Anda di halaman 1dari 1

TABAYYUN

Tabayyun itu sendiri secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga
jelas dan benar keadaannya. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan menyeleksi berita,
tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan
sebagainya hingga jelas benar permasalahannya.
(Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, ‫(الـكـریـمالـقـرآنأللـفـاظالـمـفـھـرسالـمـعـجـم‬Kairo: Da>r al-Had<ith, t.th), 157)

Saat orang menerima berita dari berbagai media, mereka cenderung cepat menyebar luaskan
kembali. Tanpa memeriksa kebenaran dalam suatu berita tersebut, hal ini bertolak belakang
dengan sikap yang harus dilakukan oleh umat muslim seperti yang tertulis dalam surah al-
Hujarat ayat 6, berikut ini:
َ‫وا َعلَ ٰى َما فَ َع ْلتُ ْم ٰنَ ِد ِمين‬
۟ ‫ُصبِ ُح‬ ۟ ُ‫ُصيب‬
ْ ‫وا قَ ْو ۢ ًما بِ َج ٰ َهلَ ٍة فَت‬ ٌۢ ‫س‬
ِ ‫ق بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُ ٓو ۟ا أَن ت‬ ِ ‫ٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا إِن َجٓا َء ُك ْم فَا‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita,
maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu
itu”.
Allah SWT memerintahkan agar benar benar meneliti berita yang dibawa oleh orang-
orang fasik dalam rangkah mewaspadainya, sehingga tidak ada seseorang yang memberikan
keputusan berdasarkan perkataan orang fasik tersebut, dimana pada saat itu orang fasik
tersebut berpredikat sebagai seorang pendusta dan berbuat kekeliruan, sehingga orang yang
memberikan keputusan berdasarkan ucapan orang
Islam tidak menghendaki umatnya melakukan perkataan dusta dan kebohongan bila
mengemukakan suatu pendapat, atau memutar balikan ayatayat Allah. Islam tidak
menganjurkan fitnah atau berburuk sangka kepada pihak lain. Untuk itulah, Islam telah
menetapkan sejumlah norma kebebasan berbicara, misalnya: hendaklah pembicaraan yang
diucapkan itu pembicaraan yang baik, bukan perkataan yang kotor dan jorok, bukan
pembicaraan yang menghasut, memfitnah, menjelekkan pribadi seseorang, dan bukan pula
pembicaraan yang menjurus kepada timbulnya dampak curiga-mencurigai. Hendaklah apa
yang dibicarakan itu perkataan yang obyektif dan benar. Apapun yang diucapkanseseorang,
harus dipertanggungjawabkan kebenaran isinya kepada Allah dan manusia.
Basri Iba Asghary, Solusi Al-Qur‟an Tentang Problema Sosial Politik Budaya (Jakarta:
Rineka Cipta, 1994), 255

Anda mungkin juga menyukai