Anda di halaman 1dari 4

Tennu Teknis Nusional Tenaga Fungsional Pertanian 2006

PENGERINGAN PAKAN PELLET DENGAN


ALAT PENGERING BUATAN

AGUS SETYA BAKTI


Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221 Bogor 16002

RINGKASAN
Ketersediaan pakan ternak dalam jumlah dan kualitas yang memadai mutlak dibutuhkan untuk keberhasilan
suatu usaha atau penelitian petemakan . Pemberian pakan berbentuk pellet kepada ternak adalah merupakan
pilihan yang baik, karena pada pakan pellet didalamnya telah terkandung bennacam-macam bahan pakan
dalam kondisi homogen . Namun karena bersifat porous dan bila kadar airnya tinggi teksturnya menjadi tidak
padat sehingga mudah rusak, hancur ataupun mudah berjamur . Adanya penambahan air ± 2% pada saat
mencampur bahan pakan menyebabkan kadar air pellet naik yang bahkan lebih tinggi dari kadar air campuran
bahan pakan . Karena itu setelah dicetak pakan pellet perlu mendapat penanganan yang benar . Agar tidak
mudah hancur atau berjamur kadar air pellet harus < 15%. Untuk menurunkan kadar airnya dapat dilakukan
dengan cara pengeringan, yang paling murah adalah pengeringan menggunakan sinar matahari (dijemur),
tetapi bila tidak memungkinkan (cuaca hujan) bisa juga menggunakan alat mesin pengering . Pada percobaan
dengan menggunakan mesin pengering bertenaga listrik 350 Watt, suhu maksimum 50°C, dari 100 kg pakan
pellet dapat diturunkan kadar airnya 5,1% selama 15 jam dan 6,3% selama 20 jam .
Kata kunci : Alat pengering, pakan pellet

PENDAHULUAN dipertimbangkan ketersediaannya, komposisi


dan harganya .
Untuk keberhasilan suatu usaha atau
penelitian peternakan diantaranya dibutuhkan Bahan pakan atau campuran tersebut
harus melalui bermacam proses, baik sebelum
ketersediaan pakan ternak dalam jumlah dan
maupun sesudah menjadi pakan ternak.
kualitas yang baik . Pakan ternak terdiri dari
Dengan uji fisik sederhana (pengmmatan
campuran bahan padat (tepung) dan bahan
terhadap bau, warna, rasa, peremasan), dapat
cair. Bahan padat misalnya jagung, dedak,
diketahui kualitas setiap bahan dan cara
tepung ikan, hijauan, vitamin, mineral, dan
penanganan pada proses selanjutnya
lain-lain, sedangkan bahan cair misalnya air,
(KUSHARTONO, 2000) . Sedangkan campuran
minyak curah, molases, dan lain-lain .
bahan pakan kualitasnya ditentukan oleh
Sesungguhnya di Indonesia banyak
kerataan adukannya (homogenitas), dengan
sekali bahan baku pakan yang dapat
bantuan alat mixer selama ± 10 menit bahan
dipergunakan bagi kepentingan ternak .
pakan akan tercampur merata (homogen) .
Namun demikian baru sebagian kecil yang
Campuran homogen ini disebut mash, yang
sudah diteliti secara ilmiah dalam hal daya
sudah bisa diberikan ke ternak, hanya saja
dan manfaatnya bagi masing-masing ternak .
mudah tercecer dan terbuang . Jenis pakan
Titik tolak keberhasilan dalam beternak
lainnya adalah pellet, seharusnya pada proses
adalah kemampuan menyediakan pakan yang
pembuatannya digunakan uap panas (steam)
sempurna dalam arti pakan dengan nilai
dari ketel uap yang merupakan bagian dari
gizinya tinggi dan tersedia secara kontinyu
mesin pellet, tetapi karena tidak terpasang
(KUSHARTON0,2002) .
maka pada saat mencampur bahan pakan perlu
Bahan pakan ternak adalah sesuatu
penambahan air secukupnya, f 2%
yang dapat dimakan oleh ternak dalam bentuk
tergantung darijenis bahan yang digunakan .
apapun yang dapat dicerna sebagian atau
Penambahan air ini berguna untuk
seluruhnya dengan tidak mengganggu
memudahkan dan memperlancar proses
kesehatan ternak yang bersangkutan
pembuatan pellet, sehingga mesin pellet tidak
(LUBIS,1963) . Menurut Tangenjaya (1985), terlalu panas .
bahan baku pakan yang dipergunakan untuk
Penambahan air sangat baik karena
pembuatan ransum cukup banyak ragamnya.
tidak mengandung unsur-unsur yang dapat
Dalam menentukan bahan baku perlu

90 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan


Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006

mempengaruhi komposisi ransum, misalnya


perubahan nilai energi dan lainnya . Namun air
juga merupakan tempat tumbuh yang balk
bagi kehidupan mikroorganisme (jamur),
dengan adanya penambahan air saat
pencampuran bahan pakan maka kadar air
pada pakan pellet juga akan naik, sehingga
pakan pellet dapat mudah menjadi tempat
tumbuh jamur dan juga mudah hancur
(KUSHARTONO, 1996) . Karena itu bila tidak
segera digunakan atau untuk penyimpanan
yang lama, sebaiknya dikeringkan dahulu
hingga kadar airnya kurang dari 15% .
Pengeringan pellet bisa dilakukan dengan 2
cara yaitu pengeringan dengan sinar matahari Gambar 1 . Pakan pellet yang akan
(dijemur) dan pengeringan dengan bantuan dikeringkan
alat mesin pengering . Pengeringan yang
murah adalah dengan cara menjemur di slang Gambar 2 . Mesin pengering pellet
hari, namun cuaca di Bogor dengan curah
hujan yang tinggi sepanjang tahun dapat
menjadi kendala yang menyebabkan
pengeringan dengan sinar matahari tidak dapat
dilakukan setiap waktu .
Dengan adanya kendala tersebut maka
tujuan dari percobaan ini adalah untuk
mencari alat pengering alternatif yang
diharapkan dapat digunakan pada saat musim
hujan . Alat pengering yang dipakai pada
percobaan ini menggunakan tenaga listrik 350
Watt dengan suhu maksimum 500 C .

MATERI DAN METODA


Percobaan dilakukan di Pengolahan
Makanan Ternak Balai Penelitian Ternak
Ciawi-Bogor pada 12 Juni 2006 (pengeringan
I) dan 23 Juni 2006 (pengcringan 11) . Kedua
percobaan pengeringan dibedakan oleh
lamanya pengeringan . Pengeringan I
dilakukan selama 15 jam, sedang pengeringan
II dilakukan selama 20 jam .

Bahan-bahan : pengeringan I dan 11


masing-masing menggunakan 100 kg pakan
pellet berdiameter 0,75 cm (Gambar 1) . Alat-
alat : mesin pengering bertenaga listrik 350
Watt (Gambar 2), thermometer Celsius

Pusat Penelitian dan Pengetnbangan Peternakan 91


Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertunian 2006

Cara kerja tercapai setelah 70-80 menit mesin


dihidupkan, diduga panas yang dihasilkan
Pada percobaan ini diukur beberapa
dipakai untuk memanaskan mesin itu
parameter yaitu berat awal dan berat akhir
sendiri, karena saat diraba pellet masih
pellet, susut kadar air, dan suhu ruangan
dingin . Setelah itu beberapa kali temperatur
mesin pengering . Pakan pellet yang baru
berada dibawah 50°C (35° - < 50°C), ini
dicetak setelah dingin ditimbang (berat
terjadi selama 8 jam setelah mesin
awal), kemudian disebar merata setinggi f 5
dihidupkan, mungkin disebabkan karena
cm di setiap rak, selanjutnya rak-rak berisi
sudah mulai banyak terjadi penguapan air,
pellet disusun didalam mesin pengering,
sehingga karena adanya rambatan panas ke
berikutnya alat pengering dihidupkan dan
uap air mengakibatkan temperaturnya turun,
temperatur diatur 50°C . Selama menunggu
selanjutnya temperatur relatif stabil pada
waktu pengeringan selesai beberapa kali
50°C .
temperatur ruangan diamati . Setelah 15 jam
untuk pengeringan I dan 20 jam untuk Penyusutan Kadar Air Pellet
pengeringan II seluruh pellet dikeluarkan
Pada pengeringan I setelah 15 jam
dan ditimbang (berat akhir) . Semua pellet
dikeringkan didapat berat akhir pellet 94,9
dikemas dalarn beberapa karung yang berisi
kg berarti susut kadar airnya 5,1% dan pada
kantong plastik agar tidak terpengaruh oleh
pengeringan 11 setelah 20 jam didapat berat
udara luar dan disimpan di tempat kering di
akhir 93,7 kg yaitu susut kadar airnya 6,3% .
atas papan palet .
Hal ini menunjukan, bahwa lama
pengeringan berpengaruh terhadap
HASIL DAN PEMBAHASAN prosentase penyusutan kadar air, meskipun
Pakan pellet bersifat porous yaitu hanya susut 1,2% dengan waktu 5 jam lebih
mudah menyerap air sehingga bila lama dari pengeringan I, ini mungkin terjadi
ditempatkan di lingkungan yang lembab karena kadar airnya tinggal sedikit, dan bila
maka kadar airnya akan meningkat, waktunya lebih lama mungkin tidak akan
akibatnya pakan pellet akan mudah terjadi penyusutan lagi .
ditumbuhi jamur . Selain itu pellet yang Kemudian juga ternyata bahwa kadar
kadar airnya tinggi dan juga yang baru air yang susut (5,1 % dan 6,3%) lebih banyak
dicetak teksturnya tidak padat, bila dari jumlah air (± 2%) yang ditambahkan
digenggam mudah hancur . Sebaliknya pellet pada saat pencampuran bahan pakan . Hal ini
yang kadar airnya rendah (< 15%) memiliki bisa terjadi karena mungkin kadar air
tekstur yang padat, agak keras, tidak mudah keseluruhan bahan pakan yang digunakan
hancur, dan tidak mudah ditumbuhi oleh masih tinggi, terutama kadar air molases .
jamur. Kadar air pellet bisa diturunkan
dengan cara pengeringan terhadap pellet, KESIMPULAN
balk menggunakan cahaya matahari atau
Alat pengering bertenaga listrik 350
dengan bantuan mesin pengering .
Watt dengan temperatur 50°C dapat
Selanjutnya pellet yang sudah kering dengan digunakan untuk pengeringan pellet, dan
kadar air < 15%, jika kemasan dan
dapat menurunkan kadar air pellet sebanyak
penempatannya benar maka kualitas dan
5,1% selama 15 jam dan 6,3% selama 20
kuantitasnya akan tetap bagus untuk waktu
jam .
penyimpanan yang relatif lama.
Pengeringan pellet dengan menjemur
DAFTAR BACAAN
di bawah cahaya matahari adalah cara
pengeringan yang termurah, dengan KUSHARTONO, B . 1996 . Pengendalian Jasad
menjemur selama 8 jam pakan pellet sudah Pengganggu Bahan Ternak Selama
aman untuk disimpan lama . Pada percobaan Penyimpanan . Prosiding Lokakarya
ini pengeringan menggunakan bantuan alat Fungsional Non Peneliti . Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan . Bogor
pengering bertenaga listrik 350 Watt dengan September 1996 . H 94-97 .
temperatur maksimum 50°C selama 15 jam
dan 20 jam . Temperatur 50° C baru bisa

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan


92
Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006

KUSHARTONO, B . 2000. Penentuan Kualitas LUBIS, D .A . 1963 . Ilmu Makanan Ternak .


Bahan Baku Pakan dengan Cara Cetakan Kedua. Penerbit PT .
Organoleptik . Prosiding Temu Teknis Pembangunan Jakarta .
Fungsional Non Peneliti . Pusat Penelitian TANGENJAYA, B . 1985 . Analisa Bahan baku dan
dan Pengembangan Peternakan . Bogor Manfaatnya Dalam Menyusun Ransum
September 2000 . H 217-223 . Ternak. Jurnal Penelitian dan
KUSHARTONO, B . 2002 . Manajemen Pengolahan Pengembangan Peternakan 4 (3) . Badan
Pakan . Prosiding Temu Teknis Penelitian dan Pengembangan Pertanian .
Fungsional Non Peneliti . Pusat Penelitian H 60-64 .
dan Pengembangan Peternakan . Bogor,
30 Juli 2002 . H 202- 209 .

Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan 93

Anda mungkin juga menyukai