus dan
simfisis pubis
2 minggu Tidak teraba di 350 gram
atas simfisis
6 minggu Bertambah kecil 50-60 gram

(Sumber: Aspiani, 2017)

(II) Tempat insersi plasenta

Pada permulaan masa post partum bekas plasenta

mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat

oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak

meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya

dengan pertumbuhan endometrium baru di bawah

permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka

dan sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.

(III) Perubahan pembuluh darah rahim


Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak

pembuluh darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan

tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka

arteri harus mengecil lagi dalam masa post partum.

(IV) Perubahan cervix dan vagina

Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum

dapat dilalui oleh dua jari, pada minggu pertama dapat

dilalui oleh satu jari saja. Karena hiperplasi dan retraksi

dari cervix, robekam cervix jadi sembuh. Vagina yang

sangat diregang waktu persalinan, lambat laun mencapai

ukuran yang normal, beberapa saat setelah melahirkan

tonus otot menurun, edema, membiru, terdapat laserasi dan

saluran melebar, lambat mencapai ukuran normal. Pada

minggu ke tiga post partum ruggae mulai nampak kembali.

Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau mules)

disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung 3-4 hari

pasca persalinan. Perlu diperhatikan mengenai hal ini dan

bila terlalu mengganggu dapat diberikan analgesik

(Aspiani, 2017).

(V) Endometrium

Endometrium mengalami involusi daerah implantasi

plasenta. Nekrosis pembuluh darah terjadi pada hari


pertama sampai hari ketiga post partum. Pada hari ke tujuh

terbentuk terbentuk lapisan basal dan pada enam belas hari

normal kembali (Aspiani, 2017).

(VI) Lochea

Lochea adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus

melalui vagina dalam masa Post Partum. Lochea bersifat

alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi,

berbau anyir dalam keadaan normal tetapi tidak busuk

(Walyani, 2015).

Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah

dan warnanya yaitu: Lochea rubra (cruenta) berwarna

merah dan hitam karena berisi darah segar dan sisa selaput

ketuban, sel desidua, vernik kaseosa, rambung lanugo, sisa

mekonium, sisa darah dari keluar hari pertama sampai hari

ke tiga. Lochea sanguinolenta berwarna merah kuning bersi

darah dan lendir yang keluar pada hari ke tiga sampai hari

ketujuh pasca persalinan. Lochea serosa berwarna

kekuningan, lebih pucat dari lokia rubra. Cairan tidak

berdarah lagi dari hari ketujuh sampai hari ke empat belas

pasca persalinan. Lochea alba berwarna putih setelah hari

ke empat belas kemudian semakin lama semakin sedikit

hingga berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya.


Umumnya jumlah lochea yang keluar lebih sedikit bila

wanita post partum dalam posisi berbaring daripada berdiri.

Hal ini akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas

saat wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan

mengalir keluar saat berdiri. Jumlah rata-rata pengeluaran

lochea sekitar 250-270 ml (Walyani, 2015).

Tabel 2.2 Perbedaan lochea dan bukan lochea


Perdarahan lochea Perdarahan bukan lochea
1. Lochea biasanya 1. Apabila cairan
menetes dari muara bercampur darah
vagina. Aliran yang menyebur dari vagina,
tetap keluar dalam kemungkinan terdapat
jumlah yang lebih robekan dari servik atau
besar saat uterus vagina selain lokia
kontraksi. normal.
2. Semburan lochea dapat 2. Apabila jumlah
terjadi akibat massase perdarahan terus
pada uterus. berlebihan dan
3. Apabila lochea tampak berwarnah merah
berwarna gelap, maka terang, kemungkinan
sebelumnya terdapat terdapat suatu robekan.
lochea yang terkumpul
dalam vagina dan
jumlahnya segera
berkurang menjadi
lochea berwarna merah
terang.
Sumber: Walyani, 2015
(VII) Perineum

Perineum adalah daerah antara vulva dan anus.

Biasanya setelah melahirkan perineum menjadi sedikit

bengkak/edema dan mungkin ada luka jahitan bekas

robekan atau episiotomi, yaitu sayatan untuk memperluas

pengeluaran bayi. Luka pada episotomi terasa nyeri. Pada

tahap early edema dan luka biru.

c) Dinding perut dan peritonium

Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang

begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen

fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu partus,

setelah bayi lahir berangsur-angsur mengecil dan pulih

kembali.

Tidak jarang uterus jauh ke belakang menjadi retroleksi

karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan

kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan

(Walyani, 2015).

d) Sistem kardiovaskuler

Selama kehamilan secara normal volume darah untuk

mengakomodasi penambahan aliran darah yang diperlukan oleh

plasenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen


mengakibatkan deuresis yang menyebabkan volume plasma

menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini terjadi

pada 24 sampa 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini

klien mengalami sering kencing.

Penurunan progesteron membantu mengurangi retensi

cairan sehubungan dengan penambahan vaskularisasi jaringan

selama kehamilan (Walyani, 2015).

(I) Tekanan stabil

(II) Bradikardi (50-70x-menit) normal jika tidak ada

keluhan

(III) Takikardi akibat persalinan lama dan perdarahan berat

(IV) Diaforesis dan menggigil disebabkan instability

vasomotor. Keadaan ini normal jika tidak disertai

demam.

(V) Komponen darah trombosit lebih aktif (resiko

tromboemboli)

e) Sistem urinaria

Aktifitas ginjal bertambah pada masa post partum karena

reduksi dari volume darah dan ekskresi produk sampah dari

autolysis. Puncak aktifitas ini terjadi pada hari pertama post

partum (Walyani, 2015).


(I) Mekanisme persalinan dapat menyebabkan edema, laserasi

dan trauma uretra akibat tindakan kateterisasi.

(II) Persalinan dengan tindakan SC dapat mengakibatkan

penurunan sensitifitas bladder dan pelepasan plasenta.

f) Sistem endokrin

(I) Hormon oksitoksin

Oksitoksin disekskresi oleh kelenjar hipofise posterior

dan bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara.

Selama kala III persalinan aksi oksitoksin menyebabkan

pelepasan plasenta. Setelah itu oksitoksin beraksi untuk

kestabilan kontaksi uterus, memperkecil bekas tempat

perlekatan uterus dan mencegah perdarahan. Pada wanita

yang memilih untuk menyusui bayinya, isapan bayi akan

menstimulasi ekskresi oksitoksin, keadaan ini membantu

kelanjutan involusi uterus dan pengeluaran air susu. Setelah

plasenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen, progesteron, dan

laktogen plasenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan

perubahan fisiologis pada ibu nifas.

(II) Hormon prolaktin

Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang

disekskresi oleh kelenjar hipofise anterior bereaksi pada

alveolus payudara dan merangsang produksi air susu. Pada


wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan

pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang

tidak menyusui kadar prolaktin turun pada hari ke 14

sampai post partum dan mengakibatkan FSH disekskresi

kelenjar hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang

menyebabkan pengeluaran estrogen dan progesteron dalam

kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf,

ovulasi, dan menstruasi. (Walyani, 2015)

g) Laktasi

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan

pengeluaran air susu ibu. ASI ini merupakan makanan pokok,

makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang

disediakan oleh ibu yang baru saja melahirkan bayi. Selama

kehamilan hormon estrogen dan progesteron merangsang

pertumbuhan kelenjar susu, sedangkan progesteron merangsang

pertumbuhan saluran kelenjar, kedua hormon ini mengerem

LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat

merangsang laktasi.

Lobus posterior hipofise mengeluarkan oksitoksin yang

merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah

reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan pengisapan puting

susu oleh bayi. Rangsang ini menuju ke hipofise dan


menghasilkan oksitoksin yang meneybabkan buah dada

mengeluarkan air susunya.

Pada hari ketiga post partum payudara menjadi besar, keras

dan nyeri. Ini menandai permulaan sekskresi air susu, dan jika

aerola mammae dipijat keluarlah cairan dari puting susu. Air

susu ibu kurang lebih mengandung protein 1-2%, lemak 3-5%,

gula 6,5-8%, garam 0,1-0,2%. Hal mempengaruhi susunan air

susu adalah diit, gerak badan, serta banyaknya cairan dan

makanan yang dikonsumsi ibu (Walyani, 2015).

h) Sistem pencernaan

Terjadi konstipasi akibat klien takut episotomi rusak.

Penurunan tonus abdomen, kurang intake menjelang partus dan

pengaruh klisma (Walyani, 2015).

i) Sistem muskuloskeletal

(I) Peningkatan ukuran uterus menyebabkan distasis rektus

abdominis

(II) Sensasi ektremitas bawah mengalami penurunan

(III) Romboplebitis terjadi akibat penurunan aktivitas dan

peningkatan protrombin

(IV) Edema terjadi pada periode post partum dini

(Walyani, 2015)

2) Perubahan Psikologis
Menurut Aspiani (2017) perubahan psikologis pada masa

nifas terbagi menjadi 3 tahap yaitu:

a) Periode taking in

Periode ini terjadi 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini

terjadi interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu, dan

bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang

tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling

memperhatikan bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.

b) Periode taking hold

Berlangsung pada hari ke 3 sampai hari ke 4 post partum.

Ibu berusaha bertanggungjawab terhadap bayinya dengan

berusaha untuk menguasai keterampilan perawatan bayi. Pada

periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi

tubuhnya, misal buang air kecil atau buang air besar.

c) Periode letting go

Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu

mengambil tanggung jawab terhadap bayi. Sedangkan stres

emosional pada ibu post partum terkadang dikarenakan

kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung dan

terluka seingga nafsu makan dan pola tidur terganggu.

Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi

pada hari ke 3-5 post partum.


2.Konsep Dasar Infeksi

a. Definisi

Infeksi adalah invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme

yang mampu menyebabkan sakit. Infeksi adalah suatu organisme suatu

organisme pada jaringan atau cairan yang suatu gejala klinis baik lokal

maupun sistemik (Rajab, 2018).

b. Tanda infeksi

Menurut Rajab (2018) Tanda infeksi meliputi :

1) Vital sign (adanya peningkatan suhu tubuh,nadi,dan, pernafasan).

2) Inspeksi : adanya tanda infeksi yaitu

a) Rubor (kemerahan), terjadi pada tahap pertama dari

inflamasi. Darah berkumpul pada daerah cedera jaringan

akibat pelepasan mediator kimia tubuh (kimia, prostaglandin,

histamin).

b) Tumor (pembengkakan), merupakan tahap 0kedua dari

inflamasi, plasma merembes ke dalam jaringan intestinal

pada tempat cidera, meningkatkan permeabilitas kapiler.

c) Kalor (panas), dapat disebabkan oleh bertambahnya

pengumpulan darah atau mungkin karena pirogen yaitu

substansi yang menimbulkan demam, yang mengganggu

pusat pengaturan panas pada hipotalamus.


d) Dolor (nyeri), disebabkan oleh pelepasan mediator kimia.

e) Funcio Laesa (hilangnya fungsi) disebabkan oleh

penumpukan cairan pada cidera jaringan dan karena rasa

nyeri. Keduanya mengurangi mobilitas pada daerah yang

terkena.

c. Agen penyebab infeksi

Menurut Rajab (2018) mikro Organisme Agen penyebab infeksi

termasuk :

1) Bakteria

2) Virus

3) fungi dan parasit.

d. Rantai Infeksi

Menurut Rajab (2018) proses infeksi seperti rantai yang saling

terkait antar berbagai faktor yang mempengaruhi, Proses tersebut

melibatkan beberapa elemen di antaranya:

1) Reservoir

Merupakan pertumbuhan habitat dan perkembangan

mikroorganisme dapat berupa manusia, binatang, tumbuhan,

maupun tanah.

2) Jalan Masuk
Merupakan jalan masuknya mikroorganisme ketempat

penampungan dari berbagai kuman, seperti saluran pencernaan,

pernapasan, pencernaan, kulit dan lain-lain.

3) Inang (host)

Merupakan tempat berkembangnya suatu mikroorganisme yang

dapat didukung oleh ketahanan kuman.

4) Jalan Keluar

Merupakan tempat keluarnya mikroorganisme dari reservoir,

seperti sistem pernapasan, sistem pencernaan, alat kelamin dan

lain-lain.

5) Jalur Penyebaran

Merupakan jalur yang dapat menetapkan berbagai kuman

mikroorganisme ke berbagai tempat, seperti udara, makanan,

udara dan lain-lain.

e. Cara Penularan Mikroorganisme

Menurut Rajab (2018) proses penyebaran mikroorganisme

kedalam tubuh, baik pada manusia maupun hewan dapat melalui

berbagai cara di antaranya:

1) Kontak Tubuh

Kuman masuk ke dalam tubuh melalui proses penyebaran langsung

maupun tidak langsung. Penyebaran secara langsung melalui


sentuhan dengan kulit, sedangkan secara tidak langsung dapat

melalui benda yang terkontaminasi kuman.

2) Makanan dan Minuman

Terjadinya penyebaran dapat melalui makanan dan minuman yang

telah terkontaminasi, seperti penyakit tifus penyakit infeksi cacing,

dan lain-lain.

3) Serangga

Contoh proses penyebaran kuman melalui penyebaran penyakit

malaria oleh plasmodium pada nyamuk aedes dan beberapa penyakit

saluran pencernaan yang dapat ditularkan melalui lalat.

4) Udara

Proses penyebaran kuman melalui udara dapat dijumpai pada

penyakit sistem pernafasan.

f. Faktor Yang Mempengaruhi Proses Infeksi

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses infeksi menurut Rajab (2018):

1) Sumber Penyakit

Sumber penyakit dapat mempengaruhi apakah infeksi berjalan

dengan cepat atau lambat.

2) Penyebab Kuman
Kuman penyebab dapat menentukan jumah mikroorganisme,

kemampuan mikroorganisme masuk kedalam tubuh dan

virulensinya.

3) Cara Membebaskan Sumber Dari Kuman

Cara membebaskan kuman dapat menentukan apakah proses

infeksi cepat teratasi atau diperlambat, seperti tingkat keasaman

(pH), suhu, penyinaran (cahaya) dan lain-lain.

4) Cara Penularan

Cara penularan seperti kontak langsung melalui makanan atau

udara dapat menyebabkan penyebaran kuman kedalam tubuh.

5) Cara Masuknya Kuman

Proses penyebaran kuman berbeda tergantung dari sifatnya.

Kuman dapat masuk melalui saluran pernapasan, saluran

pencernaan, kulit dan lain-lain.

6) Daya Tahan Tubuh

Daya tahan tubh yang baik tidak dapat membunuh proses infeksi

atau mempercepat proses penyembuhan. Demikian pula daya

tahan tubuh yang buruk dapat memperburuk proses infeksi.

Selain faktor- faktor diatas, terdapat faktor nutrisi, tingkat stres


pada tubuh, faktor usia, dan kebiasaan yang tidak ada, lain seperti

status gizi atau sehat

g. Pencegahan dan pengendalian infeksi

Menurut Rajab (2018) ada beberapa pencegahan infeksi, antara lain

adalah:

1) Antisepsis

Suatu proses menurunkan jumlah mikro organisme pada kulit,

selaput lendir atau duh tubuh lainnya dengan menggunakan bahan

anti mikrobial (anti septik). Asepsis dan Teknik Aseptik Suatu

upaya pencegahan untuk mencegah masuknya mikro organisme

ke daerah tubuh manapun yang sering menyebabkan infeksi.

Tujuan asepsis adalah untuk menurunkan sampai ketingkat aman

atau membasmi jumlah mikro organisme pada permukaan hidup

(kulit dan jaringan) dan objek mati (alat-alat bedah dan barang-

barang lain)

2) Dekontaminasi

Proses yang membuat objek mati lebih aman, staf sebelum

dibersihkan (dekontaminasi tidak membasmi tetapi hanya

melemahkan atau sebagian mati).

3) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)


Suatu proses yang menghilangkan mikro organisme kecuali

beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus,

mengukus, atau penggunaan desinfektan kimia.

4) Pembersihan

Suatu proses yang secara fisik menghilangkan semua debu,

kotoran, darah, duh tubuh lain yang tampak pada objek mati dan

mencampakkan sejumlah besar organisme untuk mengurangi

kerusakan bagi mereka yang mengganggu kulit atau lingkungan

benda tersebut (proses ini trdiri dari pencucian dengan sabun atau

deterjen dan air, pembilasan dengan air.

3.Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Identitas

Pada penderita ketuban pecah dini sering terjadi pada umur ibu

25-44 tahuri dengan kehamilan 37 minggu (Aspiani, 2017)

2) Keluhan Utama

Keluhan utama pada klien KPD adalah ketuban pecah tiba-tiba

berwarna putih keruh dari vagina, tidak ada his nya sampai 1 jam

persalinan (Aspiani, 2017)


3) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat Penyakit Sekarang biasanya dengan ketuban pecah tiba-

tiba, tidak merasa nyeri sampai 1 jam dan gejala gejala seperti

badan lemah, suhu meningkat, nadi meningkat (Aspiani, 2017)

4) Riwayat kesehatan lalu

Ibu sudah mengalami penyakit ketuban pecah dini sebelumnya

(Aspiani, 2017)

5) Riwayat kesehatan keluarga

Ketuban pecah dini bukan penyakit keturunan dan tidak mem-

pengaruhi kehamilan (Aspiani, 2017)

6) Riwayat obstetri

a) Riwayat Menstruasi

(1) Pertama kali mengalami menstruasi (menarche) Menarche

merupakan periode pertama terjadi pada masa pubertas

seorang wanita. Usia menarche yang normal yakni 12

tahun, dan dikatakan menarche dini jika usia dibawah 12

tahun (Bobak, 2012).

(2) Siklus Menstruasi

Pada umumnya siklus darah menstruasi terjadi sekitar

28 hari dan tidak semua wanita memiliki siklus yang

sama. Rata-rata terjadi 5-6 hari tetapi bisa juga terjadi

hingga 14 hari. (Bobak dkk, 2012).


(3) HP-HT (hari pertama haid terakhir)

Riwayat menstruasi yang lengkap untuk menentukan

taksiran persalinan. Taksiran persalinan ditentukan

berdasarkan hari pertama haid terakhir. Untuk

menentukan taksiran persalinan hari pertama haid

terakhir dapat digunakan rumus Naegle, yaitu hari

ditambah tuju, bulan dikurangi tiga, dan tahun ditambah

satu (Ambarwati & Wulandari, 2010)

b) Riwayat Kehamilan

Riwayat kehamilan yang perlu diketahui adalah berapa kali

melakukan ANC (Ante Natal Care). selama kehamiları

periksa dimana, ukur tingi badan dan berat badan (Aspiani,

2017)

7) Pola Kebiasaan Sehari-Hari

a) Nutrisi

Biasanya klien mengalami gangguan dalam memenuhi

kebutuhan nutrisinya yang disebabkan karena kelelahan.

(Aspiani, 2017)

b) Eliminasi

Biasanya klien mengalami gangguan dalam pola eliminasi dan

merasakan tidak nyaman. (Aspiani, 2017)


c) Istirahat / tidur Klien

Biasanya akan mengalami gangguan dalarm istirahat / tidurnya

disebabkan karena badan lemah, suhu meningkat. (Aspiani,

2017)

d) Kebutuhan personal hygiene

Kebersihan diri merupakan pemeliharaari kesehatan untuk diri

sendiri, dimana kebutuhan personal hygiene klien dengan KPD

dibantu oleh ke luarganya (Aspiani, 2017).

e) Aktivitas

Pada klien KPD aktivitasnya tidak terganggu, pekerjaan /

kegiatan sehari-hari tidak mampu dilakukan maksimal karena

keadaannya yang lebih lemah (Aspiani, 2017).

10) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Keadaan umum biasanya lemah (Aspiani, 2017).

b) Kesadaran

Composmentis (Aspiani, 2017).

c) Tanda-tanda vital.

(1) Tekanan darah: Meningkat> 120/90 mmHg.

(2) Nadi Nadi meningkat> 80x / menit.


(3) Suhu Suhu meningkat> 38 ° C. 4) 3.Respirasi: Respirasi

biasanya normal

d) Berat badan / tinggi badan

Kadang terjadi perubahan berat badan (Aspiani, 2017).

e) Pemeriksaan head to toe

(1) Kepala

Meliputi bentuk wajah simetris atau tidak, keadaan rambut

dan keadaan kulit kepala (Aspiani, 2017).

(2) Mata - telinga- hidung

Dikaji keadaan mata, hidung, telinga, mulut dan gigi

(Aspiani, 2017).

(3) Leher Perlu

Dikaji benjolan pada leher. pembesaran vena jugularis

dan adanya pembesaran raksasa tiroid (Aspiani, 2017).

(4) Dada dan punggung

Perlu dikaji kesimetrisan dada., Tidak ada retraksi

intercostae, tertinggal per nafasan, suara mengi, ronchi,

bagaimana irama dan frekuensi pernafasan. Pada jantung

dikaji bunyi jantung (interval) ada- kah bunyi gallop.

mut-mur (Aspiani, 2017). Puting susu dan aerola di sekitar


puting biasanya memiliki pigmen yang lebih gelap dari pada

kulit payudara. Tampilan aerola yang kasar itu disebabkan

oleh kelenjar sebasea, tuberkel Montgomery langsung

dibawah kulit (Bobak, 2005).

(5) Abdomen Uterus

Teraba lunak dan tidak ada nyeri tekan, ukur tinggi

fundus dan dibandingkan dengan tinggi menurut hari haid

terakhir (Aspiani, 2017).

(6) Ektermitas atas dan bawah

Lemah (Aspiani, 2017).

(7) Genetalia

Keluar cairan jernih dari vagina (cairan amnion dalan

vagina), penipisan dan dilatasi serviks (Aspiani, 2017).

11) Pemeriksaan penunjang

a) Laboratorium

(I) Hitung darah lengkap dengan apusan darah: Leukositosis

digabung dengan peningkatan bentuk batang pada apusan

tepi menunjukkan infeksi intrauterin.

(II) Pemeriksaan leukosit darah: >15.000/ul bila terjadi

infeksi.

(III) Tes lakmus berubah menjadi biru.

(IV)Amniosentisis.
b) USG (Ultrasonograi): Menentukan usia kehamilan, indeks

cairan amnion berkurang (Aspiani, 2017).

b. Diagnosis Keperawatan

Resiko infeksi berhubungan dengan keluarnya cairan pervaginam

(ketuban) yang masuk dengan suhu badan yang meningkat, nadi

meningkat, ketuban udara dan hubungan. (Aspiani, 2017)

c. Rencana Keperawatan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1×24 jam

diharapkan klien dapat meningkatkan pertahanan tubuh.

Kriteria Hasil :

1) Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi (Rubor, tumor, dolor,

kalor, fungsio laesa)

2) TTV dalam batas normal

a) TD : 120/80 mmhg

b) Nadi : 60-100 x/menit

c) RR : 16-20 x/menit

d) Suhu : 36,5-37,5°C

3) Cairan ketuban tidak berbau busuk.

Intervensi Rasional
1. Anjurkan pada pengunjung Mengurangi resiko penyebaran
untuk mencuci tangan sewaktu infeksi melalui kontak fisik.
masuk ruangan
2. Anjurkan klien atau keluarga Membantu mencegah infeksi.
untuk menjaga kebersihan diri
3. Observasi tanda gejala infeksi Mengetahui ada tidaknya infeksi
pada klien
4. Observasi faktor yang Membantu mencegah infeksi.
meningkatan meningkatkan
serangan infeksi
5. Ajarkan klien dan keluarga Membantu mendeteksi infeksi
tentang tanda-tanda dan gejala sedini mungkin
infeksi
6. Ajarkan klien dan keluarga Membantu mencegah infeksi.
bagaimana mencegah infeksi
7. Kolaborasi dengan tim dokter Membantu mempercepat proses
dalam pemberian terapi. penyembuhan.

(Aspiani, 2017)

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati dan Wulandari. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta : Nuha
Medika

Aspiani, Reny Yuli. (2017). Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi Nanda, NIC
dan NOC. Jakarta : CV Trans Info Media.
Astutik, Reni Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Jakarta: Trans Info Media.

Bobak dkk. (2012). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC.

Dewi, V.& Tri S. (2014). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba
Medika.
Icesmi, S. & Margareth (2013). Kehamilan, Persalinan, dan Nifas. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Tjahjani, Ely. (2015). Gambaran Umur, Paritas, Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu
Bersalin Terhadap Kejadian KPD. griyahusada.ac.id

Legawati, & Riyanti. (2018). Determinan Kejadian Ketuban Pecah Dini di ruang
cempaka RSUD Sylvanus Palangkaraya 2018. Jurnal Surya Medika, 3(2), 95–
105.

Manuaba, Ida Ayu, dkk.(2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB


Untuk Pendidikan Bidan Edisi 2 . Jakarta: EGC
Mitayani. (2012). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.

Rajab,Wahyudin, dkk. (2018). Konsep Dasar Keterampilan Kebidanan. Malang:


Wineka Media.

Walyani, S. & Endang P. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui.
Yogyakarta: Pustaka Baru
____. (2015). Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal.
Yogyakarta: Pustaka Baru.
WHO. (2012). Part III: global health indicators. In World health statistics 2012.

Wilujeng, RD. (2017). Paritas ibu bersalin dan letak janin dengan kejadian ketuban
pecah dini. griyahusada.id
Lampiran 1

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Kepada Yth
Calon Responden
Di Ruang Dahlia RSUD Nganjuk

Dengan Hormat,
Untuk memenuhi persyaratan tugas akhir Diploma III Keperawatan,
saya mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Satria Bhakti Nganjuk,
bermaksud akan melaksanakan usulan proposal studi kasus dengan judul
“ASUHAN KEPERAWATAN NY. “X” DENGAN RESIKO INFEKSI
PADA KETUBAN PECAH DINI DI RUANG DELIMA RSUD
KERTOSONO”.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penulis mengharap kesediaan
saudara/saudari untuk bersedia menjadi responden. Untuk kerahasiaan identitas
dan informasi yang saudara/saudari berikan, penulis akan jamin semua untuk
kepentingan penelitian ini.
Demikian permohonan penulis, atas perhatian dan kesediaan
saudara/saudari penulis mengucapkan terimakasih.

Nganjuk, September 2020


HormatSaya
Penulis
Afdila Ainunnisa’
Lampiran 2

INFORMED CONSENT

Setelah mendapat penjelasan serta mengetahui manfaat Proposal Studi Kasus

dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN NY. “X” DENGAN RESIKO

INFEKSI PADA KETUBAN PECAH DINI DI RUANG DELIMA RSUD

KERTOSONO” menyatakan TELAH SETUJU diikut sertakan dalam Proposal

Studi Kasus ini dengan catatan bila sewaktu-waktu dirugikan dalam bentuk

apapun berhak membatalkan persetujuan.

Saya percaya apa yang saya buat ini dijamin kerahasiaannya.

Nganjuk, September 2020

Penulis Responden

(Afdila Ainunnisa’) ( )

NIM 201814401001

Saksi 1 Saksi 2
( ) ( )

Anda mungkin juga menyukai