OH OCH3
O H2N H
N
Cl
O N
Br
Br HO
Cl
oleh
Dr. Imran, S.Si., M.Si
(Hanya dalam lingkup UHO)
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MIPA
UNINERSITAS HALU OLEO
2020
KIMIA BAHAN ALAM LAUT
(KIM 67085)
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulisan modul bahan ajar Kimia Bahan Alam laut ini dapat terselesaikan. Modul ini
disusun untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran pada mahasiswa yang memprogram Kimia
Bahan Alam Laut pada Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Halu Oleo.
Modul ini memuat bahasan tentang perberdaan senyawa metabolit sekunder dan primer.
Bahasan selanjutnya hanya difokuskan pada senyawa metabolit sekunder yaitu sumber
ditemukan, penggolongan, manfaat dan isolasi serta metode penentuan struktur senyawa
metabolit sekunder bahan alam laut. Sebenarnya penggolongan senyawa metabolit sekunder ada
beberapa golongan, namun mata kuliah ini hanya dimuat 2 (dua) SKS (setuan kredit semester)
sehingga yang dibahas hanya senyawa metabolit sekunder golongan terpenoid, steroid, alkaloid
dan kasiatnya serta cara mengisolasi dan menentukan struktur senyawa.
Meskipun kami telah membuat modul ini dengan sebaik-baiknya, namun kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam penyajian meterinya. Oleh karena itu, kami dengan senang
hatimenerima kritikan dan saran demi kesempurnaan modul ini. Semoga modul ini dapat
bermanfaat sebagaimana diharapkan
Pendahuluan .................................................................................................................................... 1
1. Monoterpen………………………………………………………………………………...2
2. Sesquiterpen......................................................................................................................... 6
1. Diterpen ......................................................................................................................... 13
1. Furanoterpen 21.............................................................................................................. 19
3. Sesterpen ........................................................................................................................ 21
1. Triterpen ......................................................................................................................... 23
2. Saponin ........................................................................................................................... 27
Latihan ................................................................................................................................... 29
Pendahuluan ............................................................................................................................ 32
Latihan .................................................................................................................................. 44
Daftar Pustaka........................................................................................................................ 45
Pendahuluan ............................................................................................................................ 46
Latihan .................................................................................................................................. 67
Daftar Pustaka........................................................................................................................ 68
MODUL 4. Isolasi dan Identifikasi senyawa metabolit sekunder bahan alam laut … ................ 70
Pendahuluan ............................................................................................................................ 70
1. Ekstraksi ......................................................................................................................... 71
2. Fraksinasi ....................................................................................................................... 73
Latihan .................................................................................................................................. 83
Sumber alam
hayati laut
Kimia
bahan alam laut
Ekstraksi dan
fraksinasi
Terpenoid
Pemurnian
senyawa
Steroid
Alkaloid Analsisis
spektroskopi
MODUL 4
Isolasi dan Indentifikasi Senyawa Metabolit Sekunder
PENDAHULUAN
Isolasi senyawa bahan alam laut adalah suatu metoda dalam pemisahan
komponen mayor atau senyawa utama dari komponen minor yang biasanya dinamakan
sebagai senyawa pengganggu. Komponen mayor akan menjadi target dalam isolasi
senyawa bahan alam laut. Isolasi senyawa pada awalnya dilakukan pemisahan komponen
dengan cara ekstraksi dengan beberapa pemilihan metode seperti meserasi, perkolasi,
atau pun metode refluks. Pada tahap ini perolehan hasil ekstraksi masih mengandung
berbagai komponen senyawa yang selanjutnya dipisahkan dengan metode fraksinasi.
Fraksinasi komponen dilakukan berdasarkan perbedaan kepolaran dari dua pelarut cair-
cair yang tidak saling mencampur. Selanjutnya pemisahan senyawa metabolit sekunder
secara partisi antara fasa diam dan fasa gerak yang kenal dengan istilah pemisahan secara
kromatografi. Ada bebrapa cara pemisahan secara kromatografi yaitu, kromatografi
grafitasi, kromatografi kolom fakum, kroatografi tekan, dan kromatografi radial.
Biasanya pada tahap ini kadang-kadang diperoleh senyawa murni sebagai isolate.
Namun, jika belum ada isolate maka dapat dilakukan fraksinasi pertingkat. Senyawa
isolate murni data ditentukan dengan menggunakan system tiga eluen. Senyawa isolate
dapat ditentukan strutunya dengan menggunakan metode spektroskopi. Analisis
spektoskopi dalam menentukan senyawa bahan alam laut biasanya melalui uji
spektrofotometer Ultra violet-visibel (UV-Vis), spektrofotometer infra red (IR), dan
spektrofotometer resonansi magnetic inti atau Nucleur magnetic resonance (NMR).
Tahap terakhir setelah diperoleh isolat adalah pengujian khasiat senyawa metabolit
sekunder bahan alam laut yang ditemukan melalui uji aktivitasnya sebagai antijamur, anti
bakteri, antioksidan, maupun antkanker dan uji khasiat lainnya.
Kegiatan belajar 1
Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder
Isolasi senyawa metabolit sekunder bahan alam laut melalui berapa tahap yaitu ekstraksi,
fraksinasi, pemisahan fraksi dengan metode kromatografi, dan analisis komponen
senyawa dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis. Tahap selanjutnya adalah
pemurnian senyawa isolate dan uji aktivitasnya.
1. Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu teknik pemisahan kimia untuk memisahkan atau
menarik satu atau lebih komponen atau senyawa-senyawa (analit) dari suatu sampel
dengan menggunakan pelarut tertentu yang sesuai. Prinsip ekstraksi didasarkan pada
kemampuan atau daya larut analit dalam pelarut tertentu. Dengan demikian pelarut yang
digunakan harus mampu menarik komponen analit dari sampel secara maksimal.
Mekanisme ekstraksi dimulai dengan adsorpsi pelarut ke permukaan sampel, diikuti
difusi pelarut ke dalam sampel dan pelarutan alit oleh pelarut (interaksi analit dengan
pelarut). Selanjutnya terjadi difusi analit-pelarut ke permukaan sampel dan desorpsi
analit-pelarut dari permukaan sampel ke dalam pelarut. Perpindahan analit-pelarut ke
permukaan sampel berlangsung sangat cepat ketika terjadi kontak antara sampel dengan
pelarut (Leba, 2017).
Hasil yang diperoleh dari proses ekstraksi disebut ekstrak. Dalam hal ini, ekstrak
dapat diartikan sebagai sediaan kental hasil dari proses penyarian senyawa aktif baik dari
simplisia bahan alam laut menggunakan pelarut yang sesuai, dimana semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa selanjutnya diperlakukan
sedemikian rupa sehigga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang sesuai dapat dikategorikan secara garis
besar menjadi dua macam, yaitu cara dingin dan cara panas. Ekstrasi dengan cara dingin
meliputi maserasi dan perkolasi. Sedangkan ekstraksi dengan cara panas, yaitu refluks,
dan soxhlet, (Depkes, 2000).
a. Maserasi
Maserasi merupakan metode sederhana yang paling banyak digunakan. Cara ini
sesuai, baik untuk skala kecil maupun skala industri (Agoes, 2007). Metode ini dilakukan
dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert yang
tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan ketika tercapai
kesetimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan konsentrasi dalam sel
tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan penyaringan.
Kerugian utama dari metode maserasi ini adalah memakan banyak waktu, pelarut yang
digunakan cukup banyak, dan besar kemungkinan beberapa senyawa hilang. Selain itu,
beberapa senyawa mungkin saja sulit diekstraksi pada suhu kamar. Namun di sisi lain,
metode maserasi dapat menghindari rusaknya senyawa-senyawa yang bersifat termolabil.
c. Perkolasi
Pada metode perkolasi, serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah
perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut
ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada
bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut
baru. Sedangkan kerugiannya adalah jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka
pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan
banyak pelarut dan memakan banyak waktu.
d. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung selulosa
(dapat digunakan kertas saring) dalam klonsong yang ditempatkan di atas labu dan di
bawah kondensor. Pelarut yang sesuai dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas
diatur di bawah suhu reflux. Keuntungan dari metode ini adalah proses ektraksi yang
kontinyu, sampel terekstraksi oleh pelarut murni hasil kondensasi sehingga tidak
membutuhkan banyak pelarut dan tidak memakan banyak waktu. Kerugiannya adalah
senyawa yang bersifat termolabil dapat terdegradasi karena ekstrak yang diperoleh terus-
menerus berada pada titik didih.
e. Reflux dan Destilasi Uap
Pada metode reflux, sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu yang
dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap
terkondensasi dan kembali ke dalam labu. Destilasi uap memiliki proses yang sama dan
biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran berbagai senyawa
menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan destilat (terpisah sebagai 2 bagian
yang tidak saling bercampur) ditampung dalam wadah yang terhubung dengan
kondensor. Kerugian dari kedua metode ini adalah senyawa yang bersifat termolabil
dapat terdegradasi (Seidel V 2006).
2. Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses penarikan atau pemisahan senyawa pada ekstrak dengan
menggunakan dua macam pelarut yang tidak bercampur. Proses pemisahan komponen
yang diinginkan dengan komponen lain ini didasarkan pada prinsip kepolaran senyawa
dan pelarut. Senyawa-senyawa yang bersifat non polar akan larut dalam pelarut yang non
polar sedangkan senyawa-senyawa yang polar akan larut dalam pelarut yang bersifat
polar (Harborne, 1987).
Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah pelarut dengan kepolaran
berbeda, yakni seperti n-heksan, diklorometan, etil asetat, dan metanol. Dalam hal ini,
untuk menarik lemak dan senyawa non polar dapat digunakan n- heksan, untuk menarik
senyawa non polar juga dapat digunakan diklorometan, untuk menarik senyawa semi
polar seperti alkaloid dapat digunakan etil asetat atau kombinasi diklorometan dengan
metanol, sedangkan untuk menarik senyawasenyawa polar dapat digunakan metanol.
1. Pemisahan Kromatografi
Metode kromatografi adalah metode pemisahan yang didasarkan atas beda laju
migrasi senyawa karena adanya perbedaan afinitas terhadap dua fasa yaitu fasa diam dan
fasa gerak. Fasa diam dapat berupa silika atau selulosa sedangkan fase gerak dapat
berupa gas dan cairan. Fase gerak mengalir melalui fase diam dan menyebabkan
komponen-komponen sampel terdistribusi pada berbagaitingkat. Komponendengan
afinitas tinggi terhadap fase diam mengalir dengan perlahan bersama aliran fase gerak,
sedangkan komponen dengan afinitas rendah bergerak lebih cepat. Perbedaan gerakan ini
menyebabkan komponen sampel terpisah (Skoog, Holler, & Crouch, 2007).
𝑅𝑓 = (1)
dimana I merupakan jarak noda dari titik awal ke titik akhir setelah proses pengembangan
dan h berupa jarak eluen dari titik awal (juga titik awal noda) ke batas akhir eluen (Stahl,
1985).
Prinsip kromatografi radial sama seperti kromatografi klasik dengan aliran fasa gerak
dipercepat oleh gaya sentrifugal. Kromatografi ini menggunakan rotor miring dalam
ruang tertutup, sedangkan fase diam berupa lempeng kaca terlapisi silika gel. Plat
dipasang pada motor listrik dan diputar pada kecepatan 800 rpm. Sampel dan fasa gerak
dimasukkan ke bagian tengah plat sehingga mengalir dan merambat melalui fasa diam
karena gaya sentrifugal. Proses elusi dimonitor dengan lampu UV. Hasilnya berupa pita
lingkaran yang terputar keluar melalui tepi plat dan ditampung ke dalam botol fraksi
(Hostettmann dkk., 1995).
Gambar 10. Kromatografi Radial
2. Pemurnian (Purification)
1. Spektrofotometri Inframerah
Spektrofotometri inframerah (IR) didasarkan pada interaksi sinar inframerah oleh
molekul senyawa. Alat ini digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa
organik. Cuplikan yang dianalisis dapat berupa zat cair atau zat padat. Radiasi IR antara
10.000-100 cm-1 diserap dan diubah oleh molekul organik menjadi energi molekular
vibrasi. Penyerapan ini juga terkuantisasi, tetapi spektrum vibrasi menunjukan ikatan-
ikatan sebagai garis-garis dikarenakan perubahan suatu energi vibrasi tunggal diikuti
dengan perubahan energi rotasi. Sebagian besar hal ini terjadi antara 4000 sampai 400
cm-1, disinilah yang perlu menjadi pusat perhatian. Frekuensi atau panjang gelombang
adsorpsi tergantung pada massa relatif atom-atom, tetapan gaya dari ikatan-ikatan, dan
geometri atom-atom (Silverstein, 2002).
Tabel 4.1. Nilai-nilai bilangan gelombang absorbsi IR oleh gugus fungsional senyawa
kimia (Pavia dkk., 2009).
Bilangan
Gugus funsional
gelombang (cm-1)
3400-3200 Stretching O-H (ikatan hidrogen, alkohol dan fenolik)
3000-2850 Stretching C-H (alkan, CH3, CH2, dan CH)
1725-1705 Stretching C=O (keton, aldehi, asam karboksilat dan
1680-1600 ester)
1600 dan 1475 Stretching C=C (alkena)
1450-1375 Stretching C=C (cincin aromatik)
1430-1330 Bending C-H (deformasi CH3 dan CH2 alkana)
Bending O-H (alkohol dan fenolik)
1300-1000 StretchingC-O (alkohol dan fenolik)
900-650 Bending ke luar bidang C-H (cincin aromatik)
850-780 Bending ke luar bidang C-H (alkena)
770-650 Bending ke luar bidang O-H (alkohol dan fenolik)
Posisi pita spektrum IR ditunjukkan sebagai bilangan gelombang atau panjang
gelombang. Gugus fungsional dapat ditentukan dengan melihat bilangan gelombang
dimana bilangan gelombang yang lebih tinggi (4000-1300 cm-1) disebut daerah gugus
fungsional. Dalam daerah ini, gugus-gugus fungsional yang penting seperti -OH, -NH,-
C≡CH, =CN dan C=O menunjukkan puncak yang khas, dan letak puncak tersebut tidak
berubah karena bentuk atau ukuran molekulnya (Fessenden dan Fessenden, 1997).
Daerah 1300-400 cm-1 disebut sebagai daerah sidik jari (finger print region), yaitu daerah
yang amat kompleks tetapi spectrum daerah ini sangat berharga bila disesuaikan dengan
daerah yang lain (Sastrawijaya, 1985).
2. Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometer Ultraviolet-Visible (UV-Vis) merupakan instrumen analisis
yang termasuk dalam spektroskopi absorpsi. Apabila radiasi atau cahaya dilewatkan
melalui larutan berwarna maka radiasi dengan panjang gelombang tertentu akan diserap
secara selektif dan radiasi lainnya akan diteruskan. Metode Spektrofotometer (UV-Vis)
didasarkan atas absorban sinar tampak oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu,
metode ini dikenal juga sebagai metode kolorimetri, karena larutan berwarna saja yang
dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa yang tidak berwarna dapat dibuat berwarna
dengan mereaksikannnya dengan pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna
(Syaifuddin, 2015).
Incident Transmitted
Intensity, Io Intensity, It
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah interaksi yang terjadi antara energi
yang berupa sinar monokromatis dari sumber sinar dengan materi yang berupa molekul.
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa konsentrasi zat dalam larutan berbanding lurus
dengan absorbansi (A) dari larutan. Bila cahaya monokromatik (Io) melalui suatu materi,
maka sebagian cahaya tersebut diserap, sebagian dipantulkan, dan sebagian lagi teruskan
(I).
Ketika suatu sinar melewati suatu substansi atau larutan, sebagian cahaya ada
yang diserap dan sisanya diteruskan melewati sampel. Perbandingan antara intensitas
cahaya yang masuk melewati sampel (I0) dengan yang keluar (It) pada panjang
gelombang tertentu didefinisikan sebagai transmitans (T) dan biasa dinyatakan sebagai
persen transmitans (%T), dimana transmitan dikali dengan 100 (Persamaan 1):
T= ( ) 1 (1)
(2)
Keterangan:
X : atom tetravalent (C, Si)
Y : atom monovalent (H, halogen)
Z : atom trivalent (N, P) (Watson,
2009).
RMI karbon memiliki prinsip pengukuran yang sama dengan RMI proton. Spektrum
RMI karbon memberikan informasi jumlah dan jenis atom karbon primer (CH3),
sekunder (CH2), tersier (CH), dan kuartener (C) dalam suatu struktur senyawa kimia
(Silverstein dkk., 2005).
LATIHAN SOAL
Chan, C. H., Jian J. L., Rozita Y. dan Gek-Cheng N., 2015, A Generalized Energy-Based
Kinetic Model For Microwave-Assistedextraction Of Bioactive Compounds From
Plants, Separation And Purificationtechnology, vol. 143, hh. 152-160.
Chen, Y., ZhaoL., Liu B. dan Zuo S., 2012, Application of Response Surface
Methodology to Optimize Microwave-Assisted Extraction of Polysaccharide from
Tremella, Physics Procedia, vol. 24, hh. 429 – 433.
Gunawan, G., Chikmawati, T., Sobir, S., & Sulistijorini, S. (2016). Fitokimia genus
Baccaurea spp. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 2(2), 96-110.
Heliawati, L., 2018, Kimia Organik Bahan Alam, Universitas Pakuan Bogor, Bogor.
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Hikmah, F. (2012). Pengaruh Partisi Bertingkat Cair–Cair Ekstrak Etanol Rimpang Jahe
(Zingiber officinale Rosc.) Terhadap Profil Kandungan Senyawa Kimia dan
Aktivitas Antiradikalnya. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
ngole, M. A. D. (2015) Application Potential for Developments in Microwave Oven
Systems, SSRG International Journal of Electrical and Electronics Engineering
(SSRG-IJEEE), 2(3).
Indranila, & Maria, U. (2015). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Karika
(Carica Pubescens) dengan Metode DPPH Beserta Identifikasi Senyawa Alkaloid,
Fenol Dan Flavonoid. Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai
Alternatif Medicine, ISBN: 978-602-19556-2-8. 105-111.
Salas, P. G.,Aranzazu, M.-S., Antonio, S.-C. dan Alberto, F.G., 2010, Phenolic-
Compound-Extraction Systems for Fruit and Vegetable Samples. Molecules,
vol.15, hh. 8813-8826.
Septiana, A. T., & Asnani, A. (2012). Kajian sifat fisikokimia ekstrak rumput laut coklat
Sargassum duplicatum menggunakan berbagai pelarut dan metode
ekstraksi. Agrointek, 6(1), 22-28.
Solis, P.N., Wright, C.W., Anderson, M.M., Gupta, M.P., Phillipson, J.D., 1992. A
microwell cytotoxicity assay using Artemia salina (brine shrimp). Planta Med. 59,
250-252.
Sondakh, R.M., Jimmy P., dan Pemsi M.W., 2017, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Spons
Laut (Callyspongia aerizusa) terhadap Larva Artemia salina Leach.
Sukardiman, Abdul Rahman, Nadia Fatma Pratiwi, 2004, Uji Praskrining Aktivitas
Antikanker Ekstrak Eter dan Ekstrak Metanol Marchantia cf. planiloba Steph.
Dengan Metode Uji Kematian Larva Udang dan Profil Densitometri Ekstrak
Aktif. Majalah Farmasi Airlangga, Vol.4 No.3
Svarc-Gajic, J., Z., Stojanovic, A. S., Carretero, D. A., Román, I., Borrás, I. dan
Vasiljevic, 2013, Development of A Microwave-Assisted Extraction for the
Analysisof Phenolic Compounds from Rosmarinus Officinalis, Journal of Food
Engineering, vol.119.
Skripsi, Semarang: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Walisongo.
Solis, P.N., Wright, C.W., Anderson, M.M., Gupta, M.P., Phillipson, J.D., 1992. A
microwell cytotoxicity assay using Artemia salina (brine shrimp). Planta Med. 59,
250-252.
Sondakh, R.M., Jimmy P., dan Pemsi M.W., 2017, Uji Toksisitas Akut Ekstrak Spons
Laut (Callyspongia aerizusa) terhadap Larva Artemia salina Leach
Ulfah, S., 2015, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Rambutan (Nephelium
lappaceum Linn) dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil). Skripsi,
Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah.