Anda di halaman 1dari 25

PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DARI LIMBAH

KULIT UDANG (Litopenaeus vannamei) DALAM


PENGAWETAN SURIMI

USULAN RISET

HAIFA MUSTIKA NITISUARI


NPM 230110180052

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2020
USULAN RISET
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode Riset dan Penulisan Ilmiah

HAIFA MUSTIKA NITISUARI


NPM 230110180052

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “PENGARUH PENAMBAHAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT
UDANG
(Litopenaeus vannamei) DALAM PENGAWETAN SURIMI” dengan baik.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW yang
mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang
ini. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metode Riset dan Penulisan Ilmiah.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa
dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Asep Sahidin, S.Pi., M.Si. selaku ketua komisi pembimbing atas


bimbingan dan bantuannya kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
2. Dr. Yuli Andriani, S.Pi., Mp selaku dosen pengampu sekaligus
memberikan masukan judul penelitian.
3. Dr. Yudi Nurul Ihsan, S.Pi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.
4. Dr. Asep Agus Handaka, S.Pi., M.Si. selaku Ketua Program Studi
Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
5. Kedua orang tua, ayahanda tercinta Deddy Hendrayadi dan ibunda
tersayang Yani Dewi Aryani yang telah memberikan dukungan baik moril
maupun materil serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.
6. Desy, Ghefira, Nabila, Novi, Fairuzza, Lingga dan semua pihak yang telah
banyak membantu penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
7. Teman-teman Perikanan A 2018 dan seluruh teman-teman FPIK Unpad
angkatan 2018 atas motivasi dan kerjasamanya.
8. Seluruh staf dosen dan pegawai FPIK yang tidak dapat disebutkan satu
persatu.

i
9. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah mendukung
saya dalam membuat karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan semua pihak khususnya dalam bidang perikanan.

Jatinangor, April 2020

Haifa Mustika Nitisuari

ii
DAFTAR ISI

BAB
Halaman
KATA PENGANTAR..................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR....................................................................v
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...........................................................2
1.3 Tujuan................................................................................2
1.4 Kegunaan...........................................................................3
1.5 Kerangka Pemikiran...........................................................3
1.6 Hipotesis.............................................................................4

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Udang Vaname.....................................................................5
2.1.1 Klasifikasi Udang Vaname...................................................6
2.1.2 Mofologi Udang Vaname.....................................................6
2.2 Surimi...................................................................................7
2.3 Pengawetan...........................................................................7
2.4 Kitosan.................................................................................8

III METODELOGI PENELITIAN


3.1 Waktu dan Tempat...............................................................9
3.2 Alat dan Bahan.....................................................................9
3.2.1 Alat yang digunakan dalam pemelitian................................9
3.2.2 Bahan yang digunakan dalam pemelitian.............................9
3.3 Metode Penelitian.................................................................10
3.4 Prosedure Penelitan..............................................................10
3.4.1 Pembuatan Kitosan...............................................................10
3.4.2 Penambahan Kitosan............................................................11
3.5 Parameter..............................................................................11
3.5.1 Total Mikroba (Total Plate Count)......................................11
3.5.2 Uji Organoleptik...................................................................12
3.5.3 Keefektifan Kitosan Sebagai Pengawet...............................12
3.6 Analisis Data........................................................................12
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Pembahasan..........................................................................13
4.2.1 Uji Organoleptik...................................................................13
4.2.2 Total Microba (Total Microba Count).................................13

iii
4.2.3 Keefektifan Kitosan Sebagai Pengawet...............................14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................15

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1. Kerangka Pemikiran..............................................................................4
2. Udang Vaname......................................................................................5
3. Morfologi Udang Vaname...................................................................6
4. Surimi Beku..........................................................................................7
5. Kitosan dan Kitin..................................................................................8

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecangihan teknologi membuat semua perkejaan menjadi lebih praktis.
Sehingga membuat masyarakat lebih memilih yang praktis salah satunya memilih
produk olahan sebagai makanan sehari-hari. Produk olahan sering menjadi pilihan
karena dinilai lebih praktis. Adanya makanan olahan meningkatkan peluang
dibidang perikanan terutama dibidang pengolahan perikanan. Bisnis dibidang
pengolahan perikanan ini sangat menjanjikan dan dapat meningkatkan
kesejahteraan dibidang ekonomi. Disamping itu, produk olahan mempunyai
kekurangan yaitu masa simpannya pendek. Produk olahan lebih cepat mengalami
penurunan mutu.
Produk olahan perikanan salah satunya surimi. Surimi merupakan daging
giling atau daging yang dilumatkan. Surimi produk olahan perikanan yang kurang
dikenal di Indonesia hingga saat ini dan bahkan sangat sukar untuk
mendapatkanya di pasaran. Jepang merupakan negara penghasil surimi sekarang
telah menjadi bagian industri perikanan yang cukup penting di Jepang. Surimi ini
bahkan banyak diekspor ke negara seperti Amerika, Mexico, dan Thailand
(Agustini dkk. 2003).
Bahan pangan akan cepat mengalami kerusakan dan penurunan mutu.
Ikan, udang dan kerang-kerangan adalah contoh dari bahan pangan yang mudah
mengalami penurunan mutu. Penurunan mutu ini terjadi segera setelah ikan,
udang dan kerang-kerangan ditangkap atau mati (Mamuaja 2016) Penurunan mutu
ini diakibatkan karena daging adalah substrat mikroba terutama bakteri untuk
hidup dan tumbuh dengan baik (Sulistijowati dkk. 2011). Penurunan mutu ini
akan cepat terjadi jika tidak ada penanganan yang baik. Selain dari penanganan
cara lain yang dapat dilakukan adalah melakukan pengawetan untuk
memperpanjang masa simpan ikan.
Pada dasarnya usaha untuk mempertahankan kesegaran dalam kurun
waktu yang lama adalah dengan menggunakan metode pengawetan. Pengawetan
yang dapat dilakukan untuk dapat memperpanjang masa yang aman salah satunya
adalah
1
2

dengan pengawet (Santoso dkk. 2017). Pengawetan ini sendiri terbagi menjadi
dua yaitu pengawetan dengan menggunakan bahan alami dan pengawetan buatan.
Pengawetan menggunakan bahan buatan ini tak jarang menimbulkan efek
samping yang bahkan bisa membahayakan. Bahan alami sangat cocok untuk
dijadikan bahan pengawet karena efek samping yang ditimbulkan.
Bahan pengawet alami yang digunakan biasanya dari hewan dan
tumbuhan. Bahan alami yang bisa dijadikan pengawet mengandung zat yang
bersifat antimikroba dan antioksidan (Santoso dkk. 2017). Penelitan kali ini akan
menggunakan kitosan sebagai bahan pengawet alami. Pertumbuhan mikroba ini
mampu dihambat dengan kitosan karena kitosan mempunyai gugus aktif. Gugus
aktif ini akan berikatan dengan mikroba sehingga perumbuhan mikroba dapat
dihambat. Selain dapat mengambat pertumbuhan bakteri, kitosan juga tidak
memiliki efek buruk sama sekali (Mahatmanti dkk. 2010)
Limbah pengolahan industri perikanan bisa dijadikan menjadi kitosan.
Kitosan itu sendiri merupakan turunan dari polimer kitin yaitu kulit udang,
cangkang kepiting, dan rajungan (Wahyuni & Khaeruni 2014). Pengawet alami ini
alami aman untuk dikonsumsi. Selain dari menjadi pengawet pemanaatan kitosan
ini bisa membantu kelestarian lingkungan karena kitosan dibuat dengan limbah
dari cangkan udang.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka masalah yang dapat
diidentifikasikan adalah :
1. Apa keunggulan dari kitosan sebagai bahan pengawet bagi surimi?
2. Bagaimana pengaruh kitosan udang dalam pengawetan surimi?
3. Apa saja kandungan yang ada dalam kitosan sehingga dapat
dijadikan bahan pengawet?

1.3 Tujuan
Tujuan dari riset ini adalah :
1. Untuk mengetahui keunggulan kitosan untuk menjadi bahan pengawet
surimi.
2. Untuk mengetahui pengaruh kitosan udang dalam pengawetan surimi.
3. Untuk mengetahui kandungan yang ada dalam kitosan yang dijadikan
bahan pengawet.

1.4 Kegunaan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah
kepada pembaca mengenai pemanfaatan kitosan sebagai pengawetan surimi yang
bermanfaat bagi semua pihak khususnya terhadap bidang perikanan. Bagi industri
pengolahan hasil perikanan yaitu dapat dijadikan sebagai pedoman dalam jenis
bahan pengawet alami, sehingga dapat diterapkan untuk pengolahan hasil
perikanan. Bagi ilmu pengetahuan yaitu ditemukan kandungan kitosan yang dapat
dijadikan bahan pengawet alami. Bagi peneliti yaitu sumbangan ilmu pengetahuan
di bidang perikanan khususnya pada bidang pengolahan hasil perikanan.

1.5 Kerangka Pemikiran


Udang merupakan salah komoditas perikanan yang dibanyak diminati
konsumen. Banyaknya peminat ini meningkatkan jumlah produksi udang
meningkat. Produksi limbah udang yang meningkatkan akan menimbulkan limbah
udang yang sangat banyak pula. Limbah udang ini akan mencemari lingkungan
sehingga perlu dimanfaatkan. Pemanfaatan limbah udang ini akan bermanfaat bagi
lingkungan ini akan menjaga lngkunga tetap menjadi asri tanpa pencemaran
limbah Kitin dan kitosan sering diaplikasikan bidang industri dan kesehatan. Salah
satu penerapan dan pengaplikasiannya antara lain pengolahan pangan. Kitin
dikonversi sehingga menjadi kitosan. Kitin itu sendiri bisa diperoleh dari kulit
udang. Untuk menghasilkan kitin biasanya dilakukan dalam tiga tahap, yaitu
demineralisasi, deproteinasi, dan depigmentasi. Kitin akan didapatkan dari proses
deassetilasi dengan penambahan larutan basa yang tinggi (Harjanti 2014).
Senyawa anti mikroba merupakan pilihan tepat untuk digunakan dalam
memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan atau produk serta menjamin
keamanan produk, sehingga dibutuhkan bahan sebagai anti mikroba yang alami
supaya tidak membahayakan bagi kesehatan. Untuk menghambat aktivitas
mikroba dengan menggunakan kitosan pada surimi akan diuji efektivitasnya. Pada
penelitian
ini kitosan yang digunakan sebagai anti mikrobia surimi disintesis dari cangkang
udang windu (Peneaus monodon)
Produk olahan seperti surimi ini salah satu keunggulannya yaitu mampu
untuk diolah lagi menjadi produk olahan lainnya yang bervariasi mulai dari
bentuk dan ukuran (Laksono dkk. 2019). Untuk mengolah daging ikan menjadi
surimi melewati beberapa tahapan-tahapan, yang pertama adalah menyiapkan alat
dan bahan, kemudian bahan yang akan digunakan dicuci bersih, setelah itu
menghilangkan tulang dari daging, cuci kembali daging lumat yang telah dicuci
tadi hingga bersih, pengurangan kadar air, penambahan bahan tambahan,
pengemasan, kemudian dibekukan didalam freezer (Sihmawati 2014). Ada dua
jenis surimi yang biasa diproduksi, yaitu tanpa penambahan garam pada surimi
(mu-en surimi) dan dibuat dengan menambahkan garam pada surimi (ka-en

Produk antara yaitu surimi

surimi) (Sihmawati 2014).

Pemanfaatan limbah udang menjadi kitosan

Pengawetan

Alami Buatan

Kitosan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


1.6 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah;
H0 : µo = 0 ; Penambahan kitosan tidak berpengaruh terhadap surimi.
H1 : µo = 0 ; Penambahan kitosan berpengaruh terhadap surimi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udang Vanammei


Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu
komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di Indonesia, khususnya di
Maluku. Udang vaname menjadi pilihan untuk dibudidayakan karena udang
memiliki pertumbuhan yang cepat dan nafsu makan tinggi (Haliman dkk. 2005).
Pemanfaatan udang vaname ini biasanya banyak digunakan untuk konsumsi skala
rumah tangga, usaha lokal yaitu seoerti restoran, hingga diekspor ke luar negri.
(Setha & Rumata 2019).

Gambar 2. Udang Vaname


(https://media.picsearch.com)

Udang vaname ini sering dibudidayakan di Indonesia, nmun pada


kenyataannya habitat aslinya adalah di perairan. Banyaknya pembudidaya
memilih untuk membudidayakan udang vaname ini karena udang ini memiliki
keunggulan diantaranya (1) udang vaname diminati banyak Negara lain, (2)
memiliki kekebalan tubuh sehingga tahan terhadap penyakit dibanding udang
lainnya, (3) dalam budidayan udang ini tergolong udang yang pertumbuhan lebih
cepat dalam budidaya, (4) memiliki toleransi yang lebar terhadap kondisi
lingkungan (Purnamasari dkk. 2017)

5
2.1.1 Klasifikasi Udang Vanamme
Udang vaname diklasifikasikan dari filum Arthropoda seperti menurut
(Ghufran 2006) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Artrhopoda
Kelas : Malascostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei

2.1.2 Morfologi Udang Vaname


Udang vaname memiliki tubuh berbuku-buku dan aktivitas berganti kulit
luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting). Bagian tubuh udang putih sudah
mengalami modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan makan,
bergerak, dan membenamkan diri kedalam lumpur (burrowing ), dan memiliki
organ sensor, seperti pada antenna dan antenula. (Haliman dkk. 2004)
Haliman dkk. (2005) menyatakan bahwa tubuh udang vaname memiliki
tubuh yang berbuku-buku dan aktifitas secara periodik. Tubuh udang vaname ini
terdiri dari dua cabang atau yang disebut biramous merupakan endopodite dan
exopodite. Antena dan antenula merupakan organ sensor yang ada pada udang.
antenula, mandibula, antena, dan dua pasang maxillae ini yang menyusun kepala
(Chepalotorax). Kepala udang vannamei juga dilengkapi dengan tiga pasang
maxiliped dan lima pasang kaki jalan (periopoda). Memiliki kaki yang bentuknya
beruas – ruas periopoda yang berujung di bagian Dactylus. Dactylus yang
merupakan bagian dari kaki udng ini memiliki bentuk capit (kaki 1, 2, dan 3).
Memiliki lima pasang kaki renang

Gambar 3. Morfologi Udang Vaname


(https://images.app.goo.gl)
2.2 Surimi
Surimi adalah sebutan untuk daging cincang atau digiling di negara
asalnya yaitu Jepang. Surimi ini merupakan produk antara yang diolah dengan
digiling atau dilumatkan kemudian dicuci beberapa kali yang berguna untuk
melarutkan komponen yang larut air seperti protein, sarkoplasma, darah dan
enzim (Moniharapon 2014). Surimi ini belum bisa didapatkan dengan mudah di
Indonesia karena masyarakat Indonesia belum terlalu banyak yang memprokduksi
surimi ini.

Gambar 4. Surimi Beku


(https://images.app.goo.gl)
Pada umumnya hampir semua daging bisa dijadikan surimi. Daging yang
baik digunakan untuk dijadikan surimi yaitu daging yang memiliki warna putih.
Daging yang biasa digunakan adalah daging ikan, udang dan kepiting. Surimi
biasanya menggunakan daging yang masih segar. Kesegaran pada daging yang
akan dijadikan surimi ini akan berpengaruh terhadap masa simpan dari surimi.
(Milda 2006).
2.3 Pengawetan
Pengawetan adalah cara atau metode untuk memperpanjang masa simpan
sebuah makan atau prodik. Proses fermentasi, pengasaman atau bentuk kerusakan
lainnya yang menyebabkan penurunan mutu dapat dihambat dengan
menggunakan bahan pengawet yang memiliki senyawa untuk dijadikan bahan
pengawet (Wardaniati & Setyaningsih 2010).
Pengawetan dapat menggunakan bahan alami salah satunya dari kitosan
udang. Selain dari bahan alami, kitosan ini dibuat dari limbah udang. Udang
sering dikonsumsi untuk skala rumah tangga, usaha lokal atau bahkan untuk
diekspor ke
luar negri. Sering dan banyaknya konsumsi udang dengam begitu akan
menghasilkan limbah udang yang banyak pula. Penanganan limbah ini sangat
penting dilakukan dengan baik jika tidak ditangani dengan baik limbah inilah
yang akan menimbulkan efek atau dampak negative terhadap pencemaran
lingkungan dan merusak estetika lingkungan(Setha & Rumata 2019). Pemanfaatan
limbah udang ini akan mengurangi limbah yang ada dan berguna unuk
pengawetan alami.

2.4 Kitosan
Mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan diantaranya
yaitu sel bakteri yang akan teradsorbsi kemudian membentuk lapisan atau layer.
Layer ini yang akan menghambat transportasi sel yang mengalami kekuranngan
substansi sehingga menjadi penyebab matinya sel. Proses tersebut merupakan
peran dari molekul kitosan memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan
senyawa pada permukaan sel bakteri (Harjanti 2014).

1 2

Gambar 5. Kitosan (1) dan Kitin (2)


(https://images.app.goo.gl)
Pengaplikasian kitin dan kitosan ini banyak digunakan dalam sektor
industri maupun kesehatan. Selain itu kitosan dan kitin ini juga dapat digunakan
pada bidang industri tekstil, fotografi, kedokteran, fungisida, kosmetik,
pengolahan pangan dan penanganan limbah.(Harjanti 2014). Untuk mendapatkan
kitosan sebelumnya dilakukan dengan cara mengkonversi kitin, sedangkan kitin
dapat didapatkan dari kulit udang. Demineralisasi, deproteinasi, dan depigmentasi
merupakan tahapan untuk memperoleh kitin (Hargono dkk. 2008). Sifat
polielektrolit yang dimiliki kitosan pada udang memiliki bentuk padatan amorf
dan memiliki warna putih kekuningan (Setha & Rumata 2019).
10

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga April 2020,
bertempat di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Kelautan serta
Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Penelitian ini menggunakan alat dan bahan diantaranya;
3.2.1 Alat-alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut;
1. Oven (oven listrik Maspion MOT 600), digunakan untuk memanaskan.
2. Blender (Philips HR 2116 Blender Tango Kaca Putih), berguna untuk
menghaluskan kitosan.
3. Saringan (Tipe Stainer), untuk menyaring kitosan
4. Hot plate, (Stirrer Analog Model 17 Alumunium Plate), untuk
memanaskan kitosan pada proses deneturasi protein
5. Batang pengaduk, untuk mengaduk kitosan
6. Autoklaf (Tipe STS-1968C), untuk memanaskan dan menstrerilkan alat
yang akan digunakan
7. Timbangan analitik (KERN EG 4200- 2NM), untuk menimbang kulit
udang.
8. Cawan petri, berguna untuk tempat kitosan
9. Gelas ukur, untuk mengukur
10. Ziplok, berguna untuk tempat kitosan yang sksn dikeringkan

3.2.2 Bahan-Bahan Penelitian


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Kitosan yang diperoleh dari PT. Surindo dengan derajat deasetilasi >70%,
untuk bahan pengawet
11

2. Surimi ikan yang didapatkan dari Super Market, sebagai bahan yang kan
diuji
3. NaOH, untuk menghilangkan protein pada kitosan
4. Akuades, untuk mencuci kitosan
5. NaCl, untuk mendemineralisasi kitosan

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental
dengan RAL (rancangan Acak Lengkap). Perlakuan konsentrasi kitosan terdiri
atas 4 masing-masing perlakuan diulang 3 kali dan dilakukan pengamatan setiap
hari terhadap total mikroba, aroma, tekstur dan penampakan selama 4 hari. Data
yang diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif. Penambahan kosentrasi
yang berbeda dalam tiap perlakuannya, diantaranya sebagai berikut;
 Perlakuan A : Penambahan kitosan dengan konsentrasi 0%,
 Perlakuan B : Penambahan kitosan dengan konsentrasi 1%,
 Perlakuan C : Penambahan kitosan dengan konsentrasi 2%,
 Perlakuan D : Penambahan kitosan dengan konsentrasi 3%.

3.4 Prosedur Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini terdiri atas beberapa tahap yaitu pembuatan
kitosan, penambahan kitosan pada surimi, pengamatan surimi selama
penyimpanan.

3.4.1 Pembuatan Kitosan


Untuk menghasilkan sintesa kitosan menggunakan cara
menghilangkan komponen besr yang ada 3 yaitu protein melalui kalsium karbonat
dan deproteinasi dengan cara demineralisasi dan gugus asetil dengan deasetilasi
(Thariq dkk. 2016). Berikut merupakan prosedure dari pembuatan kitosan;
1. Dihaluskan cangkang udang yang akan digunakan untuk menjadi
kitosan.
2. Ditimbang sejumlah kulit udang yang telah dihaluskan.
3. Proses demineralisasi dengan penambahkan larutan asam klorida 1 - 2
N (1 : 10).
4. Diaduk di atas hot plate pada suhu sekitar 75°C selama 1 jam.
5. Disaring, residu dicuci dengan air dan akuades hingga netral,
6. Untuk menghilangkan protein maka ditambahkan larutan basa NaOH
dengan konsentrasi 3 - 4 N sebanyak 6 kali,
7. Bahan baku (1: 6) dan dipanaskan pada suhu sekitar 75°C selama 1jam.
8. Filtrat dibuang dengan cara menyaring,
9. Kitin yang dihasilkan dicuci dengan air / akuades hingga netral.
10. Untuk menghasilkan kitosan, maka proses deasetilasi dikerjakan
dengan menambahkan Iarutan NaOH 50% sebanyak 5 - 10 kali bahan
baku kulit udang (1 : 5 - 10),
11. Diaduk menggunakan magnetik stirrer, dipanaskan pada suhu 120°C
selama 1 - 4 jam,
12. Disaring, dicuci dengan akuades sampai pH netral, dan dikeringkan
dalam oven selama 6 jam pada suhu 50°C.

3.4.2 Penambahan Kitosan Pada Surimi


1. Penambahan dengan konsentrasi kitosan 0%, 1%, 2% dan 3% yang
ditempatkan dalam beaker glass.
2. Surimi ditimbang dengan timbangan analitik sebanyak 30 gram
3. Dicelup kedalam 300 ml larutan kitosan (0%, 1%, 2% dan 3%)
selama 3 menit.
4. Surimi yang telah dilapisi kitosan kemudian ditiriskan dan
dikeringkan selama ±15 menit.
5. Disimpan dalam plastik cliplock pada suhu ruang yaitu 26℃
selama 4 hari.
6. Kemudian dilakukan pengamatan pada hari ke 4 penyimpanan.

3.5 Parameter Pengamatan


Parameter yang diguanakan adalah sebagai berikut;
12

3.5.1 Uji Organoleptik


Uji organoleptik ini dilakukan dengan cara diantarannya meliputi
pengamatan warna, aroma, tekstur, dan rasa setelah pemberian kitosan dengan
konsentrasi yang berbeda-beda.

3.5.2 Total Mikroba (Total Plate Count)


Mengamati perrtumbuhan mikroba merupakan parameter yang
penting karena jumlah mikroba yang ada akan mempengaruhi penyimpanan dan
kelayakan surimi untuk dikonsumsi. Hal ini bisa dilakukan dengan analisis total
mikroba dilakukan dengan merujuk pada Standar Nasional Indonesia (SNI 01-
2332.3-2006). Jumlah pertumbuhan mikroba pada Surimi selama pemberian
kitosan dengan konsentrasi yang berbeda.

3.5.3 Keefektifan Kitosan Sebagai Pengawet


Uji efektivitas kitosan sebagai pengawet surimi dilakukan dengan uji
organoleptik dan uji TPC yang telah dilakukan. Hasil uji organoleptik
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perendaman ikan uji dengan kitosan
Emerita sp. terhadap nilai parameter kemunduran ikan yang diukur

3.6 Analisis Data


Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan analisis ragam
(Anova). Apabila hasil uji antar perlakuan berbeda nyata, maka akan dilakukan uji
Duncan dengan selang kepercayaan 95%.
BAB IV
HASI DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan
Berikut merupakan hasil yang diperoleh:
4.2.1 Uji Organoleptik
Uji organoleptik ini dilakukan dengan menggunakan panca indera.
Pengujian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam
industri pangan dan industri hasil perikanan.
 Menurut Ansharullah dkk (2018), warna pada surimi ikan dipengaruhi oleh
komponen protein ikan, perlakuan pencucian dalam proses pembuatan
surimi.
 Aroma yang dihasilkan pada surimi ikan karena, surimi mengandung asam
lemak volatile dan asam amino esensial bebas (Ansharullah dkk. 2018).
Evaluasi aroma dan rasa masih tergantung pada pengujian secara sensori
(testing panel).
 Kandungan miosin pada tepung yang bereaksi dengan komponen protein
pada daging mempengaruhi tekstur. Penambahan kitosan sebagai
pengawet dapat menurunkan kadar air surimi sehingga tidak cepat berair.
Kondisi surimi yang berair akan menyebabkan teksturnya menjadi lebih
lembek (Mamuaja 2016)
 Rasa pada surimi dipengaruhi oleh kandungan asam amino, asam glutamat
dan glisin yang terdapat pada daging ikan yang berinteraksi dengan
komponen pati dan karbohidrat pada tepung (Ansharullah dkk. 2018).

4.2.2 Total Mikroba (Total Plate Count)


Total mikroba atau TPC ini didahului dengan sterilisasi pada semua alat-
alat yang akan digunakan. Setelah semua alat disterilisasi selanjutnya alat
digunakan untuk pengujian TPC.
Zat anti mikroba yang terdapat pada kitosan secara umum mekanismenya
adalah dengan merusak struktur-struktur utama dari sel mikroba seperti dinding
sel,

13
14

sitoplasma, ribosom, dan membran sitoplasma. Adanya zat antimikroba (dalam


hal ini adalah larutan kitosan yang bersifat asam) akan menyebabkan denaturasi
protein. Denaturasi protein ini sangat penting untuk menghambat pertumbuhan
mikroba karena tidak ada kesempatan untuk mikroba untuk tumbuh. Keadaan ini
menyebabkan inaktivasi enzim, sehingga sistem metabolisme terganggu atau
menjadi rusak dan akhirnya tidak ada aktivitas sel mikroba (Volk dan Wheeler
1990).
Kitosan ini mengikat banyak komponen seperti protein karena merupakan
kation, kitosan. Muatan positif dari gugus NH₃⁺ pada kitosan dapat berinteraksi
dengan muatannegatif pada permukaan sel bakteri (Volk dan Wheeler 1990).
Adanya kerusakan pada dinding sel mengakibatkan pelemahan kekuatan dinding
sel, bentuk dinding sel menjadi abnormal, dan pori- pori dinding sel membesar.
Hal tersebut mengakibatkan dinding sel tidak mampu mengatur pertukaran zat-zat
dari dan ke dalam sel, kemudian membran sel menjadi rusak dan mengalami lisis
sehingga aktifitas metabolisme akan terhambat dan pada akhirnya akan
mengalami kematian. Dengan sifat tersebut kitosan dapat menghambat
pertumbuhan bakteri pada ikan nila sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
antimikroba (Mahatmanti dkk. 2010).

4.2.3 Keefektifan Kitosan Sebagai Pengawet


Keefaktifan kitosan sebagai pengawet ini bias dilihat dari hasil pengujian
yang telah dilakukan dengan metode uji organoleptik dan TPC. Keefektifan kerja
anti mikroba dari kitosan ini pada umumnya berhubungan secara eksponensial
dengan konsentrasi. Jika dilakukan penambahan konsentrasi maka tidak akan
memberikan pengaruh yang signifikan. Kitosan mengandung gugus amino bebas
yang bermuatan positif, yang dapat mengikat muatan negatif dari mikrobia
(Irianto 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Agustini, T. W., Swastawati, F., Pengajar, S., Studi, P., Hasil, T., Jurusan, P., &
Faprikan, P. (2003). Pemanfaatan Hasil Perikanan Sebagai Produk Bernilai
Tambah (Value-Added) dalam Upaya Penganekaragaman [Utilization of
Fishery Products with Added Value to Support Food Diversification].
Ulasan Ilmiah Jurnal. Teknol. Dan Industri Pangan, 24(1).

Ansharullah, Ibrahim, M. N., & Wiranty, E. (2018). Karakteristik Fisiokimia dan


Organoleptik Surimi Berbasis Ikan Gabus - Tepung Sagu Pada Penyimpanan
Dingin. Reka Pangan, 12(1), Hal: 47–54.

Hargono, Abdullah, & Sumantri, I. (2008). Pembuatan Kitosan dari Limbah


Cangkang Udang Serta Aplikasinya dalam Mereduksi Mereduksi Kolesterol
Lemak Kambing 12(1),Hal: 53–57.

Harjanti, R. S. (2014). Kitosan dari Limbah Udang sebagai Bahan Pengawet


Ayam Goreng. 8(1), Hal: 12–19.

Laksono, U. T., Suprihatin, S., Nurhayati, T., & Romli, M. (2019). Enhancement
of Textural Quality From Daggertooth Pike Conger Fish Surimi with Sodium
Tripolyphosphate and Transglutaminase Activator. Jurnal Pengolahan Hasil
Perikanan Indonesia, 22(2), Hal:198–208.
https://doi.org/10.17844/jphpi.v22i2.27373

Mahatmanti, F. W., Sugiyo, W., & Sunarto, W. (2010). Sintesis Kitosan Dan
Pemanfaatannya Sebagai Anti Mikrobia Ikan Segar. Sintesis Kitosan Dan
Pemanfaatannya Sebagai Anti Mikrobia Ikan Segar, 8(2), Hal: 101–111.
https://doi.org/10.15294/sainteknol.v8i2.328

Mamuaja, C. F. (2016). Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan.

Milda, R. (2006). Pengaruh Penyimpanan Beku Surimi terhadap Mutu Bakso Ikan
Jangilus (Istiophorus sp.). Pengaruh Penyimpanan Beku Surimi Terhadap
Mutu Bakso Ikan Jangilus (Istiophorus Sp.), 2–9.

15
https://doi.org/10.17844/jphpi.v9i2.986

Moniharapon, A. (2014). Teknologi Surimi Dan Produk Olahannya. Majalah


Biam, Vol. 10, N(1), Hal. 16-30.

Purnamasari, I., Purnama, D., & Utami, M. A. F. (2017). Pertumbuhan Udang


Vaname (Litopenaeus vannamei) di Tambak Intensif. Jurnal Enggano, 2(1),
Hal: 58–67. https://doi.org/10.31186/jenggano.2.1.58-67

Santoso, M. A. R., Liviawaty, E., & Afrianto, E. (2017). Efektivitas Ekstrak Daun
Mangga Sebagai Pengawet Alami Terhadap Masa Simpan Fillet Nila Pada
Suhu Rendah. Jurnal Perikanan Dan Kelautan, 8(2), Hal:57–67.

Setha, B., & Rumata, F. (2019). Karakteristik Kitosan dari Kulit Udang Vaname
dengan Menggunakan Suhu dan Waktu yang Berbeda dalam Proses
Characteristics of Chitosan from White Leg Shrimp Shells Extracted Using
Different Temperature and Time of the Deasetilation Process. Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 22.

Sihmawati, R. (2014). Aspek Mutu dan Tingkat Kesukaan Konsumen Terhadap


Surimi Ikan Belut. Jurnal Agroknow, 2(1), Hal:59–70.

Sulistijowati, rieny S., Suhara, otong D., Nurhajati, J., Afrianto, E., & Udin, Z.
(2011). Mekanisme Pengasapan Ikan.
http://repository.ung.ac.id/karyailmiah/show/240/mekanisme-pengasapan-
ikan.html

Thariq, M. R. A., Fadli, A., Rahmat, A., & Handayani, R. (2016). Pengembangan
Kitosan Terkini pada Berbagai Aplikasi Kehidupan : Review. Jurnal
Teknologi Pangan, October, 4–11.
https://www.researchgate.net/publication/311806381

Wahyuni, S., & Khaeruni, A. (2014). Kitosan Cangkang Udang Windu Sebagai
Pengawet Fillet Ikan Gabus ( Channa striata ) Preparation of Striped
Snackhead ( Channa striata ) Fillet using Chitosan from Tiger Prawn Shell.
16, Hal:1–9.

16
Wardaniati, R. A., & Setyaningsih, S. (2010). Pembuatan Chitosan dari Limbah
Kulit Udang dan Aplikasinya untuk Pengawetan Baso Ratna. 1–5.

17

Anda mungkin juga menyukai