Disusun oleh:
1. Bela Ayu Andarwati 18.1.02.01.0017
2. Binti Nur Fauziah 18.1.02.01.0082
PRODI AKUNTASI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI
TAHUN 2020
PEMAHAMAN STRUKTUR PENGENDALIAN INTERN
Pada tahun 1988 Auditing Standard Board (ASB) mengeluarkan SAS 55,
Consideration of the Internal Control Structure in a Financial Statement Audit (AU 319).
SAS ini secara signifikan memperluas pengertian pengendalian intern dan tanggung
jawab auditor dalam memenuhi standar pekerjaan lapangan yang kedua. Pada tahun
1990. AICPA menerbitkan pedoman audit setebal 262 halaman (berjudul Internal
Control Audit Guide) untuk membantu auditor dalam menerapkan SAS 55.
Terakhir, menindaklanjuti rekomendasi dari Treadway Commission, pada tahun
1992 Committee of Sponsoring Organzation (COSO), menerbitkan laporan berjudul
Internal Control-Integrated Framework. COSO beranggotakan wakil dari berbagai
organisasi seperti AICPA, American Accounting Association (AAA), The Institute of
Internal Auditors, the Institute of Management Accountants, dan the Financial Executives
Institute. Usaha yang dialkukan COSO memiliki dua tujuan utama berikut:
1. Menetapkan definisi pengendalian intern yang dapat memenuhi kebutuhan berbagai
pihak
2. Menetapkan suatu standar yang dapat digunakan oleh bisnis dan entitas lainnya
sebagai acuan dalam menetapkan pengendalian intern mereka dan menentukan
bagaimana memperbaikinya
Dengan adanya laporan COSO tersebut, maka Auditing Standard Board pada
tahun 1995 merevisi SAS 55 dan menggantinya dengan SAS 78 untuk menyesuaikan
dengan kerangka dan kalimat yang digunakan dalam laporan COSO. Di Indonesia, Ikatan
Akuntan Indonesia pada tahun 1994 menerbitkan PSA No.23 dengan mengacu pada SAS
55 di Amerika Serikat. Dengan telah direvisinya SAS 55, maka IAI cepat atau lambat
akan merivisi PSA No.23 dengan mengacu pada SAS 78. Dalam buku ini pembahasan
tentang pengendalian intern sebagian akan didasarkan pada laporan COSO, dan pada
bagian-bagian lainnya akan mengacu pada PSA No.23
Ikatan Akuntan Indonesa melalui seksi ini khususnya memberikan panduan
tentang pengimplementasian standar pekerjaan lapangan kedua yaitu:
Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian
yang akan dilakukan.
Sebelum diuraikan secara mendalam maksud standar pekerjaan lapangan kedua
hal ini, akan diuraikan lebih dahulu konsep pengendalian intern sebagai objek yang harus
difahami oleh auditor.
Tujuan Satuan Usaha dan Pengendalian Intern yang Relevan dengan Audit
Manajemen menerapkan pengendalian intern guna memberikan keyakinan
memadai untuk mencapai tiga kategori tujuan :
Keterbatasan Bawaan
Struktur pengendalian intern mempunyai keterbatasan bawaan yang melekat pada
struktur pengendalian intern tersebut. Keterbatasan bawaan tersebut diakibatkan antara
lain:
1. Factor manusia yang melakukan fungsi prosedur pengendalian. Keterbatasan ini hanya
dapat diminimumkan, tidak dapat dihilangkan sama sekali oleh orang dari dalam
maupun dari luar yang independen. Sebaik-baiknya sistem bagaimanapun akan dapat
dikalahkan oleh kolusi.
2. Pengendalian tidak dapat mengarah pada seluruh transaksi. Pengendalian tidak dapat
diterapkan pada transaksi yang bersifat tidak rutin, seperti kejadian luar biasa, bonus,
dan lain sebagainya.
2. Pemisahan Tugas
Dimaksudkan untuk menjamin bahwa seseorang tidak melakukan
perangkap tugas yang tidak boleh dirangkap. Tugas-tugas dipandang tidak bisa
dirangkap dari sudut pengendalian apabila terdapat kemungkinan seseorang
melakukan kekeliruan atau ketidakberesan dan kemudian dalam posisi yang lain
ia mempunyai kemungkinan untuk menyembunyikannya.
Pertanggungjawaban Manajemen
Manajemen bertanggungjawab untuk menetapkan dan mempertahankan struktur
pengendalian intern. Pengendalian-pengendalian khusus yang harus termasuk pada
tiga elemen struktur pengendalian intern untuk suatu perusahaan tergantung pada :
a. Besar kecilnya entitas
b. Karakteristik organisasi dan kepemilikan
c. Sifat kegiatan usahanya
d. Keanekaragaman dan kompleksitas operasinya
e. Metode pemrosesan data
f. Persyaratan perundang-undangan yang harus dipatuhi
Tanggung jawab manjemen meliputi pelaksanaan pengawasan struktur
pengendalian intern yang sedang berjalan. Manajemen harus selalu
memperbaiki struktur pengendalian intern perusahaan yang dikelolanya.
Keterbatasan Bawaan
Struktur pengendalian intern mempunyai keterbatasan bawaan yang melekat pada
struktur pengendalian intern tersebut. Keterbatasan bawaan tersebut diakibatkan antara
lain oleh :
a. Factor manusia yang melakukan fungsi prosedur pengendalian. Keterbatasan
ini hanya dapat diminimumkan, tidak dapat dihilangkan sama sekali oleh
orang dari dalam maupun dari luar yang independen. Sebaik-baiknya sistem
bagaimanapun, akan dapat dikalahkan oleh kolusi.
b. Pengendalian tidak dapat mengarah pada seluruh transaksi. Pengendalian
tidak dapat diterapkan pada transaksi yang bersifat tidak rutin, seperti kejadian
luar biasa, bonus, dan lain sebagainya.
c. Pengendalian Intern tidak dimaksudkan untuk memberi jaminan yang mutlak tetapi
memberikan jaminan yang memadai karena kelemahan inheren yang ada dalam setiap
sistem pengendalian intern. Sebagus apapun pengendalian intern diciptakan, pasti
memiliki kelemahan.
Sistem pengendalian intern yang diciptakan di dalam suatu entitas memiliki kelemahan
inheren. Kelemahan inheren tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
a. Kesalahan di dalam judgement
Manajemen atau personel yang lain mungkin memberikan judgement yang salah
dalam mengambil keputusan atau dalam menyusun tugas-tugas rutin. Kesalahan ini
dapat diakibatkan oleh kurangnya informasi, terbatasnya waktu atau tekanan-tekanan
yang lain.
b. Kegagalan
c. Kolusi
Fungsi-fungsi yang ada di dalam organisasi yang seharusnya tidak boleh dipegang
oleh satu individu diserahkan pada satu individu atau bagian. Kemudian individu atau
bagian tersebut melakukan tindakan baik dengan pegawai yang lain, konsumen
maupun supplier sehingga data-data keuangan tidak mencerminkan fakta yang
sesungguhnya.
d. Pelanggaran Manajemen
e. Cost VS Benefit
Biaya untuk sistem pengendalian intern hendaknya jangan melebihi banefit yang
diharapkan akan diperoleh. Permasalahannya sangat sulit untuk untuk mengukur
secara pasti besarnya biaya dan benefit-nya. Manajemen hendaknva membuat
perkiraan baik kuantitatif maupun kualitatif untuk mengevaluas, biaya dan benefit
yang diperoleh dengan menyusun sistem Pengendalian intern.
2. Flow chart
3. Narrative
Cara ini banyak digunakan oleh Kantor Akuntan Publik ( KAP), karena
dianggap lebih sederhana dan praktis. Biasanya KAP sudah memiliki satu set ICQ
yang standar, yang bisa digunakan untuk memahami dan mengevaluasi pengendalian
intern di berbagai jenis perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan dalam ICQ diminta untuk
dijawab Ya (Y), Tidak (T), atau Tidak Relevan (TR). Jika pertanyaan-pertanyaan
tersebut sudah disusun dengan baik, maka jawaban “Ya” akan menunjukkan ciri
internal control yang baik, "Tidak” akan menunjukkan ciri internal control yang
lemah, "Tidak Relevan” berarti pertanyaan tersebut tidak relevan untuk perusahaan
tersebut.
lCQ biasanya dikelompokkan sebagai berikut:
a. Umum
Flow Chart menggambarkan arus dokumen dalam sistem dan prosedur di suatu
unit usaha, misalnya dalam flow chart untuk sistem dan prosedur pembelian, utang dan
pengeluaran kas, digambarkan arus dokumen mulai dari permintaan pembelian
(puchase requisition), order pembelian (purchase order) sampai dengan pelunasan
utang yang berasal dari pembelian tersebut.
Untuk auglitor yang terlatih baik, penggunaan flow chart lebih disukai, karena
auditor bisa lebih cepat melihat apa saja kelemahan-kelemahan dan kebaikan-kebaikan
dari suatu sistem dan prosedur.
Untuk penugasan tahun-tahun berikutnya, auditor harus selalu memutakhirkan
(mengupdate) fiow chart tersebut untuk mengetahui apakah terdapat
perubahanpembahan dalam sistem dan prosedur perusahaan.
Setelah fiow chart dibuat, auditor harus melakukan walk through, yaitu
mengambil dua atau tiga dokumen untuk mengetes apakah proseduryang dijalankan
sesuai dengan apa yang digambarkan dalam flow chart. Misalnya ambil satu set
dokumen untuk pelunasan utangyang berasal dari pembelian persediaan secara kredit.
Periksa apakah semua dokumen (purchase requistion, purchase order, receiving
report, supplier invoice dan cash payment voucher) sudah diproses sesuai dengan
prosedur yang digambarkan dalam flow chart pembelian, utang dan pengeluran kas.
Narrative
Dalam hal ini auditor menceritakan dalam bentuk memo, sistem dan prosedur
akuntansi yang berlaku di perusahaan, misalnya prosedur pengeluaran kas. Cara ini
biasa digunakan untuk klien kecil yang pembukuannya sederhana.
Tujuan Penelaahan Dan Pengevaluasian Pengendalian Internal
Tujuan mendasar mengapa auditor independen menelaah dan mengevaluasi
sistem pengendalian internal adalah untuk mengembangkan suatu dasar yang rasional
guna merancang strategi audit yang bisa dipertanggungjawabkan. Biasanya strategi audit
ini terdiri dari rencana sementara pengendalian audit pada pengendalian internal yang
dipilih, ditambah dengan serangkaian prosedur audit terinci yang bisa dilakukan bersama-
sama. Strategi ini dirancang Untuk memenuhi norma-norma pemeriksaan dan untuk
mengusahakan audit substantif yang bisa diterapkan dalam keadaan. Tujuan kedua
penelaahan Serrta pengevaluasian auditor atas pengendalian internal adalah menemukan
kelemahan-kelemahan Yang material dalam sistem dan menyampaikan kelemahan-
kelemahan yang material itu kepada manajemen puncak.
Hasil sampingan yang penting dari penelaahan auditor atas pengendalian Internal
acapkali berupa surat rekomendasi kepada manajemen yang Merangkum penemuan-
penemuan dan rekomendasi perbaikan, yang bisa dibuat pada sistem pengendalian
internal perusahaan tersebut. Gagasan untuk membuat perbaikan-perbaikan itu muncul
dalam pikiran auditor pada waktu menelaah dan mengevaluasi pengendalian internal.
Rekomendasi di dalam surat itu bisa berkaitan dengan sasaran pengendalian akuntansi,
atau sasaran Pengendalian administratif, atau kedua-duanya. Apabila evaluasi auditor
independen n nyingkapkan adanya kelemahan material pada sistem pengendalian maka
SAS No. 20 menghendaki agar terhadap kelemahan-kelemahan itu dimintakan perhatian
manajemen puncak, dewan komisaris, dan komite audit. SAS menyarankan agar
dibuatkan formulir untuk laporan seperti itu, tetapi bentuk-bentuk komunikasi yang lain
pun diperkenankan juga, seperti pemberitahuan lisan. Surat rekomendasi kepada
manajemen yang dibuat oleh auditor biasanya hanya disebarkan secara terbatas kepada
beberapa anggota manajema puncak tertentu, kepada komite audit dan kepada dewan
komisaris. Bentuk suratnya tergantung pada kebijakan auditor. Namun apabila di dalam
syarat-syarat penugasan disebutkan dengan jelas bahwa harus dibuatkan laporan tertulis
tentang pengendalian internal yang ditujukan kepada pihak ketiga (umpamanya, jawatan
pemerintah yang punya wewenang mengatur), maka bentuk laporan khusus yang
disarankan di dalam SAS No. 20 harus dipatuhi.
3. Prosedur tujuan ganda adalah prosedur audit yang sengaja dirancang untuk
mengumpulkan bukti audit yang berhubungan dengan kedua tujuan tadi, yaitu
tujuan ketaatan dan tujuan substantif.
2. Penilaian
3. Kecermatan
4. Klasifikasi
5. Pengungkapan
Supaya ada dasar yang kuat untuk bisa memberikan pendapat, seorang
auditor harus memperoleh bukti sacukupnya tentang keenam hal tersebut pada setiap
unsur laporan keuangan yang sedang diperiksa. Dibandingkan dengan tujuan
ketaatan, tujuan substantif mempunyai kaitan yang sangat langsung dengan tujuan
akhir dari setiap audit yaitu memberikan pendapat atas laporan keuangan.
Sifat dan Luasnya Bukti Pendukung yang Diperlukan. Untuk memperoleh
dasar yang rasional guna merancang prosedur-prosedur substantif, auditor pertama-
tama harus menetapkan sifat dan luasnya bukti yang diperlukan dalam situasi yang
bersangkutan. Tanpa identifikasi yang jelas mengenai bukti yang harus dicari, tidak
mungkin ada dasar yang rasional untuk merancang prosedur-prosedur substantif.
Untuk menetapkan sifat dan luasnya bukti bukti yang diperlukan dalam
situasi tertentu, paling tidak keenam faktor berikut ini harus dipertimbang kan oleh
auditor.
1. Jenis-jenis kekeliruan dan penyimpangan akuntansi yang mungkin terjadi.
Kebutuhan bukti harus ditentukan oleh auditor berdasarkan pertimbangannya
tentang jenis-jenis kekeliruan dan penyimpangan apa saja yang mungkin terjadi
dalam situasi tertentu. Jenis-jenis kekeliruan dan penyimpangan yang bisa terjadi,
yang harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh dalam menentukan
kebutuhan bukti, biasanya adalah kekeliruan dan penyimpangan yang tampaknya
mungkin terjadi dalam situasi itu, dan yang tampaknya patut diperhatikan oleh
seorang auditor yang cukup hati-hati. Dalam setiap hal, pertimbangan seperti Ini
harus dibatasi hanya untuk hal-hal yang tampaknya memberikan pengaruh yang
material terhadap laporan keuangan. Mengenai segala jenis kekeliruan dan
penyimpangan potensial yang dikenal, harus dibuatkan persyaratan bukti-bukti
untuk memperoleh kepastian: (a) bahwa kekeliruan dan penyimpangan seperti itu
tidak terjadi dalam jumlah yang material akan ditemukan dengan audit.
ILUSTRASI. Suatu perubahan besar pada marjin kotor tahun ini disuatu industri
produksi, dibandingkan dengan marjin kotor pada tahun-tahun
yang lalu, menyebabkan auditor curiga bahwa telah terjadi
kekeliruan pisah batas persediaan yang material. Kecurigaan ini
bisa menyebabkan perlunya bukti-bukti dikumpulkan tentang
kebenaran pisah batas persediaan itu
Untuk menetapkan seberapa banyak jenis bukti harus dikumpulkan tergantung
pada kesan-kesan auditor tentang materialitas jenis-jenis kekeliruan dan
penyimpangan yang mungkin akan terjadi, dan tentang seberapa luasnya
kekeliruan-kekeliruan itu tersebar di dalam catatan akuntansi.
Kekeliruankekeliruan yang material lebih mungkin terjadi pada transaksi yang
besar, atau pada transaksi untuk produk tertentu.
2. Keefektivan nyata pengendalian-internal. Pengendalian internal yang sedikit-
banyak bisa memberi kepastian tentang pencegahan atau penemuan jenis-jenis
kekeliruan atau penyimpangan tertentu, bagi auditor merupakan suatu alternatif
untuk mencapai kebutuhan bukti substantif. Jika situasi tampaknya bisa memberi
kepastian seperti itu, dan auditor sendiri memang menghendaki, maka auditor bisa
mengandalkan pengendalian internal tertentu untuk sedikit-banyak memastikan
tentang pencegahan dan/atau penemuan jenis-jenis kekeliruan atau penyimpangan
tertentu. Karena adanya kepastian maka secara rasional bisa dibenarkan bahwa
auditor membatasi syarat, pembuktian substantif, yang kalau tidak maka
pembuktian substanti akan sangat diperlukan, seperti sudah dibahas dalam Butir 1.
Sampai seberapa bembuktian substantif itu bisa dikurangi dalam suatu situasi,
tergantung pada penilaian auditor atas keefektivan pengendalian internal yang
diandalkannya yang tidak boleh sampai 100 persen.
Keputusan untuk mengandalkan pengendalian internal tertentu dalam menetapkan
syarat-syarat pembuktian substantif, mengharuskan adanya Pertimbangan khusus
tentang pengendalian tersebut supaya bisa mencapai tujuan audit ketaatan
(compliance audit objectives). Perlu dilakukan tes untuk mengumpulkan bukti
mengenai eksistensi dan keefektivan pengendalian yang dijadikan andalan untuk
membatasi tes-tes substantif itu. Pertimbangan-pertimbangan mengenai ketaatan
ini akan dibahas di salah satu bagian berikut.
3. Materialitas relatif dari penyajian laporan keuangan yang bersangkutan Kebutuhan
akan bukti untuk mencapai tujuan audit substantif biasanya berbeda-beda dan
berbanding langsung dengan materialitas relatif dari hal yang bersangkutan.
Biasanya diperlukan bukti dengan mutu yang lebih tinggi atau bukti yang lebih
banyak untuk penyajian laporan keuangan yang lebih materialitas.
4. Risiko audit menyeluruh. Semakin besar risiko audit, semakin lengkap bukti yang
diperlukan.
5. Persyaratan bukti yang konvensional. Persyaratan bukti yang sudah lazim
ditetapkan untuk berbagai jenis penyajian laporan keuangan memberikan kepada
auditor pedoman batas maksimum dan batas minimum untuk menetapkan jenis-
jenis kebutuhan bukti tententu bagi setiap audit. Umpamanya, sudah lazim
disyaratkan bahwa auditor perlu mendapatkan konfirmasi bank Untuk semua
saldo perkiraan kas bank dari perusahaan yang sedang diaudit, per tanggal neraca.
6. Sifat statistis populasi data yang mengandung bukti yang dicari mempengaruhi
juga volume bukti yang diperlukan. Jika factor-faktor lainnya tetap sama,
biasanya bukti yang diperlukan akan meningkat mengikuti besarnya populasi.
Pengidentifikasian Kekeliruan dan Penyimpangan yang Mungkin
Terjadi.
Pengidentifikasian oleh auditor atas kekeliruan dan penyimpangan yang mungkin
terjadi sangat menentukan bagi perencanaan prosedur substantif yang tepat. Di
sinilah adanya kaitan yang erat antara prosedur-prosedur substantif auditor dan
tanggung jawab pengendalian internal.
Untuk bisa mengidentifikasi secara kompeten dan lengkap segala jenis kekeliruan
dan penyimpangan yang mungkin terjadi, auditor harus mengkaji dan mengevaluasi
secara mendalam cara-cara pengendalian internal yang sedang di laksanakan.
Kekeliruan dan penyimpangan yang memerlukan rancangan prosedur-prosedur
khusus hanya akan diketahui auditor jika kelemahan sistem pengendalian internal
klien ditemukan. Pengendalian yang kuat bisa berarti bahwa jenis-jenis kekeliruan
dan penyimpangan tertentu yang sudah diantipasi hanya kecil sekali
kemungkinannya untuk bisa terjadi. Karena pengendalian yang memberi suatu
tingkat jaminan terhadap jenis-jenis kekeliruan tertentu itu akan tampak oleh auditor
hanya apabila ia mengkaji pengendalian intenal, maka telaah seperti itu merupakan
syarat utama untuk dapat merancang prosedur-prosedur substantif, tanpa melihat
apakah pengendalian internal tersebut akan diandalkan dalam audit.
c. Tujuan Audit Ketaatan (Compliance Audit Objectives)
Tujuan audit ketaatan adalah memperoleh kepastian tentang tiga ciri
kebijakan, prosedur, dan teknik pengendalian internal yang saling berkaitan, yaitu:
1. Eksistensi nyata pengendalian yang sudah digariskan
Tujuan yang paling utama dari prosedur-prosedur audit yang dirancang untuk
mencapai tujuan ketaatan adalah menegaskan keabsahan asumsi-asumsi suditor
tentang pengendalian internal yang dilandasi rancangan prosedur audit substantif.
Penegasan seperti itu perlu untuk mencapai strategi audit yang dapat dibela. Konsep
untuk merancang prosedur audit ketaatan (compliance audit) bisa diterangkan dengan
menggunakan dua pendekatan utama dalam merancang strategi audit:
1. Apabila pengendalian internal tidak akan diandalkan dalam audit, sehingga ada
kebebasan untuk merancang prosedur substantifnya.
2. Apabila pengendalian internal akan diandalkan dalam audit dan ada kebebasan
untuk merencanakan prosedur-prosedur ini.