www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | e-ISSN 2597-8667
Abstrak
Intensive Care Unit (ICU) merupakan area kegiatan asuhan yang dikondisikan dan dirancang dengan baik untuk
mengobati kondisi kritis, perawat harus memikili kopetensi budaya yang baik. Budaya memainkan peran besar dalam
nilai – nilai, keyakinan, prilaku dan penilaian situasional terkait dengan kesehatan. Bila tidak ditangani akan
mengakibatkan konsekuensi sosial dan klinis yang negatif, lingkungan yang tidak jelas, kebingungan, pesan tidak
tersampaikan, ketidaktahuan pasien, keterlambatan informed consent dan kualitas perawatan yang rendah. Tujuan
penelitian ini untuk menggambarkan pengalaman perawat terkait pelaksanaan Cultural Competence di ICU dari
penelitian - penelitian yang sudah dilakuan. Metode yang digunakan dengan pencarian eletronik artikel terdiri dari
studi kualitatif yang dikumpulkan dari basis data elektronik seperti Medline, Google Scholar, Science Direct, PubMed
dan Proquest dengan menggunakan kata kunci MeSH yang relevan yaitu : Cultural Competence, Intensive Care Unit,
dan Nursing. Artikel yang dipilih sesuai dengan kriteria SPIDER, diterbitkan tahun 2012-2018, ditulis dalam bahasa
Inggris. Evaluasi artikel menggunakan penilaian kritis dan pedoman PRISMA. Dari hasil penelurusan literatur yang
dilakukan, ditemukan sebanyak 7 (tujuh) artikel terkait dan memenuhi kriteria. Hasil tema – tema yang muncul terkait
pelaksanaan cultural competence diantaranya keterlibatan (partisipasi) keluarga dalam proses perawatan,
mengunakan penerjemah, mempertahankan tim yang multikultural, komunikasi prosedur dan diagnosa yang jelas dan
mengakui keanekaragaman budaya.
Kata Kunci: Cultural Competence, Intensive Care Unit, Perawat
Abstract
Intensive Care Unit (ICU) is an area of care activity and well designed to treat critical conditions, nurses must have
cultural competence. Culture participates in health values, beliefs, behavior and situational judgments. If left untreated
will result in negative social and clinical consequences, unclear environment, confusion, messages not delivered,
patient ignorance, delay in informed consent and low quality of care. The purpose of this study is to describe the
experience of nurses related to the implementation of Cultural Competence in the ICU from research that has been
done. The method used by searching electronic articles consists of qualitative studies collected from electronic
databases such as Medline, Google Scholar, Science Direct, PubMed and Proquest using relevant MeSH keywords:
Cultural Competence, Intensive Care Unit, and Nursing. Articles selected according to the SPIDER criteria, published in
2012-2018. Evaluation of articles uses critical appraisal and PRISMA guidelines. From the results of the literature
search conducted, as many as 7 (seven) related articles were found and met the criteria. The results of the themes that
emerged related to the implementation of cultural competence include the involvement of the family in the care
process, using translators, maintaining a multicultural team, communication procedures, and clear diagnosis and
recognizing cultural diversity.
Keywords: Cultural Competence, Intensive Care Unit, Nursing
52
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
53
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
fasilitatif atau dukungan yang disesuaikan dengan model – model keperawatan yang berdasarkan
nilai-nilai budaya, kepercayaan, dan budaya budaya seperti penelitian Almutuari (2015) terkait
individu, kelompok atau institusional untuk model critical cultural competence, penelitian
memberikan atau mendukung layanan kesehatan tersebut serupa dengan penelitian Unger &
atau layanan kesejahteraan yang bermakna, Schwartz, (2012) tentang model konsep
bermanfaat dan memuaskan (Leininger 1991, akulturasi, penelitian Ozga, Dobrowolska,
dalam Hart dan Mareno, 2017). Perawat harus Gutysz-wojnicka, & Zdun, (2018) tentang model
memiliki cultural competence yang baik, agar multicultural care in European Intensive Care
dapat mengefektifkan komunikasi pada proses Units (MICE-ICU). Ada pun beberapa penelitian
pemberian asuhan sehingga meningkatkan terkait pelaksanaan cultural competence di area
kenyamanan klien. Penelitian yang dikemukakan kitis seperti penelitian Hendson, Reis dan
oleh Ardal, Sulman dan Fuller (2011) Nicholas, (2015) yang meneliti pelaksanaan
menyebutkan bahwa manusia cenderung mencari cultural competence di NICU dan penelitian Hoye
orang yang memiliki budaya yang sama atau dan Severinsson, (2010) terkait budaya dan
memahami budaya yang dianutnya dalam profesioanalisme perawat di ICU.
memberikan kepercayaan dan menimbulkan rasa Pelaksanaan cultural competence harus
aman. dilakukan dengan baik dan ditingkatkan agar
Menurut penelitian Schim et al, (2007) menjamin keselamatan pasien dan peningkatan
perawat belum memahami tentang cultural kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Hal ini
competence yang baik. Sedangkan mengenai harus didukung dengan penelitian - penelitian
budaya yang dianut pasien, perawat mengatakan untuk meningkatkan kompetensi perawat terutama
kadang terganggu dengan budaya tersebut dan dalam bidang budaya. Pada perkembangan
keluarga sangat tidak memahami kedaan yang perawat di Indonesia penelitian cultural
berkaitan dengan prinsip yang bertolak belakang competence berbanding terbalik dengan
antarabudaya dengan aturan rumah sakit, hal ini perkembangan penelitian cultural competence di
sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan negara non Asia. Penelitian terkait cultural
bahwa “keluarga pasien akan berusaha competence masih belum banyak dilakukan di
mempertahankan tradisi, disisi lain perawat tidak Asia, bahkan di negara Korea hanya ada dua
cukup sadar budaya” (Høye & Severinsson, penelitan terkait pelaksanaan cultural competence
2010). Pelaksanaan budaya pasien terakit (Chae & Park, 2018). Hal ini disebabkan salah
kesehatan terkadang bertolak belakang dengan satunya karena cultural competence masih
asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien diangap sebagai hal yang kurang penting
seperti pengunaan obat - obat alternatif yang dibanding dengan faktor – faktor lain dalam
dipercaya membantu penyembuhan, penanganan perawatan pasien apalagi pasien dengan kondisi
pasien menjelang kematian juga biasanya kritis. Indonesia sebagai Negara yang multietnis
memiliki perbedaan antara perawat dank kien, hal dengan keanekaragaman budaya dimana konflik
ini dapat menimbulkan permasalahan yang akan terkait perbedaan sangat mungkin akan timbul,
menanggu asuhan keperawatan yang baik (Schim bahkan sudah terjadi dan dapat kita lihat di
et al, 2007). berbagai daerah termasuk di area rumah sakit.
Penelitian–penelitian terkait cultural Sehingga sangat penting untuk dilkaukanya
competence banyak dilakukan di negara maju penelitian terkait pelaksanaan cultural
yang memiliki banyak budaya yang berbeda competence yang sudah dilakukan dalam
akibat banyaknya imigran yang masuk, ditambah penelitian sebelumnya untuk menjadi acuan dalam
kesadaran yang baik dari para pekerja kesehatan penelitian yang akan dilakukan dan peningkatan
yang melaksanakan asuhan yang ramah budaya pengetahuan terkait pengalaman perawat dalam
sehingga penelitian terkait cultural competence pelaksanaaan cultural competence.
banyak di negara tersebut (Wiebe dan Young,
2011). Beberapa penelitian yang sudah dilakukan Metode Penelitian
di area kritis tentang cultural competence banyak Metode yang digunakan adalah dengan
membahas tentang pentingnya hal tersebut pencarian eletronik artikel terdiri dari studi
dimiliki oleh perawat, akan tetapi penelitian kualitatif yang dikumpulkan dari basis data
tersebut hanya membahas terkait konsep dan elektronik seperti Medline, Google Scholar,
54
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
Science Direct, PubMed dan Proquest dengan Leininger tahun 1950. Transkultural keperawatan
menggunakan kata kunci MeSH yang relevan sekarang dianggap sebagai area keperawatan yang
yaitu : Cultural Competence, Intensive Care Unit, penting baik untuk penelitian dan praktik. Teori
dan Nursing. Artikel yang dipilih yaitu sesuai ini terpengaruh dari ilmu antropologi dan
dengan kriteria SPIDER, diterbitkan tahun 2012- psikologi kemudian para ahli teori ini mulai
2018, ditulis dalam bahasa Inggris, evaluasi menentukan dasar teoritis keperawatan
artikel menggunakan penilaian kritis dan pedoman transkultural untuk mendefinisikan budaya pada
PRISMA (preferred reporting items for systematic asuhan keperawatan, lingkungan keperawatan,
reviews and metaanalyses) intervensi keperawatan, dan peran perawat (Im &
Lee, 2018). Menurut Schime at. al, (2007) ada
Hasil dan Pembahasan Empat konstruksi dasar yang merupakan bagian
Cultural competence merupakan utama dari Cultural competence di tingkat
pengembangkan kesadaran akan eksistensi, penyedia layanan kesehatan: keragaman budaya,
sensasi, pikiran, dan lingkungan diri seseorang kesadaran budaya, kepekaan budaya, dan
tanpa terpengaruh oleh hal – hal yang tidak kompetensi budaya.
semestinya pada seseorang dari latar belakang Kesadaran budaya merupakan komponen
yang berbeda. Cultural Competence perawat kopetensi budaya dimana melibatkan pemeriksaan
menunjukkan pengetahuan dan pemahaman diri dan eksplorasi mendalam tentang latar
tentang budaya pasien; menerima dan belakang budaya dan profesional seseorang.
menghormati perbedaan budaya; menyesuaikan kesadaran budaya harus dimulai dengan wawasan
perawatan agar selaras dengan budaya pasien tentang keyakinan dan nilai kesehatan budaya
(Flower, 2017). Giger dan Davidhizar dalam seseorang. Catalano (2003) dalam Flower (2018)
Karabudak, Aslan & Basbakkal, (2013) menyatakan bahwa “hanya belajar tentang budaya
mengungkapkan bahwa cultural competence orang lain tidak menjamin perawat akan memiliki
perawat merupakan perawat yang memiliki kesadaran budaya, perawat pertama-tama harus
pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan memahami latar belakang budaya mereka sendiri
tentang kelompok budaya yang beragam yang dan mengeksplorasi asal usul prasangka mereka
memungkinkan penyedia layanan kesehatan sendiri dan pandangan bias orang lain”.
memberikan perawatan budaya yang dapat Pengetahuan budaya, melibatkan proses
diterima. Cultural competence adalah proses yang pencarian dan memperoleh basis informasi pada
berkelanjutan yang melibatkan tidak hanya kelompok budaya dan etnis yang berbeda.
perawat yang memperoleh pengetahuan dan Perawat dapat mengembangkan dan memperluas
keterampilan untuk bekerja dengan pasien dan basis pengetahuan budaya mereka dengan
keluarga yang beragam secara budaya, tetapi mengakses informasi yang ditawarkan melalui
kemampuan untuk memberikan perawatan dalam berbagai sumber, termasuk artikel jurnal, buku
konteks budaya pasien dan keluarga (Campinha- teks, seminar, presentasi lokakarya, sumber daya
Bacote 2007). Internet, dan program universitas. Sedangkan
Cultural competence memiliki sejarah keterampilan budaya, melibatkan kemampuan
panjang dalam keperawatan. Leininger sebagai perawat untuk mengumpulkan data budaya yang
seorang pelopor keperawatan di bidang relevan terkait dengan masalah yang ada pada
keperawatan transkultural, mendefinisikan pasien secara akurat dan melakukan pengkajian
perawatan yang kongruen secara budaya adalah fisik yang spesifik secara budaya.
tindakan atau keputusan yang berdasarkan Pertemuan budaya merupakan proses yang
kognitif, suportif, fasilitatif atau dukung yang mendorong perawat untuk secara langsung terlibat
disesuaikan dengan nilai-nilai budaya, dalam interaksi lintas budaya dengan pasien dari
kepercayaan, dan budaya individu, kelompok atau latar belakang budaya yang beragam. Langsung
institusional untuk memberikan atau mendukung berinteraksi dengan pasien dari latar belakang
layanan kesehatan atau layanan kesejahteraan budaya yang berbeda membantu perawat
yang bermakna, bermanfaat dan memuaskan meningkatkan cultural competence mereka.
(Leininger 1991, dalam Hart & Mareno, 2017). Pengembangan cultural competence adalah proses
Cultural competence merupakan aplikasi dari berkelanjutan yang terus menerus sepanjang
trankultural nursing yang dikemukakan oleh
55
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
karier perawat dan terus berkembang tanpa ada Perawat kritis harus mengembangkan
batas akhir. cultural competence agar efektif untuk menjaga
Keinginan budaya merupakan komponen kestabilan hubungan perawat kritis dengan pasien,
yang mengacu pada motivasi untuk menjadi sadar dan dapat menilai, mengembangkan, dan
budaya dan untuk mencari pertemuan budaya. menerapkan intervensi keperawatan yang
Kemelekatan dalam keinginan budaya adalah dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasien,
kesediaan untuk bersikap terbuka kepada orang selain itu perawat perawatan kritis harus dapat
lain, menerima dan menghormati perbedaan mensiasati keputusan yang dibuat oleh pasien atau
budaya, dan mau belajar dari orang lain. keluarga pasien yang mungkin mencerminkan
Kesalahan umum yang harus dihindari agar perspektif budaya yang bertentangan dengan
perawat memiliki cultural competence adalah praktik kesehatan (Flower, 2004). Pada
dengan tidak sengaja membuat stereotip pada perkembangan masyarakat saat ini, perawatan
pasien dengan budaya tertentu atau kelompok kritis harus kompeten secara budaya, dapat
etnis berdasarkan karakteristik seperti penampilan memahamani tentang latar belakang budaya yang
luar, ras, negara asal, atau preferensi keagamaan beragam, mengembangkan kompetensi budaya,
yang dinanut pasien. Stereotip didefinisikan menyajikan model untuk pengembangan
sebagai konsepsi, opini, atau keyakinan yang kompetensi budaya, dan menggambarkan atau
terlalu disederhanakan tentang beberapa aspek menampilkan perawat yang terampil dalam
individu atau sekelompok orang. cultural competence.
Menurut Purnell (2002) dalam Schime at. al, Setiap perawat kritis harus berperan aktif
(2007) mendeskripsikan 12 domain budaya yang dalam memperoleh basis informasi untuk
mempengaruhi keperawatan diantaranya adalah : mengembangkan cultural competence.
warisan, komunikasi, peran dan organisasi Kemampuan untuk memberikan asuhan
keluarga, masalah tenaga kerja, ekologi keperawatan yang efektif dalam interaksi dan
biokultural, perilaku berisiko tinggi, nutrisi, pengembangan keputusan yang tepat untuk pasien
kehamilan dan praktik melahirka, ritual kematian, - pasien dari beragam budaya, ras, dan latar
spiritualitas, praktik perawatan kesehatan, dan belakang etnis (Flower, 2004). Lima rekomendasi
peran praktisi kesehatan. Domain tersebut utama untuk meningkatkan cultural competence
terbangun diantara paradigma masyarakat global, perawat kritis yakni melibatkan keluarga selama
komunitas, keluarga dan personal, yang memiliki proses perawatan, menggunakan juru bahasa
budaya yeng berbeda, akan tetapi budaya harus untuk interpretasi yang akurat penyakit dan rasa
dipandang sama karena tidak ada budaya yang sakit, mempertahankan tim yang beragam secara
lebih baik dari budaya yang lain. Perawat berhak budaya sehingga mampu menjelaskan prosedur
mendapat informasi yang sama terkait keragaman dan diagnosis pada pasien dan rekomendasi
budaya agar dapat meningkatkan cultural kelima adalah mengakui keragaman budaya.
competence. Adapun pelaksanaan cultural competence di
Model lain dari cultural competence menurut ICU meliputi penyesuaian lingkungan perawatan
Giger dan Davidhizar dalam Karabudak, Aslan & yang sesuai dengan budaya pasien pasien dan
Basbakkal, (2013) adalah mode yang memberikan keluarga, perawat harus memahami budayanya
metode sistematis untuk menilai orang yang sendiri untuk melihat kelebihan dan kekurangan
beragam secara budaya dan etnis. Unsur-unsur budaya yang dimiliki, mempertahamkan kondisi
model ini adalah komunikasi, ruang, organisasi multicultural, memahami bahasa pasien atau
sosial, waktu, kontrol lingkungan, dan variasi mengunakan penerjemah dan /atau melibatkan
biologis. Model ini dapat digunakan dalam keluarga, pemahaman non verbal terkait budaya
melakukan asuhan keperawatan peka budaya, pasien, agama yang dianut, adaptasi budaya,
dimana model ini disederhanakan dari model- consent, perawatan end of life dan komunikasi
model asuhan peka budaya sebelumnya. Perawat religius dan firasat (Benbenishty & Biswas,
penting memiliki pemahaman budaya, sikap dan 2015).
prilaku yang beragam baik dari klien atau petugas Komunikasi efektif merupakan indikator
kesehatan lainnya untuk meningkatkan krusial dari kualitas pelayanan kesehatan dan
pelaksanaan cultural competence (Karabudak, patient safety, hambatan dalam komunikasi yang
Aslan & Basbakkal, 2013) terjadi di area kritis lebih dititik beratkan pada
56
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
masalah budaya dan pemahaman akan budaya hal yng baik karena perawat dapat memahamni
pasien oleh perawat, cultural competence di area budaya yang dianut klien dengan benar.
kritis, hambatan komunikasi dapat diakibatkan Hambatan dalam komunikasi dan merupakan
oleh perbedaan budaya pasien dan perawat berasal dari budaya klien adalah bahasa. Bahasa
(Almutuari, 2012). Davis dan Smith (2013) yang dimiliki di suatu wilayah bisa sangat berbeda
mengidentifikasi tiga tantangan utama dalam satu dengan yang lain selain dari pemahaman
penyediaan perawatan yang kompeten secara yang sulit dalam penerjemahan, bahasa yang sama
budaya: hambatan bahasa, perbedaan generasi dengan berbeda makna akan menimbulkan salah
antara perawat dan pasien/keluarga, dan sikap faham, pada penelitian di Amerika, rumah sakit
berbasis budaya kuno atau leluhur. yang menerima pasien imigran dari Meksiko
Hambatan yang terjadi pada perbedaan dengan perbedaan bahasa banyak menimbulkan
budaya diakibatkan oleh kerapuhan dalam konflik terutama para imigran yang tidak dapat
hubungan komunikasi perawat dan klien dan hal – mengikuti aturan rumah sakit karena tidak
hal yang menghambat interaksi dan komunikasi menemukan perawat dengan bahasa yang mereka
antar budaya di area kritis adalah adalah : fahami dan para keluarga yang cemas ketika di
Stereotip dimana hambatan yang berkaitan dengan rawat oleh perawat yang berbeda bahasa
stereotip ketika masyarakat melihat perawat dari (Hendson et. al, 2015). Perawat mengatakan
sudut pandang yang terbangun selama ini bahwa kemampuan berbicara bahasa yang sama
berkaitan dengan prilaku perawat, hal ini dapat dengan pasien memungkinkan hubungan yang
menjadi hambatan (Ardal, Sulman & Fuller, lebih besar dengan pasien dan keluarga.
2011). Hambatan lain yakni rasialisme yang Dalam penelitian sebelumnya, perawat telah
terkait rasa yang besar terhadap ras yang dimiliki melaporkan bahwa kemampuan untuk berbicara
seseorang akan mempengaruhi padangan terhadap dalam banyak bahasa meningkatkan perawatan
ras lain terutama ras–ras yang dominan yang akan yang kompeten secara budaya (El-Amouri &
melihat ras–ras lain berbeda dan bukan tempat O'Neill 2011; Starr & Wallace 2009). Beberapa
yang baik dalam memberikan kepercayaan (Ozga perawat dalam penelitian ini berkomentar bahwa
et. al, 2018). kursus bahasa perlu menjadi prioritas yang lebih
Sikap merupakan hambatan komunikasi yang tinggi dalam program gelar keperawatan. Davis
terkait perbedaan budaya dimana sikap dan Smith (2013) mengemukakan bahwa
berhubungan dengan waktu terbatas untuk pengawas individu yang memberikan perawatan
melakukan kegiatan dalam memahami anatara langsung kepada pasien dan keluarga dengan
pasien dan perawat. Tuntutan tugas yang beragam budaya mempertimbangkan kursus
berorientasi pada tindakan dan waktu tambahan bahasa yang berfokus pada pembelajaran bahasa
yang diperlukan untuk membangun hubungan profesional dan sehari-hari sebagai prioritas.
dengan keluarga dan pasien sebagai memaksakan Keyakinan dalam organisasi perawatan
peningkatan beban kerja dan tekanan emosional kesehatan, komunikasi lintas-budaya yang tidak
pada penyedia layanan kesehatan, terutama ditangani dengan baik dapat menyebabkan
perawat, namun merupakan aspek penting untuk konsekuensi sosial dan klinis yang negatif,
memberikan perawatan yang tepat dan lingkungan yang tidak pasti atau kesalahpahaman,
memuaskan klien (Benbenishty et. al, 2017). kebingungan bagi pasien dan keluarga, adanya
Persepsi intuitif tentang kebutuhan keluarga. asuhan yang tidak efisien, ketidakpatuhan pasien,
Kemampuan perseptif terhadap norma-norma keterlambatan dalam memperoleh informed
budaya yang beragam seperti kesopanan, privasi, consent dan penurunan kualitas perawatan
kontak mata, dan sentuhan digambarkan memiliki (American College of Physicians, 2004 dalam
pengaruh signifikan pada kemampuan penyedia Unger, 2012). Menurut Schim, et. al (2007) agar
layanan kesehatan untuk menyampaikan budaya dapat kongruen dengan asuhan perawatan
penghormatan terhadap budaya klien (Ozga et. al, maka diperlukan pertama adalah evaluasi hasil
2018). Persepsi intuitif ini salah satu hambatan asuhan yang berbasis budaya dilakukan dari sudut
dalam berkomunikasi dan membutuhkan pandang penerima dan penyedia perawatan, kedua
kompetensi budaya dari perawat dalam perawat harus memiliki kompetensi spesifik
menangani hal ini, ketika pelaksanaan cultural (kognitif, afektif, dan psikomotor) kemudian
competence baik maka persepsi intuitif menjadi diaplikasikan, dipelajari, dan diidentifikasi dalam
57
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
praktek asuhan keperawatan, ketiga adalah ruang (guideline) untuk perawat ICU mengenai pasien
lingkup cultural competence harus meliputi dengan latar belakang budaya yang berbeda yaitu
pemahaman jumlah dan ragam kelompok orang : Melibatkan (partisipasi) keluarga dalam proses
yang ditemui dalam konteks komunitas, sosial dan perawatan, Mengunakan penerjemah untuk
layanan. Keempat adalah kedalaman kompetensi terjemahan yang tepat dari catatan kasus penyakit
terkait dengan jumlah keterpaparan dan jenis dan rasa sakit, Mempertahankan multikultural tim
interaksi dengan kelompok masyarakat yang ditemui penyedia layanan, Komunikasi prosedur dan
dalam konteks komunitas, sosial, dan layanan. diagnosa yang jelas, dan mengakui
Faktor–faktor diatas yang dapat menghambat keanekaragaman budaya.
komunikasi akibat perbedaan budaya akan Pada penelitian terkait pengalaman perawat
mengakibatkan konflik antara perawat dan klien. dalam pelaksanaan cultural competence di ICU
Hal ini dapat terjadi di semua area rumah sakit, ditemukan tema utama yaitu 'konflik antara
dapaun hambatan komunikasi yang dapat terjadi praktik keperawatan profesional dan tradisi
di ICU yang dialami perawat menurut penelitian budaya keluarga' yang didasari dari tiga tema
Arumsari, Emaliyawati dan Sriati (2016) yaitu yang muncul diantaranya kebutuhan berbasis
konflik peran, faktor demografi keluarga, budaya untuk berpartisipasi aktif dalam persepsi
kesalahpahaman, lingkungan dan situasi di ICU, profesional perawat dengan perawat tentang diri
dan kondisi psikologis keluarga. mereka sebagai penyedia layanan total, kewajiban
Intensive care unit menyediakan kemampuan profesional perawat untuk memberikan informasi
dan sarana prasarana serta peralatan khusus untuk yang dapat dipahami dengan kesulitan komunikasi
menunjang fungsi-fungsi vital dengan berbasis budaya dan respons terhadap penyakit
menggunakan ketrampilan medik, perawat dan dan kebutuhan keluarga untuk norma budaya dan
staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan penentuan nasib sendiri dengan tanggung jawab
keadaan tersebut. Asuhan keperawatan yang profesional perawat untuk lingkungan klinis
bermakna dan sesuai dengan budaya pasien (Høye dan Severinsson, 2009).
bertujuan untuk membantu dan mengarahkan Pengalaman penerapan cultural competence
tindakan dan keputusan keperawatan yang di ICU di paparkan juga oleh penelitian dari
didasari oleh pemeliharaan atau pelestarian Benbenishty & Biswas, (2015) yang mengatakan
perawatan berbasis budaya (Ozga et al., 2018). bahwa cultural competence di area kritis adalah
Adapun hal yang harus dilakukan perawat terkait area yang penuh tantangan baik secara fisik
budaya milik pasien adalah dengan cara maupun mental, sehingga semua pekerjaan yang
akomodasi, negosiasi dan restrukturisasi atau berkaitan dengan pasien dan rekan kerja
reorganisasi budaya untuk memungkinkan dibutuhuhkan kopetensi budaya perawat dan
perawat dapat melaksanakan asuhan yang perawat harus memandang semua budaya setara
disesuaikan dengan budaya yang dimiliki pasien dan harus dihormati, terutama saat melakukan
agar dapat membantu asuhan dan tidak tindakan seting cairan intravena, perpindahan
mengganggu asuhan keperawatan pada pasien. pasien dan perawatan luka. Dan pada tindakan
Pada penelitian Ardal, Sulman dan Fuller, krusial lainnya yang membutuhkan kerjasama
(2011) didapat tema bahwa perawat merasa antar perawat, maka perawat juga harus memiliki
hubungan interaksi dengan pasien yang memiliki perlakuan yang sama terhadap teman sejawat
budaya yang berbeda memiliki sifat yang rapuh terkait penghormatan terhadap budaya yang
atau tidak terbentuknya kepercayaan yang baik, dianut rekan kerjanya.
masa krisis juga pasien dan steriotip yang tumbuh Hasil lain pada penelitian terkait pelaksanaan
dimasyarakat tentang pelayanan perawat pada cultural competence di ICU mengungkapkan
klien dengan berbeda budaya, hal lain yang bahwa perawat harus memiliki keterampilan
didapat bahwa perawat menyatakan “keluarga eksplorasi arti penyakit untuk pasien, penentuan
lebih memilih perawat dengan pemahaman konteks sosial di mana pasien tinggal, keterlibatan
budaya yang baik atau memiliki budaya yang dalam negosiasi dengan pasien untuk mendorong
sama dalam menyerahkan kepercayaan terhadap komunikasi yang efektif dan kepatuhan terhadap
perawatan pasien”. pengobatan, dan eksplorasi persepsi pasien
Rekomendasi Deklarasi Brisbane yang tentang perlakuan yang mereka terima
ditulis pada tahun 2016 tentang pedoman (Benbenishty et al., 2018).
58
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
3 Health Care Providers’ Hendson, Reis and Penyedia layanan kesehatan mengidentifikasi konstruksi
Perspectives of Nicholas, 2014 bernuansa interaksi rapuh yang tertanam dalam perawatan
Providing Culturally keluarga imigran baru di NICU. Selama krisis, pengambilan
Competent Care in the keputusan, perbedaan norma dan keyakinan, dan bahasa
NICU dan komunikasi adalah hambatan yang mempengaruhi sifat
interaksi yang rapuh. Selama masa transisi, interaksi yang
rapuh dipengaruhi oleh stereotip yang tidak disengaja,
waktu yang terbatas untuk kegiatan tidak berwujud
(kegiatan yang bersifat interaksi dengan keluarga), dan
kurangnya persepsi intuitif perawat akan kebutuhan
keluarga imigran baru. Petugas kesehatan menggunakan
strategi peduli budaya dan kompeten budaya untuk
mengatasi sifat interaksi yang rapuh
4 Cultural Competence in Benbenishty & Area kritis adalah area yang penuh tantangan baik secara
Critical Care: Case Biswas, 2015 fisik maupun mental,
Studies in the ICU Perawat harus memandang semua budaya setara dan harus
di hormati.
5 Cultural Competence In Curwick K, Dutt (1) melibatkan keluarga selama proses perawatan; (2)
Acute and Critica care T.(2015) menggunakan juru bahasa untuk interpretasi akurat
Medicine: Literature penyakit dan rasa sakit; (3) mempertahankan tim penyedia
Review and yang beragam secara budaya; (4) menjadi jelas dalam
Recomendatione. komunikasi prosedur dan diagnosis; (5) mengakui
keragaman budaya.
6 Professional and Høye, S., & 'konflik antara praktik keperawatan profesional dan tradisi
cultural conflicts for Severinsson, E. budaya keluarga', didasarkan pada tiga pasang tema yang
intensive care nurses (2010). saling bertentangan: 'kebutuhan berbasis budaya untuk
berpartisipasi aktif dalam persepsi profesional perawat vs
perawat tentang diri mereka sebagai penyedia layanan
total'; ‘Kewajiban profesional perawat untuk memberikan
informasi yang dapat dipahami vs. kesulitan komunikasi
berbasis budaya dan respons terhadap penyakit’; dan
kebutuhan ‘keluarga’ untuk norma budaya dan penentuan
nasib sendiri vs. tanggung jawab profesional perawat untuk
lingkungan klinis ’. Selain itu, setiap pasangan tema berisi
beberapa sub-tema.
7 Almutairi’s Critical Almutairi, Dahinten Model ACCC dapat mempromosikan atau mengganggu
Cultural Competence dan Rodney, 2017 proses memperoleh kompetensi budaya, yang pada
model for a akhirnya mempengaruhi kualitas hasil perawatan kesehatan
multicultural healthcare dan kesehatan.
environment
59
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
60
Faletehan Health Journal, 7 (1) (2020) 52-61
www. journal.lppm-stikesfa.ac.id/ojs/index.php/FHJ
ISSN 2088-673X | 2597-8667
(1989). Toward a culturrally compe- tent Leininger, M. M., & McFarland, M. R. (2002).
system of Care . Volume 1. Washing- ton Culture care diversity and universality: A
DC: Georgetown Universty. worldwide nursing theory. Sudbury, MA:
El-amouri, S., & Neill, S. O. (2016). Supporting Jones and Bartlett.
cross-cultural communication and culturally Mcfarland, M. R., Learning, B., & Wehbe-
and culturally diverse hospital, alamah, H. B. (n.d.). The Theory of Culture
6178(March). Diversity and Universality.
https://doi.org/10.5172/conu.2011.39.2.240 Nuraeni, A., Ibrahim, K., & Agustina, H. R.
Flowers, D. (2004). Culturally Competent (2013). Makna Spiritualitas pada Klien
Nursing Care, 24(4), 48–53. dengan Sindrom Koroner Akut Meaning of
Guru. Y, Suryani & Nursiswati, (n.d.). Analisa Spirituality among Clients with acute
Kebutuhan Komunikasi pada Pasien dengan corronary syndrome, 1, 79–87.
Ventilator makanik Selama di Ruang General Ozga, D., Dobrowolska, B., Gutysz-wojnicka, A.,
Intasive Care Unit (GICU) RSUP Dr. Hasan & Zdun, A. (2018). Multicultural Care in
Sadikin Bandung, 1–14. European Intensive Care Units ( MICE-ICU
Grossbach I., Stranberg S., Chlan L.,(2011), ) – international project for ICU nurses, 50–
Promoting Effective Communication for 51. https://doi.org/10.2478/pielxxiw-2018-
Patients Receiving Mechanical Ventilation. 0008
American Association of Critical Care Purnell, L. (2002). The Purnell Model for Cultural
Nurses, 31:46-60. Competence. Journal of Transcultural
Hart, P. L., & Mareno, N. (2013). Cultural Nursing, 13 (3), 193 – 196. https : // doi. org
challenges and barriers through the voices of / 10. 1177 / 10459602013003006
nurses, 2223–2233. Schim, S. M., & Miller, J. (2007). Culturally
https://doi.org/10.1111/jocn.12500 Congruent Care : Putting the Puzzle
Holloway, I. & Wheeler, S. (2010). Qualitative Together, 18(2), 103–110.
Research in Nursing, Blackwell Publishing, https://doi.org/10.1177/1043659606298613
United Kingdom. Schim, S. M., Doorenbos, A. Z., & Borse, N. N.
Hendson, L., Reis, M. D., Nicholas, D. B., & (2006). Cultural Competence Among
Hendson, L. (2015). Health Care Providers ’ Hospice Nurses, 8(5).
Perspectives of Providing Culturally Unger J. B. & Schwartz S. J. (2012). Conceptual
Competent Care in the NICU, 17–27. considerations in studies of cultural
https://doi.org/10.1111/1552-6909.12524 influences on
Høye, S., & Severinsson, E. (2010). Professional health behaviors. Preventive Medicine, 55(5):
and cultural conflicts for intensive care 353‐355
nurses. https://doi.org/10.1111/j.1365- Vu, T., Agarwal, P., Mccullough, J., Lipshutz, A.,
2648.2009.05247.x Turner, K., Anderson, W., In-, U. C. C.
Hudak & Gallo (2010). Keperawatan Kritis Edisi (2015). Engaging an ICU patient and family
6. Jakarta; EGC advisory council to redeign a patient –
Im, E., & Lee, Y. (2018). Transcultural Nursing : oriented website care medicine : literature
Current Trends in Theoretical Works. Asian review and recomendation, 43(12), 2015.
Nursing Research, (September). WFCCN. Brisbane declaration: Culturally
https://doi.org/10.1016/j.anr.2018.08.006 sensitive critical care nursing. http://www.
Karabudak. S. S, Tas. F, & Basbakkal, Z (2013). hdmsarist.hr/wp-
Giger and Davidhizar’s Transcultural content/uploads/2016/10/WFCCN-Brisbane-
Assessment Model: A Case Study in Turkey, Declaration.pdf. 2016
7, 342–345.
61