Pencampuran jantan dan betina sebaiknya dilakukan pada umur 20 minggu
karena ayam sudah dalam keadaan desawa fisik dan kelamin, rasio perbandinga jantan dan betina sebaiknya 1 : 10, pencampuran dilakukan pada malam hari agar mengurangi stress (Rahayu dkk., 2011). Pencampuran dilakukan saat dewasa tubuh, pencampuran sebaiknya dilakukan 2 minggu sebelum peneluran pertama, proses pencampuran sebaiknya dilakukan pada malam hari untuk mengurangi ayam stress (Suprijatna, 2005). Secara umum perkawinan pada ayam dibagi menjadi dua yaitu: 1. Perkawinan tunggal Perkawinan secara tunggal dilakukan dengan menjodohkan satu ekor jantan dengan satu ekor atau sekelompok betina. Induk jantan hanya satu sehingga betina tidak bisa memilih pejantan lain. Hasil perkawinan secara terarah ini akan menghasilkan garis keturunan yang terkontrol. Perkawinan secara tunggal sangat penting dalam proses breeding (pembibitan) karena memungkinkan peternak mendapatkan bibit sesuai kriteria yang diinginkan. Pola pembibitan dapat ditentukan, antar lain inbreed, outbreed, dan linebreed. Ketiga cara ini dilakukan terutama untuk mendapatkan galur murni. Perkawinan silang antargalur digunakan untuk mendapatkan hibridanya, terutama untuk final stock (ternak produksi). Peternak mengawinkan ayam jantan dan betina dengan perbandingan 1:1, 1:2, 1:5, atau 1:6. Pilihan itu sangat tergantung pada jumlah ayam jantan dan betina yang dimiliki. Perkawinan diatur sehingga menghasilkan telur tetas yang subur. Setiap kali kawin, satu per satu induk betina disodorkan ke dalam kandang jantan. Begitu betina dimasukkan ke dalam kandang, biasanya akan langsung dikawini jantan. Telur tetasnya positif menghasilkan DOC calon petelur. Oleh karena genetik jantannya petelur unggul, anaknya diharapkan juga akan menjadi petelur unggul. Perkawinan dapat dilakukan seminggu sekali, tetapi kualitas pejantan harus diketahui terlebih dahulu agar hasilnya maksimal. 2. Perkawinan Ganda Dalam perkawinan ganda, jantan yang digunakan sebagai pemacek lebih dari satu ekor. Misalnya, dua ekor induk jantan dijodohkan dengan 5-10 ekor betina. Cara perkawinan ini sulit untuk mengetahui darah yang mengalir pada anak ayam hasil keturunannya secara individu. Keuntungannya, telur tetas yang dihasilkan jarang yang kosong dan betina dapat memilih jantan yang dikehendaki.
Manajemen Telur Tetas dan Penetasan
1. Manajemen telur tetas sebelum diinkubasi Telur tetas sebelum melalui tahapan inkubasi terdapat beberapa proses yaitu koleksi telur tetas, seleksi telur tetas, fumigasi telur tetas, dan penyimpanan telur tetas. Faktor yang mempengaruhi daya tetas telur menurut King’ori (2011), yaitu: a. Koleksi telur tetas. Pengambilan atau koleksi telur tetas dari sarang dilakukan 2 kali dalam satu hari. Frekuensi pengambilan telur yang sering bertujuan supaya telur tetas tidak tersimpan lama di dalam sarang sehingga kebersihan telur tetas dapat terpelihara. Pengkoleksian telur pada pagi hari diletakkan di samping kandang (tempat sementara telur tetas) dan pada sore hari dilakukan koleksi telur, kemudian di bawa ke ruang penyimpanan telur tetas. b. Pengangkutan telur tetas. Selama pengangkutan telur tetas ditempatkan dalam egg tray untuk menghindari goncangan ketika dalam perjalanan. Pengangkutan telur diilakukan pada sore hari dan diupayakan sesegera mungkin untuk menyimpan telur tetas. c. Seleksi telur tetas. Ada beberapa kreteria seleksi telur tetas yang harus dipenuhi dalam kegiatan penetasa yaitu ukuran telur, warna dan bentuk telur, kualitas kerabang, dan kualitas bagian dalam telur. Hal tersebut dilakukan sebagai upaya peningkatan daya tetas. d. Sanitasi Telur Tetas. Telur sebelum keluar dari kloaka sudah terkontaminasi mikroorganisme yang berasal dari saluran urinary dan saluran pengeluaran kotoroan. Telur tetas sebelum dimasukkan ke dalam mesin tetas, diperlukan usaha untuk menghilangkan bibit penyakit yang menempel pada kerabang, agar bibit penyakit tidak mencemari isi telur. Sanitasi atau pembersihan terhadap telur dan peralatan penetasan dapat dilakukan dengan menggunakan bahan yang bersifat membunuh mikroorganisme, seperti bakteri yang dapat mempengaruhi daya tetas telur. e. Penyimpanan telur tetas. Telur tetas memiliki batas waktu tertentu dalam masa penyimpanan yaitu tidak lebih dari 7 hari. Penyimpan telur tetas selama proses kegiatan memperhatikan hal-hal meliputi temperatur dan kelembapan lokasi penyimpanan, posisi, dan lama penyimpanan telur tetas. 2. Manajemen Penetasan Proses inkubasi ayam KUB dilakukan selama 21 hari dengan kegiatan secara intensif dilakukan meliputi pembalikan telur, kontrol suhu dan kelembapan, pencatatan, dan candling. Secara alami, penetasan telur dilakukan dengan cara pengeraman oleh induknya. Pengeraman ini dapat terjadi bila sifat mengeram telur pada unggas tersebut sudah muncul. Hanya saja, jumlah telur yang dapat ditetaskan sangat sedikit. Penetasan secara alami tidak lagi dilakukan karena tidak efisien, terlebih dalam usaha peternakan komersil (Paimin, 2012). Pembalikan telur dilakukan selama 3 kali sehari dan selama proses pembalikan sekaligus dilakukan kontrol dan pencatatan suhu maupun kelembapan. Suhu yang baik untuk penetasan adalah 37,8°C, dengan kisaran 37,2 sampai 38,2°C (Hodgetts, 2000). Pada suhu ini akan dihasilkan daya tetas yang optimum. Temperatur dan kelembaban merupakan faktor penting untuk perkembangan embrio. Temperatur yang terlalu tinggi akan menyebabkan kematian embrio ataupun abnormalitas embrio, sedangkan kelembaban mempengaruhi pertumbuhan normal dari embrio (Wulandari, 2002) DAFTAR PUSTAKA
Hodgetts. 2000. Incubation The Psichal Requiments. Abor Acressservice. Bulletin
No 15, August King’ori, A.M. 2011. Review of the factors that influence egg fertility and hatchabilty in poultry. International Journal of Poultry Science. 10(6): 483-492\ Paimin, F.B. 2012. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya: Jakarta. Rahayu, Imam, Titi Sudaryani, Hari Sentosa. 2011. Panduan Lengkap Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R, Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.