Anda di halaman 1dari 18

Tugas Makalah Pengantar ilmu sensor

SENSOR GAS H2S

OLEH

SITTI HANAFIAH
F1C1 18 031

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita

rahmat dan kasi sayang-Nya, kepada kita salawat serta salam tak lupa kita pula

kita ucapkan kepada junjunagn kita Nabi Muhammad SAW yamg telah membawa

kita dari alam kebodohan kea lam yang berilmu pengetahuan.

Makalah ini penyusun susun untuk melengkapi tugas mata kuliah

Pengantar Ilmu Sensor yang berjudul “SENSOR GAS H2S”. Penyusun

menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapt kesalahan dan

kekurangan, untuk itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang dapat

membangun untuk perbaikan pada masa yang akan dating.

Selanjutnya penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalm rangka penyusunan makalah ini, semoga jasa baik mereka

mendapat balasan dari Allah SWT.

Kendari, 17 November 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
A. Sensor Kimia...................................................................................................5
3. Sistem sensor Kimia.........................................................................................9
B. Sensor H2S....................................................................................................11
BAB IV KESIMPULAN.......................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kondisi lingkungan dengan potensi keberadaan gas beracun yang dapat

keluar secara tiba-tiba harus mendapat monitoring terus-menerus. Indonesia

merupakan daerah rawan bencana dari aktifitas vulkanologi, salah satu aspek dari

kegiatan vulkanologi adalah keluarnya gas beracun secara tiba-tiba. Jalur lalu

lintas yang padat juga dapat menimbulkan gas beracun dari emisi gas buang

kendaraan bermotor. Industri kimia juga mempunyai peluang terjadinya

kebocoran gas beracun, sehingga dalam konsentrasi tertentu dapat membahayakan

jiwa manusia. Berdasarkan tingkat konsentrasi serta dampak paling berbahaya

terhadap tubuh manusia maka gas karbon monoksida (CO) dan Hidrogen Sulfida

H2S memiliki tingkat paling tinggi. Jenis gas CO merupakan senyawa yang

dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna, tidak berbau dan sangat

berbahaya bagi tubuh manusia karena dapat dengan mudah diikat oleh

haemoglobin darah (HbCO).

Gas Hidrogen Sulfida (H2S) merupakan senyawa kimia yang paling

banyak dikeluarkan oleh aktifitas geothermal bumi. Penyerapan gas H2S oleh

darah dapat mengurangi jumlah gas oksigen dalam darah. Pada jumlah tertentu

gas H2S terlarut dalam darah dapat menganggu kinerja otak dan syaraf serta

fungsi kontrol pada paru-paru.


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi dari sensor?

2. Jelaskan bagian-bagian utama dari sensor H2S


BAB II
PEMBAHASAN

A. Sensor Kimia

1. Definisi Sensor Kimia

Secara umum sensor bisa diartikan sebagai alat atau piranti yang dapat

mentransform (mengubah) suatu energi ke energy yang lain. Seperti sensor

temperatur adalah alat atau piranti yang memiliki respon terhadap suhu,

sehingga mampu mengubah energi panas menjadi satuan temperatur dalam

celcius/kelvin. Salah satu contoh sensor kimia yang kita kenal secara baik adalah

kertas pH atau disebut juga kertas lakmus, yang digunakan untuk

menentukan asam-basa suatu larutan. Kertas lakmus ini memberikan indikasi

secara kualitatif sifat asam-basa suatu larutan berdasarkan perubahan warna

yang terjadi pada kertas lakmus tersebut. Sedangkan alat lain yang lebih

tepat dalam pengukuran pH suatu larutan biasanya kita gunakan pH meter. Alat

ini sebenarnya menggunakan prinsip kerja secara elektrokimia untuk mendeteksi

adanya respon elektrik terhadap pH larutan yang kemudian bisa kita baca

secara mudah dengan pembacaan digital.

Dalam metode diatas, sensor pH, baik kertas lakmus, indicator pH

atau pH meter yang berupa elektroda gelas, dapat memberikan respon atau

mendeteksi derajat asam-basa suatu larutan. Respon tersebut baik secara

kimiawi maupun elektrik kemudian diubah menjadi suatu sinyal yang bisa

diamati, biasanya oleh mata kita. Pada kasus kertas lakmus atau indicator pH,

dapat dilihat dengan mudah oleh mata kita karena adanya perubahan warna
yang terjadi. Sedangkan pada pH meter, respon elektrik, yang berupa

perubahan tegangan/voltase harus dirubah menjadi respon yang mudah diamati

yaitu berupa displai digita. Biasanya, bagian alat yang

mengkonversi/merubah respon listrik tersebut disebut transduser atau pengubah

sinyal. Secara karikaturis sensor kimia dapat dianalogikan seperti Gambar 1.1.

Sensor kimia biasanya banyak diaplikasikan untuk mendeteksi entitas kimiawi

dengan menggunakan reaksi kimia dari reagen kimia yang sesuai. Entitas

kimiawi yang dideteksi tersebut biasanya disebut analit. Secara garis besar

sensor kimia secara skematis dapat digambarkan seperti Gambar 1.2.


Gambar 1.2 diatas mengambarkan secara skematis strutktur sensor kimia.

Dari Gambar 1.2 diatas maka dapat didefinisikan bahwa sensor kimia

adalah suatu alat analisa (analytical device) yang berisi reagen kimia (chemical

material/reagent) yang dapat bereaksi dengan analit tertentu dalam larutan

atau gas sehingga menghasilkan perubahan fisika-kimiawi yang dapat dirubah

(physicochemical transducer) menjadi sinyal elektrik proporsional dengan

konsentrasi dari analit tersebut [1.1, 1.2]. Secara singkat sensor kimia dapat

ditulis secara singkat sebagai berikut:

Dari gambaran diatas terlihat bahwa sensor kimia adalah perkawinan

antara dua disiplin ilmu, yaitu kimia yang melibatkan reaksi kimia yang

spesifik terhadap analit tertentu dengan instrumentasi, yang mampu merubah


(transdus) dari perubahan fisika-kimia tersebut menjadi sinyal listrik sehingga

mudah dibaca baik secara analog dengan jarum penunjuk maupun secara digital,

dengan digital display.

2. Mekanisme Sensor Kimia

Sebuah sensor kimia yang ideal adalah sensor yang mampu berinteraksi

dengan analit secara reversibel, sehingga sinyal sensor dapat dikontrol dengan

mudah baik secara kinetik maupun termodinamik. Gambar1.6 memberikan

ilustrasi sebuah sensor kimia yang bereaksi dengan analit. Bila sensor kimia

tersebut bekerja berdasarkan prinsip elektrokimia maka mekanisme transduksi

yang terjadi dapat digambarkan secara ringkas seperti pada Gambar 1.7.
Secara umum dapat dikatakan bahwa mekanisme dari suatu sensor kimia

dapat dirancang atau didesain sesuai dengan karakteristik analit yang ingin

dideteksi.

Elemen umum yang digunakan untuk melengkapi Sistem Deteksi Gas

Tetap Sensor gas H2S adalah sensor H2S, detektor, pemancar, pengontrol, PLC,

DCS, dan pengumuman dalam bentuk alarm suara dan visual. Pengukur H 2S yang

digunakan untuk pemantauan keamanan personel di area sekitar mencakup

pengumuman alarm sistem PLC atau DCS. Mungkin juga terdapat peringatan

lokal perangkat alarm audio dan visual untuk memperingatkan personel di area

bahwa tingkat H2S yang terdeteksi oleh sensor H2S berada di atas tingkat

berbahaya.

3. Sistem sensor Kimia

Sebagai suatu sistem pengukuran, sensor kimia Pada bagian ini reaksi

kimia berlangsung sebagai sinyal sensor, yang kemudian ditransduksi menjadi


energi lainnya dengan rangkaian elektronika (sistem instrumentasi) sehingga

dapat dibaca dengan mudah sebagai output, baik secara analog maupun digital .

perubahan fisika-kimia yang terjadi dapat dirubah menjadi sinyal listrik sehingga

mudah dibaca baik secara analog dengan jarum penunjuk maupun secara digital,

dengan digital display. Gambaran sederhana dari instrumentasi pada sensor

kimia dapat diberikan pada Gambar 1.11, dengan mengunakan metode transduser

secara elektrokimia.
Adanya perbedaan potensial/tegangan elektroda kerja dan elektroda referensi

pada Gambar 1.11 karena adanya perubahan konsentrasi analit tertentu yang

menjadi target analisa, sensor kimia berbasis transduksi elektrokimia bekerja

untuk merespon adanya analit gas beracun seperti H2S. Karena potensial yang

dihasilkan biasanya relatif kecil (mV), maka desain intrumentasi sangat penting

untuk meningkatkan sinyal yang dihasilkan oleh sensor atau menurunkan

gangguan (noise) yang ada.

pembacaan sinyal (read-out) baik secara analog dengan jarum penunjuk

ataupun chard recoder maupun secara digital dengan digital display. Pada

pembacaan secara digital, karena sifat sinyal sensor yang dihasilkan adalah

analog, maka terlebih dahulu harus digunakan sebuah konverter dari analog ke

digital, yang biasa disebut dengan ADC (analog digital converter). Gambar

1.13 memperlihatkan jenis-jenis pembacaan (visual displays) baik secara

analog maupun digital.


B. Sensor H2S

sensor optik (optosensing) diaplikasikan untuk deteksi gas dalam hal ini

gas beracun H2S. Aliran gas dilakukan dengan pompa gas, yang berfungsi

sebagai sampling gas pada tekanan atmosfir. Pada sistem sensor gas ini

digunakan timbal asetat yang diimmobilisasi pada membran dengan teknik sol-

gel. Teknik ini dapat dilihat sebagai perbaikan dari metode penentuan gas H2S

dengn menggunakan kertas dan metode konvensional lainnya. Selanjutnya,

penggunaan serat optic dalam system sensor ini, telah memungkinkan sistem ini

untuk diminiaturisasi, yang akan menurunkan jumlah sampel, reagen dan waktu

analisis. Pengukuran gas H2S digunakan timbal asetat sebagai reagen yang

diimmobilisasi dengan teknik sol-gel.

1. Immobilisasi Reagen

Imobilisasi reagen dapat didefinisikan sebagai pengikatan reagen pada

fasa padat atau material pendukung secara merata, yang memungkinkan untuk

terjadinya pertukaran dengan larutan sampel dimana terdapat analit untuk

dideteksi. Pengikatan reagen ini dapat ditempuh dengan berbagai cara yaitu

fisika dan kimia. Dalam sensor gass H2O digunakan timbal asetat sebagai reagen

yang diimmobilisasi dengan teknik sol-gel.


Warna dari membran timbale asetat/sol-gel setelah bereaksi dengan gas H2S

berubah dari warna putih white menjadi abu-abu tua (dark grey), sebagai

hasil dari pembentukan timbal sulfida (PbS) pada membran sensor tersebut.

Karenanya, respons sensor terhadap H2S dapat dijelaskan seperti reaksi gas

dengan Pb(CH3COO)2 seperti pada persamaan (9.1):

Pada membran timbal asetat/sol-gel, mekanisme tersebut melibatkan difusi dari

gas H2S kedalam membran sol-gel. Mekanisme ini juga terbantu dengan adanya

kelembaban udara (uap air). Hal ini karena uap air yang ada mempercepat

terjadinya difusi gas H2S kedalam sol-gel, sehingga mempercepat reaksinya


dengan timbal asetat. Pada kelembaban yang rendah, perubahan warna yang

terjadi tidak sebanyak pada kelembaban tinggi, sehingga respon sensor

terhadap konsentrasi H2S juga rendah. Timbal asetat sebenarnya merupakan

reagen untuk gas H2S yang sangat selektif dan sensitif [9.7]. Oleh karenanya,

gangguan yang berasal dari gas lain sangat kecil. Pada metode dengan kertas,

gangguan dari sulfur dioksida, ozone dan oksigen dapat dihilangkan selama

proses jadi pengukuran, yang mungkin berefek pada pembentukan timbal

sulfida. Hal ini tentu tidak karena pengukuran dilakukan secara simultan pada

berbagai

konsentrasi gas H2S dari konsentrasi terendah hingga tertinggi.


BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dari makalah ini maka disimpulkan bahwa Sensor

adalah komponesn elektonika yang berfungsi untuk dapat mengubah besaran

mekanis, magnetis, panas, sinar, dan kimia menjadi besaran listrik berupa

tegangan,resistansi dan arus listrik. Sensor sering digunakan untuk pendeteksian

pada saat melakukan pengukuran atau pengendalian. Sensor tidak dapat

secara langsung dihubungkan dengan perangkat yang merekam, memonitor

atau pemproses signal.


DAFTAR PUSTAKA

Kuswandi, B, 2008, Sensor Kimia Teori, Praktek & Aplikasi, Kimia Farma :
Jember.
Qiao, X., Youxun X., Kai Y., Jingzhou M., Can L., Hongqiang W., Lichao J.,
2020, Mo doped BiVO4 gas sensor with high sensitivity and selectivity
towards H2S, Chemical Enginering Journal, DOI :
10.1016/j.cej/2020.125144.

Anda mungkin juga menyukai