Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Manajemen Kandang Tradisional

2.1.1 Model Kandang Tradisional

Model kandang sapi perah tradisional biasanya terdapat pada peternakan

skala kecil dengan populasi 1-10 ekor dengan perlengkapan kandang yang

kurang memadai dan bentuknya yang tunggal atau ganda. Bentuk kandang tipe

tunggal biasanya penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran

sedangkan tipe kandang ganda yaitu penempatan sapi dilakukan dua baris

dengan tipe head to head atau tail to tail. Pada kandang tradisional, bangunan

kandang sederhana, atap dari rumbia, genteng dan lantai dari tanah sedangkan

peralatanya berupa tempat makan dan minum dari ember plastik. Jarak antara

pemukiman dengan kandang berdekatan karena minimnya kepemilikan lahan,

bahkan tak jarang yang menempel dengan rumah.

Jenis kandang sapi perah yang dikenal di peternakan rakyat menurut

Sudarmono (1993) dapat dibagi menjadi:

1) Kandang sapi dewasa (sapi laktasi)

Ukuran kandang 1,75 x 1,2 m, masing-masing dilengkapi tempat makan

dan tempat air minum dengan ukuran masing-masing 80 x 50 cm dan 50 x 40

cm. Kandang sapi dewasa dapat juga dipakai untuk sapi dara.

2) Kandang pedet

Kandang pedet ada 2 macam yaitu individual dan kelompok. Untuk

kandang individual sekat kandang sebaiknya tidak terbuat dari tembok supaya

sirkulasi udara lancar, tinggi sekat 1 m. Ukuran kandang untuk 0 - 4 minggu

0,75 x 1,5 m dan untuk 4 – 8 minggu 1 x 1,8 m. Pada kandang kelompok

adalah untuk anak sapi yang telah berumur 4 - 8 minggu dengan ukuran 1

m2/ekor dan pada umur 8 - 12 minggu 1,5 m 2/ekor dengan dinding setinggi 1
m. Dalam satu kelompok sebaiknya tidak dari 4 ekor. Tiap individu harus

dilengkapi tempat makan dan tempat air minum.

3) Kandang pejantan

Sapi pejantan pada umumnya dikandangkan secara khusus. Ukuran

lebih besar dari pada kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Bentuk yang

paling baik untuk kandang pejantan adalah kandang yang berhalaman atau

Loose Box. Lebar dan panjang untuk kandang pejantan minimal 3 x 4 m

dengan ukuran halaman 4 x 6 m. Tinggi atap hendaknya tidak dijangkau sapi

yaitu 2,5 m, tinggi dinding kandang dan pagar halaman 180 cm atau paling

rendah 160 cm. Lebar pintu 150 cm dilengkapi dengan beberapa kayu

penghalang

4) Kandang kawin

Tempat kawin dibuat pada pada bagian yang berhubungan dengan pagar

halaman kandang pejantan yang diatur dengan pintu-pintu agar perkawinan

dapat berlangsung dengan mudah dan cepat. Ukuran kandang kawin; panjang

110 cm, lebar bagian depan 55 cm, lebar bagian belakang 75 cm, tinggi bagian

depan 140 cm dan tinggi bagian belakang 35 cm. Bahan kandang kawin

sebaiknya digunakan balok berukuran 20 x 20 cm. Tiang balok ditanam ke

dalam tanah sedalam 50 – 60 cm dan dibeton supaya kokoh.

3.2.2 Sanitasi Kandang dan Peralatan Sapi Perah Tradisional

Sanitasi selain tindakan untuk menjaga kebersihan juga untuk mencegah

terjangkitnya penyakit serta meminimalkan kemungkinan penularan penyakit.

Pembersihan pada kandang meliputi palung, lantai dan selokan kandang

kemudian sapi dimandikan setiap sebelum pemerahan agar kotoran pada tubuh

sapi tidak mengkontaminasi susu saat terjadi proses pemerahan (Anitasari,


2008). Sanitasi peralatan pada sapi perah tradisional biasanya hanya

dibersihkan dengan air mengalir dan disikat. Hal tersebut belum sesuai, dimana

menurut (Makin, 2011) mensterilkan peralatan dan kandang dilakukan dengan

cara membersihkan peralatan menggunakan air lalu penyemprotan pada

permukaan peralatan dengan desinfektan kemudian pengapuran pada seluruh

lantai dan dinding kandang untuk membunuh bakteri. Tingkat kebersihan lantai

kandang dapat mempengaruhi kejadian masistis subsklinis karena tersentuhnya

puting/ambing dengan lantai akan selalu terjadi (Aziz dkk., 2013).

Pada penanganan limbah peternakan sapi perah tradisional, biasanya

berbagai jenis limbah seperti feses, urin, sisa pakan dicampur di lantai dan

dialirkan ke tempat pembuangan tanpa diolah untuk pemanfaatan lebih lanjut.

Hal tersebut kurang baik, menurut (Nurlina dan Maryati, 2011) bahwa kotoran

sapi jika hanya dibuang begitu saja dan tidak dimanfaatkan dapat akan

menimbulkan pencemaran lingkungan dan merusak estetika seperti

pemandangan yang tidak baik dan bau yang tidak sedap. Penanganan limbah

sapi perah dapat berupa mengelolaan menjadi biogas, pupuk cair dan kompos.

Penanganan limbah yang kurang baik dapat menyebabkan pencemaran

lingkungan, udara dan air (Rahmawati, 2013).

DAFTAR PUSTAKA

Anitasari, P. 2008. Hubungan antara kondisi sanitasi kandang ternak dengan


kejadian diare pada peternakan sapi perah di Desa Singosari
Kecamatan Mojosongo Kabupaten Boyolali Tahun 2008. Skripsi.
Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhamadiyah Surakarta,
Surakarta.

Makin M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu.Yogyakarta.


Nurlina, Lilis dan Mira Maryati. 2011. Perilaku Peternak Sapi Perah dalam
Memanfaatkan Teknologi Gas Bio. Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran. Sumedang.

Sudarmono. 1993. Kandang Ternak Perah. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai