Anda di halaman 1dari 27

PELAYANAN MATERNAL DAN NEONATAL (NIFAS, KB DAN BAYI)

PANDEMI COVID-19
Dosen Pengampu : Evy Ernawati, S.ST.,M.Kes.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

1. SRI WAHYUNI (19810008)


2. ANDI MAGFHIRA (19810012)
3. SUMARNI ISMAIL (19810013)
4. CLAUDIA LENIENSI (19810028)
5. ROSA AYU SOLEKHA (19810029)
6. PUJI ANGGUN DWI P. (19810032)
7. FEBRIYANTI DWI A. (19810033)
8. NADA PRADANA PUTRI (19810035)

STIKES GUNA BANGSA YOGYAKARTA


PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun Makalah “Pelayanan
Maternal dan Neonatal (Nifas, KB dan Bayi) Pandemi Covid-19” sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi tugas Asuhan Kebidanan pada Perempuan dan
Anak dengan Kondisi Rentan.
Dalam hal ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, karena
itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Ibu Evy Ernawati, S.ST.,M.Kes., selaku ketua prodi S1 Kebidanan STIKES
Guna Bangsa Yogyakarta dan selaku pengampu mata kuliah Asuhan
Kebidanan pada Perempuan dan Anak dengan Kondisi Rentan.
2. Serta semua pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan dan oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak sangat diperlukan guna tersusunnya makalah yang lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.

Yogyakarta, Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan................................................................................... 2
C. Manfaat Penulisan................................................................................. 2
BAB II GAMBARAN PANDEMI COVID-19
A. Gambaran Masa Nifas........................................................................... 3
B. Gambaran Keluarga Berencana (KB)................................................... 6
C. Gambaran Bayi (Neonatus)................................................................... 9
BAB III IMPLEMENTASI DI PROVINSI JAWA TIMUR
A. Implementasi Masa Nifas di Provinsi Jawa Timur................................ 12
B. Implementasi Keluarga Berencana (KB) di Provinsi Jawa Timur......... 18
C. Implementasi Bayi (Neonatus) di Provinsi Jawa Timur........................ 21
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................... 23
B. Saran..................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal merupakan salah satu
unsur penentu status kesehatan. Pelayanan kesehatan dimulai sebelum bayi
dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.
Pertumbuhan dan perkembangan bayi periode neonatal merupakan periode
yang paling kritis karena dapat menyebabkan kesakitan dan kematian bayi.
Berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-
faktor yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritaskan,
status gizi yang rendah, anemia, dekatnya jarak antar kehamilan, dan
buruknya hygine. Kematian bayi baru lahir lebih banyak disebabkan intrinsik
dengan kesehatan ibu dan perawatan yang diterima sebelum, selama dan
setelah persalinan.
Demikian halnya dengan asfiksia bayi baru lahir pada umumnya
disebabkan oleh manajemen persalinan yang tidak sesuai dengan standar dan
kurangnya kesadaran ibu untuk memeriksakan kehamilannya ke tenaga
kesehatan, kurangnya asupan kalori dan nutrisi pada saat masa kehamilan
juga dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia. Hampir tiga per empat dari
semua kematian bayi baru lahir dapat dicegah apabila ibu mendapatkan
nutrisi yang cukup, pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan
normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga kesehatan yang
profesional. Untuk menurunkan kematian bayi baru lahir karena asfiksia,
persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan
dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir karena
kemampuan dan keterampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum untuk mengetahui bagaimana gambaran pelayanan

1
maternal dan neonatal sebelum pandemi covid-19 dan setelah pandemi-19
covid
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui perbedaan gambaran pelayanannya sebelum
pandemi covid-19 dan sesudah pandemi covid-19
b. Untuk mengetahui implementasi/model pelayanan sebelum pandemi
covid-19 dan sesudah pandemi covid-19 di Indonesia
c. Untuk mengetahui implementasi/model pelayanan sebelum pandemi
covid-19 dan sesudah pandemi covid didaerah masing-masing

C. Manfaat Penulisan
1. Agar masyarakat mampu dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka
2. Agar masyarakat memiliki kemampuan mereka dalam mengendalikan
faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan hingga dapat meningkatkan
derajat kesehatannya
3. Agar advokasi dan strategi pemberdayaan wanita dalam mempromosikan
hak-haknya yang diperlukan untuk mencapai kesehatan yang optimal

2
BAB II
GAMBARAN PANDEMI COVID-19

A. Gambaran Masa Nifas


1. Sebelum Pandemi Covid-19
Menurut Kemenkes (2019), gambaran pelayanan ibu nifas sebelum pandemik
covid-19, yaitu pelayanan pasca persalinan / nifas dilaksanakan minimal 4
kali dengan waktu kunjungan ibu dan bayi bru kahir bersamaan
a. Pelayanan pertama (Kf I) dilakukan pada waktu 2-48 jam setalah
persalinan
b. Pelayanan ke dua (Kf II) dilakukan pada waktu 3-7 hari pasca
persalinan
c. Pelayanan ke tiga (Kf III) dilakukan pada waktu 8-28 hari setelah
persalinan
d. Pelayanan ke empat (Kf IV) dilakukan pada waktu 29-42 hari pasca
persalinan
2. Setelah Pandemi Covid-19
Menurut Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 (2020),
gambaran pelayanan ibu nifas setelah adanya pandemik covid-19 perlu
dilakukan persiapan dan perubahan yang sesuai dengan protokol
kesehatan, seperti :
a. Kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP), seperti :
1) Puskesmas direkomendasikan untuk mengatur ulang fasilitas
layanan KIA agar terpisah dengan Gedung Utama Puskesmas
sehingga Pasien KIA tidak bercampur dengan Pasien Umum.
2) Jika Puskesmas tidak mempunyai ruang KIA yang terpisah dari
Gedung Puskesmas, maka dapat disiapkan fasilitas layanan
darurat, misalnya,memanfaatkan sarana gedung pelatihan,
penginapan, gedung olah raga, dll, dengan mengupayakan
prasarana minimal terpenuhi (sumber air bersih, listrik, kamar

3
mandi dll). Sedapat mungkin tidak menggunakan sekolah untuk
memastikan anak-anak dapat kembali bersekolah secepatnya.
3) Jika layanan KIA tidak mungkin dilakukan di Puskesmas, maka
bisa disepakati Bidan Praktik Mandiri (BPM) dalam satu regional
untuk dipergunakans secara kolektif oleh beberapa bidan di
sekitarnya.
4) Menerapkan triase dan alur tatalaksana layanan ibu hamil, ibu
bersalin dan bayi baru lahir.
5) Memenuhi kebutuhan Rapid Test dan Alat Pelindung Diri (APD)
level-1 dan level2
b. Pelayanan ibu setelah melahirkan atau ibu nifas di FKTP, yaitu :
1) FKTP memberikan pelayanan KB (diutamakan metode
kontrasepsi jangka panjang) segera setelah persalinan. Jika ibu
tidak bersedia, maka dilakukan konseling KB serta nasihat untuk
mendapatkan layanan KB paska bersalinan.
2) Bayi yang dilahirkan dari ibu yang bukan ODP, PDP atau
terkonfirmasi COVID-19 pada 0-6 jam pertama, tetap
mendapatkan: perawatan tali pusat, inisiasi menyusu dini, injeksi
vitamin K1, pemberian salep/tetes mata antibiotik dan pemberian
imunisasi hepatitis B dan HbIg (Hepatitis B immunoglobulin).
3) Ibu dan keluarga mendapat nasihat dan edukasi tentang perawatan
bayi baru lahir termasuk ASI ekslusif dan tanda bahaya jika ada
penyulit pada bayi baru lahir dan jika terjadi infeksi masa nifas.
4) Tenaga kesehatan mengambil sampel skrining hipotiroid
kongenital (SHK) pada bayi yang dilakukan setelah 24 jam
persalinan, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan.
5) FKTP memberikan layanan kunjungan pasca bersalin pada ibu
bukan PDP atau tidak terkonfirmasi COVID-19:
6) Pemeriksaan pada ibu nifas (sesuai SOP)
Menurut Kemenkes RI (2020) gambaran pelayanan ibu nifas setelah
pandemic Covid-19, yaitu :

4
a. Pelaksanaan kunjungan nifas pertama dilakukan di fasilitas
pelayanan keshatan. Kunjungan nifas kedua, ketiga dan keempat dapat
dilakukan dengan metode kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan
atau pemantauan menggunakan media online (disesuaikan dengan
kondisi daerah terdampak Covid-19), dengan melakukan upaya-
upaya pencegahan penularan Covid-19 baik dari petugas, ibu dan
keluarga.
b. Periode kunjungan nifas (KF):
1) KF 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 2(dua)
hari pascapersalinan;
2) KF 2 : pada periode 3(tiga) hari sampai dengan 7(tujuh) hari
pascapersalinan;
3) KF3 :pada periode 8(delapan) hari sampai dengan 28(duapuluh
delapan) hari pascapersalinan;
4) KF4 : pada periode 29 (dua puluh sembilan) sampai dengan
42 (empat puluh dua) hari pascapersalinan.
c. Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan membuat
perjanjian dengan petugas.Diutamakan menggunakan MKJP.
d. Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda bahaya dimasa
nifas (lihat Buku KIA). Jika terdapat risiko/ tanda bahaya,maka
periksakan diri ke tenaga kesehatan.
Menurut IBI (2020), permasalahan dalam pelayanan maternal dan
neonatal (ibu nifas) selama pandemik covid-19 yaitu pandemic Covid-19
telah menyebabkan terjadi masalah pemenuhan kebutuhan pelayanan
kesehatan terutama pelayanan maternal-neonatal yang disarankan untuk
ditunda jika tidak ada kedaruratan medis dikarenakan ada peningkatan
kekhawatiran terhadap penularan Covid-19. Hal ini dikemudian hari
dapat menimbulkan resiko meningkatnya kematian ibu dan bayi baru
lahir di Indonesia.
Menurut Kemenkes RI (2020) permasalahan yang di hadapi program
kesehatan ibu dan bayi dalam masa pandemic Covid-19 yaitu :

5
a. Pengetahuan ibu dan keluarga terkait Covid-19 dan pelayanan
kesehatan bagi ibu dan bayi baru lahir di era pandemic
b. Belum semua tenaga kesehatan tersosialisasi pedoman pelayanan
ibu dan bayi baru lahir di era pandemic
c. Pelayanan regular puskesmas, Praktik Mandiri Bidan dan Posyandu
masih dilaksanankan secara biasa dieberapa daerah
d. Kebutuhan dan ketersediaan serta pemenuhan APD bagi penolong
persalinan dan ibu bersalin
e. Tingginya kasus penderita Covid-19 yang dirawat di RS rujukan
berpengaruh terhadap keleluasaan penanganan pelayanan rujukan
maternal dan neonatal

B. Gambaran Keluarga Berencana (KB)


1. Sebelum Pandemi Covid-19
Program Keluarga Berencana (KB) menurut Undang-undang no 52 tahun
2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
merupakan salah satu strategi pengendalian kuantitas penduduk.
Kemeterian Kesehatan memandang Program Keluarga Berencana
merupakan salah satu strategi untuk mengurangi kematian ibukhususnya
ibu dengan kondisi terlalu muda untuk melahirkan (di bawah usia 20
tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak melahirkan, dan
terlalu tua melahirkan (diatas usia 35 tahun) atau lebih dikenal dengan
istilah 4T.
Dengan demikian pelayanan KB sangat berguna dalam pengaturan kehamilan
dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan (KTD) atau tidak tepat
waktu.Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Prioritas pelayanan KB diberikan terutama kepada pasangan Usia
Subur yang istrinya mempunyai keadaan “4 Terlalu“ yaitu terlalu
muda (usia kurang dari 20 tahun), terlalu banyak anak (lebih dari 3
orang), terlalu dekat jarak kehamilan ( kurang dari 2 tahun), dan
terlalu tua (lebih dari 35 tahun).

6
b. Tanggung Jawab dalam kesertaan ber-KB merupakan tanggung jawab
bersama antara suami dan istri. Sayangnya, pada saat ini hanya 1,1%
suami yang berpartisipasi aktif dalam berKB, padahal tersedia juga
alat/metode kontrasepsi untuk pria.
c. Setiap metode kontrasepsi mempunyai keuntungan dan kelemahan
masing-masing. Setiap klien berhak untuk mendapat informasi
mengenai hal ini, sehingga dapat mempertimbangkan metoda yang
paling cocok bagi dirinya.
d. Pelaksana pelayanan KB wajib memberikan nasihat tentang metoda
yang paling cocok sesuai KB diberikan kepada klien. Dengan
demikian, klien akan lebih mudah menentukan pilihannya.
e. Klien juga harus diberi informasi tentang kontraindikasi pemakaian
berbagai metoda kontrasepsi. Pelaksana pelayanan KB perlu
melakukan skrining atau penyaringan melalui bahwa tidak terdapat
kontraindikasi dalam pemakaian metoda kontrasepsi yang akan dipilih
khusus untuk tindakan operatif diperlukan surat pernyataan setuju
(informed concent) dari klien.
Persentase pemakaian kontrasepsi modern (modern contraceptive prevalence
rate/mCPR) Persentase Modern Contraceptive Prevalence Rate (mCPR)
adalah persentase pasangan usia subur (PUS) yang sedang menggunakan
alat/cara KB modern berupa sterilisasi wanita (MOW), sterilisasi pria
(MOP), Pil, IUD, Suntik, Susuk KB (Implant) dan kondom. Cakupan
pembinaan kesertaan ber-KB dan peningkatan kualitas pelayanan KB
yang sesuai dengan standarisasi pelayanan KB diseluruh tingkatan
wilayah Pada tahun 2019 mendapatkan target 100.00 , dimana sampai
dengan bulan Desember 2019 telah tercapai 98,17%. Hal ini dibuktikan
dengan hasil Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP) Program
KKBPK Tahun 2019 Provinsi Jawa Timur untuk pemakaian semua
alat/cara KB 63,89% lebih tinggi dari capaian Nasional 58,71%.
2. Setelah Pandemi Covid-19

7
Menurut BKKBN (2020), Merebaknya wabah Covid-19 di seluruh dunia
termasuk Indonesia mempengaruhi berbagai aspek, tak terkecuali pada
pelayanan Program Keluarga Berencana yang dijalankan BKKBN.
Pandemi Covid-19 sangat berdampak terhadap Kegiatan Pelayanan KB
yang dijalankan BKKBN. Kondisi layanan normal maka jumlah kelahiran
sekitar 4,7 juta di tahun 2020. Namun dengan adanya pandemi dan
layanan yang terhambat maka potensi terjadinya kelahiran atau kehamilan
yang tidak diinginkan akan meningkat. Hal itu berimbas pada penurunan
peserta KB.
Menurut Nurjasmi (2020), dampak pandemi covid-19 terhadap upaya
penurunan AKI dan AK, yaitu :
a. Berkurangnya ketersediaan layanan KIA dan KB
b. Berkurangnya akses terhadap layanan KIA dan KB
c. Kurangnya pelayanan yang tepat, sesuai kebutuhan dan komprehensif
d. Meningkatnya resiko infeksi pada tenaga kesehatan
Pada saat wabah ebola di Afrika Barat (2014-2016), penggunaan layanan
kesehatan ibu dan kesehatan reproduksi sangat menurun sehingga
kematian ibu dan bayi baru lahir yang secara tidak langsung disebabkan
oleh epidemi lebih banyak dari pada kematian yang langsung disebabkan
oleh infeksi ebola itu sendiri. Sebuah studi yang didukung oleh program
health policy+ memperkirakan peningkatan angka kematian ibu dan bayi
baru lahir secara total di india, indonesia, nigeria dan pakistan sampai
31% bila gangguan layanan kia tidak tertangani dengan efektif.
Berikut merupakan dampak Covid-19 dalam perbandingan jumlah pelayanan
KB pada bulan Februari (belum ada pandemi covid-19) dengan bulan
Maret (pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia), yaitu :

Dampak Covid-19 Terhadap Pelayanan Kb (Perbandingan


Hasil Pelayanan Kb 2020 di Indonesia)
Jenis Pelayanan Februari Maret

8
IUD 36,155 23.383
Implan 81,062 51,536
Suntik 524,989 341,109
Pil 251,619 146,767
Kondom 31,502 19,583
MOP 2,283 1,196
MOW 13,571 8,093
Dilihat dari data tersebut maka terlihat bahwa jumlah akseptor sebelum adanya
pandemi Covid-19 (Februari) dan sesudah terjadi pandemi Covid-19 (Maret)
mengalami penurunan. Pemakaian IUD pada Februari 2020 sejumlah 36.155
turun menjadi 23.383. Sedangkan implan dari 81.062 menjadi 51.536, suntik
dari 524.989 menjadi 341.109, pil 251.619 menjadi 146.767, kondom dari
31.502 menjadi 19.583, MOP dari 2.283 menjadi 1.196, dan MOW dari
13.571 menjadi 8.093.Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya
lonjakan kelahiran bayi atau baby boom pasca pandemi Covid-19.

C. Gambaran Bayi (Neonatus)


1. Sebelum Pandemi Covid-19
Menurut Kemenkes (2020), bayi baru lahir atau neonatal mendapatkan
pelayanan neonatal esensial saat lahir (0 – 6 jam) yaitu pemotongan dan
perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), injeksi vit K1,
pemberian salep/tetes mata antibiotik, dan imunisasi Hepatitis B serta
dilakukan rawat gabung bila kondisi bayi dan ibu sehat.
Periode kunjungan neonatal (KN) yaitu :
a. KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat puluh
delapan) jam setelah lahir;
b. KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah
lahir;
c. KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua puluh
delapan) hari setelah lahir.
Selain itu perlu dilakukan imunisasi dasar karena peranan imunisasi
dalam menyelamatkan masyarakat dunia dari kesakitan, kecacatan bahkan
kematian akibat penyakit-penyakit seperti Cacar, Polio, Tuberkulosis,

9
Hepatitis B yang dapat berakibat pada kanker hati, Difteri, Campak,
Rubela dan Sindrom Kecacatan Bawaan Akibat Rubela (Congenital
Rubella Syndrom/CRS), Tetanus pada ibu hamil dan bayi baru lahir,
Pneumonia (radang paru), Meningitis (radang selaput otak), hingga
Kanker Serviks yang disebabkan oleh infeksi Human Papilloma Virus.
Bayi dan balita juga rutin datang ke posyandu untuk memantau tumbuh
kembangnya.
2. Setelah Pandemi Covid-19
Menurut Kemenkes (2020), setelah adanya pandemi Covid-19
pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) dilakukan di fasyankes.
Kunjungan neonatal kedua dan ketiga dapat dilakukan dengan metode
kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan atau pemantauan menggunakan
media online (disesuaikan dengan kondisi daerah terdampak COVID-19),
dengan melakukan upaya-upaya pencegahan penularan COVID-19 baik
dari petugas, ibu dan keluarga.
Pelayanan imunisasi sebagai salah satu pelayanan pelayanan kesehatan
esensial tetap menjadi prioritas untuk dilaksanakan. Perlu dilakukan
langkah-langkah penting untuk memastikan setiap sasaran imunisasi,
yaitu anak yang merupakan kelompok rentan menderita PD3I, terlindungi
dari penyakit-penyakit berbahaya dengan imunisasi. Adapun, prinsip –
prinsip yang menjadi acuan dalam melaksanakan program imunisasi pada
masa pandemi COVID-19 yaitu :
a. Imunisasi dasar dan lanjutan tetap diupayakan lengkap dan
dilaksanakan sesuai jadwal untuk melindungi anak dari PD3I;
b. Secara operasional, pelayanan imunisasi baik di posyandu,
puskesmas, puskesmas keliling maupun fasilitas kesehatan lainnya
yang memberikan layanan imunisasi mengikuti kebijakan pemerintah
daerah setempat;
c. Kegiatan surveilans PD3I harus dioptimalkan termasuk pelaporannya;
serta
d. Menerapkan prinsip PPI dan menjaga jarak aman 1 – 2 meter

10
11
BAB III
IMPLEMENTASI DI PROVINSI JAWA TIMUR

A. Implementasi Masa Nifas di Provinsi Jawa Timur


Menurut Kemenkes (2020), implementasi pelayanan nifas selama pandemi covid-
19 di provinsi Jawa Timur, yaitu :
1. Rekomendasi Postpartum atau Masa Nifas
a. Karena informasi mengenai virus baru ini terbatas dan tidak ada
profilaksis atau pengobatan yang tersedia, pilihan untuk perawatan
bayi harus didiskusikan dengan keluarga pasien dan tim kesehatan
yang terkait.
b. Ibu dikonseling tentang adanya referensi dari Cina yang menyarankan
isolasi terpisah dari ibu yang terinfeksi dan bayinya selama 14 hari.
Pemisahan sementara bertujuan untuk mengurangi kontak antara ibu
dan bayi
c. Bila seorang ibu menunjukkan bahwa ia ingin merawat bayi sendiri,
maka segala upaya harus dilakukan untuk memastikan bahwa ia telah
menerima informasi lengkap dan memahami potensi risiko terhadap
bayi.
d. Sampai saat ini data terbatas untuk memandu manajemen postnatal
bayi dari ibu yang dites positif COVID-19 pada trimester ketiga
kehamilan. Sampai saat ini tidak ada bukti transmisi vertikal
(antenatal). 5. Semua bayi yang lahir dari ibu dengan PDP atau
dikonfirmasi COVID-19 juga perlu diperiksa untuk COVID-19.
e. Bila ibu memutuskan untuk merawat bayi sendiri, baik ibu dan bayi
harus diisolasi dalam satu kamar dengan fasilitas en-suite selama
dirawat di rumah sakit.
f. Tindakan pencegahan tambahan yang disarankan adalah sebagai
berikut:
1) Bayi harus ditempatkan di inkubator tertutup di dalam ruangan

12
2) Ketika bayi berada di luar inkubator dan ibu menyusui, mandi,
merawat, memeluk atau berada dalam jarak 1 meter dari bayi, ibu
disarankan untuk mengenakan APD yang sesuai dengan pedoman
PPI dan diajarkan mengenai etiket batuk.
3) Bayi harus dikeluarkan sementara dari ruangan jika ada prosedur
yang menghasilkan aerosol yang harus dilakukan di dalam
ruangan.
4) Pemulangan untuk ibu postpartum harus mengikuti rekomendasi
pemulangan pasien COVID-19
2. Rekomendasi Menyusui
a. Ibu sebaiknya dikonseling tentang sebuah penelitian terbatas pada
dalam enam kasus persalinan di Cina yang dilakukan pemeriksaan
pada ASI yang didapatkan negatif untuk COVID-19, namun
mengingat jumlah kasus yang sedikit, bukti ini harus ditafsirkan
dengan hati-hati.
b. Risiko utama untuk bayi menyusui adalah kontak dekat dengan ibu
yang cenderung terjadi penularan melaui droplet infeksius di udara.
c. Mengingat bukti saat ini, petugas kesehatan sebaiknya menyarankan
bahwa manfaat menyusui melebihi potensi risiko penularan virus
melalui ASI. Risiko dan manfaat menyusui, termasuk risiko
menggendong bayi dalam jarak dekat dengan ibu, harus didiskusikan.
Ibu sebaiknya juga dikonseling bahwa panduan ini dapat berubah
sesuai perkembangan ilmu pengetahuan.
d. Keputusan untuk menyusui atau kapan akan menyusui kembali (bagi
yang tidak menyusui) sebaiknya dilakukan komunikasi tentang risiko
kontak dan manfaat menyusui dengan dokter yang merawatnya
e. Untuk wanita yang ingin menyusui, tindakan pencegahan harus
diambil untuk membatasi penyebaran virus ke bayi, yaitu :
1) Mencuci tangan sebelum menyentuh bayi, pompa payudara atau
botol
2) Mengenakan masker untuk menyusui

13
3) Lakukan pembersihan pompa ASI setelah setiap kali penggunaan
4) Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang dengan kondisi
yang sehat untuk memberi ASI pada bayi
f. Untuk ibu yang memerah ASI, yaitu :
1) Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau elektrik),
sehingga bayi dapat menerima manfaat ASI dan untuk menjaga
persediaan ASI agar proses menyusui dapat berlanjut setelah ibu
dan bayi disatukan kembali. Jika memerah ASI menggunakan
pompa ASI, pompa harus dibersihkan dan didesinfeksi dengan
sesuai.
2) Kantong ASI harus yang diangkut dari kamar ibu ke lokasi
penyimpanan harus ditranportasi menggunakan kantong spesimen
plastik. Kondisi penyimpanan harus sesuai dengan kebijakan dan
kantong ASI harus ditandai
3) dengan jelas dan disimpan dalam kotak wadah khusus sehingga
terpisah dengan kantong ASI dari pasien lainnya.
3. Beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh nifas, yaitu :
a. Cuci tangan anda dengan sabun dan air sedikitnya selama 20 detik.
b. Gunakan hand sanitizer berbasis alkohol yang setidaknya
mengandung alkohol 70%, jika air dan sabun tidak tersedia.
c. Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang
belum dicuci.
d. Sebisa mungkin hindari kontak dengan orang yang sedang sakit.
e. Saat anda sakit gunakan masker medis. Tetap tinggal di rumah saat
anda sakit atau segera ke fasilitas kesehatan yang sesuai, jangan
banyak beraktivitas di luar.
f. Tutupi mulut dan hidung anda saat batuk atau bersin dengan tissue.
Buang tissue pada tempat yang telah ditentukan. Bila tidak ada tissue
lakukan batuk sesui etika batuk.
g. Bersihkan dan lakukan disinfeksi secara rutin permukaan dan benda
yang sering disentuh.

14
h. Menggunakan masker medis adalah salah satu cara pencegahan
penularan penyakit saluran napas, termasuk infeksi COVID-19. Akan
tetapi penggunaan masker saja masih kurang cukup untuk melindungi
seseorang dari infeksi ini, karenanya harus disertai dengan usaha
pencegahan lain. Pengunaan masker harus dikombinasikan dengan
hand hygiene dan usaha-usaha pencegahan lainnya.
i. Penggunaan masker yang salah dapat mengurangi keefektivitasannya
dan dapat membuat orang awam mengabaikan pentingnya usaha
pencegahan lain yang sama pentingnya seperti hand hygiene dan
perilaku hidup sehat.
j. Diperlukan konsultasi ke spesialis obstetri dan spesialis terkait untuk
melakukan skrining antenatal, perencanaan persalinan dalam
mencegah penularan COVID19
k. Menghindari kontak dengan hewan seperti: kelelawar, tikus, musang
atau hewan lain pembawa COVID-19 serta pergi ke pasar hewan
l. Bila terdapat gejala COVID-19 diharapkan untuk menghubungi
telepon layanan darurat yang tersedia untuk dilakukan penjemputan di
tempat sesuai SOP, atau langsung ke RS rujukan untuk mengatasi
penyakit ini
m. Hindari pergi ke negara terjangkit COVID-19, bila sangat mendesak
untuk pergi ke negara terjangkit diharapkan konsultasi dahulu dengan
spesialis obstetri atau praktisi kesehatan terkait.
n. Rajin mencari informasi yang tepat dan benar mengenai COVID-19 di
media sosial terpercaya
4. Panduan Pelayanan Nifas dan BBL Oleh Bidan Pada Masa Pamdemi
Covid-19, yaitu :
a. Jika tidak ada keluhan Ibu nifas agar menerapkan informasi dlm buku
KIA, melakukan pemantauan mandiri, jika ada keluhan/tanda bahaya
pada ibu nifas dan atau bayi baru lahir segera ke fasyankes
b. Untuk pelayanan nifas dan bayi baru lahir, Ibu harus membuat janji
dengan Bidan melalui Telepon/WA terlebih dahulu,

15
c. Lakukan pengkajian komprehensif sesuai standar, gali informasi
berkaitan dgn kewaspadaan Covid-19. Jika diperlukani bidan
berkoordinasi dengan RT/RW/Kades setempat utk informasi tentang
status ibu apakah sedang isolasi mandiri (ODP/PDP/Covid+).
d. Bidan memberikan pelayanan nifas & BBL sesuai standar
menggunakan APD level1 dan menerapkan prosedur pencegahan
penularan Covid-19
e. Jika tidak memungkinkan memberikan pelayanan, Bidan
berkolaborasi dengan PKM/RS terdekat
f. Konsultasi, KIE, Konseling Nifas dan Laktasi dilaksanakan secara
online
g. Ibu nifas, pendamping & semua tim kesehatan yang bertugas
menggunakan masker dan menerapkan prosedur pencegahan
penularan Covid-19
5. Prinsip Penyelenggaraan Pelayanan Kebidanan Pada Masa Pandemi
Covid-19, yaitu :
a. Prapelayanan
1) Konsultasi, Penyuluhan, KIE & Konseling dilakukan melalui
online - termasuk pemberian informasi tentang covid-19
2) Jika memerlukan pelayanan membuat janji terlebih dahulu
melalui telp/WA
3) Lakukan pengkajian komprehensif sesuai standar, dan gali
informasi yang berkaitan dg kewaspadaan Covid-19.
4) Lakukan skrining faktor resiko termasuk resiko terinfeksi covid-
19 ODP/PDP/Covid +
5) Rujukan terncana bagi Ibu dan Bayi dengan resiko
b. Pelaksanaan
1) Memferikasi hasil kajian komprehensif.
2) Pemberian informasi dan informed consent
3) Lakukan skrining faktor resiko termasuk resiko terinfeksi covid-
19

16
4) Menggunakan APD sesuai kebutuhan
5) Memberikan pelayanan sesuai standar dengan menerapkan
prosedur pencegahan covid-19.
6) Pasien dan pendamping maks 1 orang serta Tim kesehatan yg
bertugas
c. Pascapelayanan
1) Lakukan pemantuan melalui telpon/WA, kecuali ada keluhan
dapat datang ke PMB dengan membuat janji terlebih dahulu
2) Konsultasi, KIE dan konseling dilakukan secara on-line
6. Rekomendasi Bagi Tenaga Kesehatan Terkait Pelayanan Antenatal Di
Rumah Sakit
a. Wanita hamil/nifas yang termasuk pasien dalam ODP/PDP COVID-
19 tanpa gejala atau gejala ringan dapat melakukan isolasi mandiri
dirumah/tempat yang ditunjuk khusus.
b. Untuk ibu hamil/nifas dengan status PDP gejala sedang atau berat
harus segera dirawat di rumah sakit (berdasarkan pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi COVID-19). Pasien dengan
COVID-19 yang diketahui atau diduga harus dirawat di ruang isolasi
khusus di rumah sakit. Apabila rumah sakit tidak memiliki ruangan
isolasi khusus yang memenuhi syarat Airborne Infection Isolation
Room (AIIR) pasien harus ditransfer secepat mungkin ke fasilitas di
mana fasilitas isolasi khusus tersedia.
7. Pelayanan Nifas di Puskesmas
a. Pelaksanaan kunjungan nifas pertama dilakukan di Puskesmas.
Kunjungan nifas kedua, ketiga dan keempat dapat dilakukan dengan
metode kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan atau pemantauan
menggunakan media daring (disesuaikan dengan kondisi daerah
terdampak COVID 19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan
penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan keluarga.
b. Pelayanan KB tetap dilaksanakan sesuai jadwal dengan janji temu,
diutamakan menggunakan MKJP.

17
c. Ibu nifas dan keluarga harus memahami tanda bahaya di masa nifas
(ada di buku KIA), jika ada tanda bahaya segera periksakan diri ke
tenaga kesehatan.

B. Implementasi Keluarga Berencana (KB) di Provinsi Jawa Timur


Menurut Kemenkes (2020), implementasi pelayanan keluarga berencana (KB)
dalam situasi pandemi Covid-19 di Provinsi Jawa Timur, yaitu :
1. Bagi Masyarakat
a. Tunda kehamilan sampai kondisi pandemic berakhir
b. Akseptor KB sebaiknya tidak datang ke petugas Kesehatan, kecuali
yang mempunyai keluhan, dengan syarat membuat perjanjian terlebih
dahulu dengan petugas Kesehatan.
c. Bagi akseptor IUD/Implan yang sudah habis masa pakainya, jika tidak
memungkinkan untuk datang ke petugas Kesehatan dapat
menggunakan kondom yang dapat diperoleh dengan menghubungi
petugas PLKB atau kader melalui telfon. Apabila tidak tersedia bisa
menggunakan cara tradisional (pantang berkala atau senggama
terputus).
d. Bagi akseptor Suntik diharapkan datang ke petugas kesehatan sesuai
jadwal dengan membuat perjanjian sebelumnya. Jika tidak
memungkinkan, dapat menggunakan kondom yang dapat diperoleh
dengan menghubungi petugas PLKB atau kader melalui telfon.
Apabila tidak tersedia bisa menggunakan cara tradisional (pantang
berkala atau senggama terputus)
e. Bagi akseptor Pil diharapkan dapat menghubungi petugas PLKB atau
kader atau Petugas Kesehatan via telfon untuk mendapatkan Pil KB
f. Ibu yang sudah melahirkan sebaiknya langsung menggunakan KB
Pasca Persalinan (KBPP)
g. Materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta pelaksanaan
konseling terkait KB dapat diperoleh secara online atau konsultasi via
telpon

18
2. Bagi Tenaga Kesehatan
a. Petugas Kesehatan dapat memberikan pelayanan KB dengan syarat
menggunakan APD lengkap sesuai standar dan sudah mendapatkan
perjanjian terlebih dahulu dari klien :
1). Akseptor yang mempunyai keluhan
2). Bagi akseptor IUD/Implan yang sudah habis masa pakainya,
3). Bagi akseptor Suntik yang datang sesuai jadwal.
b. Petugas Kesehatan tetap memberikan pelayanan KBPP sesuai program
yaitu dengan mengutamakan metode MKJP (IUD Pasca Plasenta /
MOW)
c. Petugas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan PL KB dan Kader
untuk minta bantuan pemberian kondom kepada klien yang
membutuhkan yaitu :
1). Bagi akseptor IUD/Implan/suntik yang sudah habis masa pakainya,
tetapi tidak bisa kontrol ke petugas kesehatan
2). Bagi akseptor Suntik yang tidak bisa kontrol kembali ke petugas
Kesehatan sesuai jadwal
d. Petugas Kesehatan dapat berkoordinasi dengan PL KB dan Kader
untuk minta bantuan pemberian Pil KB kepada klien yang
membutuhkan yaitu : Bagi akseptor Pil yang harus mendapatkan sesuai
jadwal
e. Pemberian Materi Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) serta
pelaksanaan konseling terkait kesehatan reproduksi dan KB dapat
dilaksanakan secara online atau konsultasi via telpon.
3. Hal Yang Perlu Diperhatikan oleh Petugas Kesehatan dalam Pelaksanaan
Pelayanan
a. Mendorong semua PUS untuk menunda kehamilan dengan tetap
menggunakan kontrasepsi di situasi pandemi Covid-19, dengan
meningkatkan penyampaian informasi/KIE ke masyarakat
b. Petugas Kesehatan harus menggunakan APD dengan level yang
disesuaikan dengan pelayanan yang diberikan dan memastikan klien

19
yang datang menggunakan masker dan membuat perjanjian terlebih
dahulu
c. Kader dalam membantu pelayanan juga diharapkan melakukan upaya
pencegahan dengan selalu menggunakan masker dan segara mencuci
tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir atau
handsanitizer setelah ketemu klien
d. Berkoordinasi dengan PLKB kecamatan untuk ketersediaan pil dan
kondom di Kader atau PLKB, sebagai alternative pengganti bagi klien
yang tidak dapat ketemu petugas Kesehatan
e. Melakukan koordinasi untuk meningkatkan peran PL KB dan kader
dalam membantu pendistribusian pil KB dan kondom kepada klien
yang membutuhkan, yang tetap berkoordinasi dengan petugas
Kesehatan
f. Memudahkan masyarakat untuk untuk mendapatkan akses informasi
tentang pelayanan KB di wilayah kerjanya, missal dengan membuat
hotline di Puskemas dan lain-lain
4. Peran praktik mandiri bidan
Menurut IBI (2020), peran praktik mandiri bidan, yaitu :
a. Menyediakan tempat praktik terstandar
b. Memberikan pelayanan KB sesuai standard an ketentuan yang berlaku
c. Melakukan skrining faktor resiko dan merujuk sesuai ketentuan yang
berlaku
d. Mencatat data pasien dan pelayanan yang diberikan serta melaporkan
ke puskesmas/BKKBN setiap bulan.
e. Memberikan penyuluhan KB
Menurut BKKBN (2020), melakukan sejumlah upaya untuk memastikan
keberlangsungan penggunaan alat dan obat kontrasepsi selama masa pandemi.
Antara lain dengan pelayanan KB bergerak, seperti :
1. Mengunjungi pasangan usia subur.
2. Mengoptimalkan peran Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)

20
3. Meluncurkan Informasi keluarga berencana yang masif dalam bentuk
vlog dengan melibatkan publik figur
4. Berkoordinasi dengan bidan untuk pelayanan KB
5. Mendorong rantai pasok alat kontrasepsi hingga ke akseptor secara gratis.
Semua kegiatan tersebut dilakukan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan
yang ditetapkan selama pandemi, menggunakan APD, masker dan menjaga
jarak fisik.

C. Implementasi Bayi (Neonatus) di Provinsi Jawa Timur


Menurut POGI (2020), Saat ini belum ada data yang mengarahkan untuk
peningkatan risiko keguguran yang berhubungan dengan COVID-19. Ibu
tetap boleh melahirkan bayinya. Pelayanan pada bayi selama pandemi Covid-
19 di Provinsi Jawa Timur antara lain :
1. Tim neonatal harus diberitahu tentang rencana untuk melahirkan bayi
dari ibu yang terkena Covid-19 jauh sebelumnya
2. Staf layanan kesehatan di ruang persalinan harus mematuhi Standar
Contact dan Droplet Precautions termasuk menggunakan APD yang
sesuai dengan panduan PPI
3. Pelayanan neonatal saat lahir (0-6 jam) seperti penjepitan tali pusat
namun tidak dipotong beberapa saat setelah persalinan asalkan tidak ada
kontraindikasi, bayi dimandikan dan dikeringkan seperti biasa Inisiasi
Menyusu Dini, injeksi vitamin K1, pemberian salep atau tetes mata
antibiotik dan pemberian imunisasi hepatitis B tetap dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan tetap sesuai dengan protokol kesehatan (Kemenkes
RI, 2020)
4. Plasenta harus dilakukan penanganan sesuai praktik normal. Jika
diperlukan histologi, jaringan harus diserahkan ke laboratorium dan
laboratorium harus diberitahu bahwa sampel berasal dari pasien suspek
atau terkonfirmasi COVID-19
5. Berikan anestesi epidural atau spinal sesuai indikasi dan menghindari
anestesi umum kecuali benar-benar diperlukan

21
6. Pengambilan sampel Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) dilakukan
oleh tenaga kesehatan setelah 24 jam sebelum ibu dan bayi pulang dari
fasilitas pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2020)
7. Pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Kunjungan neonatal kedua dan ketiga dapat
dilakukan dengan metode kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan atau
pemantauan menggunakan media daring dengan melakukan upaya-upaya
pencegahan penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan
keluarga(Kemenkes RI, 2020)
8. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI
eksklusif dan tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir, mencuci tangan
dengan sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah menyentuh bayi,
bila perlu menggunakan masker, jika terdapat tanda bahaya segera
dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2020)
9. Pelayanan bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP, OTG dan kasus konfirmasi
COVID-19 sesuai dengan pedoman yang berlaku (Kemenkes RI, 2020)
10. Bayi yang lahir dari ibu yang terkonfirmasi COVID-19, dianggap sebagai
Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan bayi harus ditempatkan di ruangan
isolasi sesuai dengan Panduan Pencegahan Infeksi pada Pasien Dalam
Pengawasan (PDP)
11. Untuk mengurangi transmisi virus dari ibu ke bayi, harus disiapkan
fasilitas untuk perawatan terpisah pada ibu yang telah terkonfirmasi
COVID-19 atau Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dari bayinya sampai
batas risiko transmisi sudah dilewati.

22
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan makalah diatas maka kita dapat mengetahui bagaimana
kondisi pelayanan kesehatan maternal dan neonatal khususnya pada masa
nifas, KB dan bayi sebelum adanya pandemi Covid-19 dan setelah adanya
pandemi Covid-19. Banyak perbedaan yang terjadi dalam pelayaan kesehatan
tersebut, misalnya pada masa nifas yang biasanya dilakukan kunjungan
minimal 4 kali tetapi setelah adanya pandemi kunjungan nifas pertama
dilakukan di fasilitas pelayanan keshatan. Kunjungan nifas kedua, ketiga dan
keempat dapat dilakukan dengan metode kunjungan rumah oleh tenaga
kesehatan atau pemantauan menggunakan media online (disesuaikan
dengan kondisi daerah terdampak Covid-19). Begitu juga dengan
pelayanan dan penggunaan KB mengalami penurunan pesertar KB yang
dikhawatirkan dapat mengakibatkan terjadi baby boom. Pada bayi juga
mengalami dampak seperti imunisasi bayi menjadi terkendala, pemberian ASI
terutama dengan ibu yang positif Covid-19 harus dilakukan pemerasan ASI.
Semua tindakan dan penatalaksanaan pelayanan kesehatan menggunakan
protokol kesehatan sehingga dapat mencegah penyebaran virus Covid-19
antara petugas dengan masyarakat atau sebaliknya.

B. Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan mengingat keterbatasan pengetahuan
dan ketrampilan, maka penyusun mengharapkan kritikan dan saran demi
pengembangan penulisan selanjutnya. Dan untuk senantiasa mencari tahu
lebih dalam dan memperbaharui pengetahuan pelayanan maternal dan
neonatal (nifas, KB dan bayi) selama pandemi Covid-19 karena ilmu
pengetahuan akan terus berkembang dari waktu ke waktu.

23
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI.2020. Pedoman Bagi Ibu Hami, Nifas, Bersalin dan Bayi Baru Lahir
di Era Pandemic Covid-19. Direktorat Kesehatan Keluarga. Direktorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. 2020. Protokol Petunjuk Praktis


Layanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru lahir Selama Pandemik Covid-19.

IBI. 2020. Formulir Laporan Pelayanan Kebidanan pada Masa Pandemic


COVID-19. Didapat dari www.ibi.or.id pada tanggal 5 juni 2020.

Kemenkes RI.2019. Panduan PelayananPasca Persalinan Bagi Ibu dan Bayi


Baru Lahir. Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Kemenkes

Kementerian Kesehatan RI. 2020. Petunjuk Teknis Pelayanan Puskesmas Pada


Masa Pandemi COVID-19. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes, 2020. Panduan Pelayanan Keluarga Berencana Dan Kesehatan


Reproduksi Dalam Situasi Pandemi Covid 19. Jakarta: Kemenkes.

Kemenkes. 2020. Petunjuk Teknis Pelayanan Imunisasi Pada Masa Pandemi


Covid-19. Jakarta: Kemenkes

Kemenkes.2020.http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd9
8f00/files/Panduan-pelayanan-KB-dan-Kespro-dalam-situasi-
COVID19_1578.pdf diakses pada tanggal 7 juni 2020

POGI. Rekomendasi Penanganan Infeksi Virus Corona (Covid-19) Pada


Maternal (Hamil, Bersalin Dan Nifas).Surabaya:POGI.

24

Anda mungkin juga menyukai