Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Interaksi dan interdependensi antar negara-negara dalam memenuhi

kepentingan nasionalnya dalam interaksi internasional menimbulkan

berbagai bentuk kerjasama yang mencakup segala bidang kehidupan politik,

ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, baik secara bilateral

maupun multilateral. Beranekaragamnya potensi-potensi sumberdaya,

menjadikan motivasi untuk membina hubungan dengan negara lain yang

dilakukan dengan perjanjian kerjasama yang saling menguntungkan1.

Motivasi ekonomilah yang memicu suatu negara untuk membina

kerjasama internasional dengan tujuan meningkatkan taraf hidup

masyarakat. Kenyataan tersebut berlaku secara umum karena stabilitas

ekonomi cenderung meningkatkan stabilitas sosial politik maupun

sebaliknya2.

Kehidupan ekonomi yang bercirikan global tidak lagi dibatasi ruang

lingkupnya. Kehidupan sosial masyarakat dapat berjalan dimanapun dengan

adanya hubungan antara satu negara dengan negara lain yang

mengakibatkan batas-batas negara terasa semakin tipis. Pertukaran dan

perputaran informasi, uang maupun teknologi antara satu negara dengan

1
Peter Katzenstein, Cultural Norms and National Security: Police and Military in Changing Japan, 1996 p.
36, dan Tamed Power: Germany in Europa, 1999 p. 24
2
Ibid.

1
2

negara lain sudah semakin sedemikian gampangnya. Begitu pula dengan

perpindahan barang, jasa dan tenaga kerja sudah termobilisir begitu cepat

melewati batas-batas suatu negara3.

Mobilitas penduduk sebagai warga negara pada abad XXI

menunjukan frekuensi yang meningkat, karena mobilitas dipandang sebagai

usaha alternatif untuk memperoleh kehidupan yang layak sebagai hak asasi

manusia. Oleh karenanya, banyak penduduk pada usia produktif cenderung

memilih keluar dari daerah asalnya ke negara lain yang dianggap akan

memberikan pendapatan lebih baik 4.

Di Indonesia masalah ketenagakerjaan merupakan masalah nasional

yang berkepanjangan dari tahun ke tahun, dan angkatan kerja yang cukup

pesat kurang dapat diimbangi oleh kemampuan penciptaan kesempatan

kerja sehingga terjadi pengangguran terbuka yang terakumulasi setiap

tahunnya, menurut Badan Pusat Statistik tahun 2015 angka pengangguran

sudah menembus angka yang mengkhawatirkan yaitu 36 juta penganggur,

angka tersebut belum ditambah fenomena setengah penganggur yang juga

merupakan masalah ketenagakerjaan yang cukup besar dan pelik 5.

Cara dan upaya yang telah ditempuh dalam rangka pengembangan

dan penyiapan lapangan pekerjaan bagi penduduk Indonesia, baik itu

disektor formal maupun informal. Namun terbukti, bahwa kesemua usaha

3
Ibid.
4
Ibid.
5
Harian Kompas, “Menlu RI : Malaysia Hendaknya tak Samaratakan TKI”. 22 Januari 2016, sumber :
www.kompas.com, diakses tanggal 1 Maret 2017.
3

yang ditempuh itu belum dapat memberikan jalan keluar yang sebaik-

baiknya.

Alternatif yang dianggap efektif untuk mengatasi masalah

ketenagakerjaan adalah melaksanakan pengiriman tenaga kerja Indonesia

keluar negeri melalui perjanjian kerja AKAN (Antar Kerja Antar Negara).

Pengiriman tenaga kerja tersebut setidak-tidaknya telah mendatangkan

manfaat yang besar, yaitu6 :

a. Mempercepat hubungan antar negara (negara pengiriman

tenaga kerja dan negara penerima).

b. Mendorong terjadinya pengalaman kerja dan alih

teknologi.

c. Meningkatkan pembayaran didalam neraca pembayaran

negara/devisa.

Salah satu negara yang menjadi tujuan utama ekspor tenaga kerja

Indonesia adalah Malaysia, adapun faktor yang mempengaruhi tenaga kerja

Indonesia untuk datang ke Malaysia diantaranya adalah upah yang tinggi,

lowongan kerja yang besar dan peluang kerja yang banyak, terutama sejak

dilaksanakan Dasar Ekonomi Baru (DEB) yang dipandang cukup berhasil

mengangkat Malaysia sebagai salah satu Negara Industri Baru (NIB) di Asia

Tenggara. Begitu pula dengan faktor kesamaan budaya serta jarak yang

relatif dekat menjadikan Malaysia lebih menarik bagi warga Indonesia

6
Zainal Asikin, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Jakarta : Rajawali Press, 1993 hlm. 216
4

untuk mencari kerja. Bahkan, dalam sepuluh tahun terakhir ini banyak

diantara mereka masuk ke Malaysia tanpa proses keimigrasian yang sah7.

Devisa yang besar dihasilkan para tenaga kerja dikerahkan

pemerintah melalui Biro-biro Jasa Pengiriman Tenaga Kerja (PJTKI) yang

mengkoordinir tenaga kerja ke luar negeri. Menurut data dari Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang dikeluarkan tahun 2015-2016, jumlah

tenaga kerja yang ditempatkan di Malaysia tercatat :

1. Tahun 2015, laki-laki 80.124 orang, perempuan 89.053 orang

sedangkan tahun 2000 laki-laki 106.659 orang dan perempuan 85.041

orang8.

2. Sedangkan jumlah tenaga kerja Indonesia yang tercatat di Departemen

Tenaga Kerja dan Transmigrasi hingga April Tahun 2016 kurang lebih

943.286 orang, sebanyak 668.253 orang atau 70,84 % adalah tenaga

kerja wanita9.

Jumlah di atas belum termasuk tenaga kerja ilegal yang diperkirakan

jumlah tenaga kerja Indonesia ilegal di Malaysia mencapai dua kali lebih

banyak dari tenaga kerja legal.

Permasalahan yang muncul dari prospektif pengiriman tenaga kerja

Indonesia adalah adanya berbagai biro jasa penyalur Tenaga kerja Indonesia

yang tidak bertangggung jawab dengan mengirimkan tenaga kerja Indonesia

7
M. Arif Nasution Orang Indonesia di Malaysia (Menjual Kemiskinan Membangun Identitas), Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2001 hlm. 105
8
Harian Kompas “TKI ke Malaysia Harus diperketat”, 28 Januari 2016, sumber : www.kompas.com, diakses
tanggal 1 Maret 2017
9
Harian Media Indonesia, “Masalah Tenaga Kerja Dominasi Pertemua Indonesia-Malaysia”, Editorial 07
Februari 2016.
5

tanpa memperhatikan kualitas dan keterampilan sumberdayanya serta tanpa

dibekali pengetahuan tentang negara tempatnya bekerja. Sehingga

dampaknya banyak tenaga kerja Indonesia yang bermasalah. Hal ini juga

dipengaruhi oleh kondisi objektif tenaga kerja Indonesia itu sendiri,

lemahnya faktor kelembagaan, belum efektifnya koordinasi antar lembaga

yang menyangkut penempatan tenaga kerja Indonesia serta lemahnya sistem

manajemen dan informasi10.

Perlakuan buruk seringkali terjasi terhadap tenega kerja Indonesia di

Malaysia, seperti kasus pelanggaran hukum, perkosaan, penyiksaan dan

perlakuan yang tidak manusiawi lainnya yang sering diterima oleh para

tenaga kerja Indonesia di Malaysia khususnya yang bekerja sebagai

pembantu rumah tangga.

Terjadinya penyiksaan baik secara fisik maupun secara mental

menyebabkan tenaga kerja Indonesia tertekan dan menderita bahkan

banyak kasus yang sampai meninggal dunia. Sebagai contoh, insiden

Semenyih yang terjadi pada tanggal 26 Maret 1998 (antara jam 01.00

hingga 05.00). Tragedi ini bermula dari adanya patroli anggota pasukan

khusus Malaysia terhadap para tenaga kerja ilegal di penampungan

penahanan Semenyih, Selangor Malaysia, dalam insiden ini puluhan orang

terluka, delapan orang Indonesia dan satu orang polisi Malaysia tewas.

Pemerintah Indonesia menyampaikan keprihatinan atas insiden ini, tetapi

dapat menerima tindakan Malaysia 11.


10
Ibid.
11
Tati Krisnawaty, 2016, KRISIS DAN KEKERASAN TERHADAP PEKERJA MIGRAN (kasus Deportasi
pekerja migran Indonesia di Malaysia), Jakarta : Jurnal CSIS, hlm. 32
6

Sedangkan contoh kasus lain yang baru saja terjadi adalah aksi

kerusuhan yang dilakukan sekitar 400 orang tenaga kerja Indonesia di

sebuah pabrik tekstil Hualon Corporation di kawasan Industri Nila Negeri

Sembilan Malaysia pada hari kamis tanggal 17 Januari 2012. Kerusuhan ini

terjadi bermula dari adanya tes obat-obatan yang memperlihatkan 16 orang

tenaga kerja Indonesia diduga mengkonsumsi narkoba. Upaya polisi

Malaysia untuk menahan 16 orang tenaga kerja Indonesia yang terlibat

penyalahgunaan obat bius tersebut menimbulkan kemarahan para tenaga

kerja Indonesia lainnya. Aksi kerusuhan semakin memanas setelah para

tenaga kerja Indonesia menjungkirbalikan mobil polisi. Akhirnya, polisi

Malaysia menahan 16 orang yang terlibat penyalahgunaan narkoba dan

menahan sedikitnya 17 orang yang terlibat aksi huru hara tersebut12.

Akibat dari aksi kerusuhan yang berturut-turut ini, pemerintah

Malaysia menyatakan tidak akan merekrut tenaga kerja asal Indonesia.

Pemerintah Malaysia mengurangi jumlah pekerja asal Indonesia hingga

separuhnya. Dan sedikitnya, sudah 10.000 tenaga kerja Indonesia

dipulangkan secara bertahap melalui pelabuahan Belawan Medan13.

Dilihat dari kasus tersebut, diperlukan suatu pertalian khusus dari

kedua pihak Indonesia dan Malaysia dalam menjamin keselamatan para

tenaga kerja Indonesia.

Pada umumnya, dalam pengiriman tenaga kerja Indonesia keluar

negeri dipegang sepenuhnya oleh agen penyalur tenaga kerja tanpa adanya

12
Ibid.
13
Tempo Interaktif, “Apjati : Pemulangan 450 ribu TKI Sarat Muatan Politis”, 29 Januari 2016 hlm 22.
7

campur tangan dari pihak pemerintah. Tenaga kerja Indonesia hanya

dijadikan korban kebijakan pemerintah Indonesia selain sektor ril dan

devisa dalam negeri, tenaga kerja Indonesia adalah salah satu penghasil

devisa terbesar yang dibawa oleh mayoritas penduduk asli pedesaan di

Indonesia. Tenaga kerja Indonesia hanya dijadikan komunitas belaka tanpa

diberikan wawasan dan persiapan serta pengertian tentang

ketenagakerjaan14.

Menyadari bahwa masalah perlindungan terhadap tenaga kerja

Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum, khususnya perundang-

undangan yang berlaku di negara Indonesia. Perbedaan yang cukup

mendasar pada sistem hukum dan perundang-undangan yang berlaku antara

negara Indonesia dengan negara penampung tenaga kerja Indonesia akan

menjadikan persoalannya lebih serius. Logika sederhananya, bahkan apabila

terjadi perbedaan mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja

Indonesia yang dianggap bermasalah, maka sistem hukum yang berlaku di

negara penampungan tenaga kerja Indonesia itulah yang akan diterapkan15.

Pemerintah Indonesia dapat mengadakan suatu perjanjian yang

saling menguntungkan dalam bidang ketenagakerjaan dengan Malaysia

yang memerlukan jasa dari tenaga kerja Indonesia, karena Malaysia salah

satu negara yang sangat memerlukan tenaga kerja Indonesia baik sebagai

buuruh maupun sebagai pekerja professional untuk diambil jasanya

14
Hadromi Nakim, 2016, PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DI LUAR
NEGERI: Langkah langkah kebijakan yang dilakukan DEPLU dan perwakilan RI Luar Negeri dalam
mendorong promosi dan perlindungan TKI, Jakarta : Jurnal : LIPI, hlm 17.
15
Husein A. Alaydrus, 2016, PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA : Yang bekerja di luar
negeri, Yogyakarta : Jurnal Hukum UII.
8

Maka dari itu, baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah

Malaysia saling menghormati dan mentaati semua isi dari perjanjian

ketenagakerjaan (MoU) yang telah ditandatangani pada tanggal 30 Januari

1996 tentang penggajian tenaga kerja Indonesia informal (pembantu rumah

tangga) dan tanggal 1 Agustus 1998 tentang penempatan tenaga kerja

Indonesia disektor formal. Dimana kedua MoU tersebut dijadikan pijakan

oleh kedua negara dalam menangani masalah ketenagakerjaan 16.

Penulis mencoba untuk membahas dan mengkaji permasalahan yang

timbul dengan menitikberatkan kepada Diplomasi dan Ekonomi Politik

Internasional sebagai elemen pendukung utamanya.

Dengan lahirnya kecenderungan-kecenderungan tersebut dan kondisi

permasalahan yang terus berkembang, maka penulis berminat untuk

mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan

judul : “SOFT DIPLOMATIC INDONESIA – MALAYSIA DALAM

MELINDUNGI TENAGA KERJA INDONESIA”.

B. Identifikasi Masalah.

Dengan pesatnya pembangunan serta majunya perekonomian di

Malaysia, telah mengundang berduyun-duyun arus pendatang tenaga kerja

Indonesia baik yang datang legal maupun ilegal. Hal ini cukup beralasan

karena dalam dua dekade terakhir ini negara Malaysia kelihatan sangat

bergantung kepada para pekerja asing untuk menggerakan aktivitas

ekonominya. Saat ini pekerja asing di Malaysia kelihatan lebih dibutuhkan

16
Op cipt 6, hlm 87.
9

karena pekerja setempat sudah beralih kepada sektor-sektor tertentu,

khususnya sektor jasa dan pekerja industri sehingga sektor pertanian,

konstruksi dan pembantu rumah tangga mengalami kekosongan17.

Indonesia ambil bagian dalam pengiriman tenaga kerjanya keluar

negeri khususnya Malaysia. Tenaga kerja yang dikirimkan ke Malaysia

lebih banyak yang bekerja sebagai tenaga informal seperti pembantu rumah

tangga, pengemudi, dan perawat, sebab lebih banyak bekerja secara

perorangan di rumah-rumah penduduk dibandingkan dengan tenaga kerja

formal seperti pekerja perkebunan, operator di pabrik, dan pekerja

bangunan yang pada umumnya terikat pada suatu instansi18.

Perlindungan hukum dari pemerintah Indonesia ataupun pemerintah

Malaysia bagi tenaga kerja Indonesia belum optimal, terbukti dari

keselamatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia hanya dijamin oleh perjanjian

kerja antara tenaga kerja Indonesia dengan pihak majikan melalui PJTKI

(Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia) dan PJTK (Perusahaan Jasa

Tenaga Kerja) Malaysia19.

Bertitik tolak dari latar belakang penelitian tersebut, peneliti

mengidentifikasikan masalah yang akan diteliti, sebagai berikut :

1. Model-model soft diplomatic apa saja yang dilaksanakan oleh

pemerintah Indonesia dan Malaysia?

17
Tempo, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) illegal, sumber : https://www.tempo.co/topik/masalah/747/tenaga-
kerja-indonesia-tki-ilegal, diakses tanggal 1 Maret 2017.
18
Suara Pembaruan, Malaysia Buka Peluang Kerja 180 TKI Formal Wanita Program G to P, sumber :
http://sp.beritasatu.com/ekonomidanbisnis/malaysia-buka-peluang-kerja-180-tki-formal-wanita-program-g-to-
p/11631, diakses tanggal 1 Maret 2017.
19
M. Rusman, RI-Malaysia Sepakati Perlindungan TKI, Jakarta : Antara, sumber :
http://industri.bisnis.com/read/20160923/12/586623/ri-malaysia-sepakati-perlindungan-tki, diakses tanggal 1
Maret 2017.
10

2. Bagaimana usaha yang dilakukan pemerintah Indonesia – Malaysia

untuk melindungi hak-hak tenaga kerja Indonesia di Malaysia?

3. Bagaimana efektifitas soft diplomatic Indonesia dan Malaysia dalam

melindungi tenaga kerja di Malaysia?

1. Pembatasan Masalah

Melihat begitu luas dan kompleknya permasalahan yang akan

dibahas, penulis membatasi pada problematika tenaga kerja Indonesia di

Malaysia pada tahun 2011 – 2016.

2. Perumusan Masalah.

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah

diatas, penulis memformulasikan perumusan masalah : “Soft diplomatic

apakah yang paling efektif diterapkan oleh pemerintah Indonesia

dan Malaysia dalam menangani masalah ketenagakerjaan”.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan yang dilakukan tentu mempunyai suatu tujuan

yang hendak dicapai. Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :

a. Mengetahui model-model soft diplomatic

yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia.

b. Untuk mengetahui usaha-usaha yang

dilakukan pemerintah Indonesia – Malaysia untuk melindungi hak-

hak tenaga kerja Indonesia di Malaysia.


11

c. Mengetahui efektifitas soft diplomatic

Indonesia dan Malaysia dalam melindungi tenaga kerja di Malaysia.

2. Kegunaan Penelitian.

Adapun kegunaan penelitian, adalah sebagai berikut :

a. Memperluas pengetahuan peneliti mengenai penerapan teori-teori

yang berhubungan dengan masalah Internasional yang telah peneliti

dapat di bangku kuliah serta melatih kemampuan berpikir secara

kritis dan analitis.

b. Menambah referensi mengenai masalah kerjasama dalam pengiriman

tenaga kerja Indonesia ke Malaysia.

c. Sebagai bahan pertimbangan bagi pihak yang berkepentingan dan

sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya yang sejenis.

d. Untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana

program strata satu (S1) pada Program Studi Hubungan Internasional

FISIP UNPAS.

D. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis, Operasionalisasi Variabel dan


Skema Teoritik Penelitian.

1. Kerangka Pemikiran

Untuk menunjang pemahaman yang lebih mendalam, disertai

kerangka pemikiran ini akan dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah, penulis meninjau beberapa teori dan pendapat para ahli serta

pengamat Internasional sebagai dasar pemikiran dari penelitian ini.


12

Studi ilmu hubungan internasional tidak lepas dari interaksi antara

negara atau faktor. Interaksi ini dapat berupa saling mempengaruhi, kerja

sama hingga konflik. Karakteristik ini menyebabkan ilmu hubungan

internasional menjadi satu ilmu yang holistic, karena dapat menyetuh ke

segala aspek dari politik. Menurut K.J. Holsti20 mengemukakan sebagai

berikut :

Hubungan internasional akan berkaitan dengan segala


bentuk interaksi diantara masyarakat oleh pemerintah
atau warga negara. Pengkajian hubungan internasional,
termasuk pengkajian terhadap politik luar negeri atau
politik internasional, dan meliputi segala segi hubungan
antara berbagai negara dunia meliputi kajian terhadap
lembaga perdagangan internasional, palang merah
internasional, transportasi, komunikasi dan
perkembangan nilai-nilai dan etika internasional.

Dari definsi di atas, pengertian hubungan internasional tidak hanya

menyangkut negara semata, melainkan individu-individu sebagai warga

negara yang melakukan interaksi sosial maupun politik dengan warga

negara lainnya, atau juga hubungan antara lembaga-lembaga internasional

maupun regional.

Guna mengupayakan usaha dalam memperbaiki kehidupan warga

negaranya adalah melalui keinginan dan keperluan masyarakat dalam

sektor ekonomi tidak akan tercapai melalui usaha negara sendiri, karena

secara umum setiap negara mempunyai sumber daya terbatas. Untuk itu

perlu dijalin kerja sama yang saling menguntungkan dengan negara lain

dalam perkembangan perekonomian di dalam negeri dan mencapai hasil

yang maksimal dalam melakukan kerja sama ekonomi dengan negara lain,

20
K.J. Holsti, 1988, Politik Internasional: Suatu Kerangka Analisis, terjemahan Wawan Juanda, Bandung :
Binacipta, hlm. 21-22.
13

maka pemerintah suatu negara selalu mengeluarkan kebijaksanaan dalam

bidang ekonomi R.E.A. Mamoer21 menyatakan :

Tujuan dari ekonomi internasional adalah untuk


mencapai tingkat kemakmuran yang lebih tinggi dari
umat manusia. Pelaksanaan ekonomi internasional
merupakan kerja sama, bantu-membantu antara bangsa
atau negara. Dengan adanya kerja sama ini, maka
kebutuhan yang tidak terpenuhi di suatu negara dapat
dipenuhi oleh negara lain.

Terjadinya hubungan Internasional antar negara dengan cara

menjalin hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak,

suatu negara akan memerlukan suatu ilmu yang dapat mengatur

hubungan antar negara tersebut. Dalam melaksanakan hubungan dengan

negara-negara lain, setiap negara melakukan tindakan yang sesuai

dengan kebijakan politik luar negerinya. Menurut Mochtar

Kusumaatmaja22, mengemukakan sebagai berikut :

Politik luar negeri pada hakekatnya merupakan alat


suatu negara untuk mencapai kepentingan
nasionalnya. Kebijakan luar negeri merupakan suatu
aspek cita-cita suatu bangsa dan oleh kaitannya politik
luar negeri merupakan suatu aspek dari strategi
nasional beserta sesuatu-sesuatunya yang jangka
pendek dan jangka panjang.

Sedangkan menurut Jack C Plano23, mengatakan “… Politik

luar negeri merupakan tindakan pemerintah dalam hubungannya

21
R.E.A. Mamoer, 2014, Ekonomi Internasional suatu Pengantar, Jakarta : Rajawali Press, hlm. 1
22
Mochtar Kusumaatmaja, Politik Luar Negeri dan Pelaksanaannya, Jakarta : Sinar Harapan, 1993, hlm.
152
23
Jack C Plano, Kamus Analisa Politik, Jakarta : Gramedia, 2000, hlm. 29.
14

dengan pemerintah asing beserta perwakilan nasional dan

internasional mereka”.

Berdasarkan definisi diatas, Politik Luar Negeri merupakan

sekumpulan kebijakan yang berperan dan berpengaruh dalam hubungan

satu negara dengan negara lain untuk mencapai kepentingan

nasionalnya. Salah satu bentuk dalam melaksanakan politik luar negeri

adalah diplomasi. Diplomasi hubungan antar bangsa yang diorganisir

merupakan pondasi kenegaraan. Apakah itu yang dilakukan pada

pertemuan puncak kepala-kepala atau pada tingkat kedutaan wakil-

wakilnya, diplomasi tetap memberi harapan bagi mereka yang berusaha

membangun tertib nasional yang adil. Adapun definisi klasik tentang

diplomasi disampaikan Theodore Coulumbis dan James Wolfe24 adalah :

“Dipomasi adalah aplikasi intelegansi dan kebijaksanaan dalam

rangka melaksanakan hubungan-hubungan resmi antar pemerintah

negara yang merdeka”.

Tetapi definisi ini hanya cocok pada saat dimana rumusan politik

luar negeri dan negosiasi merupakan cadangan bagi beberapa praktisi seni

diplomasi kuat dan kompeten. Pelaksanaan soft diplomacy tidak hanya

karena proses politik tapi juga dapat diterjemahkan menjadi kemanfaatan

ekonomi ataupun budaya. Susanto Pudjomartono mantan Dubes Indonesia

untuk Rusia menyatakan bahwa : “Soft diplomacy ini diartikan sebagai

pertukaran gagasan,informasi, seni dan aspek-aspek kebudayaan lain

24
Theodore Coulumbis dan James Wolfe, 1999, Pengantar Hubungan Internasional : Keadilan dan Power,
Bandung : Putra Abardin, hlm. 158.
15

antara negara dan bangsa,dengan harapan bisa menciptakan

pengertian bersama”25.

Diplomasi kekinian juga identik dengan paradigm multi-

track diplomacy yang merupakan kelanjutan dari first track diplomacy

dan second track diplomacy seiring dengan munculnya aktor non-negara

dalam hubungan internasional. Multi-track diplomacy dinyatakan oleh

Louis Diamond sebagai : “Hubungan diplomasi antar bangsa yang

dapat dikategorikan dengan diplomasi masyarakat atau diplomasi

publik yang merupakan sistem dari beberapa komponen proses dari

suatu tindak diplomasi” 26.

Adapun pernyataan salah satu Diplomat Bagian Diplomasi Publik

Kemenlu RI, FransiskaMonika27 mengutarakan pengertian soft diplomacy,

yakni sebagai berikut :

Soft diplomacy lebih menekankan kepada tata laksana


daridiplomasi yang menggunakan kekuatan seperti
kebijakan, nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat
maupun kebijakan yangdiambil oleh Pemerintah suatu
negara demi memenangkan hatinegara lain.

Soft diplomacy merupakan istilah yang berkembang sebagai

bentuk diplomasi budaya seiring semakin ditinggalkannya penggunaan hard

power  yang dimiliki oleh suatu negara untuk mencapai kepentingannya

sejak  berakhirnya perang dingin. Melalui soft diplomacy, negara berusaha

sedapat mungkin untuk memikat negara lain sekaligus masyarakat yang ada

25
Susanto Pudjomartono. 2011. Soft diplomacy (Online). Sumber : dhttp://www.suarakarya-
online.com/news.html?id=293039, diakses pada tanggal 6 Mei 2017
26
Louise Diamond and John McDonald. 1996 Multi-Track Diplomacy: A Systems Approach to Peace Third
Edition. Kumarian Pres.
27
Monika, F (April,2012). Personal Communication
16

di dalamnya dengankebudayaan yang dimiliki dan nilai-nilai yang

dianutnya. Oleh karena itu soft diplomacy yang berwujud budaya lebih

menghasilkan diplomasi yang kuat.

Aktifitas soft diplomacy dapat mengarahkan berbagai kedekatan politik

menjadi kemanfaatan ekonomi seperti melalui promosi perdagangandan

membantu tugas promosi pariwisata. Maka dari itu, adapun senjata

utamadalam pelaksanaan soft diplomacy yakni dengan menggunakan media

dalamsuatu event untuk berhubungan dan berinteraksi dalam memberi

informasi baik itu untuk mendidik ataupun untuk menghibur dengan

menempatkan budaya,nilai dan kebijakan suatu bangsa28.

Di lain pihak, Menurut Hans J. Morgenthau, dalam

pencapaiankepentingan nasional ditunjang oleh sembilan unsur kekuatan

nasional yangmana salah satunya adalah kualitas diplomasi. Kualitas

diplomasi berarti sejauhmana diplomasi tersebut mendapati kesepakatan

yang menguntungkan baginegara, setidaknya tidak mengalami kerugian

dari kesepakatan yang dicapai29. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

soft diplomacy memiliki kualitasdiplomasi sebagai upaya dalam

pencapaian kepentingan nasional.

Soft diplomacy sebagaimana berdasarkan pada tata laksana suatudiplomasi

yang lebih atraktif dan persuasif dijalankan dengan menggunakankekhasan

suatu bangsa seperti budaya, memang memerlukan proses yang berjalan lama

28
Mark Scott. 2009. A Global ABC Soft Diplomacy and the World of International
Broadcasting Bruce Allen Memorial Lecture,
5 November 2009, Macquarie University. Sydney.
29
Sri Hayati dan Ahmad Yani. 2007. Geografi Politik.Bandung: PT.Refika Aditama. Hal. 73.
17

namun dampak yang ditimbulkannya dapat berlangsung lamakarena

sasarannya tidak hanya langsung pada negara melainkan padamasyarakat secara

umum sehingga terbentuk opini publik yang dapatmempengaruhi

keputusan pembuat kebijakan dalam suatu negara. Dengan perkembangan

situasi internasional dewasa ini dimana meningkatkan pendekatan yang

bersifat people-to-people menjadi salah satu upaya dalam soft diplomacy

Indonesia yang tidak hanya melibatkan aktor negara (track one) diplomacy

dalam pengaktualisasiannya.

Soft diplomacy juga dilakukan dalam pertemuan yang tidak resmi

tanpa harus melalui protokol formal kenegaraansehingga terlaksananya

soft diplomacy juga didukung oleh pelaksanaan multi-track diplomacy

yang melibatkan berbagai aktor non-negara.

Beberapa bentuk soft diplomacy antara lain ialah ideologi,

teknologi, pendidikan, dan kebudayaan. Dengan demikian, dalam

mengejar kepentingan nasionalnya negara tidak pernah bisa bertindak

sendirian. Ia membutuhkan aktor-aktor lain seperti agen-agen swasta,

institusi keagamaan dan pendidikan, serta perusahaan transnasional yang

bergerak dalam bisnis perdagangan, komunikasi dan informasi, seni, dan

budaya (interdependence) 30.

Adanya diplomasi tentu juga melahirkan kerjasama yang sesuai

dengan diplomasi antar dua negara menyebabkan kerjasama akan terus

berlangsung selama kerjasama ini tidak melenceng dari tujuan semula.

Menurut Jusup Badri31, mengungkapkan tentang hubungan-hubungan


30
J.S. Nye, Jr., ‘Soft Power’, dalam Foreign Policy, Twentieth Anniversary, No. 80, Autumun 1990, p. 154
31
Jusup Badri, Kiat Diplomasi Mekanisme Dan Pelaksananya, Bandung : Mizan, 1994, hlm. 2.
18

antar negara, sebagai berikut: “Hubungan-hubungan antar negara

tujuannya adalah menjamin keamananya, keharmonisan dan

tujuan langsung memelihara perdamaian serta keharmonisan yang

lestari antar kekuasaan”.

Dengan adanya hubungan antar negara akan terjalin suatu

kerjasama yang baik antar dua negara. Salah satu bentuk kerjasama

adalah kerjasama Internasional. Kerjasama Internasional merupakan

suatu interaksi antara dua bangsa atau lebih dimana dilakukan untuk

mencapai tujuan yang diinginkan pada lingkungan Internasional

berdasarkan kepentingan berbagai bangsa. Dengan meningkatnya

kerjasama Internasional diberbagai bidang menandai meningkatnya

sistem Hubungan Internasional yang dinilai fenomena yang wajar

karena semakin disadari banyaknya masalah-masalah yang harus

ditanggulangi dalam masyarakat Internasional. Kerjasama ini pada

dasarnya bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah yang

berlangsung di berbagai bidang.

Pengertian kerjasama Internasional menurut K.J Holsti32 antara

lain :

Kerjasama dilakukan oleh pemerintah yang saling


berhubungan dengan mengajukan alternatif
pemecahan, perundingan atau pembicaraan mengenai
masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai
bentuk teknis untuk menopang pemecahan masalah
tertentu dan mengakhiri perundingan dengan
membentuk beberapa perjanjian atau saling
pengertian yang memuaskan semua pihak.

32
K.J Holsti, Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis, diterjemahkan Wawan Juanda, Bandung :
Binacipta, 1997, hlm. 350
19

Berdasarkan pengertian diatas, kerjasama dilakukan oleh

pemerintah satu negara dengan negara lain, dimana hubungan antara dua

negara tersebut melibatkan hubungan timbal balik yang saling

menguntungkan dan menarik pengertian yang memuaskan, sehingga

tujuan nasional dari masing-masing pemerintahan dapat tercapai,

termasuk dalam konteks penelitian ini adalah pengertian yang

memuaskan dalam penyelesaian masalah ketenagakerjaan Indonesia di

Malaysia.

Ada beberapa teori tentang kebijakan diantaranya menurut Ealau

dan Pewitt33, sebagai berikut : “Kebijakan adalah sebuah ketetapan

yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang

baik dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan

tersebut”. Menurut Titmuss34 mendefinisikan kebijakan sebagai :

“Prinsip-prinsip yang mengatur tindakan dan diarahkan pada tujuan

tertentu”, dan menurut Edi Suharto35 menyatakan bahwa : “Kebijakan

adalah suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk

mengarahkan cara bertindak yang dibuat secara terencana dan

konsisten dalam mencapai tujuan tertentu”.

Selain tiga teori diatas kebijakan pun dapat di definisikan sesuai

dengan teori yang mengikutinya, antara lain yaitu36 :

33
Ealau dan Pewitt, 2003. Kebijakan Publik. Jakarta: Handal Niaga Pustaka, hlm. 100.
34
Titmuss, 2004. Social Policy . Jakarta: Handal Niaga Pustaka, hlm. 66
35
Edi Suharto, 2008, Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik, Jakarta : Alfabeta, hlm. 108
36
Eko Wahyudianto, Teori Kebijakan, sumber : http://wahyudianto-eko.blogspot.co.id/2011/01/teori-
kebijakan.html, diakses tanggal 12 Maret 2017.
20

1. Teori Kelembagaan memandang kebijakan sebagai aktivitas

kelembagaan dimana struktur dan lembaga pemerintah merupakan

pusat kegiatan politik.

2. Teori Kelompok yang memandang kebijakan sebagai keseimbangan

kelompok yang tercapai dalam perjuangan kelompok pada suatu saat

tertentu. Kebijakan pemerintah dapat juga dipandang sebagai nilai-nilai

kelompok elit yang memerintah

3. Teori Elit memandang Kebijakan pemerintah sebagai nilai-nilai

kelompok elit yang memerintah.

4. Teori Rasional memandang kebijakan sebagai pencapaian tujuan secara

efisien melalui sistem pengambilan keputusan yang tetap.

5. Teori Inkremental, kebijakan dipandang sebagai variasi terhadap

kebijakan masa lampau atau dengan kata lain kebijakan pemerintah

yang ada sekarang ini merupakan kelanjutan kebijakan pemerintah pada

waktu yang lalu yang disertai modifikasi secara bertahap.

6. Teori Permainan memandang kebijakan sebagai pilihan yang rasional

dalam situasi-situasi yang saling bersaing.

7. Teori kebijakan yang lain adalah Teori Campuran yang merupakan

gabungan model rasional komprehensif dan inkremental.

Seperti negara-negara berkembang lainnya, salah satu kebijakan

yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah

ketenagakerjaan ini adalah dengan mengirimkan tenaga kerja ke luar

negeri. Untuk mengimplementasikan kebijakan ini dibentuk Lembaga


21

Antar Kerja Antar Negara (AKAN) oleh Departemen Tenaga Kerja RI 37,

yang mengkoordinasikan penyelenggaraan penyaluran angkatan kerja ke

luar negeri. Dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut, AKAN

bekerjasama dengan berbagai Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja

Indonesia (PPTKI) yang didirikan oleh swasta yang tergabumg dalam

Indonesia Manpower Suplier Association (IMSA)38.

Kebijakan pemerintah Indonesia dalam pengiriman tenaga kerja

keluar negeri tercantum dalam TAP MPR NO II/MPR/1998 yang

menyatakan, bahwa39 :

Pengiriman tenaga kerja keluar negeri pada


hakekatnya merupakan ekpor jasa penghasil devisa
terus ditingkatkan terutama yang berkualitas dengan
lebih memanfaatkan peluang lapangan kerja yang
tersedia, diselenggarakan baik oleh pemerintah
maupun usaha nasional secara efisien, efektif,
bertanggungjawab dan memberikan kemudahan serta
menjamin perlindungan termasuk perlindungan
hukum yang diperlukan baik di dalam negeri maupun
di luar negeri. Pengiriman TKW keluar negeri
dilakukan secara selektif dengan mengutamakan
keahlian dan keterampilan. Kepastian perjanjian
kerja disertai perbaikan manajemen pengiriman
tenaga kerja keluar negeri, sebagai bagian dari

37
Lembaga Antar Kerja Antar Negara dibentuk pada tanggal 22 Juni 2000, oleh Departemen Tenaga Kerja
republic Indonesia, sumber : Jurnal Depnaker, Edisi XXV/II/2001.
38
Adi Sasono, SINTESIS Jurnal Dua Bulanan CIDES, Jakarta : CIDES, 1998, hlm. 31.
39
H.S. Syarif, Pedoman penggunaan TKA di Indonesia dan peraturan-peraturannya,
Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1996, hlm 75 – 76
22

perencanaan ketenaga kerjaan nasional harus


memperhatikan harkat dan martabat serta nama baik
bangsa dan negara.

Salah satu negara yang menjadi tujuan ekspor Tenaga kerja

Indonesia adalah Malaysia. Dimana sejak dilaksanakanya kebijakan

Dasar Ekonomi Baru (DEB) pada awal tahun 1970 an, kemajuan negara

Malaysia tumbuh semakin pesat. Suatu petunjuk bahwa strategi

pembanguanan negara itu berhasil menjadikan Malaysia negara yang

makmur. Namun demikian, pembangunan sektor ekonomi yang begitu

pesat masih kurang didukung oleh sumber daya manusia yang cukup.

Akibatnya ambisi pemerintah Malaysia untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di segala sektor dalam dua puluh tahun terakhir

ini telah melahirkan isu kekurangan tenaga kerja yang cukup

menghawatirkan40.

Keadaan di perburuk lagi karena banyak penduduk Malaysia

meninggalkan kampung halamannya menuju daerah perkotaan. Mereka

umumya adalah usia produktif yang berkeinginan memasuki sektor

industri sebagai lapangan pekerjaan. Akibatnya keadaan sektor

perkebunan dan pertanaian tradisional mengalami kekurangan buruh

cukup serius.

Pada sisi lain perkembangan sektor industri yang terkonsentrasi

di perkotaan mempengaruhi distribusi penduduk dan sektor

perekonomian. Urbanisasi yang semakin meningkat merupakan dampak


40
Ibid.
23

dari proses idustrilisasi dan mobilitas penduduk. Tumbuhnya berbagai

industri yang relatif pesat di perkotaan mempengaruhi pula sektor

konstruksi. Sehingga menyebabkan permintaan buruh di sektor ini

sangat banyak, bahkan jumlahnya masih jauh dari cukup41.

Dari uraian diatas jelas bahwa pembangunan industri di Malaysia

telah menciptakan suatu pilihan pekerjaan terhadap penduduknya dan

melahirkan kesempatan untuk orang luar mengisi kekosongan pekerja

disektor-sektor yang ditinggalkan seperti sektor perkebunan dan

pertanian42.

Dalam hubungan bilateral Indonesia-Malaysia agenda

ketenagakerjaan cukup banyak, hal ini disebabkan banyaknya tenaga

kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia. Kebijakan pemerintah

Malaysia dalam menerima tenaga kerja Indonesia tercantum dalam MoU

tanggal 30 Januari 1996 untuk sektor informal dan MoU tanggal 1

Agustus 1998 untuk sektor formal. Menurut Payaman Simanjuntak43

mengemukakan definisi tenaga kerja sebagai berikut : “Tenaga kerja

(Man Power) adalah penduduk yang telah atau sedang bekerja,

yang sedang mencari pekerjaan dan melaksanakan kegiatan lain

seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga”.

41
Op cipt 7 hlm. 36
42
Ibid.
43
Payaman Simanjuntak, Pengantar Ekonomi Sumberdaya Manusia, Bandung : Armico, 1995, hlm. 3
24

Didalam suatu pengiriman tenaga kerja Indonesia terdapat suatu

definisi tertentu yang dikemukakan oleh Dirjen Bina Pentaka

Kemenaker RI, yaitu sebagai berikut44 :

Tenaga kerja Indonesia yang selanjutnya disebut TKI


adalah warganegara Indonesia, baik laki-laki
merupakan perempuan yang melakukan kegiatan
dibidang perekonomian, sosial serta mengikuti
pelatihan kerja diluar negeri baik di darat, laut
maupun udara dalam jangka waktu tertentu
berdasarkan perjanjian kerja.

Dalam pelaksanaan kegiatan sebagai tenaga kerja, terjalin suatu

hubungan antara majikan dengan buruh atau pekerja. Menurut Halili

Toha45 mengemukakan pengertian tenaga kerja sebagai berikut :

… seseorang yang bekerja pada orang lain dengan


menerima upah, sekaligus mengesampingkan
persoalan antara pekerjaan bebas dan pekerjaan
yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan
mengesampingkan pula antara pekerjaan dan
pekerja.

Sedangkan menurut “Undang-undang Nomor 14 tahun 1969

tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja” dalam

pasal 1-nya dinyatakan pengertian tentang Tenaga Kerja sebagai

berikut: “Tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu

melaksanakan pekerjaan, baik didalam maupun di luar hubungan

kerja, guna menghasilkan jasa atau barang untuk mermenuhi

kebutuhan masyarakat”46.

44
Dirjen Bina Pentaka Kemenaker RI No: kep-15/bp/1995, sumber : www.kemenaker.go.id, diakses
tanggal 1 Maret 2017.
45
Halili Toha, Hubungan Kerja, Majikan dan Buruh, Bandung : Mizan, 1991, hlm. 3
46
Ibid.
25

Pengertian di atas menjelaskan bahwa, tenaga kerja merupakan

manusia yang mampu melaksanakan setiap pekerjaan yang dibebankan

kepadanya dengan baik, dan pekerjaan yang diterima seorang pekerja

tidak mengabaikan hak-hak asasi manusia untuk mendapatkan

penghidupan yang layak.

Selanjutnya, menurut Bomer Pasaribu47, menyatakan bahwa :

“Perlindungan hukum yaitu mengatur mengenai bantuan bagi

tenaga kerja, informasi yang lengkap, perlindungan dan perlakuan

yang sama bagi tenaga kerja yang berada diluar negeri”.

Kerjasama akan terus berlangsung apabila ada perjanjian kerja

yang bisa melindungi kesepakatan dalam kerjasama dibidang

ketenagakerjaan. Hal ini sependepat dengan M. Lutfi Chakim 48, dengan

memberikan pengertian perlindungan hukum bagi Tenaga Kerja

Indonesia, sebagai berikut :

Perlindungan hukum terhadap TKI dilaksanakan mulai


dari pra penempatan, masa penempatan sampai dengan
purna penempatan. Pra penempatan adalah kegiatan :
1) pengurus Surat Izin Pengerahan (SIP); 2) perekrutan
dan seleksi; 3) pendidikan dan pelatihan kerja; 4)
pemeriksaan kesehatan dan psikologi; 5) pengurusan
dokumen; 6) uji kompetensi; 7) pembekalan akhir
pemberangkatan (PAP); 8) pembuatan perjanjian kerja;
9) masa tunggu di perusahaan, dan 10)  pembiayaan.

47
Bomer Pasaribu, SINTESIS Jurnal Bulanan CIDES, Jakarta : CIDES 1998, hlm. 17
48
M. Lutfi Chakim, Perlindungan Hukum dan Hak-Hak TKI di Luar Negeri Melalui PJTKI dan Non PJTKI,
sumber : http://www.lutfichakim.com/2012/08/perlindungan-hukum-dan-hak-hak-tki-di.html, diakses tanggal
12 Maret 2017.
26

Perjanjian kerja dapat menjadi perlindungan hukum bagi tenaga

kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri khususnya Malaysia. Karena

fakta yang selama ini terjadi tenaga kerja Indonesia di Malaysia sering

mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari majikan, upah yang

diterima sangat rendah, tempat hunian yang disiapkan tidak sehat serta

buku paspor yang sering ditahan oleh majikan.

Kerjasama yang dilakukan Indonesia dengan Malaysia bertujuan

untuk mengatasi masalah tenaga kerja Indonesia di Malaysia,

pemerintah melakukan pendekatan dengan berbagai pihak di Malaysia,

untuk membicarakan masalah tersebut melalui Kedutaan Besar Republik

Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur. Upaya ini membahas langkah

konkret dalam meredam potensi permasalahan ketenagakerjaan yang

telah terjadi seperti aksi kerusuhan, antara lain melalui kesepakatan

KBRI mendatangi pusat-pusat tenaga kerja untuk menerangkan dan

berdiskusi dengan tenaga kerja Indonesia cara mengatasi dan

menghindari kerusuhan.

Berdasarkan klerangka pemikiran di atas, penulis menarik

konklusi sebagai berikut : “Kerjasama ketenagakerjaan Indonesia dan

Malaysia melalui Memorandum of Understanding (MoU) tentang

penempatan tenaga kerja Indonesia di sektor formal maupun informal

belum mampu memberikan perlindungan yang memadai terhadap tenaga

kerja Indonesia di Malaysia”.


27

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, penulis menarik asumsi

sebagai berikut :

1. Pengiriman tenaga kerja Indonesia ke Malaysia menimbulkan

banyak kejadian yang sangat merugikan pihak pekerja Indonesia.

2. Respons pemerintah Indonesia dalam menyelesaikan masalah yang

terjadi pada tenaga kerja Indonesia yang ada di Malaysia khususnya

TKI belum memberikan kepastian hukum.

3. Adanya usaha yang dilakukan oleh pihak pemerintah Indonesia

untuk mengusahakan agar pihak pemerintah Malaysia mau mentaati

kesepakatan yang digariskan dalam MoU yang dibuat tahun 1996

dan tahun1998.

2. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran dan permasalahan di atas,

penulis menarik hipotesis, sebagai berikut : “Jika soft diplomatic

Indonesia-Malaysia dalam bidang ketenagakerjaan sesuai dengan

prosedur ketenagakerjaan yang mencakup perlindungan dan

keselamatan kerja, kewajiban TKI serta sistem penggajian, maka

perlidungan Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia didasarkan pada

kontrak kerja, yang ditandai dengan adanya pegawasan pengiriman

TKI ke Malaysia dan menurunnya TKI yang tersangkut hukum di

Malaysia”.

Untuk memudahkan pengertian hipotesis tersebut, maka penulis

mengemukakan definisi operasionalnya sebagai berikut :


28

1. Prosedur ketenagakerjaan adalah syarat-syarat yang harus

dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia yang akan bekerja di Malaysia,

sehingga sesampainya pekerja Indonesia di Malaysia dapat diterima

oleh pihak penerima tenaga kerja di Malaysia.

2. Keselamatan kerja mencakup prosedur pengiriman, dimana

mengatur tata cara atau peraturan yang mengatur tentang cara

pengiriman TKI secara sah dan legal untuk terjamin keselamatan

TKI yang telah diatur oleh pemerintah Indonesia bagi para calon

TKI yang akan berangkat keluar negeri.

3. Kewajiban TKI adalah tahapan-tahapan yang harus dilalui dan

dipenuhi oleh tenaga kerja Indonesia seperti pengurusanm paspor,

pelatihan dasar keterampilan, penguasaan bahasa asing, memiliki

kontrak dengan pihak penerima tenaga kerja di Malaysia dan

disalurkan resmi oleh biro tenaga kerja Indonesia yang ditunjuk oleh

pihak penerima tenaga kerja di Malaysia.

4. Sistem penggajian yaitu ketepatan waktu yang diberikan majikan

dalam membayar jasa tenaga kerja Indonesia di Malaysia.

5. Kontrak kerja adalah perjanjian kerja antara pengguna jasa TKI

dan Tenaga Kerja Indonesia yang di Malaysia

3. Operasionalisasi Variabel.

Operasionalisasi variable yang dapat penulis sampaikan, adalah

sebagai berikut :

Tabel 1.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
29

Variabel Indikator Data Empirik


Variabel bebas :
Jika soft diplomatic 1. P1. Perusahaan Jasa
Indonesia-Malaysia rosedur Tenaga Kerja
dalam bidang ketenagakerjaan Indonesia (Biro
ketenagakerjaan TKI)
sesuai dengan 2. DIKLAT TKI
prosedur 3. Paspor dan Visa
ketenagakerjaan yang TKI
mencakup
perlindungan dan 1. Pemahaman hukum
keselamatan kerja, 2. P yang berlaku di
kewajiban TKI serta erlindungan Malaysia kepada
sistem penggajian keselamatan kerja TKI
2. Pengawasan KBRI
di Malaysia
3. Advokasi TKI di
Malaysia

1. Memiliki keahlian
2. Memiliki ijin kerja
3. K3. Memiliki paspor
ewajiban TKI kerja

1. Gaji tepat waktu


2. Gaji sesuai
keahlian TKI
4. S
istem penggajian
Variabel terikat :
Maka perlidungan 1. Kontrak kerja TKI di 1. Proses perjanjian
Tenaga Kerja Malaysia kontrak kerja
Indonesia di 2. Proses
Malaysia didasarkan perlindungan TKI
pada kontrak kerja, dalam masa
yang ditandai dengan kontrak kerja
adanya pegawasan 3. Berakhirnya
pengiriman TKI ke kontrak kerja
Malaysia dan
menurunnya TKI 2. Pengawasan 1. Pengawasan rutin
yang tersangkut pengiriman TKI oleh Konsulat
hukum di Malaysia Jenderal Republik
Indonesia di
Malaysia
2. Dibukanya
pengadauan TKI di
30

Malaysia

3. Penurunan TKI yang 1. Tidak adanya TKI


tersangkut hukum di yang bermasalah
Malaysia dengan hukum di
Malaysia.
2. Meningkatnya
keahlian TKI

4. Skema Teoritik Penelitian.

Skema teoritik penelitian yang dapat penulis sampaikan, sebagai

berikut :

Gambar 1.1
Skema Teoritik Penelitian

Indonesia Malaysia

Soft Diplomatic

1. Prosedur ketenagakerjaan
2. Perlindungan keselamatan kerja
3. Kewajiban TKI
4. Sistem penggajian
31

E. Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode

penelitian sebagai berikut :

a. Metode deskriptif analitis yaitu analisis yang

bertujuan menggambarkan dan mengklarifikasikan gejala-gejala atau

fenomena-fenomena yang didasarkan pada hasil pengamatan dari

berbagai kejadian dan masalah diplomasi dan kemudian berusaha

menganalisanya serta berusaha menginterfretasikan data yang

diperoleh dan dilanjutkan dengan pemecahan masalah baik yang

sedang berlangsung maupun yang dipikirkan dimasa mendatang,

dalam hal ini yang menggambarkan kolerasi antara kerjasama

Indonesia dan Malaysia dalam bidang ketenagakerjaan dengan

masalah yang ditimbulkan dari keberadaan pekerja Indonesia di

Malaysia.

b. Metode historis analitis yaitu metode penelitian yang

meliputi pengumpulan dan penafsiran gejala, peristiwa atau gagasan

yang timbul dimasa lampau untuk menemukan generalisasi yang

berguna dalam usaha memahami kenyataan- kenyataan sejarah, juga

berguna untuk memahami situasi sekarang dan meramalkan

perkembangan yang akan datang. Metode ini digunakan untuk

memahami latar belakang munculnya masalah pekerja Indonesia di


32

Malaysia dan latar belakang timbulnya kerjasama Indonesia –

Malaysia dalam bidang ketenagakerjaan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data untuk

membahas masalah dalam penelitian skripsi ini adalah studi

kepustakaan. Yaitu usaha untuk mencari data-data dan mengumpulkan

data-data serta informasi dalam mengumpulkan beberapa teori dan

konsep dari beberapa sumber kepustakaan yang berhubungan dengan

masalah yang akan diteliti serta mengadakan pengamatan secara tidak

langsung terhadap peristiwa-peristiwa aktual yang berhubungan dengan

masalah yang akan diteliti, melalui surat kabar, majalah dan melalui data

tertulis yang berbentuk brosur dan buletin yang diperoleh dari instansi-

instansi yang berhubungan dengan penelitian dalam hal ini masalah

ketenagakerjaan Indonesia – Malaysia.

F. Lokasi Dan Lamanya Penelitian

1. Lokasi Penelitian

a. Kedutaan Besar Malaysia Jalan H.R

Rasuna Said kuningan Kav. X/6 No. 1-3 Jakarta.

b. Badan LITBANG Departemen Luar Negeri

RI Jalan Pejambon No 4 Jakarta.

c. KBRI di Malaysia, Jalan Tun Razak No.

233, WP Kuala Lumpur 50400, P.O. BOX 10889, Malaysia


33

d. Perpustakaan Ilmu dan Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Jalan Gatot Subroto No. 10 Jakarta.

e. Centre for strategic and International

Studies (CSIS) Jalan Tanah Abang III No. 23-27 Jakarta.

f. Badan LITBANG Departemen Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Jalan Gatot Subroto Kav 51 Jakarta 12950

dan Jalan Taman Makam pahlawan Kalibata No 17 Jakarta Selatan.

g. Pusat Informasi Kompas Jalan Palmerah

Selatan No.22-28 Jakarta

2. Lamanya Penelitian.

Penelitian dilakukan selama empat bulan mulai bulan Januari –

April 2017, dengan jadwal penelitian disajikan dalam tabel sebagai

berikut :
34

TABEL 1.2.
JADWAL LAMANYA PENELITIAN

Tahun 2017
No Bulan Januari Februari Maret
Kegiatan Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

A. Tahap Persiapan :
1. Konsultasi
2. Pengajuan Judul
3. Penyusunan Proposal
4. Seminar Proposal
5. Perencanaan Penelitian
6. Pengurusan Surat Ijin
B. Pengumpulan Data
C. Pengolahan Data
D. Penyusunan Laporan
E. Seminar Draft
F. Perbaikan Seminar Draft
G. Presentasi

G. Sistematika Penulisan.

Sistematika penelitian ini terdiri dari lima Bab dari masing-masing bab

akan dibagi menjadi beberapa sub bab yang akan menjelaskan sebagai secara

detail. Berikut adalah sistematika penulisannya :

BAB 1 Pendahuluan : Berisi latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode

penelitian, teknik pengumpulan data, lokasi

penelitian, jadwal dan kegiatan penelitian, sistematika

penelitian.
35

BAB 2 Pembahasan Variabel Bebas : Berisi pembahasan tentang peran Soft

Diplomatic Indonesia – Malaysia.

BAB 3 Pembahasan Variabel Terikat : Berisi pembahasan tentang Melindungi

Tenaga Kerja Indonesia.

BAB 4 Pembahasan Analisis : Berisi hasil analisa atas variabel bebas dan

terikat dengan menguraikan indikator-indikator

variabel dengan menggunakan metode dan teknik

penelitian.

BAB 5 Kesimpulan : Meliputi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang

dibahas.

Anda mungkin juga menyukai